Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Pada dasarnya,
setiap orang memiliki kebutuhan yang sama. Akan tetapi karena terdapat
perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut ikut berbeda. Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika
gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berfikir keras dan bergerak untuk
berusaha mendapatkan.
Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan fisik manusia merupakan kebutuhan
yang paling mendasar yang harus terpenuhi agar kelangsungan hidup bisa
bertahan. Ada beberapa kebutuhan fisik manusia yang akan dibahas yaitu
Mobilisasi yang merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur serta pengaturan posisi sebagai salah satu cara
mengurangi resiko menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat
tekanan yang menetap pada bagian tubuh dan mempertahankan posisi tubuh
dengan benar sesuai dengan body aligmen ( struktur tubuh ).
Manusia memerlukan kemampuan untuk bergerak. Mereka akan lebih sehat
ketika seseorang dapat berdiri dan bergerak. ( Ester, 2005 )

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang dikemukakan diatas, maka pertanyaan yang muncul
adalah :
1. Apa yang dimaksud mobilitas dan imobilitas?
2. Apa yang dimaksud dengan joint mobility?
3. Apa saja prinsip-prinsip mekanika tubuh?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas?
5. Bagaimana efek fisiologis dan psikologis dari perubahan mobilitas?
6. Apa saja gangguan-gangguan mobilitas?
7. Bagaimana perubahan perkembangan pada pasien gangguan mobilisasi?
8. Bagaimana Askep pasien dengan gangguan mobilitas fisik ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengatahui Pengertian, mobilitas dan imobilitas.
2. Untuk mengatahui joint mobility.
3. Untuk mengatahui prinsip-prinsip mekanisme tubuh.

1
4. Untuk mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas.
5. Untuk mengatahui efek fisiologis and psikologis dari mobilitas.
6. Untuk mengatahui gangguan mobilitas
7. Untuk mengatahui perubahan perkembangan pada pasien gangguan
mobilisasi.
8. Untuk mengatahui askep pasien dengan gangguan mobilitas fisik.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Mobilitas dan Immobilitas


Mobilitas adalah kemampuan seseorang individu untuk bergerak secara
bebas, teratur, dan mudah untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatan. ( Hidayat, 2012 ).

2
Imobilisasi adalah keadaan seseorang yang tidak dapat bergerak secara bebas,
karena kondisi yang menganggu aktivitas yang diakibatkan seperti trauma tulang
belakang dan cedera otak berat. ( Hidayat, 2012 )
Imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari
anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini
salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang
seperti saat duduk atau berbaring (Garrison, 2004).

2.1.1. Jenis-jenis Mobilisasi dan Imobilisasi


A. Jenis Mobilisasi
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2012) jenis Mobilisasi dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Mobilitas Penuh
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol
seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas Sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan syaraf
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua yaitu:
Mobilitas Sebagian Temporer, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Kemungkinan disebabkan
oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, Contoh: adanya dislokasi
sendi dan tulang.
Mobilitas Sebagian Permanen, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
rusaknya sistem syaraf yang reversibel, contoh: hemiplegia akibat stroke,
paraplegi karena cedera tulang belakang.

B. Jenis Imobilisasi
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2012), imobilisasi dibagi menjadi empat,
yaitu:
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemipelgia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di

3
daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

2.2. Joint Mobility/Mobilitas Sendi


Sendi adalah unit fungsional dari muskuloskeletal system. jumlah maksimum
pergerakan yang tepat pada tulang sendi bagian tubuh tertentu seperti sagital,
frontal dan transversal disebut dengan ROM (Range Of Motion). Tiap pergerakan
sendi :fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi, efersi, pronasi,
supinasi dan lain-lain. (Kozier dan Erb, 2009)

A. ROM (Range Of Motion)


ROM adalah pergerakan maksimum yang dilakukan oleh sendi. Yang
bervariasi pada setiap individu ditentukan secara genetis, pola perkembangan, ada
atau tidak adanya penyakit, dan banyaknya aktivitas fisik yang biasaanya
dilakukan seseorang. Latihan rentang pergerakan sendi dibedakan menjadi
rengtang pergirakan sendi aktif, pasif, atau aktif-asistif (Kozier dan Erb, 2009)
1. Rentang pergarakan sendi aktif
Latihan rentang pergerakan sendi aktif merupakan latihan isotonic dengan
klien secara mandiri menggerakan setiap sendi di tubuhnya melalui rentang
pergerakan sendi yang lengkap, peregangan seluruh kelompok otak secara
maksimal pada setiap bidang di atas sendi. Latihan ini dimaksutkan untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan serta
membantu mempertahankan fungsi kardiorespiratory pada klien yang imobilisasi.
Juga untuk mencegah memburuknya kapsul sendi ankiolosis dan kotraktur sendi.

4
Latihan rentang pergerakan sendi aktif
a) Melakukan setiap latihan rentang pergerakan sendi sampai pada titik adanya
sedikit tahanan, jangan melampaui, dan jangan pernah sampai pada titik
ketidaknyamanan.
b) Lakukan gerakan-gerakan secara sistematis, dengan urutan yang sama untuk
setiap sesinya.
c) Lakukan setiap latihan sebanyak tiga kali
d) Lakukan setiap seri latihan dua kali sehari
e) Jika pada pasien lansia, tidak perlu mencapai rentang pergerakan sendi yang
lengkap. Akan tetapi melakukan rentang pergerakan sendi secukupnya
sehingga dapat melakukan aktivitas seperti berjalan, berpakaian, menyisir
rambut, mandi, dan mempersiapkan makanan. (Kozier dan Erb, 2009)
2. Rentang pergerakan sendi pasif
Merupakan latihan rentang pergerakan sendi yang dibantu orang lain untuk
menggerakan setiap sendi pasien secara lengkap dan merengangkan secara
maksimal. Latihan rentang pergerakan sendi pasif tidak berguna untuk
mempertahankan kekuatan otot tetapi berguna dalam mempertahankan flekbilitas
sendi. Oleh karena itu latihan rentang pergerakan pasif harus dilakukan jika klien
tidak mampu untuk melakukan gerakan secara aktif.
Latihan rentang pergerakan sendi pasif harus dilakukan pada tiap gerakan
lengan, tungkai, dan leher (yang tidak dapat dilakukan oleh pasien secara aktif)
Setiap latihan harus dilakukan dua kali sehari satu seri latihan yang dilanjutkan
dengan mandi akan sangat membantu. Latihan rentang pergerakan sendi pasif
akan lebih efektif jika pasien berbaring supine. (Kozier dan Erb, 2009)
3. Rentang pergerakan sendi aktif-asistif
Latihan rentang pergerakan sendi aktif-asistif mengunakan lengan atau
tungkai yang berlawanan dan lebih kuat menggerakan setiap sendi pada
ekstremitas yang tidak melakukan gerakan aktif. Pasien belajar untuk
menyanggah dan menggerakan lengan atau tungkai yang lemah dengan bantuan
tangan atau tungkai yang lebih kuat sejauh mungkin kegitan ini akan
meningkatkan gerakan aktif pada sisi tubuh yang leebih kuat dan menjaga
fleksibilitas sendi pada sisi tubuh yang lemah. Latihan ini sangat berguna untuk
pasien struk yang menggalami hemiplegi (paralisis pada sebagian tubuh). (Kozier
dan Erb, 2009)

5
Pasien yang mobilisasi sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau
trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan
ini dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta
memelihara mobilisasi persendihan. Gerakan latihan ROM Aktif dan Pasif dapat
dilakukan dengan :
1. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan.
Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien.
Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mugkin.
Catat perubahan yang terjadi.

2. Fleksi dan ekstensi siku


Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya
Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan
tangan lainnya.
Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekan bahu
Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
Catat perubahan yang terjadi
3. Pronasi dan supinasi lengan bawah
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya
Kembalikan ke posisi semula
Putar tangan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arahnya
Kembali ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
4. Pronasi fleksi bahu
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya

6
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
Angkat lengan pasien pada posisi semula
Catat perubahan yang terjadi

5. Abduksi dan adduksi


Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien di samping dadanya
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi.
6. Rotasi bahu
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan
pegang tangan pasien dengan tangan yang lain
Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah
Kembalikan lengan ke posisi semula
Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas
Kembalikan lengan ke popsisi semula
Catat perubahan yang terjadi
7. Fleksi dan ekstensi jari-jari
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan yang
lain memegang kaki
Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi

8. Infersi dan efersi kaki


Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

7
Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya
Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya
Kembalikan ke posisi semula
Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain
Kembalikan ke posiis semula
Catat perubahan yang terjadi
9. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan
yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks
Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada psien
Kembalikan ke posisi semula
Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
Catat perubahan yang terjadi
10. Fleksi dan ekstensi lutut
Cara:
Jelaskan prosedur yang akn dilakukan
Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mangangkat kaki ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi

11. Rotasi pangkal paha


Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan
yang lain di atas lutut
Putar kaki menjauhi perawat
Putar kaki ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
12. Abduksi dan adduksi pangkal paha
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada
tumit

8
Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat
tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien
Gerakkan kaki mendekati badan pasien
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi

B. Macam pergerakan sendi


1. Fleksi adalah aksi mengurangi sudut persendian. Misalnya membengkokkan
siku.
2. Ekstensi adalah aksi memperbesar sudut persendian misalnya, meluruskan
kepala pada siku.
3. Hiperekstensi adalah aksi merenggangkan atau melakukan ekstensi persendian
lebih lanjut misalnya, membengkokkan kepala ke belakang
4. Abduksi adalah aksi menggerakan tulang menjauhi garis tengah tubuh.
5. Adduksi adalah aksi mengerakan tulang mendekati garis tengah tubuh.
6. Rotasi adalah aksi memutar tulang pada poros pusatnya.
7. Sirkumduksi adalah aksi memutar bagian distal tulang sementara bagian
proksimal tetap diam.
8. Efersi adalah aksi membalikan telapak kaki keluar dan menggerakkan sendi
pergelangan kaki.
9. Inversi adalah aksi membalikan telapak kaki kedalam menggerakan sendi
pergelangan kaki.
10. Pronasi adalah aksi menggerakkan tulang lengan bawah sehingga telapak
tangan menghadap kebawah saat lengan diulurkan ke depan tubuh.
11. Supinasi adalah aksi menggerakkan tulang lengan bawah sehingga telapak
tangan menghadap keatas saat lengan diulurkan kedepan tubuh.
(Kozier dan Erb, 2009)

2.3. Prinsip-Prinsip Mekanika Tubuh


Mekanika tubuh adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
penggunaan tubuh yang aman, efisien dan terkoordinasi untuk menggerakkan
objek dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Yang bertujuan untuk
memfasilitasi penggunaan kelompok otot yang secara aman guna untuk menjaga
keseimbangan, mengurangi energy yang diperlukan menurunkan keletihan dan
menurunkan resiko cidera. ( Kozier dan Erb, 2009)

2.3.1. Body mekanik memiliki 3 elemen dasar, yaitu:


1. Body aligment (postur tubuh)

9
Merupakan susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam hubungannya
dengan bagian tubuh yang lain. Kesejajaran tubuh yang baik meningkatkan
keseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh yang maksimal pada posisi klien:
berdiri, duduk atau berbaring. Saat sejajar dengan baik, tubuh mencapai
keseimbangan tanpa ketegangan yang tidak semestinya pada sendi, otot, tendon,
atau ligament.
2. Balance (keseimbangan)
Merupakan suatu keadaan seimbang karena kekuatan yang berlawanan yang
saling menetralkan satu sama lain. Untuk membedakan antara keseimbangan dan
kesejajaran tubuh merupakan hal yang sulit walaupun keseimbangan adalah hasil
kesejajaran tubuh yang benar. Untuk mencapai keseimbangan dengan baik dapat
dilakukan dengan melakukan prinsip gravitasi yang merupakan prisip yang
pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan mekanik tubuh dengan benar
yaitu memandang bahwa gravitasi sebagai sumbuh dalam pergerakan tubuh.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya :
Pusat Gravitasi (center of grafity) tubuh merupakan pusat gravitasi yang
berada dalam pertengahan tubuh
Garis Gravitasi (line of grafity) merupakan garis imaginer vertikal melalui
pusat gravitasi
Dasar Tumpuan (base of support) merupakan dasar dimana seseorang dalam
posisi istirahat untuk menopang.
Seseorang dianggap mempertahankan keseimbangan jika garis gravitasi
(merupakan garis imaginer ventrikel melalui pusat gravitasi) melewati pusat
gravitasi (titik yang berada dipertengahan tubuh) dan dasar tumpuhan (merupakan
dasar tempat seseorang dalam keadaan istirahat untuk menopang atau menahan
tubuh). Pusat gravitasi pada orang dewasa yang berdiri sejajar dengan baik
terletak sedikit di depan bagian atas sacrum. Untuk keseimbangan pada orang
dewasa yang harus berdiri harus memusatkan berat badan secara simetris
sepanjang garis gravitasi.
Pada orang yang berdiri sejajar dengan baik, pusat gravitasi tetap cukup stabil.
Keseimbangan bergantung pada hubungan timbal balik antara pusat gravitasi,
garis gravitasi dan dasar tumpuan. Saat seseorang bergerak, semakin dekat
gravitasi kepusat dasar tumpuan semakin baik. Sebaliknya semakin dekat garis

10
gravitasi ketepi dasar tumpuan semakin sulit keseimbangannya. Orang akan jatuh
bila garis gravitasi berada di luar tumpuan. Oleh karena itu keseimbangan tubuh
yang terbaik dapat dicapai melalui:
a) Melebarkan dasar tumpuan, dengan merenggangkan kaki.
b) Menurunkan pusat grafitasi dengan membuatnya dekat kedasar tumpuan,
dengan memfleksikan pinggul dan lutut hingga posisi jongkok.
3. Pergerakan tubuh yang terkoordinasi
Mekanika tubuh melibatkan fungsi system musculoskeletal dan system saraf yang
terintegrasi. Tonus otot, refleks neuromuscular, dan pergerakan yang terkoordinasi
dari kelompok otot volunter yang berlawanan memiliki peranan penting dalam
menciptakan pergerakan yang seimbang, halus dan memiliki tujuan.
2.3.2.Penerapan Body Mekanik dalam Keperawatan
1. Mengangkat
Orang yang menggunakan alat pengungkit akan dapat mengangkat beban yang
lebih berat dibandingkan tanpa menggunakan alat pengungkit. Di dalam tubuh,
tulang rangka tubuh bekerja sebagai alat pengungkit, sedangkan sendi sebagai
penumpu, dan otot mengeluarkan kekuatan. Bila perawat mengangkat objek,
kekuatan tahanan atau berat berada pada tangan atau pada lengan bawah,
penumpuhnya adalah siku, dan kekuatan didapat karena kontraksi oto fleksor pada
lengan bawah. Penggunaan lengan sebagai pengungkit sering dilakukan dalam
praktik klinis, contohnya saat perawat perlu mengangkat kepala pasien dari tempat
tidur, atau melakukan perawatan punggung pada pasien yang terpasang traksi.
Karena mengangkat melibatkan pergerakan melawan gravitasi, perawat
harus menggunakan kelompok otot utama paha, lutut, lengan atas dan bawah,
abdomen dan pelvis untuk mencegah ketegangan pada punggung. Sebagai contoh
bila lengan digunakan untuk aktifitas, memagi kerja antara lengan dan kaki dapat
membantu mencegah ketegangan punggung. Kekuatan mengangkat dapt
ditingkatkan lagi dengan menggunakan berat badan perawat untuk menetralkan
berat badan pasien. Perawat meningkatkan fleksi pinggul dan lutut menurunkan
pusat gravitasi.
Teknik lain yang berdasarkan prinsip pengungkit dapat digunakan saat
mengangkat objek dari lantai hingga sejajar pinggang. Pada teknik ini seseorang
lebih memfleksikan lutut untuk memberikan dorongan saat punggung mulai lurus.

11
Teknik ini dapat memberikan keseimbangan, pengungkit, dan sinkronisasi
penggunaan otot, yang membantu menghindari nyeri dan cedera punggung. Bila
seseorang mengangkat objek setinggi lutut, otot bahu dan lengan menarik, otot
abdomen dan lumbal berkontraksi untuk mengungkit dan menarik, dan otot paha
dan kaki mendorong ke atas untuk mengangkat objek dari lantai. Bila seseorang
mengangkat objek dari ketinggian tengah paha hingga pinggang, kekuatan utama
di dapat dari kelompok otot paha dan tungkai, tetapi otot punggung dan lumbal
tetap berkontraksi. Jarak yang perlu dipertahankan antara kaki adalah minimal 30
cm dan menjaga beban tetap di dekat tubuh, terutama bila beban sejajar dengan
lutut. (Kozier dan Erb, 2009)
2. Menarik dan Mendorong
Saat menarik atau mendorong objek, seseorang mempertahankan
keseimbangan dengan usaha terkecil ketika daras tumpuhan diperbesar searah
dengan gerakan yang akan dihasilkan atau dilawan. Contohnya, bila mendorong
suatu objek, seseorang dapat memperbesar dasar tumpuan dengan memajukan
kaki bagian depan. Bila menarik objek seseorang dapat memperlebar dasar
tumpuan dengan :
Memundurkan kaki bagian belakang bila orang itu berhadapan dengan objek.
Memajukan kaki bagian depan bila orang itu membelakangi objek.
Cara yang lebih mudah dan aman yaitu menarik objek kea rah pusat gravitasi
orang tersebbut daripada mendorongnya, karena orang dapat lebih mengontrol
pergerakan objek bila menariknya. (Kozier dan Erb, 2009)
3. Memutar (pivoting)
Memutar adalah suatu teknik yang membuat tubuh berubah arah tanpa
membuat tulang belakang terpelintir. Teknik Memutar dengan meletakkan satu
kaki di depan kaki yang satunya, naikkan sedikit tumit, dan letakkan berat badan
pada jantung kaki. Karena bila berat badan tidak berada pada tumit, gesekkan
permukaan akan berkurang sehingga lutut tidak terpelintir saat badan berubah
arah. Untuk menjaga keseimbangan tubuh berputarlah sekitar 90 derajat sesuai
arah yang diinginkan. (Kozier dan Erb, 2009)
4. Gerakan (ambulating)
Merupakan dasar dari mekanik tubuh, mengingat gerakan yang benar akan
memudahkan dalam membantu mempertahankan keseimbangan tubuh, gerakan

12
ini dapat dilihat pada saat orang berdiri akan lebih mudah stabil dibanding dengan
orang berjalan mengingat orang berjalan terjadi terjadi perpindahan base of
support dari sisi satu kesisi lain dan center of grafity selalu berubah pada posisi
kaki dan pada saat berjalan terdapat dua fase yaitu fase menahan berat dan fase
mengayun, kedua fase tersebut akan menghasilkan gerakan yang halus dan
berirama. Di dalam membantu mempertahankan keseimbangan tubuh, pengaturan
posisis dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu :
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
memepertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Dudukkan pasien.
Berikan sandaran / bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur,
untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan duduk fowler (90 derajat).
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberi obat per anus (supositoria).
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi
badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk
diarahkan ke dada.
Tangan kiri di atas kepala atau belakang punggung dan tangan kanan diatas
tempat tidur.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki
kanan lurus, luttut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas
tempat tidur.
c. Posisi Trendelenburg

13
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran
darah ke otak.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan .
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal di antara kepala
dan ujung tempat tidur pasien,, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut.
Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur
khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut fleklsi (ditarik
atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka.
Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur, dan
renggangkan kedua kaki.
Pasang selimut.
e. Posisi lithotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia
pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, kemudian angkat kedua pahanya
dan tarik ke arah perut.
Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha.
Letakkan bagian lutut atau kaki pada tempat tidur khusus untk posisi
lithotomi.
Pasang selimut
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
daerah rektun dan sigmoid.

14
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada kasur tempat tidur.
Pasang selimut pada pasien.
( Hidayat, 2009 & 2012 )
5. Menahan (squatting)
Merupakan dasar dalam gerakan dengan melakukan pergantian posisi
menahan selalu berubah seperti posisi menahan, seseorang yang duduk akan
berbeda dengan jongkok, dengan demikian jongkok akan berbeda posisi dalam
menahan dengan membungkuk. Untuk memberikan posisi yang tepat dalam
menahan sangat diperhatikan grafity. Cara menahan sangat diperlukan dasar
sokongan yang tepat untuk mencegah kelainan dalam tubuh dan memudahkan
gerak yang akan dilakukan. ( Hidayat, 2012 )

2.3.3. Faktor-faktor yang memengaruhi mekanika tubuh:


Beberapa faktor yang mempengaruhi mekanik tubuh dan ambulasi,
diantaranya yaitu status kesehatan, nutrisi, emosi, kebiasaan, gaya hidup, dan
pengetahuan.
1. Status Kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat memengaruhi sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan
oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Nutrisi
Fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan tulang dan
perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan otot
dan memudahkan terjadinya penyakit.
3. Emosi
Kondisi psikologis memengaruhi perubahan dalam perilaku individu sehingga
dapat menjadi penyebab menurunnya kemampuan mekanika tubuh dan ambulansi
yang baik.
4. Gaya Hidup

15
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stres dan kemungkinan
besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat
mengganggu koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan saraf.

5. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik terhadap mekanika tubuh akan mendorong seseorang
untuk menggunakannya secara benar, sehingga akan mengurangi energi yang
telah dikeluarkan.

2.4. Faktor Faktor yang Memengaruhi Mobilitas


1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari ( Hidayat,
2009 )
2. Prosess penyakit dan Injuri
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat
memengaruhi fungsi system tubuh. ( Hidayat, 2009 )
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Seperti
contoh orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobilitas yang kuat, sebaliknya adat dan budaya tertentu yang melarang untuk
beraktivitas akan mengalami gangguan mobilisasi (sakit).
( Hidayat, 2009 )
4. Tingkat Energi
Energy adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energy yang cukup.
( Hidayat, 2009 )
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal
ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia. ( Hidayat, 2009 )

2.5. Efek Fisiologis dan Psikologis dari Perubahan Mobilitas


2.5.1 Efek Fisiologi dari perubahan Mobilitas
Dampak dari imobilisasi dalam tubuh dapat memengaruhi system tubuh,
yang tingkat keparahannya tergantung pada umur pasien dan kondisi kesehatan

16
secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialam. Seperti perubahan pada
mobilisasi tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan system
pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan system musculoskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku. ( Hidayat, 2009 )
a. Perubahan Metabolisme
Imobilitas dapat menyababkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh.
Dikarenakan menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi
gangguan oksigenasi sel.
b. Perubahan Sistem Respirator.
Imobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan system pernapasan. Akibat
imobilisasi, kadar hemoglobin menurun yang dapat menyababkan penurunan
aliran oksigen dari alveoli ke jaringan sehingga mengakibatkan anemia.
Mobilisasi juga mengakibatkan ekspansi paru menurun, ini dikarenakan tekanan
yang meningkat oleh permukaan paru.
c. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat
menyebabkan odema sehingga terjadi ketidak seimbangan caira dan elektrolit.
Imobilisasi juga dapat menyebabkan deminerelasasi tulang akibat menurunya
aktivitas otot, sedangkan meningkatnya deminerelasasi tulang dapat
mengakibatkan reabsorbsi kalium
d. Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan system kardiovaskuler akibat imobilisasi antara lain adalah
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan
thrombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunya
kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskuler
akan menurun dan akan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul
pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke system sirkulasi pusat
terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan imobilisasi karena
imobilisasi dalam posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul
pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke

17
jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya thrombus
juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan
kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal.
Perubahan yang terjadi pada system muskuloskelatal sebagai dampak dari
imobilisasi adalah sebagai berikut :
Gangguan maskular, menurunnya massa otot sebagai dampak imobilisai dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi
kapasitaas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya
massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Contohnya otot bbetis
seseorang yang telah dirawat cukup lama ukurannya akan lebih kecil, lesu atau
lemah
Gangguan skeletal, adanya imobilisai juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis.
Kontrakttur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi
dan fiksasi yang disebabkan oleh atropi dan memendeknya otot. Terjadinya
kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga yang
menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium
yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
f. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang disebabkan
kuranngnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan
urine berkurang.
g. Perubahan Sisten Integument
Penurunan system integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia serta
nekrosis jaringan superfisal dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan
kulit yang kkuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.
h. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilisasi dapat mengakibatkan gangguan fungsi gastrointestinal , ini
disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,
sehingga kekurangan jumlah masukan yang mengakibatkan keluhan, seperti perut

18
kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.

2.5.2. Efek Psikologis Dari Perubahan Mobilitas


Perubahan Mobilisasi dapat menyebabkan perubahan perilaku yang
diantaranya timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, dan
depresi. Terjadinya perubahan perilaku merupakan dampak imobilisasi karena
selama proses imobilisasi seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep
diri, kecemasan dan lain-lain. ( Hidayat, 2009 )

2.6. Gangguan Mobilitas


Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. Penyebab imobilitas
fisik bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan
internal dan eksternal.
Faktor Internal
1. Penurunan fungsi muskuloskeletal
a. Otot-otot (atrrofi, distrofi, atau cedera)
b. Tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalasia)
c. Sendi (arthritis dan tumor)
d. Kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan)
2. Perubahan fungsi neurologis
a. Infeksi (mis. Ensefalitis)
b. Tumor
c. Trauma
d. Obat-obatan
e. Penyakit vaskuler (mis. Stroke)
f. Penyakit demielinasi (mis. Sklerosis multiple)
g. Penyakit degeneratif (mis. Penyakit parkinson)
h. Terpajan produk racun (mis. Karbonmonoksida)
i. Gangguan metabolik (mis. Hipoglikemia)
j. Gangguan nutrisi
3. Nyeri
Penyebabnya multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
4. Perubahan Hubungan Sosial

19
a. Faktor-faktor aktual (mis. Kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga
atau teman-teman)
b. Faktor-faktor persepsi (mis. Perubahan pola pikir seperti depresi)
5. Aspek Psikologis
Ketidakberdayaan dalam belajar, depresi.

Faktor Eksternal
1. Program Terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas
dan kuantitas pergerakan pasien. Contoh program pembatasan meliputi : faktor-
faktor mekanis dan farmakologis, tirah baing, dan restrein.
a. Faktor mekanis dan farmakologis : mencegah atau menghambat pergerakan
tubuh dengan menggunakan peralatan eksternal (gips dan traksi) atau alat-alat
( yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan gaster,
kateter urin, dan oksigen). Agen farmasetik seperti sedatif, analgesik,
tranquilizer, dan anesteti yang digunakan unntuk mengubah tingkat kesadaran
pasien dapat mengurangi pergerakan atau menghilangkan secara keseluruhan.
b. Tirah baring dapat dianjurkan pada penanganan penyakit atau sekuela cedera.
Istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan
beban kerja jantung. Selain itu, istirahat memberikan kesempatan pada sistem
muskuloskeletal untuk relaksasi, menghilangkan nyeri, mencegah iitasi yang
berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi.
c. Restrein fisik dan pengaman tempat tidur biasanya digunakan pada lansia
yang diinstitusionalisasi.

2. Karakteristik Penghuni Institusi


Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya klien dapat
mempengaruhi pola mobilitas dan perilaku.
3. Karakteristik Staff
Tiga karakteristik dari staff keperawatan yang mempenaruhi pola mobilitas
adalah pengetahuan, komitmen, dan jumlah. Pengetahuan dan pemahaman tentang
konsekuensi fisiologis dari imobilitas dan tindakan keperawatan untuk mencegah

20
pengaruh imobilitas sangat penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk
memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota staff yang adekuat dengan suatu
komitmen untuk menolong lansia mempertahankan kemandiriannya harus tesedia
untuk mencegah komplikasi imobilitas.
4. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Alokasi praktek fungsional dapat meningkatkan ketergantungan dan
komplikasi dari imobilitas. Ketika perawatan dibagi menjadi tugas-tugas,
keutuhan dan interaksi klien akan terabaikan.
5. Hambatan-Hambatan
Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas. Hambatan fisik
termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam
mengunakan alat bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin, dan tidak
adekuatnya san daran untuk kaki. Seringkali rancangan asitektur umah saki atau
panti jompo tidak memfasilitasi atau memotivasi klien untuk aktif dan tetap
bergerak.
6. Kebijakan-Kebijakan Institusional
Praktek pengaturan formal dan informal mengendalikan keseimbangan antara
pemerintah institusional dan kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan,
semakin besar efeknya pada mobilitas.

2.7. Perubahan Perkembangan


A. Bayi (1 bulan 1 tahun)
Bayi usia 1-3 bulan :
Mengangkat kepala
Menggerakkan kepala dari kiri atau kanan ke tengah
Bayi usia 3-6 bulan :
Mengangkat kepala sampai 90
Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
Memegang tangannya sendiri
Meraih benda dalam jangkauannya
Mengangkat dada dengan bertopang tangan
Berbalik terlungkup ke terlentang
Bayi 6-9 bulan :
Duduk tanpa dibantu
Merangkak meraih benda atau mendekati seseorang
Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk

21
Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan
Bayi 9-12 bulan :
Mengangkat badannya dalam posisis berdiri
Berdiri sendiri tanpa dibantu
Berjalan dengan dituntun
B. Todler (1-3 tahun)
Anak usia 12-18 bulan :
Mulai mampu berjalan
Anak usia 2-3 tahun :
Anak belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki
Naik tangga sendiri
C. Pre sekolah (3-6 tahun)
Anak usia 3-4 tahun:
Berjalan pada jari kaki
Anak usia 4-5 tahun :
Mampu melompat dan menari
Anak usia 6 tahun:
Melompat tali
Bermain sepeda
D. Usia sekolah (6-12 tahun)
Anak usia 8-9 tahun:
Menggunakan alat-alat seperti mobile phone
Anak usia 10-12 tahun:
Mampu melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian sendiri
( Duncan, 2009 )
E. Remaja
Pada masa pubertas semua tulang mengalami perubahan kuantatif maupun
kualitatif, terjadi perbedaan lebih lanjut pada pertumbuhan tulang memanjang dan
melebar, pertumbuhan terus berlangsung sampai epifise menutup dan
pertumbuhan tinggi berhenti. ( Soetjiningsih, 2004 )
F. Dewasa tua
Gangguan sendi sendi atau susunan sendi pada susunan tulang belakang
(osteomalasia, osteoporosis,osteoarthrosis)
Gangguan pada otot badan
Gangguan sendi pinggul, misalnya : radang sendi dan sendi tulang yang
keropos
Kelainan tulang-tulang sendi, misalnya : patah tulang
( Bandiyah, 2009 )

2.8. Askep Pasien Immobilitas


I Pengkajian
A. Riwayat keperawatan sekarang.

22
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
B. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas.
C. Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
D. Kemampuan Fungsional Pasien dalam Melakukan ADL

Index Barthel
Skor
Ativitas
Kontrol BAB
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

Kandung kemih
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

Pemeliharaan Kesehatan Diri


1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau

23
berpartisipasi dalam perawatan
Mandi
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Makan
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Toileting ()ativitas BAB dan BAK)
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Aktivitas Naik/Turun Tangga
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Berpakaian
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau

24
berpartisipasi dalam perawatan
Ambulansi
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Transfer kursi / Bed
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

E. Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku,
lengan, panggul, dan kaki dengan derajat rentang gerak normal yang berbeda pada
setiap gerakan (Abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, hiperekstensi)
Gerak sendi Derajat rentang
normal
Bahu
Aduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping
180
ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh.
Siku
Fleksi : angkat lengan bawah kea rah depan dan ke arah 150
atas menuju bahu.
Pergelangan Tangan
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke a rah bagian dalam 80-90
lengan bawah
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang
70-90
sejauh mungkin

25
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke posisi ibu jari
ketika telapak tangan menghadap ke arah atas 0-20

Adduksi : tekuk pergelangan tangan kea rah kelingking,


30-50
telapak tangan menghadap ke arah atas
Tangan dan jari
90
Fleksi : buat kepalan tangan
Ekstensi : luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh
30
mungkin
Abduksi : kembangkan jari tangan 20
Adduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20

G. Perubahan Intoleransi Aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas dapat berhubungan dengan perubahan sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskular.
H. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.
Procentase
Skala Karakteristik
Kekuatan Normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot
dapat dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan
tahan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh
yang normal melawan gravitasi dan
tahanan penuh

26
I. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, dan
sebagainya.

II Diagnosis
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan curah jantung
trauma tulang belakang, fraktur
Risiko cedera (jatuh) berhubungan dengan orrthostatik pneumonia
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya tonus dan kekuatan
otot.
Sindrom perawatan diri berhubungan dengan menurunnya fleksibililtas
otot
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan merununnya gerakan
respirasi
Gangguan eliminasi berhubungan dengan imobilisasi
Retensi urine berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
Inkontinensia urine berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
Perubahan nutrisi berhubungan dengan menurunnya nafsu makan akibat
sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kurangnya asupan
Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru
Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan imobilitas
Gangguan konsep diri berhubungan dengan imobilitas
Integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilisasi.
Untuk mengkaji resiko gangguan integritas kulit dilakukan dengan menggunakan
skala branden
Pengkajian Indeks Integritas Kulit dengan Skala Braden
Keterangan Hasil
Preseppsi sensori
1. Keterbatasan penuh
2. Sangat terbatas
3. Keterbatasan ringan
4. Tidak ada
Kelembaban

27
1. Selalu lembab
2. Umumnya lembab
3. Kadang-kadang lembab
4. Jarang lembab
Aktivitas
1. Total di tempat tidur
2. Dapat duduk
3. Dapat berjalan
4. Kadang-kadang dapat berjalan
Mobilitas
1. Tidak mampu bergerak
2. Sangan terbatas
3. Ada massa
4. Tanpa keterbatasan
Nutrisi
1. Sangat buruk
2. Kurang mencukupi
3. Mencukupi
4. Sangat baik
Pergerakan dan pergeseran
1. Bermasalah
2. Potensial bermasalah
3. Keterbatasan ringan
4. Tanpa keterbatasan ringan
Potensi terjadi intregitas kulit
20 23 : Resiko rendah
15 19 : Resiko sedang
11 14 : Resiko tinggi
06 10 : Resiko sangat tinggi

III Perencanaan
A. Tujuan :
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
Meningkatkan fungsi kardiovaskular

Meningkatkan fungsi respirasi


Memperbaiki gangguan psikologis
B. Rencana Tindakan :
a. Untuk Meningkatkan Kekuatan, Ketahanan Otot, dan Fleksibilitas Sendi.
Dengan cara:
Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur
tubuh yang benar. Ini dapat dilakukan dengan membuat jadwal perubahan
posisi selama kurang lebih setengah jam. Yag dilakukan secara bertahap

28
agar kemampuan otot dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-
angsur
Ambulasi dini, dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat
tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara
berangsur-angsur
Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
Latihan isotonik dan isometrik, dilakukan dengan cara mengangkat benda
yang ringan kemudian mengangkat benda yang berat.
Latihan ROM
Latihan napas dalam dan batuk efektif
Melakukan postural drainage
Melakukan komunikasi terapeutik
b. Untuk meningkatkan fungsi kardiovaskuler
Meningkatkan fungsi kardiovaskuler dapat dilakukan dengan cara
ambulansi dini, latihan fisik, pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Yang dilakukan dengan cara bertahap. Dapat pula dilakukan dengan pengukuran
tekanan darah dan nadi setiap terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan
sirkulasi vena perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki
secacra teratur.
c. Meningkatkan Fungsi Respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan
dengan cara melatih pasien untuk mengambil nafas dalam dan batuk efektif,
mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan postural drainage, perkusi dada,
dan vibrasi.
d. Meningkatkan Fungsi Gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur
diet tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral.
e. Meningkatkan Fungsi Sistem Kemih
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah
posisi serta latihan mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500 cc
per hari atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat
buang air kecil secara normal, dapat dilaukan kateterisasi. Di samping itu, untuk
mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan cara minum banyak pada
siang hari dan minum sedikit pada malam hari.
f. Memperbaiki Gangguan Psikologis

29
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari
imobilitas dan dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik
dengan berbagi perasaan, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memberikan dukungan moril,
mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi sosial,
mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi, dan seterusnya.

IV Pelaksanaan
1. Mengkaji kemampuan fungsional masing-masing anggota gerak
2. Ubah posisi minimal setiap-setiap jam
3. Lakukan latihan ROM pasif dan aktif padaanggota gerak
4. Ajarkan dan dorong klien untuk melatih anggota geraknya yang lumpuh
dengan latihan aktivitas sehari-hari, seperti menyisir rambut, memutar
lengan, mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet dan
mengangkat beban yang kecil-kecil
5. Berikan klien dengan tepat menggunakan genjalan bantal di tempat tidur
6. Berikan perlindungan tumit dan siku saat tidur
7. Kaji ekstremitas bawah secara teratur terhadap kemerahan, nyeri tekan
dari ......
8. Pasang stoking elastis sambil melakukan mobilisasi
9. Kolaborasi dengan tim rehabilitasi kognator
10. Ajarkan keluarga untuk melakukan ROM pada klien untuk mencegah
kontraktur pada sendi
11. Ajarkan keluarga untuk melatih ROM

V Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah :

A. Peningkatan fungsi sistem tubuh


B. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
C. Peningkatan fleksibilitas sendi
D. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi
pasien menunjukkan keceriaan

30
BAB III
APLIKASI TEORI

3.1. Kasus
Contoh Kasus:

Tn.W MRS di ruang dahlia dengan keluhan tubuh bagian kiri sulit
digerakkan.

Dari hasil pemeriksaan TTV di dapatkan sebagai berikut :

Tekanan darah : 110/80

Nadi : 88x/menit

Suhu : 36C

RR : 24x/menit

Istri pasien mengatakan bahwa pasien pernah mengalami stroke.

31
BAB IV
PEMBAHASAN

I PENGKAJIAN
1. Biodata
a. NAMA : Tn. W
b. UMUR : 54 TAHUN
c. JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI
d. AGAMA : ISLAM
e. ALAMAT : WARU INDAH SIDOARJO
f. PENDIDIKAN : SARJANA
g. PEKERJAAN : WIRASWASTA
h. DIAGNOSA : POST CVA (STROKE), ICH
i. NO.REGISTER : 098017
2. Keluhan Utama
Seluruh tubuh bagian kiri tidak disulit digerakkan.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien datang dari UGD jam 14:00 WIB dengan keluhan seluruh tubuh bagian
kiri sulit digerakkan. Saat klien mencoba untuk menggerakkan tangan kiri dan
kaki kiri terasa sakit seperti di tusuk-tusuk jarum.

4. Riwayat Penyakit Masa Lalu


Klien mengatakan bahwa klien pernah mempunyai riwayat penyakit hipertensi
dan kolesterol.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan di dalam keluarga ada yang memiliki riwayat penyakit
jantung dan kolesterol.

6. Riwayat Psikososial
- Klien sangat kooperatif terhadap dokter dan perawat.
- Hubungan klien dengan keluarga terjalin dengan baik.
7. Pola Aktifitas Sehari-Hari
Di Rumah :

32
Aktifitas : klien sebagai kepala rumah tangga yang mencari nafkah
untuk keluarganya.
Makan : 3 kali sehari
Minum : 8 gelas sehari
Istirahat : 8 jam perhari
Eliminasi : BAB = 1 kali perhari , BAK = 4 kali perhari
Mandi : 3 kali sehari
Keramas : 4 kali seminggu
Gosok gigi : 2 kali sehari
Di Rumah Sakit :

Aktifitas : Klien sehari-hari beraktifitas dengan tidur berbaring


ditempat tidur, terkadang jalan-jalan menikmati udara segar dengan
menggunakan kursi roda.
Makan : 4 jam sekali 250 ml entresol (menggunakan NGT )
Minum : 2 gelas perhari
Istirahat : 12 jam sehari
Eliminasi : BAB = 2 kali seminggu , BAK = 2 kali sehari
Mandi : 2 kali sehari
Keramas : 1 kali seminggu
Gosok gigi : 1 kali sehari
8. Keadaan/ Penampilan/ Kesan Umum Pasien
Keadaan umum tampak lemah
Terpasang infuse pada tangan, terpasang NGT pada saluran pencernaan,
terpasang kateter pada saluran perkemihan.
9. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80

Nadi : 88x/ menit

Suhu : 36 C

RR : 24x/ menit

10. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Kepala Leher

33
- Inspeksi : Warna rambut putih dan pendek, konjungtiva tidak icterus, sklera
tidak anemis, bentuk wajah simetris, wajah pucat.
- Palpasi : Kulit kepala bersih tidak ada ketombe, rambut tidak rontok, tidak
terdapat benjolan massa, wajah tidak odem.
b. Pemeriksaan Integumen/ Kulit
- Inspeksi : Warna kulit kuning langsat
- Palpasi : Kelembaban kulit kering, suhu normal, turgor menurun, kulit
bersih, tekstur kulit halus.
c. Pemeriksaan Payudara dan ketiak
Bentuk payudara simetris, tidak terdapat benjolan atau pembesaran massa.

d. Pemeriksaan Thorak/dada
- Inspeksi : Bentuk dada simestris
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat benjolan atau
pembesaran massa.
- Perkusi : Tidak ada wheezing
- Auskultasi : Tidak ada suara napas tambahan seperti ronchi
e. Pemeriksaan Paru
- Kualitas napas normal
- Bunyi napas vesikuler
f. Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat getarannya
- Palpasi : Ictus cordis teraba, trill tidak teraba
- Perkusi : Suara perkusi normal (pekak)
- Auskultasi : Suara jantung normal S1 S2 tunggal
g. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada jaringan parut, warna kulit kuning langsat.
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada
pembesaran limpa, appendix negatif, achites negatif.
h. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
- Genetalia : Penis normal
- Anus : Tidak ada hemoroid
i. Pemeriksaan Muskuloskeletal

34
- Esktremitas Atas : Kemampuan pergerakan sendi terbatas terutama
bagian kiri, paralise positif, tidak terdapat fraktur.
- Ekstremitas Bawah : Kemampuan pergerakan sendi terbatas terutama
bagian kiri, paralise positif, tidak terdapat fraktur.
- Tulang belakang : Normal
j. Pemeriksaan Neurologi
- Pupil : isokor
- GCS :1:2:2
11. Pemeriksaan Penunjang Medis
- Radiologi (Foto Thorax)
- GDA
- ECG (Elektro Cardiograph)
- Laborat (DL, OT/PT, IgM).
12. Terapi
- Infus RL 20 Tpm
- NGT (entresol 6 X 250 ml)
- Mycolin inj 250 mg iv
- Levofloxacin 1 X 500/ drip
- Cernevit 1 X 1/ drip
- Suction
13. Harapan Pasien/ Keluarga Sehubungan Dengan Penyakitnya
Keluarga berharap klien segera sembuh agar dapat kembali beraktifitas seperti
sebelumnya dan berharap penyakitnya tidak kambuh.

II Diagnosis
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
Sindrom perawatan diri berhubungan dengan menurunnya fleksibililtas otot

III Perencanaan
Ambulasi
Latihan ROM
Memposisikan pasien
Menampilkan berpindah

35
IV Pelaksanaan
Terapi aktivitas
Terapi latihan ambulasi
Melakukan latihan ROM pasif dan aktif pada anggota gerak
Mengubah posisi minimal setiap jam
Ajarkan keluarga untuk melakukan ROM pada klien untuk mencegah
kontraktur pada sendi
Ajarkan keluarga untuk melatih ROM

VI Evaluasi
Peningkatan fungsi sistem tubuh
Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
Peningkatan fleksibilitas sendi
Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi
pasien menunjukkan keceriaan

BAB V
PENUTUP

36
IV.1. Kesimpulan
Kebebasan rentang gerak saat beraktifitas atau yang dikenal dengan
mobilitas dalam kehidupan ini sangat mempengaruhi individu dalam
melangsungkan hidupnya. Selain itu mobilitas sangat mempengaruhi kesehatan
individu, sehingga apa bila terjadi masalah dengan mobilitas seorang individu
akan mengakibatkan adanya keterbatasan rentang gerak yang disebut dengan
imobilitas. Jika terjadi imobilitas pada seorang individu maka akan
mengakibatkan perubahan keseimbangan tubuh individu, perubahan prilaku dan
lain sebagainya.

IV.2. Saran
Sebagai seorang perawat, kita harus mengetahuin pentingnya mobilitas
bagi kita, maka kita harus menjaga agar setiap aktifitas yang kita lakukan tidak
membahayakan alat gerak yang dapat mengakibatkan imobilitas.

DAFTAR PUSTAKA

37
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Ed 2.
Jakarta : Salemba Medika

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliah, M. (2012). Kemampuan Dasar Manusia.


Jakarta : Health Books Publishing

S, Asmadi N. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Perry dan Potter. (2009). Fundamental Keperawatan Ed 7. Jakarta : Salemba


Medika

Kozier dan Erb. (2009). Buku ajar praktik perawatan klinis Ed 5. Jakarta : EGC

Bandiyah. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogjakarta :Nuha


Medika

Duncan F Stephen. (2009). Love Learning. Yogjakarta : Image Press

Soetjiningsi. (2004).Tumbuh Kembang dan Permasalahannya. Jakarta : CV.


Sagung Seto

LEMBAR KONSULTASI

38
Nama Dosen : Puji Astuti., M.Kep., Ns., Sp.Kep. MB
No Hari/tangga Tanda tangan
Nama Mahasiswa Materi Konsultasi
. l Dosen

39

Anda mungkin juga menyukai

  • Isolasi Sosial
    Isolasi Sosial
    Dokumen9 halaman
    Isolasi Sosial
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Format BBL
    Format BBL
    Dokumen5 halaman
    Format BBL
    Lintang Gradian Black
    Belum ada peringkat
  • Abstrak Kti
    Abstrak Kti
    Dokumen1 halaman
    Abstrak Kti
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • KATA PENGANTAR +daftar Isi
    KATA PENGANTAR +daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    KATA PENGANTAR +daftar Isi
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Obat
    Pemberian Obat
    Dokumen61 halaman
    Pemberian Obat
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Cover Makalah
    Cover Makalah
    Dokumen1 halaman
    Cover Makalah
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Cover Akit
    Cover Akit
    Dokumen2 halaman
    Cover Akit
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Hal Judul
    Hal Judul
    Dokumen4 halaman
    Hal Judul
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Eliminasi
    Eliminasi
    Dokumen33 halaman
    Eliminasi
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • TASAWUF DAN KARAMAH
    TASAWUF DAN KARAMAH
    Dokumen15 halaman
    TASAWUF DAN KARAMAH
    Dimaz Andrean
    33% (3)
  • Suhu Yng Baru
    Suhu Yng Baru
    Dokumen7 halaman
    Suhu Yng Baru
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • TTV
    TTV
    Dokumen33 halaman
    TTV
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Table 1
    Table 1
    Dokumen2 halaman
    Table 1
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Macam Teori Konseling
    Macam Teori Konseling
    Dokumen41 halaman
    Macam Teori Konseling
    Dimaz Andrean
    100% (1)
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Luka Perawatan
    Luka Perawatan
    Dokumen72 halaman
    Luka Perawatan
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Operasi Ganti Kelamin
    Operasi Ganti Kelamin
    Dokumen16 halaman
    Operasi Ganti Kelamin
    Devi Claudia Palupi
    Belum ada peringkat
  • Konseling
    Konseling
    Dokumen23 halaman
    Konseling
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Operasi Ganti Kelamin
    Operasi Ganti Kelamin
    Dokumen16 halaman
    Operasi Ganti Kelamin
    Devi Claudia Palupi
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen8 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat
  • LP Pengmas Kanker Payudara
    LP Pengmas Kanker Payudara
    Dokumen18 halaman
    LP Pengmas Kanker Payudara
    Dimaz Andrean
    Belum ada peringkat