PENDAHULUAN
1
4. Untuk mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas.
5. Untuk mengatahui efek fisiologis and psikologis dari mobilitas.
6. Untuk mengatahui gangguan mobilitas
7. Untuk mengatahui perubahan perkembangan pada pasien gangguan
mobilisasi.
8. Untuk mengatahui askep pasien dengan gangguan mobilitas fisik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
Imobilisasi adalah keadaan seseorang yang tidak dapat bergerak secara bebas,
karena kondisi yang menganggu aktivitas yang diakibatkan seperti trauma tulang
belakang dan cedera otak berat. ( Hidayat, 2012 )
Imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari
anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini
salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang
seperti saat duduk atau berbaring (Garrison, 2004).
B. Jenis Imobilisasi
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2012), imobilisasi dibagi menjadi empat,
yaitu:
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemipelgia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di
3
daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
4
Latihan rentang pergerakan sendi aktif
a) Melakukan setiap latihan rentang pergerakan sendi sampai pada titik adanya
sedikit tahanan, jangan melampaui, dan jangan pernah sampai pada titik
ketidaknyamanan.
b) Lakukan gerakan-gerakan secara sistematis, dengan urutan yang sama untuk
setiap sesinya.
c) Lakukan setiap latihan sebanyak tiga kali
d) Lakukan setiap seri latihan dua kali sehari
e) Jika pada pasien lansia, tidak perlu mencapai rentang pergerakan sendi yang
lengkap. Akan tetapi melakukan rentang pergerakan sendi secukupnya
sehingga dapat melakukan aktivitas seperti berjalan, berpakaian, menyisir
rambut, mandi, dan mempersiapkan makanan. (Kozier dan Erb, 2009)
2. Rentang pergerakan sendi pasif
Merupakan latihan rentang pergerakan sendi yang dibantu orang lain untuk
menggerakan setiap sendi pasien secara lengkap dan merengangkan secara
maksimal. Latihan rentang pergerakan sendi pasif tidak berguna untuk
mempertahankan kekuatan otot tetapi berguna dalam mempertahankan flekbilitas
sendi. Oleh karena itu latihan rentang pergerakan pasif harus dilakukan jika klien
tidak mampu untuk melakukan gerakan secara aktif.
Latihan rentang pergerakan sendi pasif harus dilakukan pada tiap gerakan
lengan, tungkai, dan leher (yang tidak dapat dilakukan oleh pasien secara aktif)
Setiap latihan harus dilakukan dua kali sehari satu seri latihan yang dilanjutkan
dengan mandi akan sangat membantu. Latihan rentang pergerakan sendi pasif
akan lebih efektif jika pasien berbaring supine. (Kozier dan Erb, 2009)
3. Rentang pergerakan sendi aktif-asistif
Latihan rentang pergerakan sendi aktif-asistif mengunakan lengan atau
tungkai yang berlawanan dan lebih kuat menggerakan setiap sendi pada
ekstremitas yang tidak melakukan gerakan aktif. Pasien belajar untuk
menyanggah dan menggerakan lengan atau tungkai yang lemah dengan bantuan
tangan atau tungkai yang lebih kuat sejauh mungkin kegitan ini akan
meningkatkan gerakan aktif pada sisi tubuh yang leebih kuat dan menjaga
fleksibilitas sendi pada sisi tubuh yang lemah. Latihan ini sangat berguna untuk
pasien struk yang menggalami hemiplegi (paralisis pada sebagian tubuh). (Kozier
dan Erb, 2009)
5
Pasien yang mobilisasi sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau
trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan
ini dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta
memelihara mobilisasi persendihan. Gerakan latihan ROM Aktif dan Pasif dapat
dilakukan dengan :
1. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan.
Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien.
Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mugkin.
Catat perubahan yang terjadi.
6
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
Angkat lengan pasien pada posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
7
Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya
Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya
Kembalikan ke posisi semula
Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain
Kembalikan ke posiis semula
Catat perubahan yang terjadi
9. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan
yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks
Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada psien
Kembalikan ke posisi semula
Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
Catat perubahan yang terjadi
10. Fleksi dan ekstensi lutut
Cara:
Jelaskan prosedur yang akn dilakukan
Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mangangkat kaki ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
8
Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat
tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien
Gerakkan kaki mendekati badan pasien
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
9
Merupakan susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam hubungannya
dengan bagian tubuh yang lain. Kesejajaran tubuh yang baik meningkatkan
keseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh yang maksimal pada posisi klien:
berdiri, duduk atau berbaring. Saat sejajar dengan baik, tubuh mencapai
keseimbangan tanpa ketegangan yang tidak semestinya pada sendi, otot, tendon,
atau ligament.
2. Balance (keseimbangan)
Merupakan suatu keadaan seimbang karena kekuatan yang berlawanan yang
saling menetralkan satu sama lain. Untuk membedakan antara keseimbangan dan
kesejajaran tubuh merupakan hal yang sulit walaupun keseimbangan adalah hasil
kesejajaran tubuh yang benar. Untuk mencapai keseimbangan dengan baik dapat
dilakukan dengan melakukan prinsip gravitasi yang merupakan prisip yang
pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan mekanik tubuh dengan benar
yaitu memandang bahwa gravitasi sebagai sumbuh dalam pergerakan tubuh.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya :
Pusat Gravitasi (center of grafity) tubuh merupakan pusat gravitasi yang
berada dalam pertengahan tubuh
Garis Gravitasi (line of grafity) merupakan garis imaginer vertikal melalui
pusat gravitasi
Dasar Tumpuan (base of support) merupakan dasar dimana seseorang dalam
posisi istirahat untuk menopang.
Seseorang dianggap mempertahankan keseimbangan jika garis gravitasi
(merupakan garis imaginer ventrikel melalui pusat gravitasi) melewati pusat
gravitasi (titik yang berada dipertengahan tubuh) dan dasar tumpuhan (merupakan
dasar tempat seseorang dalam keadaan istirahat untuk menopang atau menahan
tubuh). Pusat gravitasi pada orang dewasa yang berdiri sejajar dengan baik
terletak sedikit di depan bagian atas sacrum. Untuk keseimbangan pada orang
dewasa yang harus berdiri harus memusatkan berat badan secara simetris
sepanjang garis gravitasi.
Pada orang yang berdiri sejajar dengan baik, pusat gravitasi tetap cukup stabil.
Keseimbangan bergantung pada hubungan timbal balik antara pusat gravitasi,
garis gravitasi dan dasar tumpuan. Saat seseorang bergerak, semakin dekat
gravitasi kepusat dasar tumpuan semakin baik. Sebaliknya semakin dekat garis
10
gravitasi ketepi dasar tumpuan semakin sulit keseimbangannya. Orang akan jatuh
bila garis gravitasi berada di luar tumpuan. Oleh karena itu keseimbangan tubuh
yang terbaik dapat dicapai melalui:
a) Melebarkan dasar tumpuan, dengan merenggangkan kaki.
b) Menurunkan pusat grafitasi dengan membuatnya dekat kedasar tumpuan,
dengan memfleksikan pinggul dan lutut hingga posisi jongkok.
3. Pergerakan tubuh yang terkoordinasi
Mekanika tubuh melibatkan fungsi system musculoskeletal dan system saraf yang
terintegrasi. Tonus otot, refleks neuromuscular, dan pergerakan yang terkoordinasi
dari kelompok otot volunter yang berlawanan memiliki peranan penting dalam
menciptakan pergerakan yang seimbang, halus dan memiliki tujuan.
2.3.2.Penerapan Body Mekanik dalam Keperawatan
1. Mengangkat
Orang yang menggunakan alat pengungkit akan dapat mengangkat beban yang
lebih berat dibandingkan tanpa menggunakan alat pengungkit. Di dalam tubuh,
tulang rangka tubuh bekerja sebagai alat pengungkit, sedangkan sendi sebagai
penumpu, dan otot mengeluarkan kekuatan. Bila perawat mengangkat objek,
kekuatan tahanan atau berat berada pada tangan atau pada lengan bawah,
penumpuhnya adalah siku, dan kekuatan didapat karena kontraksi oto fleksor pada
lengan bawah. Penggunaan lengan sebagai pengungkit sering dilakukan dalam
praktik klinis, contohnya saat perawat perlu mengangkat kepala pasien dari tempat
tidur, atau melakukan perawatan punggung pada pasien yang terpasang traksi.
Karena mengangkat melibatkan pergerakan melawan gravitasi, perawat
harus menggunakan kelompok otot utama paha, lutut, lengan atas dan bawah,
abdomen dan pelvis untuk mencegah ketegangan pada punggung. Sebagai contoh
bila lengan digunakan untuk aktifitas, memagi kerja antara lengan dan kaki dapat
membantu mencegah ketegangan punggung. Kekuatan mengangkat dapt
ditingkatkan lagi dengan menggunakan berat badan perawat untuk menetralkan
berat badan pasien. Perawat meningkatkan fleksi pinggul dan lutut menurunkan
pusat gravitasi.
Teknik lain yang berdasarkan prinsip pengungkit dapat digunakan saat
mengangkat objek dari lantai hingga sejajar pinggang. Pada teknik ini seseorang
lebih memfleksikan lutut untuk memberikan dorongan saat punggung mulai lurus.
11
Teknik ini dapat memberikan keseimbangan, pengungkit, dan sinkronisasi
penggunaan otot, yang membantu menghindari nyeri dan cedera punggung. Bila
seseorang mengangkat objek setinggi lutut, otot bahu dan lengan menarik, otot
abdomen dan lumbal berkontraksi untuk mengungkit dan menarik, dan otot paha
dan kaki mendorong ke atas untuk mengangkat objek dari lantai. Bila seseorang
mengangkat objek dari ketinggian tengah paha hingga pinggang, kekuatan utama
di dapat dari kelompok otot paha dan tungkai, tetapi otot punggung dan lumbal
tetap berkontraksi. Jarak yang perlu dipertahankan antara kaki adalah minimal 30
cm dan menjaga beban tetap di dekat tubuh, terutama bila beban sejajar dengan
lutut. (Kozier dan Erb, 2009)
2. Menarik dan Mendorong
Saat menarik atau mendorong objek, seseorang mempertahankan
keseimbangan dengan usaha terkecil ketika daras tumpuhan diperbesar searah
dengan gerakan yang akan dihasilkan atau dilawan. Contohnya, bila mendorong
suatu objek, seseorang dapat memperbesar dasar tumpuan dengan memajukan
kaki bagian depan. Bila menarik objek seseorang dapat memperlebar dasar
tumpuan dengan :
Memundurkan kaki bagian belakang bila orang itu berhadapan dengan objek.
Memajukan kaki bagian depan bila orang itu membelakangi objek.
Cara yang lebih mudah dan aman yaitu menarik objek kea rah pusat gravitasi
orang tersebbut daripada mendorongnya, karena orang dapat lebih mengontrol
pergerakan objek bila menariknya. (Kozier dan Erb, 2009)
3. Memutar (pivoting)
Memutar adalah suatu teknik yang membuat tubuh berubah arah tanpa
membuat tulang belakang terpelintir. Teknik Memutar dengan meletakkan satu
kaki di depan kaki yang satunya, naikkan sedikit tumit, dan letakkan berat badan
pada jantung kaki. Karena bila berat badan tidak berada pada tumit, gesekkan
permukaan akan berkurang sehingga lutut tidak terpelintir saat badan berubah
arah. Untuk menjaga keseimbangan tubuh berputarlah sekitar 90 derajat sesuai
arah yang diinginkan. (Kozier dan Erb, 2009)
4. Gerakan (ambulating)
Merupakan dasar dari mekanik tubuh, mengingat gerakan yang benar akan
memudahkan dalam membantu mempertahankan keseimbangan tubuh, gerakan
12
ini dapat dilihat pada saat orang berdiri akan lebih mudah stabil dibanding dengan
orang berjalan mengingat orang berjalan terjadi terjadi perpindahan base of
support dari sisi satu kesisi lain dan center of grafity selalu berubah pada posisi
kaki dan pada saat berjalan terdapat dua fase yaitu fase menahan berat dan fase
mengayun, kedua fase tersebut akan menghasilkan gerakan yang halus dan
berirama. Di dalam membantu mempertahankan keseimbangan tubuh, pengaturan
posisis dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu :
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
memepertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Dudukkan pasien.
Berikan sandaran / bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur,
untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan duduk fowler (90 derajat).
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberi obat per anus (supositoria).
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi
badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk
diarahkan ke dada.
Tangan kiri di atas kepala atau belakang punggung dan tangan kanan diatas
tempat tidur.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki
kanan lurus, luttut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas
tempat tidur.
c. Posisi Trendelenburg
13
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran
darah ke otak.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan .
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal di antara kepala
dan ujung tempat tidur pasien,, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut.
Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur
khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut fleklsi (ditarik
atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka.
Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur, dan
renggangkan kedua kaki.
Pasang selimut.
e. Posisi lithotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia
pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, kemudian angkat kedua pahanya
dan tarik ke arah perut.
Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha.
Letakkan bagian lutut atau kaki pada tempat tidur khusus untk posisi
lithotomi.
Pasang selimut
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
daerah rektun dan sigmoid.
14
Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada kasur tempat tidur.
Pasang selimut pada pasien.
( Hidayat, 2009 & 2012 )
5. Menahan (squatting)
Merupakan dasar dalam gerakan dengan melakukan pergantian posisi
menahan selalu berubah seperti posisi menahan, seseorang yang duduk akan
berbeda dengan jongkok, dengan demikian jongkok akan berbeda posisi dalam
menahan dengan membungkuk. Untuk memberikan posisi yang tepat dalam
menahan sangat diperhatikan grafity. Cara menahan sangat diperlukan dasar
sokongan yang tepat untuk mencegah kelainan dalam tubuh dan memudahkan
gerak yang akan dilakukan. ( Hidayat, 2012 )
15
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stres dan kemungkinan
besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat
mengganggu koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan saraf.
5. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik terhadap mekanika tubuh akan mendorong seseorang
untuk menggunakannya secara benar, sehingga akan mengurangi energi yang
telah dikeluarkan.
16
secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialam. Seperti perubahan pada
mobilisasi tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan system
pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan system musculoskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku. ( Hidayat, 2009 )
a. Perubahan Metabolisme
Imobilitas dapat menyababkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh.
Dikarenakan menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi
gangguan oksigenasi sel.
b. Perubahan Sistem Respirator.
Imobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan system pernapasan. Akibat
imobilisasi, kadar hemoglobin menurun yang dapat menyababkan penurunan
aliran oksigen dari alveoli ke jaringan sehingga mengakibatkan anemia.
Mobilisasi juga mengakibatkan ekspansi paru menurun, ini dikarenakan tekanan
yang meningkat oleh permukaan paru.
c. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat
menyebabkan odema sehingga terjadi ketidak seimbangan caira dan elektrolit.
Imobilisasi juga dapat menyebabkan deminerelasasi tulang akibat menurunya
aktivitas otot, sedangkan meningkatnya deminerelasasi tulang dapat
mengakibatkan reabsorbsi kalium
d. Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan system kardiovaskuler akibat imobilisasi antara lain adalah
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan
thrombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunya
kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskuler
akan menurun dan akan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul
pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke system sirkulasi pusat
terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan imobilisasi karena
imobilisasi dalam posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul
pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke
17
jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya thrombus
juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan
kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal.
Perubahan yang terjadi pada system muskuloskelatal sebagai dampak dari
imobilisasi adalah sebagai berikut :
Gangguan maskular, menurunnya massa otot sebagai dampak imobilisai dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi
kapasitaas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya
massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Contohnya otot bbetis
seseorang yang telah dirawat cukup lama ukurannya akan lebih kecil, lesu atau
lemah
Gangguan skeletal, adanya imobilisai juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis.
Kontrakttur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi
dan fiksasi yang disebabkan oleh atropi dan memendeknya otot. Terjadinya
kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga yang
menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium
yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
f. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang disebabkan
kuranngnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan
urine berkurang.
g. Perubahan Sisten Integument
Penurunan system integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia serta
nekrosis jaringan superfisal dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan
kulit yang kkuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.
h. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilisasi dapat mengakibatkan gangguan fungsi gastrointestinal , ini
disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,
sehingga kekurangan jumlah masukan yang mengakibatkan keluhan, seperti perut
18
kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
19
a. Faktor-faktor aktual (mis. Kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga
atau teman-teman)
b. Faktor-faktor persepsi (mis. Perubahan pola pikir seperti depresi)
5. Aspek Psikologis
Ketidakberdayaan dalam belajar, depresi.
Faktor Eksternal
1. Program Terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas
dan kuantitas pergerakan pasien. Contoh program pembatasan meliputi : faktor-
faktor mekanis dan farmakologis, tirah baing, dan restrein.
a. Faktor mekanis dan farmakologis : mencegah atau menghambat pergerakan
tubuh dengan menggunakan peralatan eksternal (gips dan traksi) atau alat-alat
( yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan gaster,
kateter urin, dan oksigen). Agen farmasetik seperti sedatif, analgesik,
tranquilizer, dan anesteti yang digunakan unntuk mengubah tingkat kesadaran
pasien dapat mengurangi pergerakan atau menghilangkan secara keseluruhan.
b. Tirah baring dapat dianjurkan pada penanganan penyakit atau sekuela cedera.
Istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan
beban kerja jantung. Selain itu, istirahat memberikan kesempatan pada sistem
muskuloskeletal untuk relaksasi, menghilangkan nyeri, mencegah iitasi yang
berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi.
c. Restrein fisik dan pengaman tempat tidur biasanya digunakan pada lansia
yang diinstitusionalisasi.
20
pengaruh imobilitas sangat penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk
memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota staff yang adekuat dengan suatu
komitmen untuk menolong lansia mempertahankan kemandiriannya harus tesedia
untuk mencegah komplikasi imobilitas.
4. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Alokasi praktek fungsional dapat meningkatkan ketergantungan dan
komplikasi dari imobilitas. Ketika perawatan dibagi menjadi tugas-tugas,
keutuhan dan interaksi klien akan terabaikan.
5. Hambatan-Hambatan
Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas. Hambatan fisik
termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam
mengunakan alat bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin, dan tidak
adekuatnya san daran untuk kaki. Seringkali rancangan asitektur umah saki atau
panti jompo tidak memfasilitasi atau memotivasi klien untuk aktif dan tetap
bergerak.
6. Kebijakan-Kebijakan Institusional
Praktek pengaturan formal dan informal mengendalikan keseimbangan antara
pemerintah institusional dan kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan,
semakin besar efeknya pada mobilitas.
21
Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan
Bayi 9-12 bulan :
Mengangkat badannya dalam posisis berdiri
Berdiri sendiri tanpa dibantu
Berjalan dengan dituntun
B. Todler (1-3 tahun)
Anak usia 12-18 bulan :
Mulai mampu berjalan
Anak usia 2-3 tahun :
Anak belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki
Naik tangga sendiri
C. Pre sekolah (3-6 tahun)
Anak usia 3-4 tahun:
Berjalan pada jari kaki
Anak usia 4-5 tahun :
Mampu melompat dan menari
Anak usia 6 tahun:
Melompat tali
Bermain sepeda
D. Usia sekolah (6-12 tahun)
Anak usia 8-9 tahun:
Menggunakan alat-alat seperti mobile phone
Anak usia 10-12 tahun:
Mampu melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian sendiri
( Duncan, 2009 )
E. Remaja
Pada masa pubertas semua tulang mengalami perubahan kuantatif maupun
kualitatif, terjadi perbedaan lebih lanjut pada pertumbuhan tulang memanjang dan
melebar, pertumbuhan terus berlangsung sampai epifise menutup dan
pertumbuhan tinggi berhenti. ( Soetjiningsih, 2004 )
F. Dewasa tua
Gangguan sendi sendi atau susunan sendi pada susunan tulang belakang
(osteomalasia, osteoporosis,osteoarthrosis)
Gangguan pada otot badan
Gangguan sendi pinggul, misalnya : radang sendi dan sendi tulang yang
keropos
Kelainan tulang-tulang sendi, misalnya : patah tulang
( Bandiyah, 2009 )
22
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
B. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas.
C. Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
D. Kemampuan Fungsional Pasien dalam Melakukan ADL
Index Barthel
Skor
Ativitas
Kontrol BAB
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Kandung kemih
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
23
berpartisipasi dalam perawatan
Mandi
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Makan
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Toileting ()ativitas BAB dan BAK)
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Aktivitas Naik/Turun Tangga
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Berpakaian
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
24
berpartisipasi dalam perawatan
Ambulansi
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Transfer kursi / Bed
1. Mampu merawat diri secara penuh
2. Memerlukan penggunaan alat
3. Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
5. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
25
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke posisi ibu jari
ketika telapak tangan menghadap ke arah atas 0-20
26
I. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, dan
sebagainya.
II Diagnosis
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan curah jantung
trauma tulang belakang, fraktur
Risiko cedera (jatuh) berhubungan dengan orrthostatik pneumonia
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya tonus dan kekuatan
otot.
Sindrom perawatan diri berhubungan dengan menurunnya fleksibililtas
otot
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan merununnya gerakan
respirasi
Gangguan eliminasi berhubungan dengan imobilisasi
Retensi urine berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
Inkontinensia urine berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
Perubahan nutrisi berhubungan dengan menurunnya nafsu makan akibat
sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kurangnya asupan
Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru
Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan imobilitas
Gangguan konsep diri berhubungan dengan imobilitas
Integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilisasi.
Untuk mengkaji resiko gangguan integritas kulit dilakukan dengan menggunakan
skala branden
Pengkajian Indeks Integritas Kulit dengan Skala Braden
Keterangan Hasil
Preseppsi sensori
1. Keterbatasan penuh
2. Sangat terbatas
3. Keterbatasan ringan
4. Tidak ada
Kelembaban
27
1. Selalu lembab
2. Umumnya lembab
3. Kadang-kadang lembab
4. Jarang lembab
Aktivitas
1. Total di tempat tidur
2. Dapat duduk
3. Dapat berjalan
4. Kadang-kadang dapat berjalan
Mobilitas
1. Tidak mampu bergerak
2. Sangan terbatas
3. Ada massa
4. Tanpa keterbatasan
Nutrisi
1. Sangat buruk
2. Kurang mencukupi
3. Mencukupi
4. Sangat baik
Pergerakan dan pergeseran
1. Bermasalah
2. Potensial bermasalah
3. Keterbatasan ringan
4. Tanpa keterbatasan ringan
Potensi terjadi intregitas kulit
20 23 : Resiko rendah
15 19 : Resiko sedang
11 14 : Resiko tinggi
06 10 : Resiko sangat tinggi
III Perencanaan
A. Tujuan :
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
Meningkatkan fungsi kardiovaskular
28
agar kemampuan otot dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-
angsur
Ambulasi dini, dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat
tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara
berangsur-angsur
Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
Latihan isotonik dan isometrik, dilakukan dengan cara mengangkat benda
yang ringan kemudian mengangkat benda yang berat.
Latihan ROM
Latihan napas dalam dan batuk efektif
Melakukan postural drainage
Melakukan komunikasi terapeutik
b. Untuk meningkatkan fungsi kardiovaskuler
Meningkatkan fungsi kardiovaskuler dapat dilakukan dengan cara
ambulansi dini, latihan fisik, pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Yang dilakukan dengan cara bertahap. Dapat pula dilakukan dengan pengukuran
tekanan darah dan nadi setiap terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan
sirkulasi vena perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki
secacra teratur.
c. Meningkatkan Fungsi Respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan
dengan cara melatih pasien untuk mengambil nafas dalam dan batuk efektif,
mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan postural drainage, perkusi dada,
dan vibrasi.
d. Meningkatkan Fungsi Gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur
diet tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral.
e. Meningkatkan Fungsi Sistem Kemih
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah
posisi serta latihan mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500 cc
per hari atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat
buang air kecil secara normal, dapat dilaukan kateterisasi. Di samping itu, untuk
mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan cara minum banyak pada
siang hari dan minum sedikit pada malam hari.
f. Memperbaiki Gangguan Psikologis
29
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari
imobilitas dan dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik
dengan berbagi perasaan, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memberikan dukungan moril,
mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi sosial,
mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi, dan seterusnya.
IV Pelaksanaan
1. Mengkaji kemampuan fungsional masing-masing anggota gerak
2. Ubah posisi minimal setiap-setiap jam
3. Lakukan latihan ROM pasif dan aktif padaanggota gerak
4. Ajarkan dan dorong klien untuk melatih anggota geraknya yang lumpuh
dengan latihan aktivitas sehari-hari, seperti menyisir rambut, memutar
lengan, mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet dan
mengangkat beban yang kecil-kecil
5. Berikan klien dengan tepat menggunakan genjalan bantal di tempat tidur
6. Berikan perlindungan tumit dan siku saat tidur
7. Kaji ekstremitas bawah secara teratur terhadap kemerahan, nyeri tekan
dari ......
8. Pasang stoking elastis sambil melakukan mobilisasi
9. Kolaborasi dengan tim rehabilitasi kognator
10. Ajarkan keluarga untuk melakukan ROM pada klien untuk mencegah
kontraktur pada sendi
11. Ajarkan keluarga untuk melatih ROM
V Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah :
30
BAB III
APLIKASI TEORI
3.1. Kasus
Contoh Kasus:
Tn.W MRS di ruang dahlia dengan keluhan tubuh bagian kiri sulit
digerakkan.
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36C
RR : 24x/menit
31
BAB IV
PEMBAHASAN
I PENGKAJIAN
1. Biodata
a. NAMA : Tn. W
b. UMUR : 54 TAHUN
c. JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI
d. AGAMA : ISLAM
e. ALAMAT : WARU INDAH SIDOARJO
f. PENDIDIKAN : SARJANA
g. PEKERJAAN : WIRASWASTA
h. DIAGNOSA : POST CVA (STROKE), ICH
i. NO.REGISTER : 098017
2. Keluhan Utama
Seluruh tubuh bagian kiri tidak disulit digerakkan.
6. Riwayat Psikososial
- Klien sangat kooperatif terhadap dokter dan perawat.
- Hubungan klien dengan keluarga terjalin dengan baik.
7. Pola Aktifitas Sehari-Hari
Di Rumah :
32
Aktifitas : klien sebagai kepala rumah tangga yang mencari nafkah
untuk keluarganya.
Makan : 3 kali sehari
Minum : 8 gelas sehari
Istirahat : 8 jam perhari
Eliminasi : BAB = 1 kali perhari , BAK = 4 kali perhari
Mandi : 3 kali sehari
Keramas : 4 kali seminggu
Gosok gigi : 2 kali sehari
Di Rumah Sakit :
Suhu : 36 C
RR : 24x/ menit
33
- Inspeksi : Warna rambut putih dan pendek, konjungtiva tidak icterus, sklera
tidak anemis, bentuk wajah simetris, wajah pucat.
- Palpasi : Kulit kepala bersih tidak ada ketombe, rambut tidak rontok, tidak
terdapat benjolan massa, wajah tidak odem.
b. Pemeriksaan Integumen/ Kulit
- Inspeksi : Warna kulit kuning langsat
- Palpasi : Kelembaban kulit kering, suhu normal, turgor menurun, kulit
bersih, tekstur kulit halus.
c. Pemeriksaan Payudara dan ketiak
Bentuk payudara simetris, tidak terdapat benjolan atau pembesaran massa.
d. Pemeriksaan Thorak/dada
- Inspeksi : Bentuk dada simestris
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat benjolan atau
pembesaran massa.
- Perkusi : Tidak ada wheezing
- Auskultasi : Tidak ada suara napas tambahan seperti ronchi
e. Pemeriksaan Paru
- Kualitas napas normal
- Bunyi napas vesikuler
f. Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat getarannya
- Palpasi : Ictus cordis teraba, trill tidak teraba
- Perkusi : Suara perkusi normal (pekak)
- Auskultasi : Suara jantung normal S1 S2 tunggal
g. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada jaringan parut, warna kulit kuning langsat.
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada
pembesaran limpa, appendix negatif, achites negatif.
h. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
- Genetalia : Penis normal
- Anus : Tidak ada hemoroid
i. Pemeriksaan Muskuloskeletal
34
- Esktremitas Atas : Kemampuan pergerakan sendi terbatas terutama
bagian kiri, paralise positif, tidak terdapat fraktur.
- Ekstremitas Bawah : Kemampuan pergerakan sendi terbatas terutama
bagian kiri, paralise positif, tidak terdapat fraktur.
- Tulang belakang : Normal
j. Pemeriksaan Neurologi
- Pupil : isokor
- GCS :1:2:2
11. Pemeriksaan Penunjang Medis
- Radiologi (Foto Thorax)
- GDA
- ECG (Elektro Cardiograph)
- Laborat (DL, OT/PT, IgM).
12. Terapi
- Infus RL 20 Tpm
- NGT (entresol 6 X 250 ml)
- Mycolin inj 250 mg iv
- Levofloxacin 1 X 500/ drip
- Cernevit 1 X 1/ drip
- Suction
13. Harapan Pasien/ Keluarga Sehubungan Dengan Penyakitnya
Keluarga berharap klien segera sembuh agar dapat kembali beraktifitas seperti
sebelumnya dan berharap penyakitnya tidak kambuh.
II Diagnosis
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
Sindrom perawatan diri berhubungan dengan menurunnya fleksibililtas otot
III Perencanaan
Ambulasi
Latihan ROM
Memposisikan pasien
Menampilkan berpindah
35
IV Pelaksanaan
Terapi aktivitas
Terapi latihan ambulasi
Melakukan latihan ROM pasif dan aktif pada anggota gerak
Mengubah posisi minimal setiap jam
Ajarkan keluarga untuk melakukan ROM pada klien untuk mencegah
kontraktur pada sendi
Ajarkan keluarga untuk melatih ROM
VI Evaluasi
Peningkatan fungsi sistem tubuh
Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
Peningkatan fleksibilitas sendi
Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi
pasien menunjukkan keceriaan
BAB V
PENUTUP
36
IV.1. Kesimpulan
Kebebasan rentang gerak saat beraktifitas atau yang dikenal dengan
mobilitas dalam kehidupan ini sangat mempengaruhi individu dalam
melangsungkan hidupnya. Selain itu mobilitas sangat mempengaruhi kesehatan
individu, sehingga apa bila terjadi masalah dengan mobilitas seorang individu
akan mengakibatkan adanya keterbatasan rentang gerak yang disebut dengan
imobilitas. Jika terjadi imobilitas pada seorang individu maka akan
mengakibatkan perubahan keseimbangan tubuh individu, perubahan prilaku dan
lain sebagainya.
IV.2. Saran
Sebagai seorang perawat, kita harus mengetahuin pentingnya mobilitas
bagi kita, maka kita harus menjaga agar setiap aktifitas yang kita lakukan tidak
membahayakan alat gerak yang dapat mengakibatkan imobilitas.
DAFTAR PUSTAKA
37
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Ed 2.
Jakarta : Salemba Medika
Kozier dan Erb. (2009). Buku ajar praktik perawatan klinis Ed 5. Jakarta : EGC
LEMBAR KONSULTASI
38
Nama Dosen : Puji Astuti., M.Kep., Ns., Sp.Kep. MB
No Hari/tangga Tanda tangan
Nama Mahasiswa Materi Konsultasi
. l Dosen
39