25
I. PENDAHULUAN
Penyuluhan berasal dari kata dasar suluh (obor atau pelita). Fungsi darisuluh adalah
untuk menerangi orang yang dalam kegelapan, yaitu orang yang tidak tahu sekelilingnya
menjadi tahu atau membimbing orang yang tidak tahu untuk mencapai tujuan yang
diharapkannya (Purwoko et al., 2007). Rifai (2000)] dalam Purwoko et al.(2007)
mendeskrifsikan Penyuluhan pertanian sebagaisistem pendidikan luar sekolah (non-formal
education) bagi pembangunan perilaku petani dan keluarganya termasuk kelembagaannya
agar mereka dapat memahami dan memiliki kemampuan dan kesempatan dalam mengelola
usahataninya dan mampu berswadaya sehingga dapat memberikan keuntungan dan
memuaskan bagi kehidupannya.
Sektor pertanian tercakup di dalamnya sistem penyuluhan pertanian pada saat ini
sedang mengalami perubahan menyesuaikan dan mentransformasikan dengan iklim global
yang sedang berlangsung. Seiring perubahan global dan isu lingkungan strategis, layanan
penyuluhan pertanian juga mengalami perubahan - perubahan. Subejo (2002)
mengindikasikan bahwa transformasi penyuluhan pertanian sedang berlangsung di seluruh
dunia. Perubahan terjadi pada organisasi, sistem penugasan, dan praktek sistem penyuluhan
pertanian dan pedesaan.
Isu-isu strategis yang dihadapi dalam proses pembangunan di berbagai negara
termasuk di dalamnya pembangunan pertanian dan pedesaan antara lain mencakup
desentralisasi, liberalisasi dan privatisasi serta demokratisasi (Nauchatel, 1999). Suatu
konsekuensi logis bagi penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama dalam
pembangunan pertanian adalah perumusan strategi mensikapi isu strategis tersebut.
Konsekuensi serta strategi baru tersebut semestinya mendapat perhatian dan pemikiran yang
mendalam sehingga penyuluhan pertanian tetap memiliki komitmen kuat memberikan
pelayanan terbaik pada petani dengan sasaran akhir peningkatan kesejahteraan petani.
Subejo (2006) mengindikasikan Kinerja dan aktivitas penyuluhan pertanian yang
menurun antara lain disebabkan oleh: perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dengan
daerah dan antara eksekutif dengan legislatif terhadap arti penting dan peran penyuluhan
pertanian, keterbatasan alokasi anggaran untuk kegiatan penyuluhan pertanian dari
pemerintah daerah, ketersediaan materi informasi pertanian terbatas, penurunan kapasitas dan
kemampuan managerial dari penyuluh serta penyuluh pertanian kurang aktif untuk
mengunjungi petani dan kelompoknya, kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan proyek.
Penyuluhan pertanian di Indonesia memerlukan strategi dalam menhadapi era globalisasi dan
perdagangan bebas. Menjadi hal yang menarik untuk dibahas strategi apa saja yang dapat
dilakukan dalam menjaga kinerja peyuluhan pertanian di Indonesia. Terciptanya penyuluhan
pertanian yang baik akan mengakibatkan pebangunan pertanian yang berkelanjutan dapat
dicapai.
II. PEMBAHASAN
2.1 Desentralisasi Penyuluhan Pertanian
Salah satu isu dalam penyuluhan pertanian adalah desentralisasi. Secara sederhana,
desentralisasi dapat diartikan sebagai pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah
(Kabupaten dan Kota) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan UU No. 22/1999 ps. 1). Karena itu, desentralisasi harus dijiwai oleh
adanya legal self-suffici-ency dan actual independence (Nasution, 1999). Pemberian
kewenangan seperti itu, seringkali juga diberikan kepada masyarakat, khususnya kepada
pihak swasta. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah tersebut, adalah
kewenangan dalam penyelengga-raan pemerin-tahan (Sabarno, 2001), sedang Yuwono (2001)
lebih melihat pada kewenangan dalam pemberian layanan-publik.
Berkaitan dengan pemahaman tentang desentralisasi tersebut, pada hakekatnya dapat
dibedakan dalam: desentralisasi administrasi, desentralisasi politik, dan desentralisasi fiskal
(AKIS, 2000). Oleh Abe (2001), Desentralisasi Administrasi juga dapat diartikan sebagai
dekonsentrasi, yaitu pelimpahan kewenangan atau pendelegasian dari pemerintah nasional
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah nasional dan atau aparat pusat di daerah. Sedang
desentralisasi politik disebut juga sebagai devolusi, atau pemberian kewenangan dalam
bentuk peluang masyarakat untuk melaksanakan kontrol terhadap penyelenggaraan
pemerintahan. Khusus kaitannya dengan desen-tralisasi penyuluhan pertanian, dapat diartikan
sebagai terjadinya perubahan pola penyuluhan pertanian dari yang bersifat instruktif regulatif
ke arah informatif-fasilitatif (Soetrisno, 1986). Desentralisasi fiskal, dapat diartikan sebagai
penyerahan sebagian anggara pemerintah pusat (nasional) kepada pemerintah daerah
(Kabupaten dan Kota), yang di Indoensia diatur dengan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Searah dengan semangat desentralisasi, kebijakan nasional telah memberikan ruang
gerak desentralisasi melalui kebijakan otonomi daerah. Desentralisasi dipandang penting
karena membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat sipil dalam memantau
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. Disadur dari feeder at all tahun 1999
yang mengidentifikasi adanya danya 8 (delapan) tantangan-generik yang sedang dihadapi
penyuluhan pertanian, yaitu:
1. Skala dan Kompleksitas dari Tugas-Tugas Penyuluhan
2. Ketergantungan dengan Kebijakan Pemerintah dan Fungsi Lembaga-Lembaga Lainnya
3. Ketidakmampuan Untuk Menelusuri Hubungan Penyebab Akibat yang Ditimbulkan Oleh
Kegiatan Penyuluhan Pertanian
4. Komitmen dan Dukungan Politis
5. Akuntabilitas
6. Kelayakan Sebagai Lembaga Layanan Pengetahuan dan Informasi
7. Keberlanjutan Operasionalisasi Fiskal dan Sumber Daya Lain
8. Interaksi dengan Tumbuh dan Berkembangnya Pengetahauan Melalui Kegiatan Penyuluhan
Menghadapi 8 tantangan generic yang diekmukakan oleh Feder. et al, menawarkan solusinya,
salah satunya adalah desentralisasi penyuluhan. Desentralisasi penyuluhan yang tidak sekedar
merupakan pelimpahan wewenang penyuluhan kepada pemerintah daerah dan masyarakat
local, tetapi juga memberikan alokasi anggaran yang lebih besar kepada daerah, serta
kewenangan untuk mengembangkan sistem penyuluhan sendiri. Seiring dengan kebijakan
desentralisasi pemerintah yang digulirkan sebagai tuntutan reformasi sejak diundangkannya
UU No. 22 Tahun 1999, desentralisasi penyuluhan pertanian yang sudah digulirkan sejak
tahun 1995 memang sudah menjadi keharusan untuk diperhatikan.
Dalam desentralisasi, juga terdapat syarat dan ukuran keberhasilan desentralisasi.
Syarat tersebut meliputi syarat internal dan eksternal seperti yang telah diungkapkan oleh Abe
(2001). Syarat-syarat internal tersebut antara lain :
a. Kesiapan masyarakat untuk keluar dari kebiasaan sentralistik
b. Kesiapan aparat-bawah, untuk lebih kreatif dan mening galkan sikap menunggu petunjuk
c. Kesiapan aparat-atas untuk menciptakan iklim kondusif bagi pelaksanaan pembangunan oleh
pemerintah daerah
d. Meningkatnya kontrol masyarakat melalui pemberdayaan parlemen
Syarat-syarat eksternal, antara lain :
a. Kesungguhan pemerintah pusat (nasional) untuk terse-lenggaranya desentralisasi
b. Tumbuh dan berkembangnya kerjasama antar daerah
Dengan pendekatan berbeda, Iglesias (Kaho, 2001), menyebutkan adanya 5 (syarat) terwujudnya
desentralisasi, yaitu:
a) Tersedianya sumberdaya, khususnya keuangan yang cukup
b) Struktur (organisasi) pemerintahan yang kuat dan efisien
c) Teknologi tepat-guna dan efisien untuk melaksanakan pemba-ngunan
d) Dukungan atau partisipasi masyarakat
e) Kepemimpinan yang mampu mengoptimalkan input-input yang tersedia dalam kondisi sangat terbatas.
Di pihak lain, AKIS (2000) menegaskan bahwa desentralisasi dalam beragam bentuk, baik
desentralisasi administrasi, desen tralisasi politik, desentralisasi fiskal yang tercermin pada perubahan
beragam kebijakan, menuntut 4 (empat) persyaratan untuk mensukseskannya, yaitu:
a) Pengembangan keterlibatan masyarakat baik di bidang politik maupun kegiatan pembangunan.
b) Pemanfaatan sumberdaya finansial bagi lembaga-lembaga desentralisasi agar mereka dapat
melaksanakan tugasnya.
c) Pengembangan kapasitas administratif pada unit-unit lokal untuk melaksanakan tugas-tugasnya
d) Pemantaban mekanisme kelembagaan politik dan birokrasi pemerintahan yang bertanggung-gugat
Sejalan dengan syarat-syarat bagi penyelenggaraan desentralisasi tersebut, Widjaja (1992)
mengemukakan beberapa ukuran keberhasil-an desentralisasi yang meliputi:
a) kemampuan keuangan daerah, yang ditunjukkan dari proporsi pendapatan aseli daerah (PAD)
terhadap jumlah total pembiayaan daerah
b) kemampuan aparatur, baik jumlah maupun mutu (pendidikan, pengalaman, kompetensi, dll)
c) partisipasi masyarakat
d) variabel-variabel ekonomi kaitannya dengan rata-rata pendapatan masyarakat
e) variabel non-ekonomi, terutama yang terkait dengan tersedianya kesempatan-kerja bagi muda-usia.
Desakan tentang pentingnya desentralisasi penyuluhan pertanian, sebenarnya sudah dirasakan
sejak awal dasawarsa 1990-an, terutama terkait dengan desentralisasi potik, desentralisasi administrasi
dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi politik utnuk mengembangkan partisipasi masyarakat dalam
penetapa program-program prioritas, perencanaan dan pengelolaannya. Desentralisasi administrasi
merupakan pergerakan tanggung jawab kegiatan penyuluhan kepada pemerintah daerah, sedangkan
desentralisasi fiskal untuk memberikan tanggung jawab fiskal kepada pemerintah dan kelompok-
kelompok produsen.
Kajian yang dilakukan di negara-negara Amerika Latin tentang alasan-alasan tentang
pentingnya desentralisasi penyuluhan pertanian, amtara lain mengungkapkan:
a) Kelemahan strategi nasional dalam menyerap/mengakomodasi aspirasi lokal pada kegiatan
perencanaan penyuluhan pertanian yang diperlukan
b) Rendahnya mutu supervisi/pengawasan
c) Lemahnya aliran pengetahuan/inovasi bagi kaum miskin, utama-nya yang menyangkut keterkaitan
penelitian, penyuluhan dan lembaga-lembaga pelatihan
d) Lemahnya pengembangan karir penyuluh, terutama yang bekerja berdasarkan kontrak.
e) Lemahnya posisi-tawar masyarakat miskin untuk memperoleh subsidi dari pemerintah.
Tentang hal ini, kajian yang dilakukan terhadap negara-negara yang telah melakukan desentralisasi,
membuktikan bahwa:
a) Adanya keseimbangan yang adil antara pusat dan daerah, baik secara administratif, politis, dan
fiskal.
b) Desentralisasi politis, merupakan unsur yang penting dalam pemi-lihan wakil-wakil rakyat.
c) Meningkatnya peran LSM dan partisipasi masyarakat yang signifikan.
Hingga kini, diakui bahwa desentralisasi sangat bermanfaat bagi pengembangan fungsi sistem
(diseminasi) teknologi. Maskipun demikian, harus dipahami bahwa, desentralisasi hanyalah sekadar
alat, dan bukannya tujuan akhirnya. Artinya, desentralisasi bukanlah satu-satunya alat untuk
mengembangkan fungsi diseminasi teknologi. Di bawah ini, disampaikan beberapa praktek
desentralisasi yang memberikan hasil baik, yaitu:
Tentang hal ini, terdapat beberapa bentuk insentif yang diberikan pemerintah berupa:
a) Voucher/penghargaan kepada petani yang melakukan/terlibat dalam kegiatan penyuluhan
pertanian.
b) Insentif kredit usahatani, yaitu sebagian bunga kredit yang dialo-kasikan untuk kegiatan
penyuluhan
c) Kartu-keanggotaan (membership) bagi petani, untuk memperoleh layanan penyuluhan
pertanian.
d) Kartu-keanggotaan dan sponsor untuk kegiatan penyuluhan
e) Privatisasi, yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan penyu-luhan dan atau pemberian
dana kepada kelompok-tani untuk penye-lenggaran penyuluhan.
World Bank (2002) dalam Subejo (2002) menerangkan melalui evaluasi pada proyek-
proyek penyuluhan mengindikasikan bahwa penyuluhan belum memenuhi orientasi dan
kepentingan petani, kapasitas sumberdaya manusia dan komitmen pemerintah lemah.
Problem yang lain yang muncul, kadangkala kegiatan penyuluhan pertanian memiliki
akuntabilitas yang rendah serta memiliki keterbatasan untuk mengelola sistem penyuluhan
yang luas dan komplek. Penyuluhan pertanian Indonesia nampaknya menghadapi problem
dan kondisi yang mirip seperti yang hasil evaluasi dari World Bank. Beberapa alternatif yang
dapat dilakukan sebagai bagian dari reformasi institusi untuk meningkatkan pelayanan
penyuluhan sebagaimana yang direkomendasikan World Bank (2002) mencakup tiga hal
yaitu :
a. Desentralisasi
b. Privatisasi
c. Pemisahan funding dan execution
Mamfaat yang didapati dari privatisasi penyuluhan menurut Rivera (1997) dalam
Subejo (2002) yaitu: pelayanan dan penyampaian lebih efisien, menurunkan anggaran belanja
pemerintah, dan pelayanan dengan kualitas tinggi. Privatisasi mungkin juga memiliki
beberapa kelemahan yaitu akses terhadap sumber penyuluhan menjadi tidak sama karena
keberagaman perusahaan dan kesulitan berkoordinasi dengan kelompok luar dan departemen
pemerintah. Agen penyuluhan pertanian swasta akan lebih berorientasi pada komersialisasi
dan kurang bertanggung jawab terhadap arah kebijakan yang dibuat pemerintah.
Privatisasi penyuluhan digunakan dalam arti yang luas yaitu pengenalan dan
pemberian kesempatan yang lebih luas pada pihak swasta untuk berpartisipasi, yang tidak
perlu berarti transfer seluruh aset pemerintah kepada sektor swasta (baik profit dan atau
nonprofit institutions). Suatu model yang dapat dicoba untuk dikembangkan dalam privatisasi
sistem penyuluhan baru adalah sistem kontrak. Qamar (2002) dalam Subejo (2002)
menyarankan dengan sistem kontrak penyuluhan, pemerintah dapat memberikan kontrak
kepada pihak lain untuk menyelenggarakan dan memberikan layanan penyuluhan pertanian
yang spesifik dalam area yang spesifik dan periode yang spesifik pula. Sistem lain yang telah
berkembang adalah sistem vouchers. sistem ini dapat dikembangkan berkat kerjasama
pemerintah dengan sektor swasta. Privatisasi penyuluhan memungkinkan iklim kompetisi yang
sehat dalam pelayanan penyuluhan pertanian antara sektor public dan swasta. Keunggulan
penyuluhan swasta yang umumnya berorientasi profit antara lain penggunaan media dan teknik
penyuluhan yang lebih menarik, kemampuan technical assistant yang tinggi. Isu privatisasi
dengan pemaknaan yang khas pada penyuluhan pertanian nampaknya juga menjadi salah satu
materi penting yang diangkat dalam bahasan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang saat ini masih dalam pembahasan
intensif antara lembaga eksekutif, legislatif serta stakeholders terkait. Nampaknya pembagian
peran antara sektor publik dan swasta sudah menjadi salah satu pertimbangan penting dalam
pemberian layanan penyuluhan pertanian di masa-masa yang akan datang (Subejo, 2006).
Kehadiran UU SP3K yang oleh banyak kalangan disambut dengan sangat antusias,
khususnya oleh para penyuluh pertanian, tetapi jika dicermati, terdapat beberapa hal yang layak
dikritisi, salah satunya yakni privatisasi penyuluhan pertanian. Pada privatisasi penyuluhan
pertanian dominasi pemerintah dalam penyelenggaraan penyuluhan, tidak saja terlihat pada
pengangkatan tenaga penyuluh, tetapi juga dalam pembiayaan kegiatan penyuluhan.
Sayangnya, tidak semua penyelenggara pemerintah memahami arti penting penyuluhan untuk
kepentingan jangka pendek kaitannya dengan penca-paian target pembangunan, maupun
kepentingan jangka panjang kaitannya dengan investasi sumberdaya manusia. Akibatnya,
kegiatan penyuluhan sangat tergantung kepada pemahaman masing-masing kepala
pemerintahannya untuk menyediakan anggaran penyuluhan pertanian.
Privatisasi juga merupakan salah satu solusi dari 8 tantangan generic yang
diungkapkan oleh Feder et.al. Privatisasi secara bertahap, sejak dari kerjasama, kontrak
kegiatan penyuluhan, sampai dengan menyerahkan sepenuhnya kegiatan penyuluhan dari
pemerintah kepada pihak swasta/LSM.
III. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini, yakni :
1. Penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama pembangunan pertanian di Indonesia
saat ini sedang menghadapi isu strategis yang antara lain desentralisasi, globalisasi,
demokratisasi, serta privatisasi.
2. Secara sederhana, desentralisasi dapat diartikan sebagai pemberian kewenangan kepada
pemerintah daerah (Kabupaten dan Kota) untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan UU No. 22/1999 ps. 1).
3. Desentralisasi dibedakan menjadi 3, yakni desentralisasi administrasi, politik dan fiskal.
4. Dalam desentralisasi juga terdapat syarat dan ukuran dalam keberhasilan desentralisasi.
5. Desentralisasi dipandang penting karena membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi
masyarakat sipil dalam memantau kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah.
6. Rivera dan Cary (1997) mengartikan privatisasi sebagai pengalihan kepemilikan (melalui
penjualan) dari pemerintah kepada lembaga swasta. Sejalan dengan itu, Feder (2000) mengartikan
privatisasi penyuluhan sebagai pengalihan kewenangan kegiatan penyuluhan kepada lembaga
swasta/ LSM, lembaga penyiaran swasta, perusahaan swata, media masa, dan partisipasi stakeholders
yang lain.
7. Alasan utama yang mendorong perlunya privatisasi penyuluhan adalah, penghematan biaya
penyuluhan yang harus ditanggung oleh pemerintah. Alasan kedua, terkait dengan mutu atau
profesionalisme penyuluh dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan. Alasan ketiga, adalah yang terkait
dengan politisasi kegiatan penyu-luhan pertanian.
8. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya mendudukkan, memerankan dan
memfungsikan serta menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud kesatuan
pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah kebijakan.
9. Revitalisasi berupaya memperbaiki sistem dan kinerja penyuluhan pertanian yang semenjak
akhir 1990-an sangat menurun kondisinya serta karena tingkat kemiskinan dikalangan petani
semakin meningkat.
10. Hasil yang diharapkan dari revitalisasi penyuluhan pertanian yaitu petani dan keluarganya
meningkat kapasitasnya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, sumberdaya lainnya
dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha dan pendapatannya.
Tambahkan komentar
My World
Beranda
Terkini
Tanggal
Label
Penulis
Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.