Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN STROKE INFARK EMBOLI


DI RUANG MELATI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas pada Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Medikal

oleh
Desi Rahmawati, S.Kep.
NIM 122311101021

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Infark


Emboli di ruang Melati telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Februari 2017
Tempat: Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember

Jember, Februari 2017


Pembimbing Klinik Mahasiswa

(..................................................) (................................................)
NIP. NIM

Pembimbing Akademik ,

(...........................................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE INFARK EMBOLI
Oleh: Desi Rahmawati, S.Kep

A. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK


1. Anatomi dan Fisiologi pelindung otak
a. Meninges
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh
tulang tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan otak. Dua
macam jaringan pelindung utama yaitu meninges dan sistem ventrikular
(Sloane, 2003). Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1) Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan fleksibel
tetapi tidak dapat diregangkan (unstrechable).
2) Arachnoid membran
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang bentuknya
seperti jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut, berongga-rongga, dan
terletak dibawah lapisan durameter.
3) Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan paling
bawah (paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan
melindungi jaringan-jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung
pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum tulang belakang.
Antara piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang disebut
dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid) yang dipenuhi oleh
cairan serebrospinal (CSS) (Price & Wilson, 2004).

b. Sistem ventrikulus
Selain lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal
(CSS) di subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat
mengapung sehingga mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang
dipengaruhi oleh gravitasi dan juga meilndungi otak dari guncangan yang
Gambar 1. Lapisan Meninges
mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn ventrikel. Volume total CSS
sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya sekitar 3 jam Price & Wilson,
2004).
2. Anatomi fisiologi otak

Gambar 2. Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas Sistem


Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari
cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak)
dan sistem limbik (Smeltzer & Bare, 2010).
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah dangkal), fisura (celah dalam) dan girus (permukaan
hemisfer serebral yang memiliki konvulsi) (Sloane, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, ekspresi bicara (area broca
di hemisfer kiri), dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) yang
mengendalikan kontraksi otot volunter rangka dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor korteks) yang mengendalikan aktivitas motorik
yang terlatih dan berulang, seperti mengetik. (Sloane, 2003). Selain itu
terdapat pula area sensori primer dalam girus postsentral yang ertugas
menerima informasi umum berkaitan dengan nyeri, tekanan, suhu, dan
propriosepsi dari tubuh. Lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku
sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Smeltzer & Bare, 2010).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis (Sloane, 2003). Lobus ini terdapat area auditori primer
berfungsi untuk mengitrepretasi auditori serta terdapar area wicara
wernicle yang terletah dalam bagain superior lobus temporal yang
berkaiatan dengan pengertian bahasa serta formulasi wicaea, area wernicle
tersebut berhubungan dengan area wicara broca. Selain itu terdapat pula
area olfaktori primer berkaitan dengan indra penciuman. Secara umum
lobus temporalis berperan dalam mengatur daya ingat verbal, visual,
pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi
(Smeltzer & Bare, 2010).
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer). Terdaapat area pengecap primer
(gustatori) dimana berfungsi sebafgai persepsi rasa, Area asosiasi somatik,
yang berakitan dengan intrepretasi bentuk dan tekstur suatu objek (fungsi
peraba) (Sloane,2003).

4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (Sloane, 2003).
b. Sistem limbik
Sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi,
aktivitas emsiaonal terutama aktivitas perilaku tidak sadar (Sloane, 2003).
Bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008) Sistem limbik
merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup komponen
serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah
laku individu.
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar
dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.

Gambar 3. Lobus dari cerebrum dilihat dari atas dan samping

c. Cerebellum
Gambar 3. yang
Cerebellum adalah struktur kompleks Lobusmengandung
otak lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Cerebellum memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
d. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.Batang otak terdiri dari tiga
bagian menurut Puspitawati (2009) sebagai berikut:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi
pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak
sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan
midbrain disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.

Gambar 4. Brainstem

Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak
mengandung banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam
kehidupan. Adapun letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Letak Nervus pada Hemisfer Otak

3. Anatomi peredaran darah otak


Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia
alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks
dan sensitif. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas,
seperti : gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja
bersama-sama dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-
kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari
sekelompok sel yang menghasilkan serangan. Darah merupakan sarana
transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-bahan lain yang sangat diperlukan
untuk mempertahankan fungsi penting jaringan otak dan mengangkat sisa
metabolisme. Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran darah ke otak
berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak yang permanen
terjadi bila aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5 menit.
a. Peredaran darah arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk
circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini
keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan
arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui
arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari
arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang
dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
b. Peredaran darah vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater.
Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar
berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke
dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke
dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda
memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).

Gambar 6. Sistem peredaran darah otak

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi
kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan
suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & bare, 2010). Stroke atau CVD
(Cerebro Vascular Disease) merupakan salah satu penyakit serebrovaskular
yang mengacu pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak
(Price & Wilson, 2004). Stroke infark adalah sindrom klinik yang awal
timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau
global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung (arcus aorta).

Gambar. 7 Gambaran Stroke Iskemik

Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan kemudian terbawa arus
darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Stroke
kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala
dan tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang
berasal dari jantung. Stroke kardioemboli awitannya dimulai dengan defisit
neurologik fokal yang dapat menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik
dibuktikan dengan adanya sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukannya
penyebab lain dari strokenya (Japardi,2002).

Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:


Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat serangan) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/-


+++
Kaku kuduk -
++
Kernig -
+
pupil edema -
+
Perdarahan Retina -
+
Bradikardia hari ke-4
sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis di
Hampir selalu hypertensi,
retina, koroner, perifer. Emboli
aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub, fibrilasi,
bising karotis
2. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang
meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di
dunia. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50
juta orang mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin, 2013). Stroke
merupakan penyebab kematian nomer tiga di Amerika dan terdapat 750.000
orang terserang stroke (Davis, 2005). 20% - 30% penyebab stroke dikarenakan
adanya emboli, emboli dapat berasal dari jantung, arteri besar danpembuluh
darah vena. Satu dari 6 stroke iskemik (15%) disebabkan oleh kardiemboli.
Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus baik dalam hal
kejadian, kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur
adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5%
(umur >65th). Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan
4,3% dan semakin memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada
penderita perempuan (Misbach dkk, 2011).
3. Etiologi
Stroke dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak
yang disebabkan oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli (Japardi, 2002).
Muttaqin (2008) mengatakan, bahwa etiologi infark emboli adalah sebagai
berikut:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium
e. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher
f. Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dan bagian kiri atrium atau ventrikel
g. Infarksio kordis akut
h. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
4. Faktor resiko
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Kiking Ritarwan (2002)
mengatakan bahwa, dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke
didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada
tentan umur 45-65 tahun.
2) Jenis kelamin
Data dari 28 rumah sakit di Indonesia, menyebutkan bahwa kaum pria
lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) menunjukan bahwa,
jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari
penelitianya terhadap 197 Klien stroke non hemoragik.
3) Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Hasil penelitian Tsong Hai
Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 didapatkan bahwa riwayat stroke
pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
4) Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita
dari pada suku Jawa, dikarenakan pola hidup yang selalu
mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali
sebanyak 35% sampai 42%.
2) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan
risiko utama. Menurut The seventh report of the joint national
commite on prevention, detection, evaluation, and treatment of high
blood pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1,
dan hipertensi derajat 2.
Tabel 1. Derajat Klasifikasi Hipertensi

3) Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang
paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat
lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4) Diabetes mellitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Siregar F (2002) didapatkan
hasil, bahwa penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena
stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.
5) TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA merupakan stroke ringan, yaitu serangan yang terjadi saat
pasokan darah ke otak mengalami gangguan sesaat. TIA
merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak
dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik
dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi
biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan
mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika
diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para Klien ini akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama.
6) Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang
relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat
dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan
ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron,
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat
lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL
paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat
pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan
atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak
dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun
di otak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dedy Kristofer (2010)
didapatkan hasil bahwa 4dari 3 Klien yang mengalami stroke non
hemoragik, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%,
hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang
tinggi 69,8%.
7) Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner
dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body
mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi
badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99
kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah
obesitas.
8) Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali
lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar.
Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan
kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga
mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya
proses gumpalan darah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Siregar F (2002) didapatkan hasil bahwa kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.
.
5. Patofisiologi
Stroke infark emboli merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan emboli yaitu katup-
katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark
miokardiam, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endocarditis oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium (Muttaqin, 2008).
Emboli bisa didapat dari jantung, arteri ekstrakranial atau emboli
paradoksikal yang melalui rongga patent foramen ovale. Punca
terdapatnya emboli kardiogenik adalah thrombus valvular (mitral stenosis,
endokarditis), trombus mural (miokardium infark [MI], atrial fibrilation
[AF], severe congestive heart failure [CHF]) dan atrial myxoma. MI
diasosiakan dengan 2-3% kejadian stroke embolik yang 85% terjadi
dalam bulan pertama setelah MI (Muttaqin, 2008). Aliran darah ke otak
berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri
akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan
arteri brakhiosefalik. Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi
aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat
menimbulkan gangguan neurologis yang berat. Sejumlah tipe material
dapat dibawa melalui aliran darah dan berhenti di sirkulasi serebral
menjadi tromboembolus, yang dapat mencetuskan stroke iskemik. Di
antara material tersebut, emboli dari jantung merupakan penyebab
tersering.
Trombus intrakardial terbentuk bila terdapat kelainan pada katub
atau dinding rongga jantung, trombus ini terbentuk bila terjadi gangguan
irama jantung sehingga terjadi keadaan yang relatif statis pada atrium
seperti pada atrial fibrilasi dan sick sinus sindroma. Emboli dapat juga
terbentuk dari tumor intra kardial, dan pada keadaan yang jarang sekali
dari pembuluh darah vena (pada emboli paradoxical). Beberapa
mekanisme pembentukan emboli pada kelainan jantung di antaranya:
1) Secara mekanis
Misalnya pada atrial fibrilasi, perubahan fungsi mekanik dari
atrium yang timbul setelah gangguan irama mungkin berkorelasi
dengan timbulnya emboli. Endokardium mengoptimalkan jantung
dengan mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium, yang hanya
terjadi pada endokardium utuh. Pada endokardium yang rusak,
trombus dapat menimbulkan respons inotropik pada miokardium
yang bersangkutan dan menimbulkan kontraksi tidak seragam,
sehingga memicu pelepasan trombus menjadi emboli.
2) Stagnasi aliran darah
Pada keadaan seperti fibrilasi atrium, kontraksi yang timbul tidak
adekuat untuk pengisian dan ejeksi ventrikel. Hal yang sama juga
terjadi pada kardiomiopati dilatasi, infark miokard, dan gagal
jantung kongestif. Stagnasi aliran darah di jantung menyebabkan
keadaan hiperkoagulasi yang kemudian mencetuskan pembentukan
emboli.
3) Lain-lain
Reaksi inflamasi di jantung, misalnya akibat vegetasi endokarditis
infektif atau pemakaian katup prostetik, dapat mencetuskan
pembentukan trombus. Pemecahan trombus oleh enzim proteolitik
endokardial berisiko menimbulkan emboli. Pada keadaan lain,
seperti myxoma pada jantung dan emboli yang timbul, mungkin
merupakan pecahan fragmen tumor yang sebelumnya melekat pada
dinding atrium. Pada kasus foramen ovale persisten, emboli yang
terbentuk bersifat paradoks. Emboli yang berasal dari pembuluh
darah vena dapat masuk ke peredaran darah arteri melalui foramen
ovale jika dijumpai pintas kanan ke kiri (Muttaqin, 2008).
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli
ulang pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri
media merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan
arteri cerebri media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri
karotis interna. Medula spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli
dari abdomen danaorta dapat menimbulkan sumbatan aliran darah ke
medulla spinalis dan menimbulkan gejala defisit neurologis

6. Manifestasi Klinis
1) Lobus Frontal
a) Defisit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu
menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Defisit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi
terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental
dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2) Lobus Parietal
a) Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi
superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon
terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b) Defisit bahasa/komunikasi
(1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
(2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
(3) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
(4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
(5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
(6) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
(7) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
(8) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
(9) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak
dengan tepat)
(10) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indra)
(11) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
(12) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau
tempat
(13) Disorientasi kanan kiri
3) Lobus Occipital: defisit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.
4) Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.

7. Komplikasi
Muttaqin (2008) mengatakan bahwa ada beberapa komplikasi infark
emboli:
a. Dalam hal imobilisasi
- Infeksi pernafasan (Pneumoni),
- Nyeri tekan pada dekubitus.
- Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
- Nyeri pada punggung,
- Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
- Epilepsy
- sakit kepala
- Hipoksia serebral
- Herniasi otak
- Kontraktur
Nurarif & Kusuma (2013) menyebutkan bahwa komplikasi lain
yang umumnya terjadi adalah sebagai berikut.
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri, defisit neurologis cenderung memberat, herniasi,
infark miokard, kematian.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat imobilisasi lama, infark miokard, emboli paru,
stroke rekuren, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas.
c. Komplikasi jangka panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, penyakit vaskuler perifer.

8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksan fisik neurologis
1) Saraf Cranial
Pemeriksan saraf cranial meliputi:
a) Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Klien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah klien
mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil yang
valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda.
Klien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya
cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi
dan bila tidak dapat mencium sama sekali disebut anosmi.
b) Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus menggunakaan
snellen
b. Pemeriksan lapangan pandangan menggunakan metode
konfrontasi dari donder 1.
c. Memeriksa keadaan papil optic.
c) Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka
batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang
sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak
mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila Klien mendongakkan kepal ke belakang/ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.
2) Gerakan bola mata.
Klien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada
tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata
(pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling)
dan deviasi conjugate ke satu sisi.
d) Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2
mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran
pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk
pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor/sama,
aanisokor/tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila
tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil).
Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan
funduskopi).
e) Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensory.
a. Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yitu
menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan samping
dan membuka mulut.
b. Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi,
mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan
sebagian mukosa hidung.
c. Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas
rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus
maksilaris dan mukosa hidung.
d. Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas
rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan
lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.
Cara pemeriksaan fungsi motorik :
a. Klien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita
raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya,
tonus serta bentuknya.
b. Kemudian Klien disuruh membuka mulut dan perhatikan
apakah ada deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah
yang lumpuh
Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu
daerah yang dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea
f) Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini
menyebabkan lirik mata ke arah temporal. Untuk N. III, IV dan VI
fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot
mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Cara
pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus
dan strabismus/juling dan apakah ia cendrung memejamkan
matanya karena diplopia.
2. Untuk menilai m. Levator palpebra, Klien disuruh memejamkan
matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.
3. Waktu Klien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan
jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
4. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
5. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan
kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau
tidak rata tepinya.
g) Pemeriksaan N. VII FasialisFungsi : Somatomotorik, viseromotorik,
viserosensorik, pengecapan, somatosensorik.
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat Klien diam dan atas
perintah (tes kekuatan otot) saat Klien diam diperhatikan :
a. Asimetri wajah
b. Kelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan
sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta
lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis
bilateral wajah masih tampak simetrik
c. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang
tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya
d. Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
b. Tes kekuatan otot
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan
kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi
masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
c. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan
pada salah satu sisi lidah.
h) Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealis
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
Cara untuk menilai keseimbangan :
e. Tes romberg yang dipertajam :
- Klien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
- Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
- Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang
dipertajam selama 30 detik atau lebih
b. Tes melangkah di tempat
-
Klien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa
-
Suruh Klien untuk tetap di tempat
-
Tes abnormal jika kedudukan Klien beranjak lebih dari 1 m
dari tempat semula atau badan berputar lebih 30
i) Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
pengecapan, somatosensorik
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior
faring Klien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif),
negative bila tidak ada reflek muntah.
j) Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
somatosensorik
N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi
motorik :
- Klien disuruh menyebutkan aaaaaa
- Perhatikan kualitas suara Klien, apakah suaranya normal,
berkurang, serak atau tidak sama sekali.
- Klien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
- Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan /
disfagia
- Klien disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum
mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan
bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau
bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang
sehat.
k) Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik (reaksi menerima rangsang).
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus
dilakukan dengan cara :
- Klien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan
oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.
- Kita gerakkan bagian badan Klien dan disuruh ia
menahannya.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.
c. Lihat otot trapezius
- apakah ada atropi atau fasikulasi,
- apakah bahu lebih rendah,
- apakah skapula menonjol
- Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu Klien
- Suruh Klien mengangkat bahunya dan kita tahan.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.
l) Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh Klien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam
keadaan istirahat dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
- besarnya lidah,
- kesamaan bagian kiri dan kanan
- adanya atrofi
- apakah lidah berkerut
d. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan

2) Nervus Hipglosus (motorik)


Cara pemeriksaan : Klien disuruh menjulurkan lidah dak menarik
lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah
terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada
hipoglosus. selain pemeriksaan nervus cranialis diatas pemeriksaan
fisik lainya seperti dibawah ini :
a. Refleks Tendon / Periosteum
- Refleks Biceps (BPR)
ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon :
fleksi lengan pada sendi siku.

Gambar 10. Pemeriksaan Reflek Biceps


- Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi
lengan bawah pada sendi siku.

Gambar 10. Pemeriksaan Reflek Triceps


- Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer.
Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises
femoris.
Gambar 11. Pemeriksaan Reflek Patela

- Refleks Achilles (APR): ketukan pada tendon achilles. Respon:


plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.

Gambar 12. Pemeriksaan Reflek Achiles

i. Refleks Patologis
- Babinsky : penggoresan telapak longlegs bagian lateral dari posterior
ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari longlegs dan pengembangan
jari longlegs lainnya.
Gambar 13. Pemeriksaan Reflek Babinski
- Chadock : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti
babinsky.

Gambar 14. Pemeriksaan Reflek Chaddok


- Rossolimo-Mendel : pengetukan ada telapak kaki dan pengetukan
dorsum pedis pada daerah os coboideum.

Gambar 15. Pemeriksaan Reflek Rosolimo-Mendel


- Hoffman : goresan pada kuku jari tengah Klien. Respon : ibu jari,
telunjuk dan jari lainnya fleksi.

Gambar 16. Pemeriksaan Reflek Hoffman


b. Pemeriksaan laboratorium
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin, faal hati,
faal ginjal)
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan yang dapat di lakukan dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya adalah sebagai berikut.
1) CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling
awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya
kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
2) MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke
non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada
setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan
dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.

Gambar 5. Gambaran MRI pada infark arteri


serebri
3) Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian
dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.
4) EEG
Bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark.

Gambar 6. Hasil pemeriksaan EEG

5) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
9. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan medis/ fakrmakologis yang dapat diberikan pada
klien dengan stroke infark antara lain (Muttaqin, 2008):
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
Bila terjadi peningkatan TIK antara lain: hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari
2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30)

d. Menghindari mengejan pada BAB


e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat dilakukan
dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
(Muttaqin, 2008).
C. PATHWAY

pelebaran pembuluh darah peregangan struktur


saat kompensasi intrakranial (durameter
dan pembuluh darah)

herniasi otak

reseptor nyeri:
nosireseptor

Nyeri akut
Iskemik Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
Infark di
bartang otak
Infark di cerebrum

Gangguan
pada medulla
oblongata

Kelemahan
otot-otot
pernapasan

Ketidakefektifan
pola nafas Gangguan
fungsi N. XII

Gangguan
menelan
D. Data yang perlu dikaji
a) Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan
juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga
dapat mempengaruhi.
b) Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran Klien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus,
atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f) Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena Klien kesulitan untuk
berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan
terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g) Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi
bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pemeriksaan fisik nervus cranial :
1) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung Klien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada
lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.
2) Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
3) Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan
akomodasi.
4) Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas,
bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
5) Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea
dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya Klien
akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi,
pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
6) Nervus abdusen dengan cara Klien di suruh menggerakan sisi mata ke
samping kiri dan kanan.
7) Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua
pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
8) Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
9) Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga
posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
10) Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
11) Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, Klien di suruh memutar kepala sesuai
tahanan yang di berikan si pemeriksa.
12) Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di
julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi
lesi.

Pada Klien stroke infark, gangguan nervus cranial yang biasanya terjadi
adalah :

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan


lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat)
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit mati rasa pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga luar;mengecap pada dua pertiga
sekresi kelenjar lakrimalis, anterior lidah; mulut kering;
submandibula dan sublingual; hilangnya lakrimasi; paralisis
ekspresi wajah otot wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis menerus); vertigo; nitagmus
(gerakan bola mata yg cepat
di luar kemampuan)
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan
pada faring dan telinga; pada sepertiga posterior
mengangkat palatum; sekresi lidah; anestesi pada farings;
kelenjar parotis mulut kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan)
pada farings, laring dan suara parau; paralisis palatum
telinga; menelan; fonasi;
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; leher Suara parau; kelemahan otot
Spinal dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah

E. Diagnosa Keperawatan
a) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen di otak (00204)
b) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis
ditandai dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan
penggunaan otot pernapasan tambahan (00032)
c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan secret (00031)
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi,
pergerakan lambat, dan keterbatasan melakukan keterampilan motorik
halus dan kasar (00085)
e) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak ditandai dengan kesulitan mengekspresikan pikiran secara
verbal, sulit bicara, pelo, dan kesulitan menyusun kata (00051)
f) Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan
hemiparese/hemiplegi akibat gangguan neuromuscular ditandai dengan
ketidakmampuan mengakses kamar mandi ketidakmampuan
menjangkau sumber air, dan ketidakmampuan membasuh tubuh
g) Risiko dekubitus berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan terjadinya kekakuan atau kesulitan bergerak satu atau
lebih bagian tubuh (00249)
h) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuscular di tandai
dengan penurunan kekuatan dan ketahanan otot (00035)
i) Ganggaun menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial
(00103)
j) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
fusngsi menelan ditantai dengan anoreksia (00002)
k) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
l) Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik (00093)
m) Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas dan
krisis situasi (00146).
F. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Risiko NOC: NIC:
ketidakefektifan 1) Monitor TTV
perfusi jaringan Setelah dilakukan 2) Monitor AGD, ukuran
serebral tindakan keperawatan pupil, ketajaman,
berhubungan selama ..x 24 jam klien kesimetrisan dan reaksi
dengan penurunan mampu mencapai: 3) Monitor adanya
suplai oksigen di diplopia, pandangan
otak a) Circulation status kabur, nyeri kepala
b) Neurologic status 4) Monitor level
c) Tissue perfusion kebingungan dan
orientasi
Kriteria hasil: 5) Monitor tonus otot
pergerakan
1) Tekanan systole dan 6) Monitor tekanan
diastole dalam rentang intrkranial dan respon
yang diharapka nerologis
2) Tidak ada hipertensi 7) Catat perubahan Klien
ortostati dalam merespon
3) Menunjukkan stimulus
konsentrasi dan 8) Pertahankan parameter
orientasi hemodinamik
4) Pupil seimbang dan 9) Tinggikan kepala 0-45
reaktif derajat tergantung pada
5) Bebas dari aktivitas konsisi Klien dan order
kejang medis.
6) Tidak mengalami
nyeri kepala

2 Ketidakefektifan NOC: NIC:


pola napas b.d Setelah dilakukan Oxygen Therapy:
kerusakan tindakan keperawatan 1) Observasi
neurologis ditandai selama 3 x 24 jam Klien kepatenan jalan
dengan perubahan dapat mempertahankan napas
kedalaman napas, a. Respiratory status: 2) Monitor kecepatan
dispneu/ takipneu, airway patency aliran oksigen
dan penggunaan b. Vital Sign Status 3) Pertahankan posisi
otot pernapasan dengan kriteria hasil: Klien
tambahan 1) Peningkatan 4) Atur peralatan
ventilasi dan oksigenasi
oksigenasi yang 5) Monitor adanya
adekuat kecemasan Klien
1) Memelihara terhadap
kebersihan paru dan oksigenasi
bebas dari tanda 6) Jelaskan pada
distress pernapasan Klien tentang
2) Mendemonstrasikan perlunya
batuk efektif dan penggunaan terapi
suara napas bersih, oksigen
tidak ada sianosis 7) Kolaborasikan
dan dispneu dengan tenaga
3) Tanda-tanda vital kesehatan lain
dalam rentang untuk pengguanaan
normal terapi oksigen
selama beraktivitas
atau istirahat
Vital Sign Monitor:
1) Monitor TTV
sebelum dan
sesudah
beraktivitas
(latihan ROM)
2) Monitor, suhu,
warna, dan
kelembaban kulit.

3. Ketidakefektifan NOC: Airway Management


bersihan jalan napas 1. Respiratory status:
berhubungan dengan ventilation 1. Kaji
penumpukan secret 2. Respiratory status: jumlah/kedalaman
airway patency pernapasan dan
Setelah diberikan asuhan pergerakan dada.
keperawatan selama 1 x 24 2. Auskultasi daerah
jam diharapkan jalan nafas paru-paru, catat area
Klien kembali efektif menurun/tidak adanya
aliran udara serta catat
Dengan kriteria hasil:
adanya suara napas
Secara verbal tidak ada tambahan seperti ronchi,
keluhan sesak crackles dan wheezing.
Suara napas normal 3. Elevasi kepala,
(tidak ada suara nafas sering ubah posisi.
tambahan seperti 4. Bantu Klien dalam
ronchi) melakukan latihan napas
Tidak ada penumpukan dalam.
Demonstrasikan/bantu
sputum
Klien belajar untuk
Batuk (-)
batuk, misalnya
Frekuensi pernapasan menahan dada dan batuk
dalam batas normal efektif pada saat posisi
sesuai usia (16- tegak lurus.
24x/mnt) 5. Lakukan suction atas
indikasi.
6. Berikan cairan +
2500 ml/hari (jika tidak
ada kontraindikasi) dan
air hangat.

Kolaborasi

7. Kaji efek dari pemberian


nebulizer dan fisioterapi
pernapasan lainnya,
misal incentive
spirometer, dan postural
drainage. Lakukan
tindakan selang diantara
waktu makan dan batasi
cairan jika cairan sudah
mencukupi.
8. Berikan pengobatan
atas indikasi: mukolitik,
ekspoktoran,
bronkodilator, dan
analgesik.
9. Berikan cairan
suplemen misalnya IV,
humidifikasi oksigen,
dan humidifikasi
ruangan.
10. Monitor serial chest
X-ray, ABGs, dan pulse
oxymetri.
11. Bantu dengan
bronchoscopy/thoracent
esis jika diindikasikan.
4. Hambatan mobilitas NOC: NIC:
fisik b.d gangguan Setelah dilakukan Exercise therapy:
neuromuscular tindakan keperawatan ambulation
ditandai dengan selama x 24 jam klien 1) Kaji kekuatan otot klien
keterbatasan mampu mencapai: 2) Ubah posisi klien tiap 2
rentang pergerakan a. Joint movement: jam
sendi, pergerakan active 3) Lakukan gerak pasif
lambat, dan b. Mobility Level pada ekstrimitas yang
keterbatasan c. Selfcare: ADLs sakit
melakukan Kriteria hasil: 4) Ajarkan klien tentang
keterampilan pentingnya mobilisasi
motorik halus dan 1) Mengerti tujuan 5) Ajarkan untuk
kasar peningkatan mobilitas melakukan latihan
2) Meningkat dalam gerak aktif pada
aktivitas fisik ekstrimitas yang tidak
3) Memperagakan sakit
menggunakan alat 6) Berikan papan kaki pada
bantu mobilisasi ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya.

4 Hambatan NOC: NIC:


komunikasi verbal Setelah dilakukan Communication
b.d penurunan tindakan keperawatan Enhancement: Speech
selama x 24 jam Klien Defisit
sirkulasi ke otak
dapat mencapai: 1) Dengarkan dengan
ditandai dengan a. Coping penuh perhatian
kesulitan b. Sensory Function: 2) Gunakan kartu baca,
mengekspresikan hearing & Vision kertas, pensil, bahasa
pikiran secara Kriteria hasil: tubuh untuk
verbal, sulit bicara, 1) Komunikasi ekspresif memfasilitasi
pelo, dan kesulitan dan reseptif komunikasi dua arah
menyusun kata 2) Gerakan 3) Ajarkan klien
terkoordinasi: berkomunikasi secara
menggunakan isyarat perlahan
3) Mampu memperoleh, 4) Kolaborasikan dengan
mengatur dan tim medis terkait
menggunakan kebutuhan terapi
informasi. wicara.

5. Defisit perawatan NOC: NIC:


diri mandi b.d Setelah dilakukan Self-care assistance
dengan tindakan keperawatan 1) Kaji kemampuan dan
hemiparese/hemiple selamax24 jam klien tingkat kekurangan
gi akibat gangguan mampu mencapai: dalam melakukan
neuromuscular perawatan diri
ditandai dengan a. Selfcare defisit 2) Ajarkan pentingnya
ketidakmampuan hygiene perawatan diri
mengakses kamar b. Mobility: physical 3) Sediakan peralatan
mandi impaired kebersihan diri di
ketidakmampuan Kriteria hasil: samping tempat tidur
menjangkau sumber 1) Mampu 4) Kolaborasi dengan ahli
air, dan membersihkan tubuh fisioterapi/okupasi
ketidakmampuan secara mandiri tanpa/
membasuh tubuh dengan alat bantu
2) Mampu
mempertahankan
kebersihan dan
penampilan rapi
secara mandiri
a

G. Disharge Planning
Stroke Prevention:
1. Kontrol TD (hipertensi)
2. Turunkan kolesterol: kurangi intake lemak (Saturated fat)
3. Hindari merokok
4. Kontrol DM
5. Jaga keseimbangan BB
6. OR teratur
7. Kelola stress
8. Hindari alkohol
9. Hindari minum sembarang obat
Diet sehat stroke, meliputi konsumsi:
1. Buah dan sayuran yang mengandung kalium, folat dan antioksidan
2. Serat
3. Calsium
4. Produk kacang-kacangan (kedelai)
5. Makanan yang mengandung omega 3
- Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di
rumah (misalnya kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
- Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan
Klien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan
mengajarkan tindakan yang dibutuhkan
- Latihan ROM pasif/aktif
- Mekanisme koping positif

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC
Japardi, I. 2002. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli. Medan: USU
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United
States America
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. Mosby: United States
America
Price, A & Wilson, L. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Rismanto. 2006. Gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke di instalasi
rawat jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.
FKM UNDIP. Semarang. http://www.fkm.undip.ac.id [diakses tanggal
19 Februari 2017]
Sloane, E. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Smeltzer, SC., Bare B.G. 2010. Medical Surgical Nursing Brunner&
Suddarth. Philadhelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Wibowo, Andry. 2014. Stroke Infark The Another Silent Killer.
http://www.medicalera.com/3/652?thread=652 [diakses tanggal 19
Februari 2016]

Anda mungkin juga menyukai