Anda di halaman 1dari 40

EVALUASI PEMBELAJARAN KIMIA

ALAT/INSTRUMEN EVALUASI PEMBELAJARAN

Disusun

Oleh :
Hidayati (16176004)
Kiprah Piawi (16176015)
Repdayanti (16176006)

Dosen Pembimbing
Dr. Hj. Latisma Dj, M.Si.

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

1437 H/2017 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan nikmatNya sehingga makalah yang berjudul Alat/Instrumen
Evaluasi Pembelajaran dapat diselesaikan. Terima kasih diucapkan kepada Ibu
Dr. Hj. Latisma Dj, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran Kimia Program Studi Pendidikan Magister FMIPA UNP.

Disadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh


sebab itu diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Maret 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di era sekarang ini, pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang
harus dipenuhi. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan
potensi yang dimilikinya dan mengubah tingkah laku manusia ke arah
yang lebih baik. Hal ini sesuai tujuan pendidikan nasional yang telah
dirumuskan pada Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional
berupaya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang serta bertanggung jawab.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya siswa,
pengelola sekolah, lingkungan, kualitas pengajaran, kurikulum dan
sebagainya. Usaha peningkatan pendidikan bisa ditempuh dengan
peningkatan kualitas pembelajaran dan sistem evaluasi yang baik. Sistem
penilaian/evaluasi yang baik akan mendorong guru untuk menentukan
strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar yang
lebih baik.
Sebagai pengajar, guru diharapkan tidak hanya dapat memberikan
pelajaran di kelas tetapi juga mampu mengevaluasi pembelajaran dengan
baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu
lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil
belajar, namun perlu penilaian terhadap input, output, dan kualitas proses
pembelajaran itu sendiri. Untuk itu, dalam makalah ini akan dijelaskan
tentang konsep alat evaluasi pembelajaran serta macam-macam alat
evaluasi pembelajaran yaitu teknik nontes dan teknik tes.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep alat evaluasi pembelajaran?
2. Apa saja jenis-jenis alat evaluasi pembelajaran?
3. Bagaimana cara menyusun alat evaluasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep alat evaluasi pembelajaran.
2. Mengetahui jenis-jenis alat evaluasi.
3. Mengetahui penyusunan alat evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Alat Evaluasi Pembelajaran


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alat adalah benda
yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Dalam hal evaluasi, alat sangat
dibutuhkan dalam rangka mencapai suatu penilaian, baik dalam penilaian
secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Dari pengertian umum, alat
adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang
dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan
efisien. Kata alat biasa disebut juga dengan istilah instrumen. Dengan
demikian, alat evaluasi juga dikenal dengan instrumen evaluasi.
Pemahaman tentang instrumen ini menjadi penting karena dalam
praktik evaluasi dan penilaian, pada umumnya guru selalu mendasarkan
pada proses pengukuran. Dalam pengukuran tentu harus ada alat ukur
(instrumen). Banyak alat atau instrumen yang dapat digunakan dalam
kegiatan evaluasi hasil pembelajaran, salah satunya adalah tes (Arifin, 2012:
117). Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau
teknik, maka dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di atas, ada
dua teknik evaluasi yaitu teknik tes dan non-tes (Arikunto, 2015: 40).
Istilah tes tidak hanya populer di lingkungan sekolah, tetapi juga di
luar sekolah bahkan di masyarakat umum. Di sekolah juga kita sering
mendengar istilah pretest, post tes, tes formatif, tes sumatif, dan sebagainya.
Penggunaan tes dalam dunia pendidikan sudah dikenal sejak dahulu kala,
sejak orang mengenal pendidikan itu sendiri. Artinya, tes mempunyai makna
sendiri dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran.
Istilah tes berasal dari bahasa Perancis, yaitu testum berarti piring
yang digunakan untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti
pasir, batu tanah, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, istilah tes
diadopsi dalam psikologi dan pendidikan (Arifin, 2012: 117).
Amir Daien Indrakusumah dalam bukunya yang berjudul Evaluasi
Pendidikan mengatakan bahwa tes adalah suatu alat ukur atau prosedur yang
sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-
keterangan yang diinginkan tentang seseorang dengan cara yang boleh
dikatakan tepat dan cepat. Selanjutnya menurut Muhtar Bukhori dalam
bukunya Teknik-Teknik Evaluasi bahwa tes ialah suatu percobaan yang
diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu
pada seseorang murid atau kelompok murid (Arikunto, 2015:46).
Dilihat dari jumlah peserta didik, tes dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu tes kelompok dan tes perseorangan. Dilihat dari kajian psikologi, tes
dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni tes intelegensi umum, tes
kemampuan khusus, tes prestasi belajar, dan tes kepribadian. Sedangkan jika
dilihat dari cara penyusunannya, tes juga dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu tes buatan guru, dan tes standar. Dilihat dari bentuk jawaban peserta
didik, tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni tes tertulis, tes lisan, dan tes
tindakan.
Sementara yang tergolong teknik non-tes adalah: skala bertingkat
(rating scale); skala sikap (attitude scale); kuesioner (questioner); daftar
cocok (checklist); wawancara (interview); dan riwayat hidup.
Alat ukur tersebut ada yang baik, ada pula yang kurang baik.
Instrument yang baik adalah instrumen yang memenuhi syarat-syarat atau
kaidah-kaidah tertentu, dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan
fungsinya, dan hanya mengukur sampel perilaku tertentu. Adapun
karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliable, relevan,
representatif, praktis, deskriminatif, spesifik, proporsional (Arifin, 2012:
69).
Maka dalam rumusan ini terdapat beberapa unsur penting dari istilah
tes ialah sebagai berikut:
a Pertama, tes merupakan suatu cara atau teknik yang disusun
secara sistematis dan digunakan dalam rangka kegiatan
pengukuran.
b Kedua, di dalam tes terdapat berbagi pertanyaan atau pernyataan
atau serangkaian tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh
peserta didik.
c Ketiga, tes digunakan untuk mengukur suatu aspek perilaku
peserta didik.
d Keempat, hasil tes peserta didik perlu diberi skor atau nilai
(Arifin, 2012: 118).
Ada beberapa teknik dan instrument/alat yang dapat digunakan
sebagai sarana untuk memperoleh informasi tentang keadaan belajar peserta.
Penggunaan berbagai teknik atau alat itu harus disesuaikan dengan tujuan
penilaian, waktu yang tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik, dan
jumlah materi pembelajaran yang sudah disesuaikan. Secara garis besar
teknik penilaian hasil belajar dapat diklasifikasikan atas dua yaitu: Teknik
Tes yang dapat dilakukan secara tertulis, lisan dan perbuatan, Teknik Non
Tes dapat dilakukan melalui observasi atau pengamatan, wawancara, angket
atau studi dokumentasi. Instrument penilaian dalam bentuk tes dan non tes
mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan jenis yang digunakan.
Perbedaan prinsip dari tes dan non tes terletak pada jawaban yang diberikan.
Dalam suatu tes hanya ada kemungkinan benar atau salah, semuanya
tergantung pada keadaan seseorang.
A. Teknik Tes
Ada bermacam-macam rumusan tentang tes. Menurut Amir Daien
Indrakusuma dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan, tes adalah
suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh
data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang,
dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
Selanjutnya, menurut Muchtar Bukhori dalam buku Teknik-Teknik
Evaluasi, mengatakan , tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang
murid atau kelompok murid.
Definisi terakhir yang dikemukakan disini yakni menurut Websters
Collegiate, yang dalam bahasa Indonesia tes adalah serentetan pertanyaan
atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok.
Definisi-definisi di atas disajikan dalam buku Encyclopedia of
Education Evaluation yang di dalam buku tersebut diterangkan pula bahwa
pengertiannya dipersempit dengan menyederhanakan definisi yaitu tes
adalah penilaian yang komprehensif terhadap seseorang individu atau
keseluruhan usaha evaluasi program.
Secara konseptual, para ahli psikolog maupun pendidikan sependapat
dengan apa yang dimaksud dengan tes, walaupun diformulasikan dengan
cara yang berbeda. Menurut Anne Anastasi, yang dimaksud dengan tes
adalah alat pengukur yang mempunyai standard yang objektif sehingga
dapat digunakan secara meluas serta dapat digunakan untuk mengukur.
Cronbach (1970) mengemukakan bahwa: a test is a systematic procedure
for observing a persons behaviour and describing it with aid of numerical
scale or category system. Selain itu Friedenberg menyatakan bahwa: a test
is a type of assessment that uses specific procedures to obtain information
and convert that information to numbers or scores. Dari beberapa pendapat
yang dikemukakan itu dapat disimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan,
tes adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengukur tingkah laku
peserta didik atau merupakan alat pengukur yang mempunyai standar
tertentu yang objektif mengenai tingkah laku seseorang atau sekelompok
peserta didik yang dapat digambarkan dalam bentuk skala angka, atau
sistem kategori. Dari gambaran ini akan dapat dibandingkan tingkah laku
atau prestasi seorang peserta didik dengan peserta didik lainnya atau
dibandingkan dengan nilai standard tertentu. Dalam prakteknya,
pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes
tertulis), secara lisan (tes lisan) dan dengan perbuatan.
1. Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes dalam bentuk tertulis dan harus dijawab
peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis
secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Tes Objektif, misalnya bentuk pilihan ganda (multiple choice),
jawaban singkat atau isian, benar salah, dan bentuk menjodohkan;
b. Tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya
dapat dilakukan secara objektif) atau disebut juga dengan uraian
tertutup dan tes uraian non-objektif (penskorannya sulit dilakukan
secara objektif) yang biasa juga disebut tes uraian terbuka
2. Tes Lisan
Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta
didik. Tes ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya
adalah: 1) dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang
dimiliki peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan
secara berhadapan langsung, 2) bagi peserta didik yang kemampuan
berpikirnya relative lambat sehingga sering mengalami kesukaran
dalam memami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat menolong sebab
peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang
dimaksud dan 3) hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik.
Kelemahannya adalah: 1) sifat subjektivitas dari pendidik sering
mencemari hasil tes dan 2) Waktu pelakasaan yang diperlukan relative
cukup lama.
3. Tes Perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam
bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan
perbuatan atau unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak
peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai
dengan hasil yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada
umumnya diperlukan sebuah format pengamatan, yang bentuknya
dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat menuliskan angka-angka
yang diperolehnya pada tempat sudah disediakan. Bentuk formatnya
dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes perbuatan yang
sifatnya individual, sebaiknya menggunakan format pengamatan
individual. Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secara kelompok
digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan untuk keperluan
pengamatan kelompok.

B. Jenis-Jenis Tes
Tes sebagai alat pengukur hasil belajar dapat dibedakan atas beberapa
jenis. Perbedaan jenis ini dapat ditinjau dari beberapa sudut pandangan.
1. Ditinjau dari fungsi tes sebagai alat pengukur perkembangan atau
kemajuan belajar peserta didik, tes dapat digolongkan menjadi 6
golongan.
a. Tes Awal
Tes awal sering dikenal pretes, dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat menguasai
materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan. Tes awal
dilaksanakan sebelum bahan atau materi pembelajaran diberikan
kepada peserta didik. Jika pada tes awal semua materi yang
diujikan sudah dikuasai oleh peserta didik dengan baik, maka
tindak lanjutnya adalah materi yang ditanyakan pada tes awal
tersebut tidak perlu dibelajarkan lagi. Materi yang diberikan
kepada peserta didik adalah materi yang belum dikuasai atau
dipahaminya.
b. Tes Akhir
Tes akhir yang dikenal juga postes adalah tes yang
dilaksanakan di akhir proses pembelajaran dengan tujuan untuk
mengetahui apakah semua yang dipelajari sudah dipahami atau
dikuasai oleh peserta didik dengan sebaik-baiknya. Isi atau materi
tes ini adalah materi yang telah diajarkan kepada peserta didik.
Biasanya soal-soal untuk tes akhir dibuat sama dengan soal-soal tes
awal. Dengan demikian dapat diketahui apakah sesudah
pembelajaran dilaksanakan hasil belajar lebih baik, sama atau
mungkin lebih rendah dibandingkan sebelum proses pembelajaran
dilaksanakan. Jika hasil tes akhir itu lebih baik daripada tes awal,
maka dapat diartikan bahwa program pembelajaran telah berjalan
baik.
c. Tes Diagnostik
Seorang pendidik, sebelum memberi bantuan kepada
peserta didik tentang masalah yang dihadapi mereka dalam
memahami isi pembelajaran, maka pendidik harus
memeriksa/mengetahui terlebih dahulu, konsep apa yang tidak atau
belum dipahami oleh peserta didilk dan kenapa mereka tidak
memahaminya. Untuk itu perlu dilakukan tes diagnostik untuk
mengetahui apa permasalahannya dan kenapa ada permasalahan
tersebut. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan perserta didik sehingga
berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan
perlakuan yang tepat
Tes dianostik dilakukan terhadap peserta didik yang sedang
belajar. Tidak semua peserta didika dapat menerima pelajaran yang
diberikan oleh pendidik dengan benar. Untuk itu pendidik perlu
memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari
bahan pelajaran yang diberikan itu yang belum dikuasai oleh
peserta didik. Selain itu pendidik seharusnya dapat mendeteksi apa
sebab peserta didik tersebut belum menguasai bahan pelajaran itu.
Dengan demikian pendidik dapat memberikan bantuan kepada
peserta didik bersangkutan untuk dapat memahami atau menguasai
bahan pelajaran.
d. Tes Formatif
Tes formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan peserta didik telah terbentuk setelah mengikuti suatu
program pembelajaran tertentu. Tes formatif diberikan pada akhir
program pembelajaran. Evaluasi formatif mempunyai manfaat baik
bagi peserta didik maupun pendidik.
Bagi peserta didik tes formatif bermanfaat untuk hal-hal
berikut ini.
1) Mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai bahan
program secara menyeluruh.
2) Penguat (reinforcement) bagi peserta didik. Dengan mengetahui
bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang
tinggi sesuai dengan yang diharapkan maka hal ini akan
meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar
3) Usaha perbaikan, dengan umpan balik yang diperoleh setelah
dilakukan tes, peserta didik mengetahui kelemahan-
kelemahannya. Dengan demikian akan ada motivasi peserta
didik untuk belajar lebih giat lagi.
4) Diagnosa. Dengan mengetahui hasil tes formatif, peserta didik
dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan
pelajaran yang masih dirasakan sulit.
Tes formatif juga bermanfaat bagi pendidik yaitu untuk: 1)
mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat
diterima oleh peserta didik, 2) mengetahui apakah program
pembelajaran yang diberikan sudah tepat dalam arti sesuai dengan
kecakapan dan kebutuhan peserta didik, 3) mengetahui apakah
metode, pendekatan atau strategi yang digunakan sudah tepat, 4)
mengetahui seberapa jauh program pembelajaran yang ditentukan
akan tercapai.
e. Tes Sumatif
Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya sekelompok
program pembelajaran atau sebuah program yang lebih besar.
Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan
dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan
dengan ulangan umum yang biasanya dilakasanakan pada akhir
semester atau akhir catur wulan. Dengan demikian tes sumatif
disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah dipelajari selama
satu semester atau satu caturwulan.
Hubungan tes formatif dengan tes sumatif dapat kita
gambarkan sebagai berikut:

Program Program Program Program Program

F F F F F

Keterangan:
F = tes formatif
S = tes sumatif

Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis, supaya semua


peserta tes memperoleh soal yang sama. Adapun tujuan dari tes
sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan
keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dari tes sumatif dapat
ditentukan apakah peserta didik dapat dapat mengikuti program
S
pembelajaran berikutnya yang lebih tinggi atau tidak. Selain itu
hasil tes sumatif digunakan untuk memberikan informasi tentang
kemajuan peserta didik kepada pihak orang tua, lembaga-lembaga
pendidikan lainnya yang dituangkan dalam bentuk rapor atau surat
tanda tamat belajar.
Tabel 1. Beda tes formatif dan Tes sumatif
Tes Formatif Tes Sumatif
1) Tidak untuk memberi angka 1) Untuk memberikan nilai
atau tindakan kepada peserta didik
2) Memberi informasi tentang 2) Dapat digunakan untuk
kekuatan dan kelemahan menentukan kedudukan
peserta didik atau kadar peserta didik
3) Tidak sering dilakukan
penguasaan peserta didik
dan jarak antara tes I dan
tentang tugas yang
tes II lebih lama
diberikan
4) Dapat digunakan untuk
3) Dilakukan dengan jarak
menentukan
waktu yang lebih pendek
4) Dapat dipakai sebagai dasar dapat/tidaknya seorang
penyempurnaan kegiatan peserta didik mengikuti
peserta didik berikutnya suatu
atau membantu peserta program/kelas/tingkat
didik dalam belajar berikutnya.

Pada pelakasanaannya di sekolah, menurut Peraturan


Menteri Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2007, ulangan terdiri
atas ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, dan ulangan kenaikan kelas;
1) Tes pada akhir setiap kompetensi dasar (KD) dinamakan
ulangan harian (UH) yang dapat disamakan dengan tes
formatif.
2) Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
setelah melaksanakan 8 9 minggu kegiatan pembelajaran.
Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang
mempresentasikan seluruh KD pada periode tersebut; Ulangan
tengah semester ini dapat disamakan dengan tes sub sumatif
3) Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator
yang mempresentasikan semua KD pada semester tersebut.
Ulangan ini dapat disamakan dengan tes sumatif.
4) Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan
pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik di akhir semester genap pada satuan
pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan
meliputi seluruh indikator yang mempresentasikan KD pada
semester tersebut
Ada beberapa manfaat tes sumatif, diantaranya yang
penting adalah sebag berikut:
1. Untuk menentukan nilai peserta didik, nilai dari tes sumatif ini
digunakan untuk menentukan kedudukan peserta didik.
2. Untuk menentukan dapat tidaknya seorang peserta didik dapat
mengikuti kelompok dalam menerima program pembelajaran
berikutnya.
3. Sebagai informasi kemajuan belajar peserta didik. Data tentang
kemajuan belajar peserta didik ini baik dalam bentuk rapor
atau surat keterangan ini berguna bagi orang tua peserta didik
sebagai informasi tentang tingkat keberhasilan anaknya di
sekolah, b) petugas bimbingan dan penyuluhan di sekolah
sebagai bahan pertimbangan dalam rangka pemberian bantuan
kepada peserta didik agar mereka dapat secara optimal dan c)
pihak-pihak lain apabila peserta didik tersebut pindah dari satu
sekolah ke sekolah ke sekolah lainnya.
4. Umpan balik bagi pendidik dan peserta didik.

f. Tes Seleksi
Tes seleksi biasa juga disebut Ujian Masuk dilaksanakan
dalam rangka penerimaan peserta didik baru untuk memilih calon
peserta didik yang tergolong baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes. Sesuai dengan tujuannya yaitu menyeleksi atau
melakukan penyaringan, maka materi atau soal-soal tes seleksi
terdiri dari butir-butir soal yang sulit, sehingga hanya calon-calon
yang tergolong yang memiliki kemampuan tinggi sajalah yang
mungkin dapat menjawab butir-butir soal tersebut dengan benar.
Sebagai tindak lanjut dari hasil tes seleksi, maka para calon yang
dianggap memenuhi persyaratan minimal yang telah ditentukan,
dinyatakan sebagai peserta tes yang lulus dan dapat diterima
sebagai peserta didik baru. Mereka yang dipandang kurang
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, dinyatakan tidak
lulus atau tidak dapat diterima sebagai peserta didik baru.

2. Berdasarkan atas jumlah peserta atau pengikut tes maka tes hasil
belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:
a. Tes individu (individual test)
Tes individual yaitu suatu tes diamana pada saat tes diberikan tester
hanya menghadapi satu orang testee.
b. Tes kelompok (group test)
Tes kelompok yaitu tes dimana pada saat tes itu diberikan tester
menghadapi sekelompok anak.

3. Ditinjau dari segi penyusunannya, tes hasil belajar dibedakan atas tiga
jenis yaitu:
a. Tes buatan pendidik (guru)
Tugas buatan pendidik yaitu tes yang disusun sendiri oleh pendidik
yang akan mempergunakan tes tersebut.
b. Tes buatan orang lain yang tidak distandarisasi
Seorang pendidik dapat memepergunakan tes-tes yang dibuat orang
lain yang dianggap cukup baik. Misalnya, tes-tes yang disusun oleh
teman sejawat yang lebih berpangalaman, atau tes-tes yang
biasanya dimuat pada akhir tiap bab dari suatu buku pelajaran.
c. Tes standar atau tes yang sudah distandarisasi, yaitu tes yang telah
cukup valid dan reliabel berdasrkan uji coba terhadap sampel yang
cukup luas dan representatif.
4. Ditinjau dari bentuk jawaban atau bentuk respon maka tes hasil belajar
dibedakan atas dua jenis yaitu:
a. Tes tindakan (tes non verbal), yaitu apabila jawaban atau respon
peserta didik diberikan dalam bentuk tingkah laku, dan bukan
berupa ungkapan kata-kata atau kalimat. Jadi peserta didik berbuat
sesuai dengan perintah atau pertanyaan yang diberikan. Misalnya
dalam pembelajaran kimia, untuk mengetahui apakah seorang
peserta didik memahami cara menggunakan pipet ukur, maka cara
yang paling baik adalah menyuruh peserta didik tersebut
memperagakan cara menggunakan pipet ukur tersebut.
b. Tes verbal
Tes verbal Yaitu tes diamana jawaban atau respon yang diberikan
oleh peserta tes berbentuk bahasa, baik bahasa lisan maupun
tulisan. Jadi peserta didik akan mengucapkan atau menuliskan
jawabannya sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah yang
diberikan.

5. Ditinjau dari segi aspek psikis (kejiwaan) yang ingin diungkap, tes
dapat dibedakan menjadi lima golongan.
a. Tes inteligensi, yaitu tes yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang
b. Tes bakat, yaitu tes yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki
testee.
c. Tes sikap, yaitu salah satu jenis tes yang digunakan untuk
mengungkap kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu
respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-
individu maupun objek-objek tertentu
d. Tes kepribadian, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan
mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang sedikit banyaknya
bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara
dan lain-lain.
e. Tes hasil belajar yang sering juga disebut dengan istilah tes
pencapaian, yaitu tes yang biasa digunakan untuk mengungkap
tingakat pencapaian atau prestasi belajar.
6. Ditinjau dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menjawab
atau menyelesaikan tes, maka tes dapat dibagi atas:
a. Power test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan untuk testee
menyelesaikan tes tidak dibatasi. Biasanya soal cendrung lebih
sulit.
b. Speed test, yaitu test dimana waktu yang disediakan untuk testee
menyelesaikan tes tersebut dibatasi.

7. Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan


jawabannya, tes dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
a. Tes tertulis, yaitu tes dimaana tester dapat mengajukan butir-butir
pertanyaan dilakukan secara tertulis dan testee memberikan
jawabannya secara tertulis juga.
b. Tes lisan, yaitu tes dimana tester di dalam mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dilakukan secara lisan dan testee memberikan
jawabannya secara lisan juga.

8. Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan, tes hasil belajar dapat
dibedakan atas dua jenis yaitu:
a. Tes objektif (objective test), yaitu tes yang terdiri dari item-item
yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif yang
benar dari sejumlah alternatif yang tersedia, atau dengan mengisi
jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol.
b. Tes uraian (essay test), atau tes yang disebut juga tes subjektif yaitu
suatu bentuk tes yang terdiri dari satu pertanyaan atau suatu
perintah yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uaraian
yang relatif panjang. Tes essay lebih banyak digunakan untuk
mengukur kemampuan yang lebiih tinggi dalam aspek kognitif,
sebab melalu tes ini peserta didik diajak untuk dapat menjelaskan,
membandingkan, mengungkapkan, menginterpretasikan atau
menilai suatu objek evaluasi.

C. Teknis Non Tes


Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak
mengunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian
peserta didik secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap
sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain. Yang berhubungan dengan
kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara
kelompok.
Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik
melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif, tetapi juga dapat dinilai oleh
alat-alat nontes atau bukan tes. Alat-alat bukan tes yang sering digunakan
antara lain ialah observasi, wawancara, kuesioner, skala (rating scale),
checklist, dan portofolio.
Wawancara dan kuisioner pada umumnya digunakan untuk menilai
aspek kognitif seperti pendapat atau pandangan seorang serta harapan dan
aspirasinya di samping aspek afektif dan perilaku individu. Skala bisa
digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap dan skala minta
serta aspek kognitif seperti skala penilaian. Observasi pada umumnya
digunakan untuk memperoleh data mengenai perilaku individu atau proses
kegiatan tertentu.
Kelebihan nontes dari tes adalah sifatnya lebih komprehensif, artinya
dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek dari individu sehingga tidak
hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotoris. Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar
masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam
menilai hasil dan proses belajar. Para guru di sekolah pada umumnya lebih
banyak menggunakan tes daripada bukan tes mengingat alatnya mudah
dibuat, penggunaannya lebih praktis, dan yang dinilai terbatas pada aspek
kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh peserta didik setelah
menyelesaikan pengamalan belajarnya
1. Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pendidik untuk
mendapatkan informasi tentang peserta didik dengan cara mengamati
tingkah laku dan kemampuannya selama kegiatan observasi
berlangsung. Melalui observasi seorang pendidik dapat mengetahui
tingkah laku non verbal dari pada peserta didik. Observasi dapat
ditujukan kepada peserta didik secara perorangan atau kelompok. Jika
observasi digunakan sebagai instrumen evalusi, maka harus diingat
bahwa pencatatan hasil observasi pada umumnya lebih sukar
dibandingkan dengan mencatat jawaban-jawaban peserta didik terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes, sebab respon
yag diberikan oleh peserta didik adalah berupa tingkah laku. Pencatatan
segala sesuatu yang terlihat atau teramati dalam observasi perlu sekali
karena hasilnya akan dijadikan landasan dalam menilai makna yang
terkandung dibalik tingkah laku tersebut. Dalam kegiatan observasi
perlu disiapkan format pengamatan atau lembar observasi yang berguna
untuk mencatat data yang diperoleh dari observasi. Format pengamatan
dapat berisi: perilaku-perilaku atau kemampuan yang akan dinilai, batas
waktu pengamatan.
Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami,
dimana kita semua sering melakukannya, baik secara sadar maupun
tidak sadar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, guru sering
melihat, mengamati, dan melakukan interprestasi. Dalam kehidupan
sehari-haripun kita sering mengamati orang lain. Pentingnya observasi
dalam kegiatan evaluasi pembelajaran mengharuskan guru untuk
memahami lebih jauh tentang judgement, bertindak secara reflektif, dan
menggunakan komentar orang lain sebagai informasi untuk membuat
judgement yang lebih reliabel.
Hal yang harus dipahami oleh anda adalah bahwa tidak semua apa
yang dilihat disebut observasi. Dengan kata lain, observasi yang
dilakukan oleh guru di kelas tidak cukup dengan hanya duduk dan
melihat melainkan harus dilakukan secara sistematis, sesuai dengan
aspek-aspek tertentu, dan berdasarkan tujuan yang jelas. Untuk
memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemampuan anda dalam
melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal yang
sederhana sampai dengan hal-hal yamg kompleks.
Observasi merupakan salah satu alat evaluasi jenis nontes yang
dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam
situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai
tujuan tertentu. Observasi tidak hanya digunakan dalam kegiatan
evaluasi, tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama penelitian
kualitatif (qualitative research). Tujuan utama observasi adalah :
1) Untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu
fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik
dalam situasi sesungguhnya maupun dalam situasi buatan.
2) Untuk megukur perilaku kelas, interaksi antara peserta didik dan
guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama
kecakapan sosial (social skills).
Dalam evaluasi, observasi dapat digunakan untuk menilai proses
dan hasil belajar peserta didik, seperti tingkah laku peserta didik pada
waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Dalam
melakukan evaluasi kita harus memahami tentang :
a) Konsep dasar observasi, mulai dari pengertian, tujuan, fungsi,
peranan, karakteristik, prinsip-prinsip sampai dengan prosedur
observasi.
b) Perencanaan observasi, seperti menentukan kegiatan apa yang akan
diobservasi, siapa yang akan melakukan observasi, rencana
sampling, menyusun pedoman observasi, melatih pihak-pihak yang
akan melakukan observasi dalam mengunakan pedoman observasi.
c) Prosedur observasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengolahan dan penafisran sampai dengan pelaporan hasil
observasi.
Observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain :
1) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar
pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari permasalahan.
2) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis,
objektif dan rasional.
3) Terdapat berbagai aspek-aspek yang akan diobservasi.
4) Praktis penggunaannya.
Terdapat enam ciri-ciri dalam observasi :
a) Observasi mempunyai arah yang khusus, bukan secara tidak teratur
melihat sekeliling untuk mencari kesan-kesan umum.
b) Observasi ilmiah tentang tingkah laku adalah sistematis, bukan
secara sesuka hati dan untung-untungan mendekati situasi.
c) Observasi bersifat kuantitatif, mencatat jumlah peristiwa tentang
tipe-tipe tingka laku tertentu.
d) Observasi mengadakan pencatatan dengan segera, pencatatan-
pencatatan dilakukan secepat-cepatnya, bukan menyandarkan diri
pada ingatan.
e) Observasi meminta keahlihan, dilakukan oleh seseorang yang
memang telah terlatih untuk melakukannya.
f) Hasil-hasil observasi dapat dicek dan dibuktikan untuk menjamin
keadaan dan kesahihan.
Ciri-ciri observasi diatas mempunyai kelemahan yang pertama,
dalam penyelidikan yang bersifat eksploitatif, justru yang bersifat
kuantitatif kebanyakan dikesampingkan, kedua, dalam observasi
partisipan tidak dapat dilakukan pencatatan dengan segera. Oleh sebab
itu, observasi harus dilakuakn dengan hati-hati dan terencana.
Ditinjau dari segi kedudukan pengamat dalam observasi, maka
observasi dapat dibedakan dalam tiga bentuk:
a. Observasi partisipasi (participant observation)
Observasi Partisipasi yaitu jika pengamat (observer) secara
teratur terlibat langsung dalam kegaitan yang diamati. Dengan cara
demikian pengamat betul-betul memahami dan menghayati
kejadian tersebut. Dalam observasi yang perlu diperhatikan adalah
bahwa sedapat mungkin peserta didik yang diamati tidak
mengetahui bahwa dia sedang diamati.
b. Observasi non partisipasi (non-participant observation)
Observasi non partisipasi yaitu observasi diamana
pengamat tidak terlibat langsung atau tidak ikut serta dalam
kegiatan yang diamati. Observer seolah-olah hanya sebagai
penonton saja.
c. Observasi quasi partisipasi
Observasi quasi partisipasi yaitu apabila pengamat ikut
terlibat dengan kegiatan pada saat-saat tertentu, sedang pada saat
lain berada diluar kegiatan.

Ditinjau dari sisi terkontrol atau tidaknya observasi itu dilakukan,


maka observasi dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu:
a. Observasi terstruktur atau observasi sistematis
Observasi terstruktur adalah observasi dimana kegiatan
pengamat ditetapkan berdasarkan kerangka kerja yang memuat
faktor-faktor yang telah diatur kategorinya. Isi dan luas materi
observasi ditetapkan dan dibatasi dengan tegas. Karena itu
pengamatan atau pencatatan yang dilakukan bersifat selektif.
Faktor-faktor yang tercantum dalam pedoman observasi itulah yang
diamati dan dicatat. Pedoman yang diamati diwujudkan dalam
bentuk formulir atau bangko yang didalamnya dimuat aspek-aspek
atau tingkah laku yang akan diamati atau dicatat pada waktu
berlangsungnya proses pembelajaran.
Berikut ini adalah contoh intsrumen evaluasi (lembar observasi)
dalam rangka penilaian aktifitas peserta didik dengan observasi
terstruktur.
Contoh.
Mata pelajaran :
Topik :
Kelas :
Semester :
Nama peserta didik :
Hari dan tanggal :
No Aktifitas/ aspek yang dinialai Skor/ nilai Keterangan
.
1. Berada dalam kelas selama proses
pembelajaran.
2. Mengerjakan tugas
3. Mengajukan pertanyaan
4. Memberi respon terhadap pertanyaan
atau jawaban teman
5. Menjawab pertanyaan pendidik
6. Terlibat dalam diskusi kelompok
7. Dan lain-lain
Jumlah skor/ nilai

Lembar observasi diatas adalah lembar penilaian untuk


masing-masing individu peserta didik. Lembar observasi dapat juga
dibuat dalam bentuk kolektif. Contohnya sebagai berikut:
Mata pelajaran :
Topik :
Kelas :
Semester :
Hari dan tanggal :
No Nama Peserta Skor/nilai tiap Jumlah Rata-rata
. Didik aktifitas
1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
6
7
8

Keterangan:
1. Berada dalam kelas selama proses pembelajaran.
2. Mengerjakan tugas
3. Mengajukan pertanyaan
4. Memberi respon terhadap pertanyaan atau jawaban teman
5. Menjawab pertanyaan pendidik
6. Terlibat dalam diskusi kelompok.

b. Observasi tidak terstruktur atau observasi non sistematik


Observasi tidak terstruktur adalah observasi dimana segala
kegiatan pengamat tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang
pasti, tetapi dibatasi semata-mata oleh tujuan dari observasi itu
sendiri. Contohnya seorang pendidik mengadakan observasi ke
perpustakaan untuk mengamati kegiatan peserta didik di
perpustakaan, kemudian mencatat apa saja yang dilakukan peserta
didik di perpustakaan.
Jika dibandingkan dengan teknik tes maka ada perbedaan
antara tes dengan observasi yaitu:
1) Tes selalu terjadi dalam situasi yang bersifat buatan (arbitrer)
sedangkan observasi selalu terjadi pada situasi yang bersifat
wajar.
2) Situasi tes dapat ditimbulkan oleh pendidik atau orang yang
melakukan tes, sedangkan situasi yang dapat diobservasi harus
timbul dari orang yang diobservasi.
3) Oleh karena tes dapat dilakukan oleh pendidik, maka tes dapat
dilaksanakan sewaktu-waktu apabila diinginkan. Sedangkan
observasi tdak dapat dilakukan setiap saat yang diinginkan.
4) Tes dapat diberikan pada sejumlah besar peserta didik dalam
waktu yang sama. Sedangkan untuk melaksnakan observasi
harus memperhatikan peserta didik satu persatu.
Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan
observasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Diantara
kelebihan yang dimiliki oleh observasi itu adalah:
1) Data pengamatan diperoleh langsung dilapangan yaitu dengan
jalan mengamati kegiatan peserta didik sehingga data tersebut
dapat lebih objektif dalam menggambarkan tingkah laku peserta
didik menurut keadaan yang sebenarnya (dalam kondisi yang
wajar).
2) Observasi dapat dilakukan dalam berbagai situasi, baik di dalam
maupun diluar kelas.
Evaluator harus menyadari bahwa observasi ini juga
mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain:
1) Observasi tidak dapat dilakukan terhadap beberapa situasi atau
beberapa anak dalam waktu yang sama.
2) Penafsiran terhadap hasil-hasil observasi sering bersifat
subjektif. Untuk mengurangi subjektifitas penafsiran, maka
sebaiknya observasi dilakuan terstruktur menggunakan lembar
observasi yang sudah dipersiapkan secara matang.
3) Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru
dapat mengungkap kulit luar nya saja. Adapun apa-apa yang
sesungguhnya terjadi dibalik pengamatan itu belum dapat
diungkap seara tuntas hanya dengan melakukan observasi saja.
Oleh seba itu sebaiknya observasi didukung dengan cara-cara
yang lainya misalnya dengan wawancara.
Berhasil tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung
pada pengamat, bukan pada pedoman observasi. Oleh karena itu,
memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi
yang diamati sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses
belajar mengajar dapat dilaksanakan oleh guru dikelas pada saat
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak
perlu terlalu formal memperhatikan siswa, tetapi ia mencatat secara
teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh setiap peserta
didik. Misalnya hubungan sosial peserta didik dalam diskusi.
Partisipasi peserta didik dalam memecahkan masalah. Dan
tanggung jawab dalam mengerjakan tugas. Lebih dari itu guru
dapat pula mengamati hasil belajar peserta didik, setelah peserta
didik selesai mengerjakan tugas-tugas belajarnya seperti ketelitian,
kesungguhan, ketepatan jawaban, dan tulisan atau bahasa. Dengan
demikian, observasi sangat dimungkinkan penggunaannya oleh
guru, baik dalam menilai proses belajar mengajar maupun dalam
menilai hasil belajar peserta didik. Observasi juga lebih praktis
dibandingkan dengan alat penilaian bukan tes lainnya (Sudjana,
2012:94)

2. Wawancara
Teknik wawancara pada satu segi mempunyai kesamaan arti
dengan tes lisan yang telah diuraikan di atas. Teknik wawancara ini
diperlukan pendidik untuk tujuan mengungkapkan atau menanyakan
lebih lanjut hal-hal yang kurang jelas informasinya. Teknik wawancara
ini dapat pula digunakan sebagai alat untuk menelusuri kesukaran yang
dialami peserta didik tanpa ada maksud untuk menilai. Wawancara
adalah suatu metode atau cara yang diguanakan untuk mendapatkan
jawaban responden (orang yang diwawancarai atau interviewee) dengan
jalan tanya jawab. Dalam wawancara ini responden atau orang yang
diwawancarai tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan
pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh pewawancara.
Diantara kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah bahwa
dengan melakukan wawancara, pewawancara sebagai evaluator dapat
melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang dinilai, sehingga
dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
Melalui wawancara, data dapat diperoleh dalam bentuk kualitatif
maupun kuantitatif, pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas dapat
diualng dan dijelaskan lagi, begitu juga sebaliknya, jawaban-jawaban
yang belum jelas dari interviewee (orang yang diwawancarai), dapat
diminta lagi untuk menjelaskannya. Wawancara juga dapat dibantu
dengan alat perekam suara sehingga jawaban yang diberikan dapat
dicatat secara lengkap, sehingga membantu pewawancara dalam
menganalisis jawaban-jawaban yang diberian interviwee. Menurut
Arifin (2012) tujuan dari wawancara adalah :
1) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan
suatu situasi dan kondisi tertentu.
2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau
orang tertentu.
Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Wawancara tepimpin (guided interview) yang juga dikenal denga
wawancara terstruktur (structure interview) atau wawancara
sistematis (wawancara systematic) yaitu wawancara yang
dilakukan oleh evaluator denga cara mengajukan pertanyan-
pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini
yang diwawancarai pada waktu menjawab pertanyaan tinggal
memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh pewawancara.
b. Wawancara bebas, yang juga dikenal dengan wawancara tidak
terpimpin (un-guided interview) atau wawancara sederhana (simple
interview) atau wawancara tidak sistematis (nonsystematic
interview) dimana orang yang diwawancarai mempunyai kebebasan
untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-
patokan yang telah dibuat oleh pewawancara atau evaluator.
Kelemahan dari wawancara yang dilakukan secara bebas ini adalah
pada saat menganalisis dan menarik kesimpulan dari hasil
wawancara. Pewawancara sebagai evaluator akan dhadapkan pada
kesulitan-kesulitan terutama jika jawaban yang diberikan berbelit-
belit atau beraneka ragam. Mencatat hasil wawancara yang bebas
dan sulit, oleh karena itu pewawancara harus terampil dalam
mencatat pokok-pokok jawaban yang diberikan oleh orang yang
diwawancarai.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
wawancara, yakni :
a) Tahap awal pelaksanaan wawancara
b) Penggunaan pertanyaan
c) Pencatatan hasil wawancara
Tahap awal wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi
wawancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban
sehingga peserta didik tidak merasa takut, dan ia terdorong untuk
mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur. Setelah
kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan
sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap
dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah
dibuat sebelumnya.
Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur, pewawancara
membacakan pertanyaan dan, kalau perlu alternatif jawabannya. Peserta
didik diminta mengemukakan pendapatnya, lalu pendapat siswa
diklasifikasikan ke dalam alternatif jawaban yang telah ada. Bila
wawancara tak berstruktur, baca atau ajukan pertanyaan, lalu peserta
didik diminta menjawab secara bebas.
Tahap terakhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil
wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat
hasil wawancara berstruktur cukup mudah sebab tinggal memberikan
tanda pada alternatif jawaban, misalnya melingkari salah satu jawaban
yang ada. Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mencatat
pokok-pokok isi jawaban peserta didik pada lembaran tersendiri. Yang
dicatat adalah jawaban apa adanya dari peserta didik, jangan tafsiran
pewawancara ditambah dan dikurangi.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman
wawancara. Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya
untuk mengetahui pemahaman bahan pengajaran (hasil belajar)
atau mengetahui pendapat peserta didik mengenai kemampuan
mengajar yang dilakukan guru (proses belajar-mengajar).
b) Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek yang akan
diungkap dari wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan
dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara. Aspek yang
diungkap diurutkan secara sistematis mulai dari yang sederhana
menuju yang kompleks dari yang khusus menuju yang umum, atau
dari yang mudah menuju yang sulit.
c) Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk
berstruktur ataukah bentuk terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua
bentuk tersebut. Misalnya untuk beberapa aspek digunakan
pertanyaan berstruktur, dan untuk beberapa aspek lagi dibuat secara
bebas.
d) Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c)
diatas, yakni membuat pertanyaan yang berstuktur dan atau yang
bebas.
e) Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan
menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman untuk wawancara
berstruktur maupun untuk wawancara bebas (Sudjana, 2012:69)
Menurut Arifin (2012) dalam melaksanakan wawancara perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Hubungan baik antara pewawancara dengan orang yang
diwawancarai perlu dipupuk dan dibina, sehingga akan tampak
hubungan yang sehat dan harmonis.
2. Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukkan sikap yang bebas,
ramah, terbuka, dan adaptasikan diri dengan responden.
3. Perlakukan responden itu sebagai sesama manusia secara jujur.
4. Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik, sehingga
pertanyan-pertanyaan yang diajukan bersifat netral.
5. Pertanyaan hendaknya jelas, tepat, dengan bahasa yang sederhana.

3. Kuesioner
Kuesioner yang sering disebut angket, pada dasarnya merupakan
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan
dievaluasi (responden). Dengan kuesioner ini dapat diketahui tentang
keadaan atau data diri seseorang, pengalaman, pengetahuan, sikap atau
pendapatnya dan lain-lain. Dalam evaluasi pendidikan, data yang dapat
dihimpun dengan kuesioner ini misalnya data yang berkenaan dengan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran, cara belajar mereka, minat dan motivasi belajar, pendapat
atau sikap peserta didik terhadap materi pembelajaran tertentu dan
sebagainya. Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar
pada ranah kognitif. Kuesioner yang diberikan kepada peserta didik
dapat berupa kuesioner bentuk pilihan ganda dan dapat pula dalam
bentuk skala sikap. Skala sikap yang sangat lazim digunakan untuk
mengungkap sikap peserta didik yaitu Skala Linkert.
Kelebihan kuesioner dari wawancara ialah sifatnya yang praktis,
hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya ialah jawaban sering
tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaan kurang tajam yang
memungkinkan peserta didik berpura-pura. Seperti halnya wawancara,
kuesioner pun ada dua macam, yakni kuesioner langsung dan tidak
langsung. Kelebihan masing-masing kuesioner tersebut hampir sama
dengan wawancara.
Cara penyampaian kuesioner ada yang langsung dibagikan
kepada peserta didik, yang setelah diisi lalu dikumpulkan lagi. Ada juga
yang dikirim melalui pos. cara kedua belum menjamin terkumpulnya
kembali sesuai dengan jumlah yang dibagikan. Oleh karena itu,
sebaiknya pengiriman kuesioner dibuat lebih dari yang diperlukan.
Alternatif jawaban yang ada dalam kuesioner bisa juga
ditransformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar menghasilkan
data interval. Caranya ialah dengan jalan memberi skor terhadap setiap
jawaban berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya ditanyakan tingkat
pendidikan responden. Makin tinggi jenjang pendidikan yang
dimilikinya, makin besar skor yang diberikan.
Cara menyusun kuesioner seperti pada tes prestasi belajar,
sehingga berlaku langkah-langkah yang telah dijelaskan di muka, yakni
dimulai dengan analisis variabel, membuat kisi-kisi, dan menyusun
pertanyaan. Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat kuisioner
adalah sebagai berikut:
1) Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi
kuesioner sambil dijelaskan maksud dan tujuannya.
2) Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. Kalau
perlu, diberikan contoh.
3) Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas
responden. Dalam identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi
nama. Identitas dukup mengungkapkan jenis kelamin, usia, kelas,
dan lain-lain yang ada kaitannya dengan tujuan kuesioner.
Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian
sesuai dengan variabel yang diungkapkan sehingga mudah
mengolahnya. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga
tidak membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran. Hubungan
antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lain harus dijaga
sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis.
Hindari penggolongan pertanyaan terhadap indikator atau
persoalan yang sama. Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat,
atau rumusannya tidak lebih panjang daripada pertanyaan. Kuesioner
yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk
menjamin keabsahan jawabannya (Sudjana, 2012:71)
Untuk melihat validitas jawaban kuesioner, ada baiknya kepada
beberapa responden secara acak dilakukan wawancara dengan
pertanyaan yang identik dengan isi kuesioner yang telah diisinya.
Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah
sebagai berikut :
1) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik
sebagai bahan dalam menganalisis tingkah laku hasil dan proses
belajarnya
2) Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya
dan proses belajar yang ditempuhnya
3) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum
dan program belajar-mengajar.
Kuesioner untuk tujuan yang pertama (latar belakang peserta
didik) dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka ataupun yang
berstruktur mengungkapkan antara lain :
1) Identitas siswa seperti jenis kelamin, usia, agama, keadaan fisik,
hobi atau kegemaran, dan mata pelajaran yang disenangi.
2) Latar belakang keluarganya seperti pekerjaan orang tua, pendidikan
orang tua, anak keberapa, dan fasilitas keluarga dirumah.
3) Latar belakang lingkungan peserta didik seperti alamat tempat
tinggal, suasana religius, aktivitas dalam organisasi
kemasyarakatan, pemanfaatan waktu renggang, dan kelompok
bermain.
Kuesioner untuk tujuan kedua, yakni hasil dan proses belajar,
mengungkapkan beberapa aspek seperti hasil belajar yang dicapainya.
Kesulitan belajar, cara belajar, fasilitas belajar, bimbingan yang
diperlukan, motivasi dan minat belajar, sikap terhadap proses mengajar,
dan sikap terhadap guru. Kuesioner untuk tujuan ketiga, yakni untuk
keperluan kurikulum dan program pengajaran, mengungkapkan aspek
yang berkenaan dengan bahasan, relevansi dan kegunaan bahan
pelajaran, cara menyajikan bahan, tingkat kesulitan bahan, cara guru
mengajar, kesinambungan bahan pelajaran, sistem penilaian atau ujian,
buku pelajaran, alat peraga, laboratorium atau praktikum, kegiatan
ekstrakurikuler, lama belajar, dan kegiatan peserta didik.Kuesioner yang
hanya menuntut jawaban ya dan tidak disebut inventori. Kuesioner
seperti ini kurang dapat mengungkapkan pendapat siswa secara
menyeluruh, terbuka, dan jawaban-jawaban yang bermakna. Namun
keuntungannya ialah sederhana dan mudah diolah dan ditafsirkan
(Sudjana, 2012:72)
Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka kuesioner dapat
dibagi atas dua jenis yaitu:
a. Kuesioner langsung, yaitu jika kuesioner tersebut dikirimkan dan
diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang
dirinya.
b. Kuesioner tidak langsung, yaitu kuesioner yang dkirimkan dan diisi
oleh bukan orang yang ingin diminta keterangannya. Kuesioner
tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi
tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan lain sebagainya.
Ditinjau dari segi menjawabnya, maka kuesioner dibagi atas:
a. Kesioner tertutup, yaitu kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawan lengkap sehingga responden hanya
tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
b. Kuesioner terbuka, adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa
sehingga para responden bebas mengemukakan pendapatnya.
Kuesioner terbuka disusun apabila jawaban reponden belum
terperinci dengan jelas sehingga jawabannya beraneka ragam.
Kuesioner terbuka biasanya digunakan untuk meminta pendapat
seseorang.
Berikut ini dikemukakan contoh kuesioner bentuk pilihan ganda
dan skala linkert.
Contoh kuesioner bentuk pilihan ganda:
1) Ketika guru memberikan tugas-tugas
a) Saya berusaha menyelesaikan tugas tersebut dengan benar dan
tepat waktu.
b) Saya merasa tidak perlu meneylesaikan dengan benar, yang
penting tepat waktu.
c) Saya merasa tidak perlu serius dalam mengerjakan tugas.
d) Saya benci dengan tugas-tugas.
2) Belajar kimia dengan cara diskusi kelompok menurut saya
a) Tidak efektif untuk peserta didik yang berkemampuan tinggi
b) Tidak efektif untuk peserta didik dengan kemampuan rendah
c) Tidak efektif untuk semua tingkatan kemampuan
d) Efektif untuk semua ttingkatan kemampuan
3) Mengamati okbjek kimia di lingkungan.
a) Menyadarkan kita terhadap kebesaran Allah
b) Merupakan hal yang membosankan
c) Menjadikan saya lebih tertarik mempelajari kimia
d) Suatu hal yang biasa-biasa saja
4) Berdiskusi mengenai kimia menurut saya
a) Tidak ada manfaatnya
b) Bermanfaat untuk kehidupan saya
c) Hanya perlu jika ingin menjadi ahli kimia
d) Merupakan kegiatan yang membosankan
5) Pembelajaran kimia di sekolah
a) Metode pembelajaran yang digukan guru tidak menarik
b) Guru menggukan metode yang bervariasi
c) Tidak memperlihatkan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
d) Pendidik tidak menguasai pembelajaran

Contoh: Tabel 2. Kuesioner dengan menggunakan skala linkert


No Pertanyaan SS S N TS ST
S
1. Berdiskusi mengenai kimia
merupakan hal yang menyenangkan
2. Membaca artikel tentang kimia
adalah hal yang membosankan
3. Belajar kimia bermanfaat untuk
kehidupan saya
4.
Saya senang membuat kliping yang
berhubungan dengan mata pelajaran
5. kimia
Tugas-tugas yang diberika guru
6. dikerjakan tepat waktu
Menjadi ahli kimia adalah cita-cita
7. saya
Mengamati objek kimia
dilingkungan adalah hal yang
membosankan
Saya benci pendidik yang memberi
pekerjaan rumah

Keterangan: SS = sangat setuju


S = setuju
N = netral
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak setuju

4. Skala bertingkat (rating scale)


Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
sesuatu hasil pertimbangan, maka suatu skala selalu disajikan dalam
bentuk angka. Biasanya angka-angka yang digunakan diterakan pada
skala dengan jarak yang sama dan diletakkan secara bertingkat dari
yang rendah ke yang tinggi. Skala ini dinamakan dengan skala
bertingkat.
1) Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang
lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu
titik kontinu atau suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau
kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai
yang terendah. Rentangan ini bisa dalam bentuk huruf (A, B, C, D),
angka (4, 3, 2, 1) atau 10, 9, 8, 7, 6,5. Sedangkan rentangan
kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.
Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah
kriteria skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap
alternatif jawaban (A, B, C, D). Adanya kriteria yang jelas untuk
setiap alternatif jawaban akanmempermudah pemberian penilaian
dan terhindar dari subyektivitas penilaian. Tugas penilai hanya
memberi tanda cek (V) dalam kolom rentangan nilai. Skala nilai di
atas bisa juga menggunakan kategori baik, sedang dan kurang atau
dengan angka 4, 3, 2, 1 bergantung pada keinginan penilai. Skala
penilaian dapat menghasilkan data interval tersebut. Dalam contoh
diatas skor maksimal adalah 20, diperoleh dari 5 x 4, skor minimal
adalah 5, diperoleh dari 1 x 5.
Dalam skala kategori, penilai bisa membuat rentangan yang
lebih rinci misalnya baik sekali, baik, sedang, kurang, dan kurang
sekali. Ada satu model skala penilaian lain, yaitu skala penilaian
komparatif. Alam skala ini penilai diminta melakukan penilaian
dengan cara membandingkan subyek yang dinilai dengan posisi
orang laian yang sejenis sebagai ukuran bandingan. Skala penilaian
lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya
proses mengajar pada guru, proses belajar pada peserta didik, atau
hasil belajar dalam bentuk perilaku seperti keterampilan, hubungan
sosial peserta didik, dan cara memecahkan masalah. Seperti halnya
instrumen yang lain, penyusunan skala penilaian hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian ini
sehingga jelas apa yang sehuarusnya dinilai.
b) Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang
akan diungkap melalui instrumen ini.
c) Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan,
misalnya nilai angka atau kategori.
d) Buatlah item-item pertanyaan yang akan dinilai dalam kalimat
yang singkat tetapi bermakna secara logis dan sistematis.
e) Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan
hasil yang diperoleh dari penilaian ini.
Skala penilaian dalam pelaksanaannya dapat digunakan oleh
dua orang penilai atau lebih dalam menilai subjek yang sama.
Maksudnya agar diperoleh hasil penilaian yang obyektif mengenai
perilaku subyek yang dinilai. Skala yang penilaiannya tidak dibuat
dalam bentuk rentangan nilai tetapi hanya mendiskripsikan apa
adanya, disebut daftar checklist. Dalam daftar cek jawaban
dikategorikan misalnya ada, tidak ada, atau dilakukan, tidak
dilakukan, dan di kata-kata lain yang sejenis. Hal-hal lainnya sama
dengan skala penilaian, baik cara menyusunnya, bentuk-bentuknya,
maupun pengolahan dan interpretasinya (Sudjana, 2012:79)

2) Skala Sikap
Sikap merupakan digunakan untuk mengukur sikap seseorang
terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada
hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang.
Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus
yang datang kepada dirinya. Ada tiga kompenen sikap, yakni
kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut,
sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat
terhadap objek tersebut. Oleh karana itu, sikap selalu bermakna bila
dihadapkan kepada objek tertentu, misalnya sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, sikap mahasiswa terhadap pendidikan
politik, atau sikap guru terhadap profesinya.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pertanyaan untuk
dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau
ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh karena itu,
pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap
yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala
Likert,pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan
positif maupun negatif, dinilai oleh subyek dengan sangat setuju,
setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Skor
yang diberikan terhadap pilihan tersebut bergantung pada penilai
asal penggunaannya konsisten. Yang jelas, skor untuk pernyataan
positif dan pernyataan negatif adalah kebalikannya seperti tampak
dalam contoh.
Tabel 3. Pernyataan Skala Sikap
Pernyataan Sangat Setuju Tidak Tidak Sangat
Sikap setuju Punya Setuju Tidak
pendapat Setuju
Pernyataan 2 1 0 1 2
5 4 3 2 1
Positif
Pernyataan 2 1 0 1 2
1 2 3 4 5
Negatif

Beberapa petunjuk untuk menyusun skala Likert.


1) Memilih variabel afektif yang akan diukur.
2) Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang
akan diukur.
3) Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif.
4) Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat
menjadi alternatif pilihan.
5) Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat
penilaian.
6) Melakukan uji coba
7) Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik.
8) Melaksanakan penilaian (Arifin, 2012:160)

5. Cheklist
Yang dimaksud dengan cheklist adalah deretan pernyataan (yang
biasanya singkat-singkat) dimana responden yang mengisi tinggal
membubuhkan tanda check (V) ditempat yang sudah disediakan.

6. Studi dokumentasi
Evaluasi mengenai perkembangan atau keberhasilan peserta didik
dalam mengikuti proses pembelajaran menggunakan teknik nontes juga
dapat dilengkapi dengan memeriksa dokumen-dokumen misalnya
dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup peserta didik
misalnya informasi mengenai kedudukan pesta didik dalam keluarga
(anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak sulung, anak bungsu, dll),
berasal dari sekolah mana, pernahkah tinggal kelas, pernahkah meraih
juara sebagai pesrta didik yang berprestasi, informasi tentang riwayat
penyakit yang pernah diderta oleh peserta didik dan sebagainya.
Dokumen yang memuat informasi mengenai orang tua seperti
pendidikan orag tua, pekerjaan, rata-rata penhasilan tiap bulan, juga
dapat memperkaya atau melengkapi data untuk mengungkapkan hasil
belajar peserta didik. Selain itu, dokumen yang memuat tentang
linkungan sosial dan nonsosial juga akan memperkaya data untuk
mengambil keputusan tentang hasil belajar peserta didik. Berbagai
informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungan, pada
suatu saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi
pendidik dalam melakukan evaluasi terhadap hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dipahami bahwa dalam
rangka evaluasi hasil belajar pesrta didik tidak harus semata-mata
dilakukan dengana lat evaluasi berupa tes-tes hasil belajar. Teknik non
tes juga pelu dilakukan, khususnya evaluasi yang berhubungan dengan
aspek kejiwaan peserta didik seperti persepsinya terhadap mata pelajran
tertentu, sikap atau tingkah laku, minat, bakat peserta didik dan lain
sebagainya yang kesemuanya tidak dapat dievaluasi dengan
menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.

7. Portofolio
Evalausi portofolio merupakan suatu bentuk penilaian yang lebih
kompleks, mencakup semua komponen yang dijadikan portofolio dalam
suatu bidang dan tingkatan pendidikan. Portofolio dapat diartikan
sebagai, suatu upaya terorganisir untuk menemukan bukti-bukti, fakta
maupun keterangan tentang keamjuan akademik, prestasi belajar,
keterampilan maupun sikap eserta didik. Isi portofolio disesuaikan
dengan bidang yang diportofoliokan, antara lain dapat berupa laporan
tugas lengkap atau tugas dalam kelas, essay atau cerita, rakaman, unjuk
kerja, foto atau hasil kerja dan kebiasaan kerja dan sikap peserta didik.
Karena itu materinya dibicarakan dan ditetapkan secara bersama oleh
peserta didik, pendidik dan sekolah.
Portofolio tidak sekedar pemberian tugas, membuat karangan,
unjuk kerja dan sebagainya. Portofolio jauh lebih kompleks dan
mencakup aspek-aspek tertentu, seperti kemajuan akademik atau
kelompok, prestasi belajar, keterampilan maupun sikap. Materi yang
diportofoliokan dapat berlangsung dalam satu tahun, satu semester atau
satu caturwulan. Ini ditentukan oleh beban atau bobot materi tersebut.
Apabila ingin menggunakan portofolio sebagai instrumen evaluasi,
hendaklah dirancang secara khusus hingga peserta didik tidak
dirugikan. Peserta didik harus tahu betul bidang atau materi apa yang
diportofoliokan dan abagaiman kriteria penilaian yang sesungguhnya.
Secara sederhana portofolio dilakukan dengan tiga langkah, yaitu:
a. Persiapan untuk mengguanakn portofolio. Pada langkah ini
sekolah atau lembaga harus menggunakan suatu program
portofolio dengan menetukan tipr portofolio yang digunakan,
mengidentifikasi tujuan portofolio, memilih kategori, sampel
kerja yang akan diportfoliokan.
b. Menata portofolio sesuai denganwaktu yang terdapat dalam
kurikulum. Pada tahap ini lembaga, sekolah atau pendidik yang
bertangguang jawab, hendaklah menjelaskan proses portofolio
mulai dari kategori sampel kerja yang termasuk portofolio,
menegmbangkan rubrik dan tugas.
c. Manata proses portofolio pada periode pemberian angka. Pada
tahap ini perlu dipahami bahwa pemberian angka atau skor
berdasarkan pertimbangan kualitas dan kuantitas hasil karya dan
dasar-dasar rasional yang dituls dalam berbagai laporan atau
rubrik yng menyertai sampel kerja tersebut. Kriteria penilaian
yang akan digunakan harus diberi tahu pada saat portofolio akan
dilaksanakan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap
kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan siswa dan guru dalam
mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat
sejauh mana keaktifan dan efisiennya dalam mencapai tujuan
pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa. Oleh sebab itu,
penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain
sebab hasil merupakan akibat dari proses. Sedangkan penilaian
hasil belajar merupakan upaya memberi nilai atas tugas-tugas
yang telah diberikan kepada siswa untuk mencapai kompetensi
yang telah ditetapkan.
Alat-alat penilaian proses belajar merupakan teknik penilaian
dengan menggunakan non-tes, antara lain: tes lisan, tes tulisan,
dan tes tindakan. Dalam tes tulisan meliputi: tes esai dan tes
objektif. Tes esai meliputi: tes berstruktur, tes bebas, dan tes
terbatas. Sedangkan dalam tes objektif meliputi: benar-salah,
menjodohkan, isian pendek, dan pilihan ganda.
Alat-alat penilaian hasil belajar merupakan teknik penilaian
dengan menggunakan tes, antara lain: pengamatan (observasi);
kuesioner (wawancara); skala penilaian, sikap dan minat; studi
kasus; serta checklist.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. (2015). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

DJ, Latisma. (2011). Evaluasi Pendidikan. (1996). Padang: UNP

Press.
Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai