Disusun
Oleh :
Hidayati (16176004)
Kiprah Piawi (16176015)
Repdayanti (16176006)
Dosen Pembimbing
Dr. Hj. Latisma Dj, M.Si.
1437 H/2017 M
KATA PENGANTAR
Maret 2017
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep alat evaluasi pembelajaran.
2. Mengetahui jenis-jenis alat evaluasi.
3. Mengetahui penyusunan alat evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Jenis-Jenis Tes
Tes sebagai alat pengukur hasil belajar dapat dibedakan atas beberapa
jenis. Perbedaan jenis ini dapat ditinjau dari beberapa sudut pandangan.
1. Ditinjau dari fungsi tes sebagai alat pengukur perkembangan atau
kemajuan belajar peserta didik, tes dapat digolongkan menjadi 6
golongan.
a. Tes Awal
Tes awal sering dikenal pretes, dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat menguasai
materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan. Tes awal
dilaksanakan sebelum bahan atau materi pembelajaran diberikan
kepada peserta didik. Jika pada tes awal semua materi yang
diujikan sudah dikuasai oleh peserta didik dengan baik, maka
tindak lanjutnya adalah materi yang ditanyakan pada tes awal
tersebut tidak perlu dibelajarkan lagi. Materi yang diberikan
kepada peserta didik adalah materi yang belum dikuasai atau
dipahaminya.
b. Tes Akhir
Tes akhir yang dikenal juga postes adalah tes yang
dilaksanakan di akhir proses pembelajaran dengan tujuan untuk
mengetahui apakah semua yang dipelajari sudah dipahami atau
dikuasai oleh peserta didik dengan sebaik-baiknya. Isi atau materi
tes ini adalah materi yang telah diajarkan kepada peserta didik.
Biasanya soal-soal untuk tes akhir dibuat sama dengan soal-soal tes
awal. Dengan demikian dapat diketahui apakah sesudah
pembelajaran dilaksanakan hasil belajar lebih baik, sama atau
mungkin lebih rendah dibandingkan sebelum proses pembelajaran
dilaksanakan. Jika hasil tes akhir itu lebih baik daripada tes awal,
maka dapat diartikan bahwa program pembelajaran telah berjalan
baik.
c. Tes Diagnostik
Seorang pendidik, sebelum memberi bantuan kepada
peserta didik tentang masalah yang dihadapi mereka dalam
memahami isi pembelajaran, maka pendidik harus
memeriksa/mengetahui terlebih dahulu, konsep apa yang tidak atau
belum dipahami oleh peserta didilk dan kenapa mereka tidak
memahaminya. Untuk itu perlu dilakukan tes diagnostik untuk
mengetahui apa permasalahannya dan kenapa ada permasalahan
tersebut. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan perserta didik sehingga
berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan
perlakuan yang tepat
Tes dianostik dilakukan terhadap peserta didik yang sedang
belajar. Tidak semua peserta didika dapat menerima pelajaran yang
diberikan oleh pendidik dengan benar. Untuk itu pendidik perlu
memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari
bahan pelajaran yang diberikan itu yang belum dikuasai oleh
peserta didik. Selain itu pendidik seharusnya dapat mendeteksi apa
sebab peserta didik tersebut belum menguasai bahan pelajaran itu.
Dengan demikian pendidik dapat memberikan bantuan kepada
peserta didik bersangkutan untuk dapat memahami atau menguasai
bahan pelajaran.
d. Tes Formatif
Tes formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan peserta didik telah terbentuk setelah mengikuti suatu
program pembelajaran tertentu. Tes formatif diberikan pada akhir
program pembelajaran. Evaluasi formatif mempunyai manfaat baik
bagi peserta didik maupun pendidik.
Bagi peserta didik tes formatif bermanfaat untuk hal-hal
berikut ini.
1) Mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai bahan
program secara menyeluruh.
2) Penguat (reinforcement) bagi peserta didik. Dengan mengetahui
bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang
tinggi sesuai dengan yang diharapkan maka hal ini akan
meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar
3) Usaha perbaikan, dengan umpan balik yang diperoleh setelah
dilakukan tes, peserta didik mengetahui kelemahan-
kelemahannya. Dengan demikian akan ada motivasi peserta
didik untuk belajar lebih giat lagi.
4) Diagnosa. Dengan mengetahui hasil tes formatif, peserta didik
dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan
pelajaran yang masih dirasakan sulit.
Tes formatif juga bermanfaat bagi pendidik yaitu untuk: 1)
mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat
diterima oleh peserta didik, 2) mengetahui apakah program
pembelajaran yang diberikan sudah tepat dalam arti sesuai dengan
kecakapan dan kebutuhan peserta didik, 3) mengetahui apakah
metode, pendekatan atau strategi yang digunakan sudah tepat, 4)
mengetahui seberapa jauh program pembelajaran yang ditentukan
akan tercapai.
e. Tes Sumatif
Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya sekelompok
program pembelajaran atau sebuah program yang lebih besar.
Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan
dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan
dengan ulangan umum yang biasanya dilakasanakan pada akhir
semester atau akhir catur wulan. Dengan demikian tes sumatif
disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah dipelajari selama
satu semester atau satu caturwulan.
Hubungan tes formatif dengan tes sumatif dapat kita
gambarkan sebagai berikut:
F F F F F
Keterangan:
F = tes formatif
S = tes sumatif
f. Tes Seleksi
Tes seleksi biasa juga disebut Ujian Masuk dilaksanakan
dalam rangka penerimaan peserta didik baru untuk memilih calon
peserta didik yang tergolong baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes. Sesuai dengan tujuannya yaitu menyeleksi atau
melakukan penyaringan, maka materi atau soal-soal tes seleksi
terdiri dari butir-butir soal yang sulit, sehingga hanya calon-calon
yang tergolong yang memiliki kemampuan tinggi sajalah yang
mungkin dapat menjawab butir-butir soal tersebut dengan benar.
Sebagai tindak lanjut dari hasil tes seleksi, maka para calon yang
dianggap memenuhi persyaratan minimal yang telah ditentukan,
dinyatakan sebagai peserta tes yang lulus dan dapat diterima
sebagai peserta didik baru. Mereka yang dipandang kurang
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, dinyatakan tidak
lulus atau tidak dapat diterima sebagai peserta didik baru.
2. Berdasarkan atas jumlah peserta atau pengikut tes maka tes hasil
belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:
a. Tes individu (individual test)
Tes individual yaitu suatu tes diamana pada saat tes diberikan tester
hanya menghadapi satu orang testee.
b. Tes kelompok (group test)
Tes kelompok yaitu tes dimana pada saat tes itu diberikan tester
menghadapi sekelompok anak.
3. Ditinjau dari segi penyusunannya, tes hasil belajar dibedakan atas tiga
jenis yaitu:
a. Tes buatan pendidik (guru)
Tugas buatan pendidik yaitu tes yang disusun sendiri oleh pendidik
yang akan mempergunakan tes tersebut.
b. Tes buatan orang lain yang tidak distandarisasi
Seorang pendidik dapat memepergunakan tes-tes yang dibuat orang
lain yang dianggap cukup baik. Misalnya, tes-tes yang disusun oleh
teman sejawat yang lebih berpangalaman, atau tes-tes yang
biasanya dimuat pada akhir tiap bab dari suatu buku pelajaran.
c. Tes standar atau tes yang sudah distandarisasi, yaitu tes yang telah
cukup valid dan reliabel berdasrkan uji coba terhadap sampel yang
cukup luas dan representatif.
4. Ditinjau dari bentuk jawaban atau bentuk respon maka tes hasil belajar
dibedakan atas dua jenis yaitu:
a. Tes tindakan (tes non verbal), yaitu apabila jawaban atau respon
peserta didik diberikan dalam bentuk tingkah laku, dan bukan
berupa ungkapan kata-kata atau kalimat. Jadi peserta didik berbuat
sesuai dengan perintah atau pertanyaan yang diberikan. Misalnya
dalam pembelajaran kimia, untuk mengetahui apakah seorang
peserta didik memahami cara menggunakan pipet ukur, maka cara
yang paling baik adalah menyuruh peserta didik tersebut
memperagakan cara menggunakan pipet ukur tersebut.
b. Tes verbal
Tes verbal Yaitu tes diamana jawaban atau respon yang diberikan
oleh peserta tes berbentuk bahasa, baik bahasa lisan maupun
tulisan. Jadi peserta didik akan mengucapkan atau menuliskan
jawabannya sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah yang
diberikan.
5. Ditinjau dari segi aspek psikis (kejiwaan) yang ingin diungkap, tes
dapat dibedakan menjadi lima golongan.
a. Tes inteligensi, yaitu tes yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang
b. Tes bakat, yaitu tes yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki
testee.
c. Tes sikap, yaitu salah satu jenis tes yang digunakan untuk
mengungkap kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu
respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-
individu maupun objek-objek tertentu
d. Tes kepribadian, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan
mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang sedikit banyaknya
bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara
dan lain-lain.
e. Tes hasil belajar yang sering juga disebut dengan istilah tes
pencapaian, yaitu tes yang biasa digunakan untuk mengungkap
tingakat pencapaian atau prestasi belajar.
6. Ditinjau dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menjawab
atau menyelesaikan tes, maka tes dapat dibagi atas:
a. Power test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan untuk testee
menyelesaikan tes tidak dibatasi. Biasanya soal cendrung lebih
sulit.
b. Speed test, yaitu test dimana waktu yang disediakan untuk testee
menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
8. Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan, tes hasil belajar dapat
dibedakan atas dua jenis yaitu:
a. Tes objektif (objective test), yaitu tes yang terdiri dari item-item
yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif yang
benar dari sejumlah alternatif yang tersedia, atau dengan mengisi
jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol.
b. Tes uraian (essay test), atau tes yang disebut juga tes subjektif yaitu
suatu bentuk tes yang terdiri dari satu pertanyaan atau suatu
perintah yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uaraian
yang relatif panjang. Tes essay lebih banyak digunakan untuk
mengukur kemampuan yang lebiih tinggi dalam aspek kognitif,
sebab melalu tes ini peserta didik diajak untuk dapat menjelaskan,
membandingkan, mengungkapkan, menginterpretasikan atau
menilai suatu objek evaluasi.
Keterangan:
1. Berada dalam kelas selama proses pembelajaran.
2. Mengerjakan tugas
3. Mengajukan pertanyaan
4. Memberi respon terhadap pertanyaan atau jawaban teman
5. Menjawab pertanyaan pendidik
6. Terlibat dalam diskusi kelompok.
2. Wawancara
Teknik wawancara pada satu segi mempunyai kesamaan arti
dengan tes lisan yang telah diuraikan di atas. Teknik wawancara ini
diperlukan pendidik untuk tujuan mengungkapkan atau menanyakan
lebih lanjut hal-hal yang kurang jelas informasinya. Teknik wawancara
ini dapat pula digunakan sebagai alat untuk menelusuri kesukaran yang
dialami peserta didik tanpa ada maksud untuk menilai. Wawancara
adalah suatu metode atau cara yang diguanakan untuk mendapatkan
jawaban responden (orang yang diwawancarai atau interviewee) dengan
jalan tanya jawab. Dalam wawancara ini responden atau orang yang
diwawancarai tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan
pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh pewawancara.
Diantara kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah bahwa
dengan melakukan wawancara, pewawancara sebagai evaluator dapat
melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang dinilai, sehingga
dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
Melalui wawancara, data dapat diperoleh dalam bentuk kualitatif
maupun kuantitatif, pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas dapat
diualng dan dijelaskan lagi, begitu juga sebaliknya, jawaban-jawaban
yang belum jelas dari interviewee (orang yang diwawancarai), dapat
diminta lagi untuk menjelaskannya. Wawancara juga dapat dibantu
dengan alat perekam suara sehingga jawaban yang diberikan dapat
dicatat secara lengkap, sehingga membantu pewawancara dalam
menganalisis jawaban-jawaban yang diberian interviwee. Menurut
Arifin (2012) tujuan dari wawancara adalah :
1) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan
suatu situasi dan kondisi tertentu.
2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau
orang tertentu.
Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Wawancara tepimpin (guided interview) yang juga dikenal denga
wawancara terstruktur (structure interview) atau wawancara
sistematis (wawancara systematic) yaitu wawancara yang
dilakukan oleh evaluator denga cara mengajukan pertanyan-
pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini
yang diwawancarai pada waktu menjawab pertanyaan tinggal
memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh pewawancara.
b. Wawancara bebas, yang juga dikenal dengan wawancara tidak
terpimpin (un-guided interview) atau wawancara sederhana (simple
interview) atau wawancara tidak sistematis (nonsystematic
interview) dimana orang yang diwawancarai mempunyai kebebasan
untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-
patokan yang telah dibuat oleh pewawancara atau evaluator.
Kelemahan dari wawancara yang dilakukan secara bebas ini adalah
pada saat menganalisis dan menarik kesimpulan dari hasil
wawancara. Pewawancara sebagai evaluator akan dhadapkan pada
kesulitan-kesulitan terutama jika jawaban yang diberikan berbelit-
belit atau beraneka ragam. Mencatat hasil wawancara yang bebas
dan sulit, oleh karena itu pewawancara harus terampil dalam
mencatat pokok-pokok jawaban yang diberikan oleh orang yang
diwawancarai.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
wawancara, yakni :
a) Tahap awal pelaksanaan wawancara
b) Penggunaan pertanyaan
c) Pencatatan hasil wawancara
Tahap awal wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi
wawancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban
sehingga peserta didik tidak merasa takut, dan ia terdorong untuk
mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur. Setelah
kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan
sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap
dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah
dibuat sebelumnya.
Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur, pewawancara
membacakan pertanyaan dan, kalau perlu alternatif jawabannya. Peserta
didik diminta mengemukakan pendapatnya, lalu pendapat siswa
diklasifikasikan ke dalam alternatif jawaban yang telah ada. Bila
wawancara tak berstruktur, baca atau ajukan pertanyaan, lalu peserta
didik diminta menjawab secara bebas.
Tahap terakhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil
wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat
hasil wawancara berstruktur cukup mudah sebab tinggal memberikan
tanda pada alternatif jawaban, misalnya melingkari salah satu jawaban
yang ada. Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mencatat
pokok-pokok isi jawaban peserta didik pada lembaran tersendiri. Yang
dicatat adalah jawaban apa adanya dari peserta didik, jangan tafsiran
pewawancara ditambah dan dikurangi.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman
wawancara. Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya
untuk mengetahui pemahaman bahan pengajaran (hasil belajar)
atau mengetahui pendapat peserta didik mengenai kemampuan
mengajar yang dilakukan guru (proses belajar-mengajar).
b) Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek yang akan
diungkap dari wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan
dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara. Aspek yang
diungkap diurutkan secara sistematis mulai dari yang sederhana
menuju yang kompleks dari yang khusus menuju yang umum, atau
dari yang mudah menuju yang sulit.
c) Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk
berstruktur ataukah bentuk terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua
bentuk tersebut. Misalnya untuk beberapa aspek digunakan
pertanyaan berstruktur, dan untuk beberapa aspek lagi dibuat secara
bebas.
d) Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c)
diatas, yakni membuat pertanyaan yang berstuktur dan atau yang
bebas.
e) Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan
menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman untuk wawancara
berstruktur maupun untuk wawancara bebas (Sudjana, 2012:69)
Menurut Arifin (2012) dalam melaksanakan wawancara perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Hubungan baik antara pewawancara dengan orang yang
diwawancarai perlu dipupuk dan dibina, sehingga akan tampak
hubungan yang sehat dan harmonis.
2. Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukkan sikap yang bebas,
ramah, terbuka, dan adaptasikan diri dengan responden.
3. Perlakukan responden itu sebagai sesama manusia secara jujur.
4. Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik, sehingga
pertanyan-pertanyaan yang diajukan bersifat netral.
5. Pertanyaan hendaknya jelas, tepat, dengan bahasa yang sederhana.
3. Kuesioner
Kuesioner yang sering disebut angket, pada dasarnya merupakan
sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan
dievaluasi (responden). Dengan kuesioner ini dapat diketahui tentang
keadaan atau data diri seseorang, pengalaman, pengetahuan, sikap atau
pendapatnya dan lain-lain. Dalam evaluasi pendidikan, data yang dapat
dihimpun dengan kuesioner ini misalnya data yang berkenaan dengan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran, cara belajar mereka, minat dan motivasi belajar, pendapat
atau sikap peserta didik terhadap materi pembelajaran tertentu dan
sebagainya. Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar
pada ranah kognitif. Kuesioner yang diberikan kepada peserta didik
dapat berupa kuesioner bentuk pilihan ganda dan dapat pula dalam
bentuk skala sikap. Skala sikap yang sangat lazim digunakan untuk
mengungkap sikap peserta didik yaitu Skala Linkert.
Kelebihan kuesioner dari wawancara ialah sifatnya yang praktis,
hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya ialah jawaban sering
tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaan kurang tajam yang
memungkinkan peserta didik berpura-pura. Seperti halnya wawancara,
kuesioner pun ada dua macam, yakni kuesioner langsung dan tidak
langsung. Kelebihan masing-masing kuesioner tersebut hampir sama
dengan wawancara.
Cara penyampaian kuesioner ada yang langsung dibagikan
kepada peserta didik, yang setelah diisi lalu dikumpulkan lagi. Ada juga
yang dikirim melalui pos. cara kedua belum menjamin terkumpulnya
kembali sesuai dengan jumlah yang dibagikan. Oleh karena itu,
sebaiknya pengiriman kuesioner dibuat lebih dari yang diperlukan.
Alternatif jawaban yang ada dalam kuesioner bisa juga
ditransformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar menghasilkan
data interval. Caranya ialah dengan jalan memberi skor terhadap setiap
jawaban berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya ditanyakan tingkat
pendidikan responden. Makin tinggi jenjang pendidikan yang
dimilikinya, makin besar skor yang diberikan.
Cara menyusun kuesioner seperti pada tes prestasi belajar,
sehingga berlaku langkah-langkah yang telah dijelaskan di muka, yakni
dimulai dengan analisis variabel, membuat kisi-kisi, dan menyusun
pertanyaan. Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat kuisioner
adalah sebagai berikut:
1) Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi
kuesioner sambil dijelaskan maksud dan tujuannya.
2) Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. Kalau
perlu, diberikan contoh.
3) Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas
responden. Dalam identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi
nama. Identitas dukup mengungkapkan jenis kelamin, usia, kelas,
dan lain-lain yang ada kaitannya dengan tujuan kuesioner.
Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian
sesuai dengan variabel yang diungkapkan sehingga mudah
mengolahnya. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga
tidak membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran. Hubungan
antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lain harus dijaga
sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis.
Hindari penggolongan pertanyaan terhadap indikator atau
persoalan yang sama. Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat,
atau rumusannya tidak lebih panjang daripada pertanyaan. Kuesioner
yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk
menjamin keabsahan jawabannya (Sudjana, 2012:71)
Untuk melihat validitas jawaban kuesioner, ada baiknya kepada
beberapa responden secara acak dilakukan wawancara dengan
pertanyaan yang identik dengan isi kuesioner yang telah diisinya.
Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah
sebagai berikut :
1) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik
sebagai bahan dalam menganalisis tingkah laku hasil dan proses
belajarnya
2) Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya
dan proses belajar yang ditempuhnya
3) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum
dan program belajar-mengajar.
Kuesioner untuk tujuan yang pertama (latar belakang peserta
didik) dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka ataupun yang
berstruktur mengungkapkan antara lain :
1) Identitas siswa seperti jenis kelamin, usia, agama, keadaan fisik,
hobi atau kegemaran, dan mata pelajaran yang disenangi.
2) Latar belakang keluarganya seperti pekerjaan orang tua, pendidikan
orang tua, anak keberapa, dan fasilitas keluarga dirumah.
3) Latar belakang lingkungan peserta didik seperti alamat tempat
tinggal, suasana religius, aktivitas dalam organisasi
kemasyarakatan, pemanfaatan waktu renggang, dan kelompok
bermain.
Kuesioner untuk tujuan kedua, yakni hasil dan proses belajar,
mengungkapkan beberapa aspek seperti hasil belajar yang dicapainya.
Kesulitan belajar, cara belajar, fasilitas belajar, bimbingan yang
diperlukan, motivasi dan minat belajar, sikap terhadap proses mengajar,
dan sikap terhadap guru. Kuesioner untuk tujuan ketiga, yakni untuk
keperluan kurikulum dan program pengajaran, mengungkapkan aspek
yang berkenaan dengan bahasan, relevansi dan kegunaan bahan
pelajaran, cara menyajikan bahan, tingkat kesulitan bahan, cara guru
mengajar, kesinambungan bahan pelajaran, sistem penilaian atau ujian,
buku pelajaran, alat peraga, laboratorium atau praktikum, kegiatan
ekstrakurikuler, lama belajar, dan kegiatan peserta didik.Kuesioner yang
hanya menuntut jawaban ya dan tidak disebut inventori. Kuesioner
seperti ini kurang dapat mengungkapkan pendapat siswa secara
menyeluruh, terbuka, dan jawaban-jawaban yang bermakna. Namun
keuntungannya ialah sederhana dan mudah diolah dan ditafsirkan
(Sudjana, 2012:72)
Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka kuesioner dapat
dibagi atas dua jenis yaitu:
a. Kuesioner langsung, yaitu jika kuesioner tersebut dikirimkan dan
diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang
dirinya.
b. Kuesioner tidak langsung, yaitu kuesioner yang dkirimkan dan diisi
oleh bukan orang yang ingin diminta keterangannya. Kuesioner
tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi
tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan lain sebagainya.
Ditinjau dari segi menjawabnya, maka kuesioner dibagi atas:
a. Kesioner tertutup, yaitu kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawan lengkap sehingga responden hanya
tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
b. Kuesioner terbuka, adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa
sehingga para responden bebas mengemukakan pendapatnya.
Kuesioner terbuka disusun apabila jawaban reponden belum
terperinci dengan jelas sehingga jawabannya beraneka ragam.
Kuesioner terbuka biasanya digunakan untuk meminta pendapat
seseorang.
Berikut ini dikemukakan contoh kuesioner bentuk pilihan ganda
dan skala linkert.
Contoh kuesioner bentuk pilihan ganda:
1) Ketika guru memberikan tugas-tugas
a) Saya berusaha menyelesaikan tugas tersebut dengan benar dan
tepat waktu.
b) Saya merasa tidak perlu meneylesaikan dengan benar, yang
penting tepat waktu.
c) Saya merasa tidak perlu serius dalam mengerjakan tugas.
d) Saya benci dengan tugas-tugas.
2) Belajar kimia dengan cara diskusi kelompok menurut saya
a) Tidak efektif untuk peserta didik yang berkemampuan tinggi
b) Tidak efektif untuk peserta didik dengan kemampuan rendah
c) Tidak efektif untuk semua tingkatan kemampuan
d) Efektif untuk semua ttingkatan kemampuan
3) Mengamati okbjek kimia di lingkungan.
a) Menyadarkan kita terhadap kebesaran Allah
b) Merupakan hal yang membosankan
c) Menjadikan saya lebih tertarik mempelajari kimia
d) Suatu hal yang biasa-biasa saja
4) Berdiskusi mengenai kimia menurut saya
a) Tidak ada manfaatnya
b) Bermanfaat untuk kehidupan saya
c) Hanya perlu jika ingin menjadi ahli kimia
d) Merupakan kegiatan yang membosankan
5) Pembelajaran kimia di sekolah
a) Metode pembelajaran yang digukan guru tidak menarik
b) Guru menggukan metode yang bervariasi
c) Tidak memperlihatkan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
d) Pendidik tidak menguasai pembelajaran
2) Skala Sikap
Sikap merupakan digunakan untuk mengukur sikap seseorang
terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada
hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang.
Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus
yang datang kepada dirinya. Ada tiga kompenen sikap, yakni
kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut,
sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat
terhadap objek tersebut. Oleh karana itu, sikap selalu bermakna bila
dihadapkan kepada objek tertentu, misalnya sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, sikap mahasiswa terhadap pendidikan
politik, atau sikap guru terhadap profesinya.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pertanyaan untuk
dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau
ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh karena itu,
pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap
yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala
Likert,pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan
positif maupun negatif, dinilai oleh subyek dengan sangat setuju,
setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Skor
yang diberikan terhadap pilihan tersebut bergantung pada penilai
asal penggunaannya konsisten. Yang jelas, skor untuk pernyataan
positif dan pernyataan negatif adalah kebalikannya seperti tampak
dalam contoh.
Tabel 3. Pernyataan Skala Sikap
Pernyataan Sangat Setuju Tidak Tidak Sangat
Sikap setuju Punya Setuju Tidak
pendapat Setuju
Pernyataan 2 1 0 1 2
5 4 3 2 1
Positif
Pernyataan 2 1 0 1 2
1 2 3 4 5
Negatif
5. Cheklist
Yang dimaksud dengan cheklist adalah deretan pernyataan (yang
biasanya singkat-singkat) dimana responden yang mengisi tinggal
membubuhkan tanda check (V) ditempat yang sudah disediakan.
6. Studi dokumentasi
Evaluasi mengenai perkembangan atau keberhasilan peserta didik
dalam mengikuti proses pembelajaran menggunakan teknik nontes juga
dapat dilengkapi dengan memeriksa dokumen-dokumen misalnya
dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup peserta didik
misalnya informasi mengenai kedudukan pesta didik dalam keluarga
(anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak sulung, anak bungsu, dll),
berasal dari sekolah mana, pernahkah tinggal kelas, pernahkah meraih
juara sebagai pesrta didik yang berprestasi, informasi tentang riwayat
penyakit yang pernah diderta oleh peserta didik dan sebagainya.
Dokumen yang memuat informasi mengenai orang tua seperti
pendidikan orag tua, pekerjaan, rata-rata penhasilan tiap bulan, juga
dapat memperkaya atau melengkapi data untuk mengungkapkan hasil
belajar peserta didik. Selain itu, dokumen yang memuat tentang
linkungan sosial dan nonsosial juga akan memperkaya data untuk
mengambil keputusan tentang hasil belajar peserta didik. Berbagai
informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungan, pada
suatu saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi
pendidik dalam melakukan evaluasi terhadap hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dipahami bahwa dalam
rangka evaluasi hasil belajar pesrta didik tidak harus semata-mata
dilakukan dengana lat evaluasi berupa tes-tes hasil belajar. Teknik non
tes juga pelu dilakukan, khususnya evaluasi yang berhubungan dengan
aspek kejiwaan peserta didik seperti persepsinya terhadap mata pelajran
tertentu, sikap atau tingkah laku, minat, bakat peserta didik dan lain
sebagainya yang kesemuanya tidak dapat dievaluasi dengan
menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.
7. Portofolio
Evalausi portofolio merupakan suatu bentuk penilaian yang lebih
kompleks, mencakup semua komponen yang dijadikan portofolio dalam
suatu bidang dan tingkatan pendidikan. Portofolio dapat diartikan
sebagai, suatu upaya terorganisir untuk menemukan bukti-bukti, fakta
maupun keterangan tentang keamjuan akademik, prestasi belajar,
keterampilan maupun sikap eserta didik. Isi portofolio disesuaikan
dengan bidang yang diportofoliokan, antara lain dapat berupa laporan
tugas lengkap atau tugas dalam kelas, essay atau cerita, rakaman, unjuk
kerja, foto atau hasil kerja dan kebiasaan kerja dan sikap peserta didik.
Karena itu materinya dibicarakan dan ditetapkan secara bersama oleh
peserta didik, pendidik dan sekolah.
Portofolio tidak sekedar pemberian tugas, membuat karangan,
unjuk kerja dan sebagainya. Portofolio jauh lebih kompleks dan
mencakup aspek-aspek tertentu, seperti kemajuan akademik atau
kelompok, prestasi belajar, keterampilan maupun sikap. Materi yang
diportofoliokan dapat berlangsung dalam satu tahun, satu semester atau
satu caturwulan. Ini ditentukan oleh beban atau bobot materi tersebut.
Apabila ingin menggunakan portofolio sebagai instrumen evaluasi,
hendaklah dirancang secara khusus hingga peserta didik tidak
dirugikan. Peserta didik harus tahu betul bidang atau materi apa yang
diportofoliokan dan abagaiman kriteria penilaian yang sesungguhnya.
Secara sederhana portofolio dilakukan dengan tiga langkah, yaitu:
a. Persiapan untuk mengguanakn portofolio. Pada langkah ini
sekolah atau lembaga harus menggunakan suatu program
portofolio dengan menetukan tipr portofolio yang digunakan,
mengidentifikasi tujuan portofolio, memilih kategori, sampel
kerja yang akan diportfoliokan.
b. Menata portofolio sesuai denganwaktu yang terdapat dalam
kurikulum. Pada tahap ini lembaga, sekolah atau pendidik yang
bertangguang jawab, hendaklah menjelaskan proses portofolio
mulai dari kategori sampel kerja yang termasuk portofolio,
menegmbangkan rubrik dan tugas.
c. Manata proses portofolio pada periode pemberian angka. Pada
tahap ini perlu dipahami bahwa pemberian angka atau skor
berdasarkan pertimbangan kualitas dan kuantitas hasil karya dan
dasar-dasar rasional yang dituls dalam berbagai laporan atau
rubrik yng menyertai sampel kerja tersebut. Kriteria penilaian
yang akan digunakan harus diberi tahu pada saat portofolio akan
dilaksanakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap
kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan siswa dan guru dalam
mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat
sejauh mana keaktifan dan efisiennya dalam mencapai tujuan
pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa. Oleh sebab itu,
penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain
sebab hasil merupakan akibat dari proses. Sedangkan penilaian
hasil belajar merupakan upaya memberi nilai atas tugas-tugas
yang telah diberikan kepada siswa untuk mencapai kompetensi
yang telah ditetapkan.
Alat-alat penilaian proses belajar merupakan teknik penilaian
dengan menggunakan non-tes, antara lain: tes lisan, tes tulisan,
dan tes tindakan. Dalam tes tulisan meliputi: tes esai dan tes
objektif. Tes esai meliputi: tes berstruktur, tes bebas, dan tes
terbatas. Sedangkan dalam tes objektif meliputi: benar-salah,
menjodohkan, isian pendek, dan pilihan ganda.
Alat-alat penilaian hasil belajar merupakan teknik penilaian
dengan menggunakan tes, antara lain: pengamatan (observasi);
kuesioner (wawancara); skala penilaian, sikap dan minat; studi
kasus; serta checklist.
DAFTAR PUSTAKA
Press.
Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.