Anda di halaman 1dari 8

http://rimayaz.blogspot.co.id/p/v-behaviorurldefaultvmlo.

html

Bahaya Zat Kimia Dalam Makanan

Bahaya Zat Kimia Dalam Makanan


Saat ini di pasaran masih banyak terdapat bahan-bahan tambahan makanan berbahaya pada
sejumlah produk pangan olahan industri rumah tangga dan industri kecil. Hal itu terjadi
karena kurangnya wawasan pengusaha terhadap keamanan pangan (food safety).
Banyak contoh pelanggaran telah terjadi di lapangan, sebagai wujud ketidaktahuan akan
resiko bahaya yang tersembunyi di balik tindakan tersebut. Sebagai contoh ada pedagang
ikan asin yang menyemprotkan obat pembasmi serangga (nyamuk) ke ikan-ikan asin
dagangannya dengan tujuan agar dagangannya tidak dikerubungi lalat. Akhirnya, zat ber-
racun obat nyamuk tersebut malahan menempel pada ikan asinnya.
Praktisi di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) beberapa kali menemukan produk-
produk seperti sirup, mie, tahu, bakso mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi
kesehatan manusia, seperti : pengawet berbahaya (benzoat, formalin, dll.), pengenyal
berbahaya (boraks, dll.), pewarna berbahaya (Rhodamin-B, Methanyl Yellow, dll.), Pemanis
buatan (aspartame, sorbitol, dll.) dan bahan tambahan lain dengan dosis yang berlebihan.
Secara kasat mata memang agak sulit untuk menentukan apakah produk pangan olahan yang
ditemukan mengandung bahan-bahan kimia berbahaya atau tidak. Apalagi bila dosisnya
sangat sedikit. Akan tetapi, apabila dosisnya cukup banyak, maka kita bisa mengetahuinya
dari penampilan luar yang nampak nyata (penampilan visual).
Dasar hukum pelarangan :
Untuk menjaga kesehatan manusia, maka ada beberapa regulasi pemerintah yang mengatur
hal ini, seperti :
1. Undang-undang Pangan No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
2. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 208/Menkes/Per/IV/85, tentang Pemanis
Buatan. Pemanis buatan hanya digunakan untuk penderita diabetes (sakit gula dan penderita
yang memerlukan diet rendah kalori, yaitu : aspartame, Na sakarin, Na siklamat, dan sorbitol.
3. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998, tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan),
4. Peraturam Pemerintah No. 69 Tahun 1999, tentang Label dan Iklan Pangan.
Macam-macam bahan kimia berbahaya:
Bahan kimia yang digunakan sebagai tam-bahan makanan yang dikategorikan berbahaya di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Pengawet Berbahaya
Biasanya terdapat dalam bentuk : Formalin, Benzoat (bila terlalu banyak), dll.
2. Pewarna Berbahaya
Biasanya terdapat dalam bentuk : pewarna merah Rhodamin-B, pewarna kuning Methanyl
Yellow, dll.
3. Pemanis Buatan (yang berlebihan)
Biasanya terdapat dalam bentuk : Natrium (sodium) Saccharine (sakarin), Na-Cycla-mate
(siklamat), aspartame, sorbitol, dll.
4. Pengenyal (Bakso) Berbahaya
Biasanya dalam bentuk : Boraks, dll.
Dampak negatif bagi kesehatan manusia:
Terdapat banyak efek (dampak) negatif penyalahgunaan (kontaminasi) bahan kimia ber-
bahaya yang dipakai sebagai bahan tambahan pangan. Di antara efek negatif yang sering
muncul adalah :

1. Keracunan, mulai gejala ringan hingga efek yang fatal (kematian).

2. Kanker, seperti kanker leher rahim, paru-paru, payudara, prostat, otak, dll.

3. Kejang-kejang, mulai tremor hingga berat.

4. Kegagalan peredaran darah (gangguan fungsi jantung, otak, reproduksi,


endokrin).

5. Gejala lain, seperti : muntah-muntah, diare berlendir, depresi, gangguan saraf,


dll.

6. Gangguan berat, seperti : kencing darah, muntah darah, kejang-kejang, dll.


Sumber : https://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-bahan-
tambahan-makanan-pada-jajanan-anak/

Aspek Hukum Bahan Tambahan Makanan pada Jajanan Anak


Maret 15, 2008
Posted by teknosehat in HUKUM KESEHATAN, Kesehatan Masyarakat, Obat &
Makanan.
trackback

Aspek Hukum Bahan Tambahan Makanan (BTM) pada Jajanan Anak


Billy N. <billy@hukum-kesehatan.web.id>

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga merupakan komoditas perdagangan,
memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis, jujur, & bertanggung jawab
sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pangan dalam bentuk makanan & minuman adalah
salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk hidup, tumbuh, berkembang
biak, & reproduksi.
Dalam pasal 1 UU no.7/1996, disebutkan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati & air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, &
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, & atau pembuatan makanan
atau minuman.
Makanan jajanan anak merupakan sumber potensial yang mempunyai nilai komoditas &
menunjang perekonomian dalam jalur informal karena banyak jajanan anak yang dibuat
dalam skala kecil sebagai industri rumahan. Jajanan anak telah menjadi bagian dari
keseharian anak. Hampir semua anak diberi uang jajan oleh orang tuanya. Padahal, belum
tentu jajanan yang tersedia itu sesuai dengan standar mutu & jaminan bahwa jajanan tersebut
aman & layak untuk dikonsumsi.
Saat ini, sangat banyak produsen jajanan anak yang tidak memperhatikan keamanan
produknya. Mereka lebih memikirkan keuntungan yang dihasilkan, yaitu dengan modal
sekecil-kecilnya tetapi mendapatkan untung yang sebesar-besarnya dengan tanpa
memperhatikan aspek keamanan & keselamatan konsumen. Contohnya, saat ini banyak sekali
jajanan anak yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti zat pewarna yang dilarang
yaitu pewarna tekstil seperti rodamin, kuning metanil, dst. Sebagian lagi ada yang
mengandung boraks & formalin. Selain itu, pemanis buatan seperti siklamat & sakarin, juga
pengawet benzoat melebihi ambang batas. Pemakaian bahan kimia ini sangat berbahaya bagi
kesehatan & apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berlebihan jumlahnya
sehingga bisa memicu timbulnya berbagai macam penyakit, termasuk penyakit kanker.
Sedangkan secara jangka pendek, penggunaan zat-zat tersebut akan menimbulkan efek mual
& sakit kepala.
Badan POM & Depkes sendiri telah menetapkan aturan tentang Bahan Tambahan Makanan
melalui Permenkes no.722/1998. Menurut Badan POM, saat ini pada lebih dari 60 persen
makanan yang dijual di TKK & SD memiliki kandungan zat-zat berbahaya.
Menurut pasal 1 (4) UU no.7/1996 menyatakan bahwa Keamanan Pangan adalah kondisi &
upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia,
& benda lain yang dapat mengganggu, merugikan & membahayakan kesehatan manusia.
Jadi, sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan & larangan untuk
melindungi masyarakat dalam masalah makanan, termasuk jajanan anak. Pada kenyataannya,
masih banyak jajanan anak yang melanggar peraturan tanpa diketahui oleh konsumen. Kali
ini, akan dibahas mengenai aspek hukum keamanan jajanan anak.
Kita dapat lihat bahwa untuk menghasilkan produk makanan sehat bermutu harus
menggunakan bahan makanan tambahan (BTM) yang aman & diizinkan oleh Badan POM.
Penggunaan BTM dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai, baik oleh produsen
maupun oleh konsumen. Karena dampak dari penggunaannya dapat berakibat positif maupun
negatif bagi konsumen. Penyimpangan dalam pemakaiannya dapat membahayakan kesehatan
konsumen. Salah satu permasalahan keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan
yaitu penggunaan BTM. BTM banyak digunakan pada jajanan yang umumnya diproduksi
oleh industri kecil/rumah tangga.
Contohnya, banyak jajanan anak yang dijual mengandung monosodium glutamat (MSG)
untuk penyedap masakan. MSG jika digunakan dalam jangka waktu lama juga dapat
menyebabkan kanker, bahkan kematian. Selain itu, MSG dapat memicu reaksi alergi seperti
gatal-gatal & muntah, & asthma, juga gangguan hati & kesulitan belajar.
Selain itu, salah satu jajanan anak yang paling laris adalah bakso yang diduga banyak
mengandung formalin & boraks sebagai bahan pengawet & menjadikan bakso lebih kenyal.
Makanan yang mengandung formalin & boraks dapat mengakibatkan gangguan pencernaan
seperti nyeri perut, muntah-muntah, gangguan sistem syaraf, & gangguan sirkulasi
jantung/darah. Formalin & boraks sendiri biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat,
pembasmi hama, & penghilang bau. Dalam dosis tinggi, formalin bisa menyebabkan kejang,
sulit buang air kecil, muntah darah, kerusakan ginjal, & kematian.
Juga, banyak jajanan yang menggunakan pemanis buatan. Pemanis buatan yang sering
digunakan sebagian besar adalah pemanis buatan jenis sakarin & siklamat. Pemanis sakarin
& siklamat tersebut merupakan jenis pemanis yang lebih ditujukan bagi penderita kencing
manis (diabetes melitus) atau mereka yang sedang diet rendah kalori. Penggunaan sakarin
yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Selain itu, untuk menarik minat
anak untuk membeli jajanan, banyak produsen juga menggunakan zat pewarna tekstil yang
membahayakan kesehatan.

Aspek Hukum Penggunaan BTM


Penggunaan BTM dalam jajanan anak perlu diwaspadai, baik oleh produsen maupun oleh
konsumen. Penyimpangan dalam pemakaian BTM dapat membahayakan. Perbuatan ini harus
dicegah & ditindak secara tegas oleh pemerintah yang memiliki kewajiban untuk melindungi
rakyatnya dari penggunaan BTM yang tidak sesuai peraturan.
Dari penelitian Badan POM, dari 163 sampel jajanan anak yang diambil di 10 provinsi,
sebanyak 80 sampel (sekitar 50%) tidak memenuhi baku mutu keamanan pangan. Jajanan
yang bermasalah itu mengandung boraks, formalin, zat pengawet ilegal, zat pewarna tekstil,
penyedap rasa & pemanis buatan dalam jumlah berlebih, juga menggunakan garam yang
tidak beryodium.
Oleh karena hal tersebut, kita membutuhkan pangan yang aman untuk dikonsumsi, bermutu,
& bergizi. Kebijakan keamanan pangan & pembangunan gizi nasional merupakan bagian
kebijakan pangan nasional termasuk penggunaan bahan tambahan makanan. Badan POM
telah melakukan sosialisasi penggunaan BTM yang diizinkan dalam proses produksi
makanan & minuman sesuai UU No. 36/2009 untuk aspek keamanan pangan, & UU No.
71/1996.
Di sana diatur aspek keamanan mutu & gizi pangan, juga mendorong perdagangan yang jujur
& bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, & kemandirian
konsumen untuk melindungi diri dari dampak negatif yang ditimbulkan barang & jasa,
termasuk pangan, ada UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tujuan seluruh peraturan-peraturan tersebut adalah untuk melindungi kepentingan
masyarakat terhadap penggunaan BTM yang dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena
itu, industri pangan perlu mewaspadai masalah penggunaan BTM.
Beberapa produk hukum lain telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya mendapatkan
pangan yang aman & berkualitas untuk dikonsumsi oleh masyarakat di antaranya adalah PP
no.28/2004 tentang keamanan, mutu & gizi pangan, juga Depkes mengeluarkan permenkes
no. 722/1998 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan. Permenkes ini
sesuai dengan Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) WHO yang mengatur &
mengevaluasi standar bahan tambahan makanan, melarang penggunaan bahan tersebut pada
makanan. Aturan ini diteruskan oleh Badan Pengawasan Obat & Makanan yang sekarang
diserahi tanggung jawab untuk pengawasan seluruh produk makanan yang beredar di
masyarakat.
Pilar yang berperan dalam keberhasilan untuk mendapatkan pangan yang aman dikonsumsi
adalah pemerintah, produsen, & konsumen. Pemerintah merupakan pilar utama untuk
penyediaan pangan yang aman. Pemerintah dengan seluruh kewenangan yang dimilikinya
dapat membuat aturan & memaksa semua pihak untuk menaati aturan tersebut.
Kewenangan pengawasan dimiliki oleh pemerintah melalui Badan POM. Dalam pasal 53 UU
Pangan, dinyatakan bahwa untuk mengawasi pemenuhan ketentuan undang-undang,
pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya
pelanggaran hukum di bidang pangan. Pemerintah Daerah juga bertanggungjawab terhadap
ketersediaan pangan yang aman bagi masyarakat, sesuai pasal 60 UU Pangan.
Pelanggaran para produsen terhadap berbagai peraturan perundangan tidak hanya disebabkan
oleh faktor ekonomi, juga dapat disebabkan oleh faktor kurangnya pengetahuan mengenai
peraturan & penegakan hukum oleh aparat yang kurang konsisten. Pelaksanaan & penegakan
hukum dalam hal keamanan pangan kurang berjalan dengan baik. Hal ini tampak dari tidak
adanya penindakan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku terhadap para pelaku
pelanggaran keamanan pangan. Pemerintah nampaknya kurang serius untuk menegakkan
hukum pada para produsen golongan kecil yang termasuk kelompok masyarakat ekonomi
bawah dengan tingkat pendidikan yang rendah. Padahal, sanksi yang diterapkan pada mereka
yang menggunakan bahan berbahaya berdasarkan pasal 55 UU Pangan cukup berat, yaitu
hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun atau didenda maksimal enam ratus juta rupiah.
Masyarakat sebenarnya juga diberi kewenangan oleh pasal 51 UU Pangan untuk berperan
seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan konsumen pangan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Dalam rangka penyempurnaan & peningkatan sistem pangan, masyarakat dapat
menyampaikan permasalahan, masukan, & pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan.
Dari pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa peran serta masyarakat sangat diperlukan sebagai
pendeteksi awal dari keberadaan bahan kimia tambahan dalam makanan, dalam hal ini,
kejelian masyarakat selaku konsumen sangat diperlukan. Masyarakat harus teliti dalam
memastikan kandungan yang ada sesuai dengan label. Hal ini diperlukan karena banyak
kasus keracunan makanan adalah akibat bahan pengawet, akibat rendahnya kewaspadaan
konsumen. Lengahnya konsumen diperparah oleh sumber daya manusia yang masih rendah
& faktor daerah yang harus diawasi juga terlalu luas.
Sedangkan kendala lainnya yaitu dalam mengawasi penggunaan bahan pengawet adalah
peredaran bahan kimia bagi industri makanan rumahan yang jumlahnya sangat besar.
Keracunan yang paling banyak disoroti biasanya yang sifatnya jangka pendek. Namun, jarang
sekali dipersoalkan dampak makanan yang mengandung BTM yang dapat mengancam
manusia dalam waktu jangka yang panjang. Seperti, kerusakan organ tubuh setelah
mengkonsumsi makanan tertentu. Secara hukum, belum tegas dinyatakan untuk memberikan
sanksi pada efek jangka panjang karena pembuktiannya sulit dilakukan.
Untuk itu, harus ada upaya dari semua pihak untuk memahami pentingnya menghindari
keracunan, baik yang bisa dikenali langsung, maupun dalam jangka panjang. Dalam hal ini,
pemerintah harus menegakkan hukum secara tegas yang dapat memberikan efek jera bagi
mereka yang melanggar hukum & membahayakan kesehatan masyarakat.
Menurut PP no.69/1999 tentang label & iklan, disebutkan bahwa setiap produk yang
diperdagangkan harus mencantumkan komposisi bahannya. Sehingga, produsen bisa
melanggar pasal 8 UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa pangan yang
diperjualbelikan harus mencantumkan komposisi bahan & berat bersihnya. Setiap konsumen
berhak memperoleh informasi yang benar & jelas mengenai komposisi bahan makanan. Jika
melanggar UU tersebut, maka pelaku usaha (produsen , distributor , & pedagang) yang
terlibat diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun & denda pidana maksimal 2 miliar
rupiah.
Dalam rangka peningkatan pengamanan & pengawasan zat pewarna makanan, penandaan
khusus harus dicantumkan pada label pewarna makanan. Sebagai pelaksanaan pasal 14
permenkes no.22/1988 tentang bahan tambahan makanan, dalam keputusan kepala Badan
POM tentang tanda khusus pewarna makanan yang dalam pasal 1 (1) dijelaskan bahwa tanda
khusus adalah tanda dengan bentuk tertentu yang harus tertera secara jelas pada kemasan
tanda dengan bentuk tertentu yang harus tertera secara jelas pada kemasan atau bungkus luar
pewarna makanan, sehingga pewarna makanan tersebut dapat mudah dikenali.
Pada pasal 2 (2) dijelaskan bahwa kemasan pewarna makanan harus dicantumkan secara jelas
tanda khusus untuk pewarna makanan. Sedangkan pada pasal 2 (2) disebutkan bahwa selain
tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan permenkes no.79/1978
tentang label & periklanan makanan serta permenkes no.722/1988 tentang BTM, pada
kemasan atau bungkus luar pewarna makanan harus dicantumkan:
a. Tulisan bahan tambahan makanan & pewarna makanan.
b. Nama pewarna makanan
c. Nomor indeks
d. Komposisi untuk produk campuran
e. Berat bersih
f. Kode produksi
g. Takaran penggunaannya dalam makanan
h. Nomor pendaftaran produk
i. Nama & alamat perusahaan
j. Nomor pendaftaran produsen
Untuk pemanis buatan, berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI no. HK.00.05.5.1.454
tentang Persyaratan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam produk pangan pada
pasal 6 mengenai ketentuan label sebagai berikut:
1. Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan harus mencantumkan jenis & jumlah
pemanis buatan dalam komposisi bahan atau daftar bahan pada label.
2. Pemanis buatan dalam bentuk sediaan, pada label harus mencantumkan:
a. Nama pemanis buatan
b. Jumlah pemanis buatan dalam bentuk tabel dinyatakan dengan miligram (mg) & dalam
bentuk granul atau serbuk dinyatakan dengan miligram (mg) dalam kemasan sekali pakai.
c. Acceptable Daily Intake (ADI), kecuali bagi pemanis buatan yang tidak mempunyai ADI.
d. Peringatan: tidak digunakan untuk bahan yang akan dimasak/dipanggang.
3. Wajib mencantumkan peringatan fenilketonuria: mengandung fenilanalin, yang ditulis &
terlihat jelas pada label jika makanan/minuman/sediaan menggunakan pemanis buatan
aspartam.
4. Wajib mencantumkan peringatan: konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek laksatif,
yang ditulis & terlihat jelas pada label jika makanan/minuman/sediaan menggunakan pemanis
buatan laktitol atau manitol atau sorbitol, yang apabila diyakini dikonsumsi lebih dari 20
gram manitol per hari atau 50 gram sorbitol per hari.
5. Klaim yang diperoleh & dapat ditulis pada label adalah:
a. Tidak menyebabkan karies gigi
b. Pangan rendah kalori & pangan tanpa penambahan gula apabila produk pangan memenuhi
syarat produk pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
c. Pangan untuk penderita diabetes atau pernyataan lainnya sebagaimana dimaksud pada
pasal 2 ayat (5)
Adapun pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan di atas dapat dikenai sanksi berupa:
1. Sanksi administratif:
a. peringatan tertulis
b. Pencabutan izin edar
c. Penarikan & pemusnahan prodsuk pangan yang mengandung pemanis buatan yang sudah
beredar.
2. Sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Jadi, untuk menghasilkan produk-produk makanan sehat & bermutu harus menggunakan
BTM yang aman untuk dikonsumsi & diizinkan badan POM. Dalam hal ini penggunaan
BTM, tentunya tidak terlepas dari aspek-aspek pemilihan & penetapan, pembelian, aplikasi,
cara mendapatkannya, & ketersediaan bahan tambahan makanan.
Kesimpulan
Berdasarkan survei di seluruh Indonesia yang dilakukan Badan POM, lebih dari 60% jajanan
anak tidak memenuhi syarat keamanan & mutu pangan yang baik. Jenis-jenis makanan
tersebut antara lain berbagai jenis permen, snack/makanan ringan & berbagai jenis sirup. Di
mana pada makanan tersebut kemungkinan juga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan.
Penggunaan BTM yang dilarang pada makanan mungkin masih tetap dilakukan oleh
produsen meskipun hal ini dilarang oleh peraturan karena dapat membahayakan kesehatan.
Hal ini tetap dilakukan dengan alasan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
besar & dapat disebabkan oleh faktor kurangnya pengetahuan. Sudah menjadi kewajiban
pemerintah untuk terus menerus memberikan penerangan mengenai bahaya yang ditimbulkan
oleh penggunaan BTM yang tidak sesuai peraturan.
Peraturan yang ada & diberlakukan dalam bidang keamanan pangan sebenarnya sudah cukup,
hanya masalahnya ada pada pelaksanaan/penegakan hukum yang belum konsisten.
Pemerintah sepertinya kurang serius untuk menegakkan hukum karena sebagian besar
pengguna BTM yang berbahaya tersebut adalah industri rumah tangga dengan modal yang
kecil. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembinaan pada industri rumah tangga di bidang
pangan (IRTP) dalam hal penggunaan BTM.
Sebenarnya, pembinaan & pengawasan terhadap jajanan anak ada pada dinas kesehatan
kabupaten/kota. Tetapi, badan POM harus tetap menjalin kerja sama dengan instansi lainnya.
Penegakkan hukum harus terus dijalankan pada mereka yang jelas telah melanggar peraturan,
terutama pada produsen yang dengan sengaja & sadar menggunakan bahan-bahan berbahaya
dalam pangan.
(c)Hukum-Kesehatan.web.id

Anda mungkin juga menyukai