OLEH:
dr. Desi Afnita Lubis
Dokter Pendamping :
dr.Aang Hambali
dr. Rizka Guspaneri Harahap
Nama Pendamping :
Dr. Aang Hambali , dr. Rizka Guspaneri Harahap
Obyektif Presentasi :
buang air kecil pada malam hari. Penurunan berat badan juga dirasakan OS.
Tujuan : Mempelajari cara mendiagnosis serta memberikan terapi yang tepat pada pasien
Diabetes melitus Tipe 2
Data Pasien :
Nama : Ny.S
2
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tempino
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Kebas-kebas pada kedua tangan
tidur terganggu akibat sering buang air kecil pada malam hari.
3
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala : Normocephal
Pemeriksaan Mata
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
Pemeriksaan Telinga
- Deformitas (-/-), Nyeri tekan (-/-)
Pemeriksaan Hidung :
- Nafas cuping hidung (-/-), Deformitas (-/-)
Pemeriksaan Mulut
- Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis (-), tremor (-).
2. Pemeriksaan Leher:
- Trakea : Deviasi trakea (-)
- Kelenjar limfe : Membesar (-)
- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat
3. Pemeriksaan Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SP: vesikuler, ST: ronkhi (-), wheezing (-)
4
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Hepar tak teraba
Lien tak teraba
Ginjal ballotement (-), nyeri ketok costovertebral(-)
Perkusi : Tympani, pekak alih (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
5. Pemeriksaan Ektsremitas
- Superior : Atrofi (-/-), deformitas (-), oedem (-), sianosis (-), ikterik (-)
Reflek fisiologis (N/N), reflek patologis (-/-), akral dingin (-/-)
HASIL LABORATORIUM
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Diabetes melitus tipe 2
2. Etiologi Diabetes melitus tipe 2
3. Patofisiologi Diabetes melitus tipe 2
4. Diagnosa dan penatalaksanaan Diabetes melitus tipe 2
Subyektif :
Keluhan kebas-kebas pada kedua telapak tangan Hal ini dialami OS dalam 3 minggu ini, OS
juga merasakan tubuhnya sering lemas walau tidak beraktifitas dan mengeluhkan tidur
terganggu akibat sering buang air kecil pada malam hari. Penurunan berat badan juga
dirasakan OS.
Obyektif :
Hasil gejala klinis os tampak sakit, vital sign (TD:120/70, RR: 22x/i, T:36,5 C, Frekuensi
nadi : 80x/i)BB: 55kg, TB: 160cm kepala : Anemis(-), ikterik(-), cianosis (-), dyspneu(-)
5
Assesment :
Pasien dengan keluhan kebas-kebas pada kedua tangan Hal ini dialami OS dalam 3 minggu
ini, OS juga merasakan tubuhnya sering lemas walau tidak beraktifitas dan mengeluhkan
tidur terganggu akibat sering buang air kecil pada malam hari. Penurunan berat badan juga
dirasakan OS. Dari gejala klinis yang didapatkan dari anemnesis ditambah dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan kasus ini sangat mengarah
Diagnosis Banding
Terapi:
A. Non-Farmakologis
1. Edukasi
Materi Edukasi yang diberikan pada OS adalah mengenai:
- Meningkatkan kepatuhan
Pada penderita dengan berat badan 55 kg, tinggi badan 160 cm sebagai berikut:
6
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) yaitu : BB(kg)/ TB(m2)
-
Berat badan ideal : : 18,5 22,9 kg/m2
-
Berat badan kurang : < 18, 5 kg/m2
-
Berat badan lebih : 23,0 kg/m2
IMT penderita adalah 21, 4 termasuk kategori normal/ideal
Kebutuhan kalori pada pasien: BBI(Berat Badan Ideal), ( (TB-100)-10%
(160-100)-10%=54 kg
Kalori basal: BBI x 25 untuk wanita
54x25= 1350 kal
Koreksi berdasarkan umur, pekerjaan dan berat badan:
Umur pasien 40-59= -5%
Pekerjaan ibu rumah tangga kategori sedang = +20%
Berat badan normal berdasarkan IMT normal = 0%
= 1350+15%= 1350+203= 1553 kal
3. Latihan jasmani
jasmani secara teratur ( 3-4 kali seminggu ) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya
melakukan latihan jasmani sebaiknya perlu diperhatikan juga beberapa hal sebagai berikut
yaitu frekuensi merupakan jumlah latihan per minggu sebaiknya dilakukan secara teratur 3-
5 kali per minggu, intensitas berkisar antara 30-60 menit dan tipe ( jenis ) latihan non
Terapi Farmakologis
- Metformin 3x1
- Vitamin B 12 1 x 1
Mengetahui, Mengetahui
Pendamping I Pendamping II
7
Pembahasan
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. 1,2,3,4,5
Kebanyakan diabetes tipe I adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak
gemuk. Setelah penyakit diketahui mereka harus langsung menggunakan insulin. Pankreas
sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin. Bila insulin tidak ada,
maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa
dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tergantung insulin
8
Diabetes ini sering terjadi pada orang dewasa atau berusia lanjut. Dalam perjalanan penyakit
diabetes tipe II tubuh pada mulanya tidak dapat menggunakan insulin secara efektif . Ketika
insulin t tidak dapat berfungsi dengan benar, glukosa akan menetap dalam darah. Setelah
Diabetes ini hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal kembali setelah
persalinan.
Kelainan pada diabetes tipe lain adalah akibat kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar
pancreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar
tersebut.
Yang menjadi faktor risiko penyakit diabetes melitus adalah sebagai berikut: 1,2,3,4,5
- Faktor keturunan/genetik
- Usia > 45 tahun
- Pola hidup dan makan yang salah
- Merokok
- Obesitas
- Riwayat TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
D. Patofisiologis
Pada penderita diabetes terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
dan gangguan skeresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
9
pada diabetes disertai dengan penurunan reaksi intrasel Resistensi insulin pada
diabetes disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus didapat
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus, namun
msih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik jarang
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: 1,2,3,4,5
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan
F. Pemeriksaan Penunjang
DM antara lain: 1
- Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
- A1C
- Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
- Kreatinin serum
- Albuminuria
- Keton, sedimen, dan protein dalam urin
10
G .Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan
di bawah ini:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. 1,2,3,4
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
11
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
Menurut soegondo (2008) diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi seperti berikut :
a. Komplikasi Akut
1. Keoasidosis diabetik adalah keadaan yang disebabkan karena tidak adanya insulin atau
protein, lemak. Ada tiga gambaran klinis ketoasidosis diabetik yaitu dehidrasi, kehilangan
2.Koma hyperosmolar hyperglikemia non ketotik (HHNK), Sindrom HHNK ditandai dengan
12
3. Hipoglikemi adalah penurunan kadar glukosa darah kurang dari 60 mg/dL. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, asupan karbohidrat
b. Komplikasi kronis
1. Mikroangiopati
terjadinya retinopati diabetikum adalah lamanya menderita diabetes, umur penderita, control
Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam
urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus, nefropati diabetikum merupakan
Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex. Selain ini juga bisa terjadi
poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan
pada suatu atau lebih akar syaraf dan dapat disertai dengan kelemahan motoric, biasanya
2. Makroangiopati
Penyakit jantung koroner ditandai dengan diawali dari berbagai bentuk dyslipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada diabetes mellitus sendiri tidak
pada diabetes mellitussangat bersifat atherogemi karena mudah mengalami glikolisasi dan
oksidasi.
13
Penyakit Serebro vaskuler, pembuluh aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentuk emboli ditempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa
aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral yang mengakibatkan serangan
Penyakit vaskuler perifer perubah aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremis bawah menyebabkan okulasi arteri ekstremitas bawah. Tanda dan gejalanya
meliputi penurunan denyut nadi perifer dan klaudikatio intermiten (nyeri pada betis pada saat
berjalan).
I. Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi Gizi Medis
3. Latihan Jasmani
4. Intervensi Farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. 1,2,3,4
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
14
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. 1,2,3,4
- Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan
- Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
- Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
- Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan
keluarganya
- Gunakan alat bantu audio visual
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan.1
15
- Materi tentang perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan
- Kulit kaku yang kering, bersisik, dan retak-retak serta kaku, bulu-bulu rambut kaki
yang menipis
- Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh, ingrowing nail)
- Kalus (mata ikan) terutama di telapak
- Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol,
16
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). 1,2,3,4
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 1,2,3,4
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
Lemak
dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
17
- Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
sendok teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400
mg garam dapur.
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
Serat
cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik
untuk kesehatan.
- Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
18
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
Intake / ADI)
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
dimodifikasi menjadi :
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT*
- Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
19
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
Bila kurus ditambah sekitar 20 %. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori
yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600
kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut
di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore
(25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan
Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan.Lihat pada tabel Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
20
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan. 1,2,3,4
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral (Obat Hipoglikemik Oral/OHO)
1,2,3,4,6
dan bentuk suntikan (Insulin).
Biguanid/Metformin
21
Sulfonilurea
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak tahun 1957.
Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis serupa,
demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Obat golongan ini mempunyai efek
utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),
di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada
22
saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara
titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut. 1,2,3,4,6
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
d. DPP-IV inhibitor
oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1
diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)- amide
yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan
untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe
2. 1,2,3,4
menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau
analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4
inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat
23
a. Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
- OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
Suntikan
Insulin
perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
24
- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah
ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin. Algoritma
25
. Algoritma pengelolaan DM tipe 2
DAFTAR PUSTAKA
26
KONSENSUS
1. PERKENI. Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2011.
Diunduh dari: www.scribd.com. Diakses tanggal: 05 maret 2013.
2. Soegondo, S. Hidup Secara Mandiri Dengan Diabetes Melitus. 2008. FKUI. Jakarta.
5. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Edisi IV. FK UI Jakarta.
6. Tjay TH, Rahardja K. Obat-Obat Penting. 2008. Edisi ke-6. Gramedia. Jakarta
27