Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO

Diabetes Melitus Tipe 2

OLEH:
dr. Desi Afnita Lubis

Dokter Pendamping :
dr.Aang Hambali
dr. Rizka Guspaneri Harahap

RSUD SUNGAI BAHAR


2016
Portofolio

Nama Peserta : dr. Desi Afnita Lubis

Nama Wahana : RSUD Sungai Bahar

Topik : Diabetes Melitus Tipe 2

Tanggal (kasus) : 01 Februari 2016

Nama Pasien : Ny.S

Nama Pendamping :
Dr. Aang Hambali , dr. Rizka Guspaneri Harahap

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil


Deskripsi : Perempuan,57 Tahun, dengan Kebas-kebas pada kedua tangan, Hal ini

dialami OS dalam 3 minggu ini, OS juga merasakan tubuhnya sering lemas

walau tidak beraktifitas dan mengeluhkan tidur terganggu akibat sering

buang air kecil pada malam hari. Penurunan berat badan juga dirasakan OS.
Tujuan : Mempelajari cara mendiagnosis serta memberikan terapi yang tepat pada pasien
Diabetes melitus Tipe 2

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data Pasien :

Nama : Ny.S

Nama RS : RSUD Sungai Bahar Telp : - Terdaftar sejak :


01 Februari 2015

2
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tempino

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Kebas-kebas pada kedua tangan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Hal ini dialami OS dalam 3 minggu ini, OS juga merasakan

tubuhnya sering lemas walau tidak beraktifitas dan mengeluhkan

tidur terganggu akibat sering buang air kecil pada malam hari.

Penurunan berat badan juga dirasakan OS.


BAK (+) lebih dari 3x/ pada malam hari.
BAB (+) Normal
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Tidak Dijumpai

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu os menderita kencing manis

5. Riwayat Pemakaian Obat


Obat-obatan herbal

3
PEMERIKSAAN FISIK

Hasil Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit


Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 120/70 mmHg
HR : 88x/menit
RR : 22 x/menit
Temperatur : 36,5 Celcius
BB: 55 kg TB: 160 cm. IMT: 21.4 kg/m2
Kesan: Normal

Status Generalisata
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala : Normocephal

Pemeriksaan Mata
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor

Pemeriksaan Telinga
- Deformitas (-/-), Nyeri tekan (-/-)

Pemeriksaan Hidung :
- Nafas cuping hidung (-/-), Deformitas (-/-)

Pemeriksaan Mulut
- Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis (-), tremor (-).

2. Pemeriksaan Leher:
- Trakea : Deviasi trakea (-)
- Kelenjar limfe : Membesar (-)
- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat

3. Pemeriksaan Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SP: vesikuler, ST: ronkhi (-), wheezing (-)

4
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Hepar tak teraba
Lien tak teraba
Ginjal ballotement (-), nyeri ketok costovertebral(-)
Perkusi : Tympani, pekak alih (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

5. Pemeriksaan Ektsremitas
- Superior : Atrofi (-/-), deformitas (-), oedem (-), sianosis (-), ikterik (-)
Reflek fisiologis (N/N), reflek patologis (-/-), akral dingin (-/-)

- Inferior : Atrofi (-/-), deformitas (-), oedem (-), sianosis (-)ikterik(-)


Reflek fisiologis (N/N), reflek patologis(-/-), akral dingin (-/-)

HASIL LABORATORIUM

KGD ad Random : 285 mg/dL

Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Diabetes melitus tipe 2
2. Etiologi Diabetes melitus tipe 2
3. Patofisiologi Diabetes melitus tipe 2
4. Diagnosa dan penatalaksanaan Diabetes melitus tipe 2

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subyektif :
Keluhan kebas-kebas pada kedua telapak tangan Hal ini dialami OS dalam 3 minggu ini, OS

juga merasakan tubuhnya sering lemas walau tidak beraktifitas dan mengeluhkan tidur

terganggu akibat sering buang air kecil pada malam hari. Penurunan berat badan juga

dirasakan OS.

Obyektif :
Hasil gejala klinis os tampak sakit, vital sign (TD:120/70, RR: 22x/i, T:36,5 C, Frekuensi
nadi : 80x/i)BB: 55kg, TB: 160cm kepala : Anemis(-), ikterik(-), cianosis (-), dyspneu(-)

5
Assesment :
Pasien dengan keluhan kebas-kebas pada kedua tangan Hal ini dialami OS dalam 3 minggu

ini, OS juga merasakan tubuhnya sering lemas walau tidak beraktifitas dan mengeluhkan

tidur terganggu akibat sering buang air kecil pada malam hari. Penurunan berat badan juga

dirasakan OS. Dari gejala klinis yang didapatkan dari anemnesis ditambah dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan kasus ini sangat mengarah

pada diabetes melitus tipe 2


Plan :

Diagnosis Banding

Diabetes Melitus Tipe 2


Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Melitus Tipe lain

Diagnosis Kerja : Diabetes Melitus Tipe 2

Terapi:

. Terapi yang diberikan pada OS

A. Non-Farmakologis
1. Edukasi
Materi Edukasi yang diberikan pada OS adalah mengenai:

- Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit DM

- Mengubah gaya hidup

- Meningkatkan kepatuhan

- Meningkatkan kualitas hidup

2. Perencanaan diet atau kebutuhan kalori

Perencanaan diet yang diberikan pada OS adalah:

Pada penderita dengan berat badan 55 kg, tinggi badan 160 cm sebagai berikut:

6
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) yaitu : BB(kg)/ TB(m2)
-
Berat badan ideal : : 18,5 22,9 kg/m2
-
Berat badan kurang : < 18, 5 kg/m2
-
Berat badan lebih : 23,0 kg/m2
IMT penderita adalah 21, 4 termasuk kategori normal/ideal
Kebutuhan kalori pada pasien: BBI(Berat Badan Ideal), ( (TB-100)-10%
(160-100)-10%=54 kg
Kalori basal: BBI x 25 untuk wanita
54x25= 1350 kal
Koreksi berdasarkan umur, pekerjaan dan berat badan:
Umur pasien 40-59= -5%
Pekerjaan ibu rumah tangga kategori sedang = +20%
Berat badan normal berdasarkan IMT normal = 0%
= 1350+15%= 1350+203= 1553 kal
3. Latihan jasmani

Perencanaan latihan jasmani yang dianjurkan kepada OS adalah dianjurkan latihan

jasmani secara teratur ( 3-4 kali seminggu ) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya

sesuai CRIPE ( Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Untuk

melakukan latihan jasmani sebaiknya perlu diperhatikan juga beberapa hal sebagai berikut

yaitu frekuensi merupakan jumlah latihan per minggu sebaiknya dilakukan secara teratur 3-

5 kali per minggu, intensitas berkisar antara 30-60 menit dan tipe ( jenis ) latihan non

pertandingan seperti jalan santai, senam jantung sehat dan senam DM

Terapi Farmakologis

- Metformin 3x1
- Vitamin B 12 1 x 1

Mengetahui, Mengetahui
Pendamping I Pendamping II

dr. Aang Hambali dr. Rizka Guspaneri Harahap

7
Pembahasan

A. Definisi Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. 1,2,3,4,5

B. Jenis-jenis Diabetes Melitus

Menurut Soegondo (2008) diabetes dibagi menjadi 4 yaitu :

1. Diabetes mellitus tipe I

Kebanyakan diabetes tipe I adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak

gemuk. Setelah penyakit diketahui mereka harus langsung menggunakan insulin. Pankreas

sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin. Bila insulin tidak ada,

maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa

dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tergantung insulin

2. Diabetes melitus tipe II

8
Diabetes ini sering terjadi pada orang dewasa atau berusia lanjut. Dalam perjalanan penyakit

diabetes tipe II tubuh pada mulanya tidak dapat menggunakan insulin secara efektif . Ketika

insulin t tidak dapat berfungsi dengan benar, glukosa akan menetap dalam darah. Setelah

cukup lama, glukosa akan bertambah banyak di dalam darah .

3. Diabetes Gestasional (kehamilan)

Diabetes ini hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal kembali setelah

persalinan.

4. Diabetes mellitus tipe lain

Kelainan pada diabetes tipe lain adalah akibat kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar

pancreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar

tersebut.

C. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Yang menjadi faktor risiko penyakit diabetes melitus adalah sebagai berikut: 1,2,3,4,5

- Faktor keturunan/genetik
- Usia > 45 tahun
- Pola hidup dan makan yang salah
- Merokok
- Obesitas
- Riwayat TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

D. Patofisiologis

Pada penderita diabetes terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin

dan gangguan skeresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi

suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa di dalam sel. Resistensi insulin

9
pada diabetes disertai dengan penurunan reaksi intrasel Resistensi insulin pada

diabetes disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi

tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi

resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus didapat

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa

terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar

glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun

demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan

insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus. Meskipun

terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus, namun

msih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak

dan produksi keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik jarang

terjadi pada diabetes tipe II (Soewondo,2008).

E. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya

DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: 1,2,3,4,5
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya


Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit

DM antara lain: 1
- Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
- A1C
- Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
- Kreatinin serum
- Albuminuria
- Keton, sedimen, dan protein dalam urin

10
G .Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole

blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan

untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Berbagai keluhan dapat

ditemukan pada penyandang diabetes. 1,2,3,4

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti

di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya


Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200

mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM


2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih

sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-

ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. 1,2,3,4

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM bergantung pada

hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa

terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1,2,3,4

11
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2

jam < 140 mg/dL. 1,2,3,4

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus


H. Komplikasi

Menurut soegondo (2008) diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi seperti berikut :

a. Komplikasi Akut

1. Keoasidosis diabetik adalah keadaan yang disebabkan karena tidak adanya insulin atau

ketidakcukupan jumlah insulin, yang menyebabkan kekacauan metabolism karbohidrat,

protein, lemak. Ada tiga gambaran klinis ketoasidosis diabetik yaitu dehidrasi, kehilangan

elektrolit dan asidosis.

2.Koma hyperosmolar hyperglikemia non ketotik (HHNK), Sindrom HHNK ditandai dengan

Hiperglikemia,hiperosmolar tanpa ketosis

12
3. Hipoglikemi adalah penurunan kadar glukosa darah kurang dari 60 mg/dL. Keadaan ini

dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, asupan karbohidrat

kurang atau aktivitas fisik yang berlebihan.

b. Komplikasi kronis

1. Mikroangiopati

Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor

terjadinya retinopati diabetikum adalah lamanya menderita diabetes, umur penderita, control

gula darah, faktor sistematik (hipertensi)

Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam

urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus, nefropati diabetikum merupakan

faktor resiko dari gagal ginjal kronik.

Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex. Selain ini juga bisa terjadi

poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan

pada suatu atau lebih akar syaraf dan dapat disertai dengan kelemahan motoric, biasanya

dalam waktu 6-12 bulan.

2. Makroangiopati

Penyakit jantung koroner ditandai dengan diawali dari berbagai bentuk dyslipidemia,

hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada diabetes mellitus sendiri tidak

meningkatan kadar LDL, namun sedikit kadar HDL

pada diabetes mellitussangat bersifat atherogemi karena mudah mengalami glikolisasi dan

oksidasi.

13
Penyakit Serebro vaskuler, pembuluh aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau

pembentuk emboli ditempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa

aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral yang mengakibatkan serangan

iskemik dan stroke.

Penyakit vaskuler perifer perubah aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada

ekstremis bawah menyebabkan okulasi arteri ekstremitas bawah. Tanda dan gejalanya

meliputi penurunan denyut nadi perifer dan klaudikatio intermiten (nyeri pada betis pada saat

berjalan).

I. Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi Gizi Medis
3. Latihan Jasmani
4. Intervensi Farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa

waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan

intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.

Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,

sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres

berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera

diberikan. 1,2,3,4

Terapi Non Farmakologis

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif

14
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan

edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. 1,2,3,4

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar

glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. 1,2,3,4

Edukasi perubahan perilaku

Dalam menjalankan tugasnya, tenaga kesehatan memerlukan landasan empati, yaitu

kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain.1

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:

- Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan
- Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
- Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
- Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan

penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang

diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium


- Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
- Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
- Libatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi
- Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan

keluarganya
- Gunakan alat bantu audio visual

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian

dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM

secara holistik.

Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat

lanjutan.1

a. Materi edukasi pada tingkat awal adalah:

15
- Materi tentang perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan

pemantauan DM secara berkelanjutan


- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau

insulin serta obat-obatan lain


- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin

mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)


- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
- Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
- Pentingnya perawatan kaki
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

b. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :


- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
- Makan di luar rumah
- Rencana untuk kegiatan khusus
- Hasil penelitian dan pengetahuan masa kinidan teknologi mutakhir tentang DM
- Pemeliharaan/perawatan kaki.
Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan

penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku

memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi.

c. Deteksi dini kelainan kaki risiko tinggi

Kaki yang berisiko tinggi antara lain:

- Kulit kaku yang kering, bersisik, dan retak-retak serta kaku, bulu-bulu rambut kaki

yang menipis
- Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh, ingrowing nail)
- Kalus (mata ikan) terutama di telapak
- Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol,

bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari


- Kaki baal, semutan, atau tidak terasa nyeri
- Kaki yang terasa dingin
2. Terapi Nutrisi Medis

16
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara

total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim

(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). 1,2,3,4

Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya

guna mencapai sasaran terapi. 1,2,3,4

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran

makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan

pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama

pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 1,2,3,4

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:1


Karbohidrat

- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.


- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain


- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)


- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai

bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi.


- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh

dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

17
- Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein

- Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.


- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan

tempe.
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1

sendok teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400

mg garam dapur.
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

- Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi

cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang

tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik

untuk kesehatan.
- Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.

Pemanis alternatif
- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.

Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.


- Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
- Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

18
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.


- Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,

acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.


- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake / ADI)

Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor

seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. 1,2,3,4

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


- Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus

dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal 10 %, Kurus : < BBI - 10 % ; Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT*

- BB Kurang < 18,5


- BB Normal 18,5-22,9
- BB Lebih 23,0 (Dengan risiko 23,0-24,9, Obes I 25,0-29,9 dan Obes II > 30)

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : 1,2,3,4

- Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita

sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.


- Umur

19
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade

antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan

dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.


- Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% pada pasien dengan aktivitas ringan, 20% dengan

aktivitas sedang, dan 30% dengan aktivitas berat.


- Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 10- 20% tergantung kepada tingkat kegemukan.

Bila kurus ditambah sekitar 20 %. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori

yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600

kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut

di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore

(25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan

kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan.

Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan

disesuaikan dengan penyakit penyertanya. 1,2,3,4

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.

Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

tetap dilakukan.Lihat pada tabel Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif

20
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

bermalas-malasan. 1,2,3,4

4. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral (Obat Hipoglikemik Oral/OHO)
1,2,3,4,6
dan bentuk suntikan (Insulin).

a. Obat Hipoglikemik Oral


1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
o Sulfonilurea
o Glinid

2.Penambah sensitivitas terhadap insulin

Biguanid/Metformin

2. Penghambat glukosidase alfa (Penghambat absorbsi glukosa)


3. Incretin mimetic, penghambat DPP-4 (DPP-IV inhibitor)

1. Pemicu sekresi insulin

21
Sulfonilurea
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak tahun 1957.

Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis serupa,

demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Obat golongan ini mempunyai efek

utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama

untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada

pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada

berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. 1,2,3,4,6

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam

obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini

diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui

hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. 1,2,3,4,6

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin


Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),

di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang

diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat

memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada

22
saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara

titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat

tersebut. 1,2,3,4,6

c. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah

kembung dan flatulens. 1,2,3,4,6

d. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan

oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang

masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin

dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1

diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)- amide

yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan

untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe

2. 1,2,3,4

Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang

menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau

analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4

inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang

tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat

penglepasan glukagon. 1,2,3,4,6

23
a. Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

- OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal


- Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
- Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
- Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
- Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
- Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
- DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Suntikan

Insulin

- Insulin diperlukan pada keadaan:


- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

- Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:


- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
- Insulin kerja pendek (short acting insulin)
- Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
- Insulin kerja panjang (long acting insulin)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin

24
- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan

pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO

tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah

ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari

kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah

belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau

kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana

insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi

pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe 2).1,2,3,4,6

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi

OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan

pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal

insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian

dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan

harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak

terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin. Algoritma

pengobatan DM tipe 2 dapat dilihat pada bagan . 1,2,3,4,6

25
. Algoritma pengelolaan DM tipe 2

Algoritma pengelolaan DM tipe 2

DAFTAR PUSTAKA

26
KONSENSUS
1. PERKENI. Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2011.
Diunduh dari: www.scribd.com. Diakses tanggal: 05 maret 2013.

2. Soegondo, S. Hidup Secara Mandiri Dengan Diabetes Melitus. 2008. FKUI. Jakarta.

3. Soegondo S, dkk. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2011. Edisi ke-2.


FKUI. Jakarta

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Diabetes Melitus


dalam Panduan Pelayanan Medik. 2009. InternaPublishing.Jakarta

5. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Edisi IV. FK UI Jakarta.

6. Tjay TH, Rahardja K. Obat-Obat Penting. 2008. Edisi ke-6. Gramedia. Jakarta

7. Prasetyowati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Diunduh dari:


www.fk.uns.ac.id. Diakses tanggal: 09 maret 2013.

27

Anda mungkin juga menyukai