Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan makan dan minum tubuh kita mendapat air, elektrolit, karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan lain-lain nya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk dan
keluar lewat urin, tinja, keringat dan uap air pernafasan kira-kira sama, seperti tampak pada tabel
1:
Masukan (ml/24 jam) Keluaran (ml/24 jam)
Tampak Tak tampak Tampak Tak tampak
Minum 1200 - Urin 1200 -
Makan - 1000 Tinja - 100
Hasil - 300 Keringat - 800
pernafasan - 400
oksidasi
Total 1200 1300 Total 1200 1300

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, yang berfungsi menjadi pengangkut zat
makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel untuk
menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia,
jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
Pada bayi prematur jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-
75% dari berat badan, sebelum pubertas 65-70% dari berat badan, orang dewasa normal sekitar
50-60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan
air di dalam sel otot, sehingga cairan total pada orang gemuk lebih rendah dari pada mereka yang
tidak gemuk.
Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel dan intra
sel. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation dan anion (elektrolit)
yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel.
Gangguan keseimbangan cairan adalah adanya ketidakseimbangan antara air yang masuk
dan keluar dari tubuh, ketidakseimbangan antara cairan intra dan ekstrasel serta
ketidakseimbangan antara cairan interstisium dan intravaskular.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperative dan postoperatif..
Terapi cairan terutama dibutuhkan jika tubuh tidak mendapatkan masukan air, elektrolit
dan zat-zat makanan lain secara oral, misalnya pada keadaan pasien yang harus puasa lama
karena persiapan pembedahan, atau keadaan lain seperti perdarahan banyak, syok hipovolemik,
anoreksia berat, diare berat, mual muntah tak berkesudahan dan lain-lain.
Pada saat melakukan terapi cairan, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan
untuk penggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing
mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Dalam keadaan
tertentu adanya terapi cairan dapat pula digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat
dan zat makanan secara rutin atau dapat juga untuk menjaga keseimbangan asam basa.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Terapi cairan


A. Definisi terapi cairan 6
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh dengan
pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena
untuk mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi
mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah,
selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang memerlukan
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk mengganti cairan
saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan,
mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

B. Komposisi cairan tubuh 1,2


Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, pada bayi prematur jumlahnya sebesar 80%
dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari berat badan, sebelum pubertas 65-70% dari
berat badan, orang dewasa normal sekitar 50-60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel
lemak lebih rendah dari pada kandungan air di dalam sel otot, sehingga cairan total pada orang
gemuk lebih rendah dari pada mereka yang tidak gemuk.
Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel dan intrasel.
Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh total atau sebesar 36% dari berat badan
pada orang dewasa. Volume cairan ektrasel sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24%
dari berat badan pada orang dewasa. Cairan ekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu
cairan interstisium sebesar 30% dari cairan tubuh total atau 18% dari berat badan pada orang
dewasa dan cairan intravascular (plasma) sebesar 10% dari cairan tubuh total atau sebesar 6%
dari berat badan pada orang dewasa.

Tabel 1 : komposisi cairan tubuh


Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti terlihat pada tabel 2 dibawah ini:

Jaringan Persentase Air


Otak 84
Ginjal 83
Otot lurik 76
Kulit 72
Hati 68
Tulang 22
Lemak 10
Tabel 2 : kandungan air tiap anggota tubuh

Komponen Intraselular 5
Komponen intraseluler merupakan cadangan cairan tubuh yang terbesar, dan
berhubungan dengan cairan dalam sel. Komposisi ionnya berbeda dengan komponen
ekstraseluler karena mengandung ion kalium dalam konsentrasi tinggi (140-150 mmol/liter) dan
ion natrium dalam konsentrasi rendah (8-10 mmol/liter) dan ion klorida (3mmol/liter). Jadi jika
air diberikan bersama natrium dan klorida, maka cenderung mengisi komponen ekstraseluler. Air
yang diperlukan dalam bentuk larutan glukosa akan didistribusikan kesemua bagian tubuh dan
glukosa akan dimetabolisme. Air murni tidak pernah diberikan secara intravena karena dapat
menyebabkan hemolisis masif.

Komponen Ekstraselular 5
Komponen ekstraseluler dapat dibagi menjadi intravaskuler dan intertitial.
Komponen Intravaskuler
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan 85-90 ml/kgbb pada
neonatus. Selain darah, komponen intravskuler juga terdiri dari protein plasma dan ion, terutama
natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter) dan ion bikrbonat. Hanya sebagian
kecil kalium tubuh berada di dalam plasma (3,5-4,5 mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini
mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi jantung dan neuromuskuler.

Komponen Interstitial
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen intravaskuler. Jumlah total cairan
ekstraseluler (intravaskuler ditambah interstitial) bervariasi antara 20-35% dari berat badan
dewasa dan 40-45% pada neonatus. Air dan elektolit dapat bergerak bebas di antara darah dan
ruang interstitial, yang mempunyai komposisi ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat
bergerak bebas keluar dari ruang intravaskuler kecuali bila terdapat cedera kapiler misalnya pada
luka bakar atau syok septik.
Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume darah yang menurun dengan cepat,
maka air dan elektrolit akan ditarik dari komponen interstitial ke dalam darah untuk mengatasi
kekurangan volume intravaskuler, yang diprioritaskan secara fisiologis. Pemberian cairan
intravena yang terutama mengandung ion natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 g/liter
atau 0,9%) atau larutan Hartman (larutan ringer laktat), dapat bergerak bebas kedalam ruang
intertitial sehingga efektif untuk meningkatkan volume intervaskuler dalam waktu singkat.
Larutan yang mengandung molekur yang lebih besar, misalnya plasma, darah lengkap,
dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin, lebih efektif untuk mempertahankan sirkulasi jika
diberikan secara intravena karena komponen ini lebih lama berada dalam komponen
intravaskuler. Cairan ini biasanya disebut sebagai plasma ex-panders.
Cairan transseluler 3
Merupakan cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh. Contoh (CTS)
meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan intraokular serta sekresi
lambung dengan jumlah hamper mendekati angka 1 L, namun sejumlah besar cairan bergerak
kedalam dan keluar ruang transelular setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal
(GI) secara normal mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari.
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation dan anion (elektrolit)
yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua kation yang penting
yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan ektrasel dan intrasel
serta langsung berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium
(kation utama) dan kalium, kalsium, magnesium. Untuk menjaga netralitas (elektronetral)
didalam cairan ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida, bikarbonat dan albumin. Kation
utama dalam cairan intrasel adalah kalium dan anion utama adalah fosfat.
Tabel 3 : menunjukkan jumlah dan jenis kation dan anion dalam tiap kompartemen : 4

(mEq/L) Plasma Interstitial Interseluler


Kation Na 142 114 15
K 4 4 150
Ca 5 2,5 2
Mg 3 1,5 27
Total 154 152 194
Anion Cl 103 114 8
HCO3 27 30 10
HPO4 2 2 100
SO4 1 1 20
As Organik 5 5 0
Protein 16 0 63
Total 154 152 194
Tabel 3 : jumlah dan jenis elektrolit tubuh
C. Etiologi kehilangan cairan 1
Secara garis besar dikenal 3 macam kehilangan cairan tubuh, yaitu :
a) Kehilangan cairan sebagai akibat kehilangan air dari badan baik karena kekurangan pemasukan
air atau kehilangan air berlebihan melalui paru, kulit, ginjal atau saluran cerna. Keadaan ini
sering disebut dengan pure dehydration atau dehydration hypertonic atau water deficit atau
water deficiency atau pure water depletion. Kehilangan cairan tipe ini biasa terjadi karena :
Pemasukan air tidak mencukupi (kehabisan air minum dipadang pasir, disfagia, koma,
rangsangan haus yang hilang pada penyakit kerusakan otak seperti tumor, meningitis,
poliomeilitis tipe bulbar)
Kehilangan cairan karena pengeluaran melalui ginjal berlebihan (diabetes insipidus)
Kehilangan cairan karena sebab lain seperti terlalu lama terkena sinar matahari tanpa minum,
hiperventilasi, demam, luka bakar, gastroenteritis akut)
b) Kehilangan cairan karena kelebihan elektrolit (solute loading hypertonicity). Kehilagan cairan
karena ekstresi urin yang mengandung banyak elektrolit.
c) Kehilangan cairan karena hiperosmolaritas. Hal ini terjadi jika cairan ekstraselular karena suatu
sebab menjadi hiperosmoler, misalnya karena hiperosmoler hiperglikemia.

Berikut tabel 4 memperlihatkan keadaan lain yang dapat menyebabkan kebutuhan cairan
bertambah dan berkurang : 6

Kebutuhan cairan meningkat Kebutuhan cairan menurun


Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C ) Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu

Hiperventilasi 1C )

Suhu lingkungan tinggi Kelembaban sangat tinggi

Aktivitas ekstrim Oligouri atau anuria

Aktivitas menurun
Tabel 4 : keadaan yang mempengaruhi Retensi cairan ( ex: gagal jantung,
cairan tubuh
gagal ginjal, dll )
Setiap kehilangan abnormal (ex: diare,
poliuri, dll )

Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal akibat
kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi keduanya. Dengan manifestasi
klinis seperti pada tabel 5 : 1
Klinis Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi
Ringan (5%) Sedang (5-10%) Berat (> 10%)
Keadaan Umum Baik, Compos Gelisah, rewel Letargik, tak sadar
Mentis ,lesu
Mata cekung, Normal Cekung Sangat cekung
keing
Air mata Ada Kering Kering sekali
Mulut atau lidah Lembab Kering Sangat kering,
kering pecah-pecah
Haus Minum normal Haus Tak bisa minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanan darah Normal Turun Turun sekali
Air kemih Tabel 5 : Kurang, oliguri Kurang sekali
klasifikasi diare
Normal
Pemeriksaan laboratorium pada keadaan dehidrasi yang menunjukakan kelainan antara
lain:
Hematokrit biasanya meningkat akibat hemokonsentrasi
Peningkatan berat jenis plasma
Peningkatan protein total
Kelainan pada analisis gas darah (asidosis metabolik)
Sel darah putih meningkat (karena hemokonsentrasi)
Fosfatase alkali meningkat
Natrium dan kalium masih normal, setelah reidrasi kalium ion dalam serum rendah.

D. Homeostasis dan patofisiologi 1


Untuk keseimbangan cairan tubuh dan elektrolitnya, mekanisme homeostasis
diselenggarakan oleh:
Ginjal, dengan mekanisme renin-angiotensin, mempengaruhi tekanan darah.
Kelenjar adrenal, dengan mekanisme aldosteronakan mempengaruhi retensi natrium.
Kelenjar hipofisis, dengan mekanisme ADH, akan mempengaruhi reabsorbsi air.
Paru-paru, dengan mekanisme asidosis-alkalosis untuk menjaga asam basa.

E. Gangguan keseimbangan cairan pada pembedahan 6


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif,
seperti pada tabel 6 :

Faktor-faktor Faktor-faktor intraoperatif Faktor-faktor


preoperatif postoperatif
Kondisi yang telah ada Induksi anestesi Stres akibat operasi dan
Prosedur diagnostik Kehilangan darah yang nyeri pasca operasi.
Pemberian obat abnormal. Peningkatan katabolisme
Preparasi bedah Kehilangan abnormal cairan jaringan.
Penanganan medis
ekstraselular ke third space Penurunan volume
terhadap kondisi yang Kehilangan cairan akibat sirkulasi yang efektif.
telah ada evaporasi dari luka operasi Risiko atau adanya ileus
Restriksi cairan
postoperatif.
preoperatif
Defisit cairan yang telah
ada sebelumnya
Tabel 6 : gangguan keseimbangan cairan pada pembedahan
F. Tujuan terapi cairan 6
Terapi cairan berfungsi untuk tujuan:
1. Mengganti kekurangan air dan elektrolit.
2. Untuk mengatasi syok.
3. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan. Terapi cairan
preoperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah, selama pembedahan
dan pasca bedah. Pada penderita yang menjalani operasi, baik karena penyakitnya itu sendiri atau
karena adanya trauma pembedahan, terjadi perubahan-perubahan fisiologi.
G. Jenis-jenis cairan yang digunakan 4,6,7,13
Penggolongan jenis cairan berdasarkan sifat osmolaritasnya :

a) Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa
2,5%.
b) Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).

c) Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan
dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5% + Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Penggolongan jenis cairan berdasarkan kelompoknya :


a) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid bila diberikan
dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan
koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi
bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid
akan masuk ruang interstitial sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat
terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1
liter NaCl 0,9. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema
otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
b) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan
protein yang banyak (misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan
koloid:
Koloid alami
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Koloid sintetis
1. Dextran
Dextran 40 dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena
dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang
dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata 71.000,
osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada
orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch,
mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung
selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat
dari hidrolisa kolagen binatang.

Tabel 7 memperlihatkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing golongan cairan :

Nama Kristaloid Koloid


Keuntunga Tidak mahal Mempertahankan cairan intravaskular
Aliran urin lancar
n lebih baik (1/3 cairan bertahan
(meningkatkan volume
selama 24 jam)
intravaskular) Meningkatkan tekanan onkotik
Pilihan cairan pertama untuk
plasma
resusitasi perdarahan dan trauma Membutuhkan volume yang lebih
sedikit
Mengurangi kejadian edema perifer
Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian Mengencerkan tekanan osmotik Mahal
Menginduksi koagulopati (dextran &
koloid
helastarch)
Menginduksi edema perifer
Jika terdapat kerusakan kapiler, dapat
Insidensi terjadinya edema
berpotensi terjadi perpindahan cairan
pulmonal lebih tinggi ke interstitial
Mengencerkan faktor pembekuan dan
Membutuhkan volume yg lebih
trombosit
besar
Berpotensi menghambat tubulus
Efeknya sementara
renalis dan sel retikuloendotelial di
hepar
Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)
Tabel 7 : keuntungan dan kerugian koloid dan kristaloid
H. Tatalaksana terapi cairan 4,6
Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-
60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang dewasa
rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+ = 1-2
mmol/kgBB/hari dan K+ = 1 mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan
yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Digunakan rumus Holiday
Segar 4:2:1, yaitu:

Table 2.3 Rumus Holiday Segar


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus
yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat
adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan
rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit
cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam
hipovolemik.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke
luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar.
4-6 ml/kg untuk bedah sedang.
2-4 ml/kg untuk bedah kecil.

I. Terapi Cairan Preoperatif 6


Defisit cairan dan elektrolit pra bedah dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama
pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan
pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat
hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus
segera diganti dengan rumus cairan rumatan sebelum dilakukan pembedahan.

J. Terapi Cairan Intraoperatif 6


Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah
dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau
evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah
darah yang hilang.
a. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi,
katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
b. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma
pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti
Ringer Laktat.
c. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan
dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
K. Terapi Cairan Postoperatif 6
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
a. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari
cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein
sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini
berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

b. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:


Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 12% setiap kenaikan 1C suhu tubuh.
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.
c. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk
memperbaiki daya angkut oksigen.
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring
organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis,
tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
L. Prognosis terapi cairan 1
Pada umumnya baik, terutama jika pendapat penanganan cepat dan adekuat. Kematian terjadi
jika mempunyai penyakit dasar yang berat dan penanganan yang tidak adekuat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh dengan
pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena
untuk mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi
mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah,
selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang memerlukan
puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk mengganti cairan
saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan,
mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
Sedangkan Tranfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau komponen darah
dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat
nyawa, tetapi dapat pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang akan terjadi sehingga
tranfusi darah hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga diperoleh
manfaat yang jauh lebih besar dari pada risiko yang mungkin terjadi.
Transfusi darah dapat berupa darah lengkap atau hanya komponen-komponen darah yang
dibutuhkan saja misalkan preparat sel darah merah atau trombosit, tergantung indikasi
resipien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid 1. Internal
Publishing: Jakarta
2. Guyton AC dan Hell JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta : EGC.
3. Sherwood L .2009. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke 6. Jakarta:EGC
4. Latief AS, dkk. 2001 petunjuk praktis anestesiologi : terapi cairan pada pembedahan, ed.2
bagian anestesiologi dan terapi intensif, FK UI.
5. Dobson, Michel B. 2012. Penuntun praktis Anestesi. Prinsip terapi cairan dan elektrolit.
Jakarta : EGC.
6. Kaswiyan U. 2010. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.Fakultas
Kedokteran Universitas padjajaran.
7. Mulyono, I. 2009. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in
Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
8. Grethlein, Sara J. 2012. Blood Substitutes . journal of emedicine medscape.
9. Kardon, Eric M . 2014. Transfusion Reactions In Emergency Medicine. journal of emedicine
medscape.
10. Adriansyah, Rizky dkk. 2009. Reaksi Hemolitik Akibat Transfusi. Majalah Kedokteran
Indonesia, Vol: 59, No: 8. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
11. Hanafie, Achsanuddin. 2009. Anemia dan Transfusi Sel Darah Merah pada Pasien Kritis.
Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 39, No. 3. SMF-Anestesi dan Reanimasi FK-USU/RSUP
Haj Adam Malik, Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan
12. WHO. 2013. the clinical use of blood in general medicine obstetric pediatrics surgery &
anaesthasia trauma and Bums.

13. Ario, Dewangga dkk. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat untuk Resusitasi Terbatas
(Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat yang Menimbulkan Kenaikan Laktat
Darah Paling Minimal. Journal of Emergency Vol. 1. No. 1. Departemen/SMF Ilmu Bedah,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Kebutuhan Cairan Rutin (Pemeliharaan)

Usia Kebutuhan Cairan Rutin

Dewasa 2 cc/kgBB/jam

10 kg I: 4 cc/kgBB/jam

Anak-anak 10 kg II: 2 cc/kgBB/jam

10 kg III: 1 cc/kgBB/jam

Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg membutuhkan cairan rutin perhari:

10 kg I: 4 cc/kgBB/jam x 10 kg = 40

10 kg II: 2 cc/kgBB/jam x 10 kg = 20

10 kg III: 1 cc/kgBB/jam x 10 kg = 10

30 kg: 70 cc/jam x 24 jam/hari = 1680 cc/hari -> 1700 cc/hari (dibulatkan)


Kebutuhan Cairan Selama Operasi (Stres Operasi)

Jenis Operasi Kebutuhan Cairan Selama Operasi

Ringan 4 cc/kgBB/jam

Sedang 6 cc/kgBB/jam

Berat 8 cc/kgBB/jam

Penggantian Cairan Selama Puasa


50 % selama jam I operasi

25 % selama jam II operasi

25 % selama jam III operasi

Terapi Cairan untuk Koreksi Suhu


Untuk setiap kenaikan 1C membutuhkan terapi cairan tambahan:

10 % x kebutuhan cairan rutin

Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg dan suhu 38C untuk koreksi suhu
membutuhkan terapi cairan tambahan:

10 % x 1700 cc/hari = 340 cc/hari

Kecepatan Infus

Jenis Kecepatan Infus

Tetes makro 15 tetes/cc


20 tetes/cc

Tetes mikro 60 tetes/cc

Macam Infus
NaCl 0,9 %: 0,9 gram NaCl dalam 100 ml air.

Ringer laktat (RL). Hati-hati pemberian pada pasien gangguan ginjal atau hati.

Ringer asetat (RA). Hati-hati pemberian pada pasien gangguan ginjal.

Dekstrosa 5 % (D5).

Dekstrosa 10 % (D10).

Dekstrosa 40 % (D40).

D5NS.

D5NS.

HES.

Aminovel.

Pengertian dasar mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan material utama dalam
menyusun konsep terapi cairan dan elektrolit. Tanpa material ini sulit dikatakan bagaimana bisa
seseorang mengatasi problema cairan dan elektrolit secara tepat dan akurat, apalagi dihadapkan
dengan fasilitas yang minimal, Padahal problem ini merupakan peristiwa rutin dalam dunia
pembedahan/anestesi yang sering membawa malapetaka yang cukup serius. Oleh sebab itu
seorang ahli anestesia wajar dituntut untuk tahu secara mendasar tentang keseimbangan cairan
dan elektrolit. Dalam tulisan ini hanya dikemukakan pengertian dasar tentang keseimbangan
cairan dan elektrolit sedangkan gangguan keseimbangan asam basa yang selalu menyertainya
akan dibahas di bab yang lain.

Beberapa pengertian :
A.Volume Cairan Tubuh :

Jumlah cairan tubuh seorang laki-laki dewasa dengan berat badan (BB) ideal kira-kira 60%
sementara pada orang gemuk lebih banyak lemak daripada air sebagaimana wanita presentasenya
lebih kecil sedangkan pada orang kurus dan bayi relatif lebih besar.
Kalau kita lihat tabel dibawah ini maka tampak gambaran sebagai berikut :

TOTAL BODY WATER


-

! Infant ! Male ! Female !

Kurus ! 80% ! 65% ! 55% !

Sedang ! 70% ! 60%! ! 50% !


-

Gemuk ! 65% ! 55% ! 45% !

Pada bayi malnutrition presentase cairan tubuhnya > 80% hal ini penting karena bayi sangat
peka terhadap gangguan keseimbangan cairan ketimbang orang dewasa. Dengan catatan makin
gemuk seseorang makin mudah terjadi dehidrasi oleh karena jumlah cairan tubuh totalnya relatif
lebih sedikit

B.Distribusi cairan tubuh:

Cairan tubuh terdiri dari :

1.Cairan intracellular (Intracellular Fluid)(ICF)

2.Cairan extracellular(Extracellular fluid)(ECF)

Terdiri dari :

a.Cairan intravascular

b.Cairan interstitial

3.Cairan transcellular
Cairan intracellular dan extracellular dibatasi oleh dinding cell yang permeabel terhadap air agak
permeabel terhadap natrium(Na) dan sedikit permeabel terhadap kalium(K) tetapi oleh karena
sering bergabung dalam molekul yang besar maka dinding cell jadi impermeabel.

Cairan intravascular (plasma) dan interstitial dibatasi dinding kapiler yang permeabel terhadap
air dan semua elektrolit sehingga kedua rongga tersebut dianggap continous compartment, hanya
dalam vascular ada protein yang menyebabkan tekanan onkotik dapat menahan air dalam
pembuluh darah.

Ad.1.Cairan intracellular merupakan bagian terbesar dari seluruh cairan tubuh diperkirakan dua
kali ECF pada orang dewasa sedangkan pada bayi sebesar 4/3 x ECF

Ad 2.Cairan extracellular terdiri dari cairan interstitial dan intravascular dalam perbandingan 3:1
pada orang dewasa sedangkan pada bayi 5:1

Dewasa Bayi

ICF | ECF | P | | ICF | ECF | P |


40% ! 15% ! 5% ! ! 40% ! 25% ! 5% !

Total Body Water(TBW) Total Body Water(TBW)

60% xBB 70% xBB

I = Interstitial

P= Plasma

Cairan intravascular berada dalam :

a.Venous system 55%

b.Areteriel system 10%


c.Jantung, paru dan capillary bed 35%

Ini dapat dimengerti dalam keadaan berdiri lama dan tenang terjadi venous pooling terjadi
reduksi volume arterial system ===> circulasi ke organ vital menurun ==> syncope.

Baik cairan intracellular maupun interstitial jumlahnya cukup besar dibandingkan cairan
intravascular hal ini penting sebagai cadangan bila terjadi dehidrasi cairan intertitial/ intracellular
ditarik kedalam intravascular.
Jantung sebagai pompa plasma sementara ginjal sebagai sensor atau pengatur volume plasma
dimana ginjal laksana keran kalau cairan tubuh berlebihan keran terbuka sebaliknya bila
berkurang keran tertutup.

ICF merupakan rongga tertutup sehingga terbatas kemampuannya untuk berkembang,keluar


masuknya ICF satu-satunya jalan hanya via ECF. Perubahan kimiawi pada plasma
menggambarkan perubahan pada ECF oleh karena merupakan satuan fungsionil. Perubahan pada
ICF secara klinis sulit ditentukan satu-satunya organ yang menggambarkan pada ICF yaitu otak
terlihat berupa gejala sakit kepala, bingung baik oleh karena penurunan atau peninggian ICF
makanya perubahan cairan tubuh hanya ditetapkan secara klinis dari perubahan ECF umpama
perubahan pada interstitial bisa terlihat adanya odem bila berlebihan atau lidah kering,mata
cekung atau turgor jelek bila menurun.

Peningkatan jumlah plasma terlihat dari tekanan dalam arterial/venous. Bila kita bagi volume
plasma dalam dua bagian atas forward dan backward compartment maka perubahan pada :
backward compartment : terlihat dari perubahan tekanan venous dan volume cairan interstitial.
Sedangkan perubahan pada forward compartment,terlihat pada tekanan aretei, nadi, ujung
extrimitas(acral) dingin atau oliguri.

Ad.3 Cairan transcellular (Third space):

Adanya cairan transcellular oleh karena pengangkutan ECF melalui epithel diperkirakan 1-5%
BB atau 15 cc/ kg BB dari jumlah ini berada dalam saluran pencernaan 7cc/kgBB, dalam saluran
empedu 2cc/kgBB dan sisanya dalam saluran getah bening.

Dalam keadaan normal jumlah ini tak berarti tetapi dalam kondisi tertentu seperti trauma
jaringan yang luas, peritonitis atau ileus jumlah ini memerlukan perhatian khusus dalam terapi
pengganti cairan dan elektrolit.

Kehilangan cairan memasuki rongga ketiga ini (third space) disebut squesterisasi.

Bila penyebab squesterisasi ini hilang maka cairan akan kembali ke ECF secara berangsur-
angsur dalam waktu 48-72 jam.

Dalam keadaan ini volume total cairan tubuh tak berkurang tetapi bergeser (translokasi) kedalam
rongga ketiga dan tak berfungsi, sehingga bisa muncul gejala berkurangnya volume ECF tanpa
terlihat keluarnya cairan yang nyata.
Bila ginjal gagal melakukan fungsinya cairan rongga ketiga akan masuk kedalam ECF bisa
menimbulkan overload.

Hampir seluruh cairan yang difiltrasi dalam ginjal dan disekresi oleh saluran cerna di reabsorbsi.

Phillip & Summershell menganggap saluran cerna sebagai entero systemic cycling of water and
electrolyte.
Makan dan minum (2-3)L> ECF (12-20)L> sekresi usus(6-8)L> absorbsi (7-8)L >ECF.
Kalau terjadi gangguan absorbsi usus seperti peradangan usus akan terjadi kehilangan cairan
yang banyak.

Pada obstruksi usus dimana passage isi usus berhenti maka tekanan intraluminar meningkat
karena penumpukan cairan dan gas pada proksimal sumbatan sehingga absorbsi akan menurun
sementara sekresi usus naik dua kali lipat kedalam lumen sehingga terjadi distensi usus
yang hebat akibatnya muntah muntah terjadi dehidrasi ECF dan hemokonsentrasi diikuti dengan
kegagalan sirkulasi.
Distensi usus akan menyebabkan udem dinding usus> kongesti vena usus>permeabilitas
dinding usus meningkat>toksin masuk rongga peritonium>peritonitis/perforasi dinding usus.
Dipekirakan defisit cairan yang timbul pada obstruksi usus sebesar 1500 cc kalau baru terlihat
dengan foto polos abdomen, tetapi bila telah jelas tanda klinisnya diduga defisit cairan mencapai
2500 -3000 cc malah kalau
sudah ada gejala preshock/shock diperkirakan 4000-6000 cc.

C. Komposisi cairan tubuh :

Bagian yang menyusun cairan tubuh disamping air juga zat-zat yang terlarut didalamnya terdiri
dari elekrolit (ion Na,K,Cl,H,HCO3) dan nonektrolit (glukose,urea,creatinine dan lain-lain).

Disebut elektrolit bila dalam larutan akan berdisosiasi menjadi atom-atom bermuatan listrik(ion).
Dalam semua cairan tubuh apapun komposisi anion dan kation akan selalu dalam jumlah yang
sama.

Natrium merupakan kation yang lebih banyak dalam ECF,sedangkan kalium dominan dalam ICF.
Pada binatang yang complex termasuk manusia dinding cell mempunyai sistem pompa yang
mendorong ion Na keluar cell yang cenderung memasuki cell (sodium pump) dan mendorong
ion kalium kedalam cell yang cenderung keluar cell. Ini berarti bahwa selama rongga ECF
dipertahankan dalam komposisi tetap cell dapat mempertahankan komposisi konstant dengan
mekanisme dalam dinding cell sendiri yang memakai energi yang dihasilkan oleh metabolisme
cell.

Elekrolit haruslah berada dalam kompartmentnya masing-masing dalam jumlah yang tepat agar
cell tubuh dapat berfungsi normal, umpama bila kalium keluar dari cell individu akan lemah dan
bila tak diganti mungkin bisa mati (myocard necrosis atau gagal circulasi ) karena otot dan syaraf
tak aktif.

Dalam keadaan normal kalium sedikit keluar cell diganti oleh natrium masuk intra cell. Aktifitas
ini menyebabkan impuls elektrokimia ditransmisi sepanjang serabut syaraf dan otot. Bila kalium
tak ada dalam cell transmisi impuls tak terjadi, secara klinis terlihat depressi neuromuscular yang
bisa berkembang jadi koma, pada usus tak ada peristaltik,otot-otot melemah dan ECG adanya
hipokalimia yang nyata sampai henti jantung.

Tiap kompartment punya komposisi elekrolit tertentu :

Intracellular Intravascular Interstitial

Kation Anion Kation Anion Kation Anion


Na 142 Cl 104 Na 145 Cl 116 Na 10 Cl 15
K 5 HCO3 27 K 4 HCO3 27 K 135 HCO3 10
Ca 5 HPO4 2 Ca 3 HPO4 3 Ca 0 HPO4 83
Mg 3 SO4 1 Mg 2 SO4 2 Mg 42 SO4 14
Protein 16 Protein 1 Protein 75
org.acid 5 org.acid 5 org.acid 0

Total

=================================================

155 155 154 154 187 187

Kelihatannya bahwa jumlah kation dan anion tiap kompartment selalu sama untuk
keseimbangan elektrolit. Tampak juga K,Mg,Phosphat lebih banyak dalam ICF sedangkan NaCl
dan HCO3 ion dominan di ECF.

D. KONSENTRASI CAIRAN TUBUH :

Ditentukan oleh jumlah elektrolit dalam cairan tubuh, satuan ukuran konsentrasi
elektrolit dipakai meq/L memberikan informasi mengenai jumlah anion dan kation yang dapat
bergabung dengan kation atau anion lain.

Umpama kadar Na dalam plasma sebesar 140 meq/L artinya bahwa 140 kation bisa bergabung
dengan 140 anion untuk tiap liter darah / plasma. Rata-rata kadar Cl dalam darah 104 meq/L
artinya 104 anion Cl bergabung dengan 104 kation Na, dan sisa kation Na(140-104)=36 akan
bergabung dengan anion lain selain Cl.

Berat equivalent adalah jumlah satu elektrolit yang akan bereaksi dengan jumlah ion H tertentu
atau sama dengan berat atom (BA) dibagi valensi.

Kalau ingin merubah mg% menjadi meq/L bisa dipakai rumus :

mg% x 10 x valensi

berat atom (BA)

Contoh :
larutan NaCl 0,9% = 155 meq /L

0,9%= 0,9 gram/100 cc=900 mg /100 cc

dalam satu liter berarti=900 x 10 mg = 9000 mg/L

Valensi NaCl = 1

BA NaCl = 23 (Na) + 35 ( Cl) = 58

mg% x 10 x valensi

Rumus : -

BA

900 x 10 x 1

= 115 meq /L.

58

Berarti satu liter NaCl 0,9% berisi 155 meq Na dan 155 meq Cl.

Larutan KCl 7,5% = 1013,5 meq/L

7,5% = 7,5 gram dalam 100 cc = 7500 mg%

valensi KCl = 1

BA = 39 (K) + 35 (Cl) = 74

7500 x 10 x 1

Rumus : = 1013,5 meq/L

74

Kira-kira 1cc KCl 7,5% = 1meq ( 1013,3 : 1000 = 1 meq).

E. KESEIMBANGAN OSMOLARITAS

Cairan disemua kompartment haruslah sama osmolaritasnya. Rata-rata 285 305 mosm /L.
Osmolarity menunjukkan jumlah molekul yang terlarut (osmol) per liter cairan tubuh, sedangkan
osmolalitas(ty) jumlah osmol perliter zat pelarut dalam klinis praktis keduanya dianggap sama.
Dalam praktek osmolalitas ECF dipengaruhi oleh Na (90-95%) glukose, ureum dapat dihitung
dengan rumus

glukosa BUN

Osmolality plasma = 2 x (Na+) + : +

18 2,8

Tonisitas adalah osmolalitas satu cairan dibandingkan cairan lain.

Berdasarkan tonisitas cairan dibagi atas :

Isotonis : 270 290 mosm/L

hipotonis : < 270 mosm/L

hipertonis : > 290 mosm/L

Tekanan osmotik ditentukan oleh jumlah molekul dalam satu larutan bukan oleh besar atau berat
molekulnya.

Larutan mannitol berat molekulnya rendah tetapi menaikkan tekanan osmotik, sedangkan
dextran /albumin berat molekulnya 80.000 tak banyak menaikkan tekanan osmotif hanya
menaikkan tekanan onkotik (koloid osmotik) oleh dinding vascular relatif impermeabel sehingga
air dicegah keluar dari pembuluh darah secara berlebihan.

Seperti kita ketahui bahwa tekanan hidrostatik cenderung mendorong air keluar dari vascular
sementara tekanan onkotik cenderung menahan cairan dalam vascular(StarlingHypotese) :

Pada ujung arteriole dari kapiler :

Tekanan hidrostatik darah 37 mmHg

Tekanan hidrostatik interstitial -1 mmHg

Gradient tekanan hidrostatik 36 mmHg

Tekanan onkotik darah 26 mmHg

Tekanan onkotik interstitial -1 mmHg


Gradient tekanan onkotik 25 mmHg

Dengan demikian :
Daya filtrasi = gradient tekanan hidrostatik = 36 mmHg

Daya osmotik/onkotik =gradient tek.onkotik =-25 mmHg

Daya filtrasi bersih = 11 mmHg

Ujung venous capiller:


Tekanan hidrostatik darah = 17 mmHg

Tekanan hidrostatik interstitial = -1 mmHg

Gradient tekanan hidrostatik = 16 mmHg

Tekanan onkotik darah = 26 mmHg

Tekanan onkotik/osmotik interstitial = -1 mmHg

Gradient tekanan onkotik /osmotik = 25 mmHg

Dengan demikian :
Daya osmotik = 25 mmHg

Daya filtrasi = 16 mmHg

========================================

Daya osmotik bersih = 9 mmHg

Kira-kira 90% cairan yang difiltrasi diujung arteriole kapiler direabsorbsi pada ujung vena.
Sedangkan 10% lainnya kembali ke system ke sistem vascular melalui saluran lympyh.
Pembuluh-pembuluh limpatik bisa membawa protein dan material besar lainnya yang tak dapat
diabsorbsi langsung kedalam kapiler venous keluar dari ruang jaringan Permeabilitas dinding
kapiler berbeda pada berbagai bagian tubuh, umpama kapiler liver bisa protein melewati
membrannya sedang kapiler glomerulus tak bisa melewatkan protein.

Tekanan hidrostatik pada end arteriole 2x end venous oleh karena disamping tekanan hidrostatik
biasa oleh berat cairan itu sendiri juga dari tekanan darah yang dikendalikan jantung. Proses
keluarnya cairan akibat perbedaan tekanan hidrostatik disebut filtrasi yang keluar air, solute
termasuk makanan
F.REGULASI CAIRAN TUBUH :

Dalam keadaan normal dijaga keseimbangan air sehingga air yang masuk(input) dan output
seimbang. Keseimbangan air dan elektrolit yang ingin dicapai adalah konstantnya volume dan
komposisi ECF. Pernyataan ini melibatkan masalah sensor yang mengenal perubahan dan efektor
yang mengoreksi perubahan, ini berarti satu feedback loop yang memungkinkan hubungan
kontinu antara output dari satu sensor dan efek yang ditimbulkannya.

Dalam keadaan sehat tubuh mampu mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat mencegah dan memperbaiki kerusakan. Haus sadar ingin air, salah satu faktor utama yang
menentukan intake(input) cairan, Osmoreseptor dihipotalamus adalah cell yang dirangsang oleh
kenaikan tekanan osmotik cairan tubuh.

Memulai Rasa Haus

Haus juga dirangsang oleh penurunan volume ECF, tapi harus diingat tanpa penurunan ECF bisa
timbul rasa haus bila mulut kering oleh atropin yang dapat menekan salivasi. Homeostatik
volume air dalam tubuh dipertahankan atau diperbaiki dengan menyesuaikan output dan intake.
Ginjal bertanggung jawab utama dalam menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
mengontrol output, dalam pekerjaanya membantu mengatur total volume ECF ginjal diatur oleh
hormon ADH(anti diuretic hormon) dan aldosteron.

ADH adalah hormon yang diproduksi oleh nucleus supra optic hypothalamus dan mempunyai
fungsi utama meningkatkan permeabilitas tubulus distalis dan collecting tubules renalis terhadap
air sehingga air diserap kedalam medulla interstitialis. Sedangkan aldosteron diproduksi oleh
zone glomerulosa cortex adrenal mempunyai fungsi utama mempengaruhi membran tubulus
distalis renalis terhadap Na sehingga ion Na diabsorbsi dan ion K disekresi bersamaan dengan air
turut diabsorbsi.

Bila tekanan osmotik dalam ECF meningkat akan menstimulir osmoreseptor dalam hipotalamus
membebaskan ADH menyebabkan retensi air oleh ginjal. Bila volume ECF atau plasma menurun
akan menstimulir volume reseptor pada Yuxta glomerullar apparatus ginjal membebaskan renin
kedalam plasma menjadi angiotensin I kemudian oleh pengaruh enzym converting menjadi
angiotensin II yang berfungsi :

a. menaikkan tekanan darah dengan menaikkan tahanan perifer.

b. membebaskan aldosteron dari glandula adrenal.

Aldosteron juga dibebaskan oleh pengaruh langsung kenaikan kalium darah terhadap glandula
adrenal untuk mensekrersi kalium ditubulus distalis renalis sehingga kadar kalium kembali
normal. Aldosteron juga mempengaruhi transport Na dalam colon, kelenjar keringat dan saliva
tapi tak begitu berarti dibandingkan renal tubules.

Sekresi ADH berlebihan bisa terjadi akibat takut, nyeri, infeksi akut, pengaruh analgetik/narkotik
seperti morphin, petidin, juga pengaruh stress trauma atau operasi besar yang bisa berlangsung
12-36 jam post operatif yang mana hal ini perlu dipertimbangkan dalam pemberian cairan selama
post operatif dimana cenderung terjadi retensi cairan dan natrium.

Kalau kita perhatikan keseimbangan input dan output cairan tubuh :

Masuk : minum 1500 cc

makan 700 cc

oksidasi 200 cc

2400 cc

Keluar : kulit-menguap 350 cc

keringat 100 cc

paru-paru 350 cc

faeces 200 cc

urine 1400 cc

2400 cc

Keluarnya air melalui kulit dan paru tanpa memandang berapa besar yang masuk disebut
insensibel loss atau hilang tanpa disadari dalam keadaan normal biasanya 700 cc/hari. Ini akan
bertambah hebat bila demam atau hiperventilasi yang sering lupa menggantinya dalam terapi
cairan,

Biasanya kalau demam perlu penambahan 12% dari maintainance setiap kenaikan satu derajat C,
diatas suhu tubuh normal. Air yang keluar dari faeces sama dengan yang diperoleh dari oksidasi
200 cc/hari. Jumlah air yang dikeluarkan oleh ginjal tergantung situasi air dalam tubuh (intake &
perspirasi).

Makanan yang banyak mengandung air yaitu sayuran dan daging (60 -97)%, air yang diperoleh
dari oksidasi makanan disebut air oksidasi diperkirakan setiap 100 g kalori karbohidrat atau
protein menghasilkan 10 cc air. Perlu diingat pengeluaran air via paru-paru dan kulit dipengaruhi
luas permukaan tubuh, suhu tubuh, suhulingkungan, kelembaban udara dan frekuensi pernafasan.

Pada bayi terutama yang prematur justru penguapan air ini 70% keluar dari permukaan kulit dan
30% dari paru-paru.
Gangguan keseimbangan air:

Bisa berupa: dehidrasi dan overhidrasi.

Dehidrasi disebut ringan bila berat badan turun < 5%

sedang antara (5 10 ) %
berat > 10%
fatal > 20%

Haus merupakan gejala paling dini hilangnya air, biasanya dirasakan setelah berat badan (BB)
turun 2%,bila mulut dan kulit kering diperkirakan >6%, bila telah muncul
bingung/gelisah(delirium) berarti diantara 7-14%.

Pada kasus pediatri bila turgor jelek dan fontanell cekung, diduga berat badan turun >10% tetapi
bila mata juga cekung berarti diantara 10-20%.

Setiap hilang cairan 6% diperkirakan natrium hilang 0,5%, atau setiap hilang 4,5 liter air berarti
natrium hilang 20 g.

Berdasarkan ratio air dan elektrolit yang ditahan ECF maka tipe dehidrasi dapat dibagi atas:

a. Dehidrasi Isotonik- 270 290 mosm/L


b. Dehidrasi Hipotonik< 270 mosm/L
c. Dehidrasi Hipertonik> 290 mosm/ L

Diagnose yang tepat pada stadium lanjut penting oleh karena terapi yang tak sesuai diagnose
sangat berbahaya. Oleh sebab Na (sodium) sebagai pengatur utama serum osmolality maka bisa
digunakan juga istilah dehidrasi iso, hipo atau hipernatrimia.

Disebut isonatrimia bila jumlah air yang keluar sama banyak dengan elektrolit seperti muntah,
ileus obstruktif, tak ada kompensasi replacement dari ECF, bila berlangsung lama bila jadi shock.

Disebut hiponatrimia bila natrium lebih banyak hilang, seperti pada kasus kelaparan dimana
cairan masuk dari ECF kedalam ICF sehingga volume ECF berkurang, bahaya shock lebih cepat
terjadi. Disebut hipernatrimia bila cairan yang hilang lebih banyak dari elektrolit (Na) dimana
osmolaritas ECF meningkat, dalam hal ini cairan sekitar jaringan masuk kedalam plasma
sehingga bahaya shock berkurang. Sering terjadi pada diare yang akut tetapi jarang terjadi pada
kasus-kasus yang akan dioperasi. Bahaya dehidrasi ditentukan oleh derajat gangguan dan
cepatnya proses.

Penentuan jenis dehidrasi isotonis, hipotonis dan hipertonis penting untuk terapi yang tepat
memilih cairan.

Kebutuhan air untuk orang dewasa 30-35cc/kgBB/24jam sedangkan pada bayi dan anak
bergantung BB:
<10 kg 4cc /kgBB/jam
10 20 kg 40cc + 2cc/kgBB diatas 10kg
> 20 kg (60cc + 1cc/kgBB diatas 20kg ) per jam

Ini penting untuk maintainance cairan (pemeliharaan) dimana setiap suhu naik satu derajat C
ditambah kira-kira 12-15%.

Untuk lebih detail akan dibahas pada bab terapi cairan dan elektrolit.

G.REGULASI NATRIUM :

Pengatur utama sodium tubuh adalah ginjal, oleh karena sodium merupakan pengatur utama ECF
maka berarti ginjal adalah pengatur ECF. Hal ini karena sodium(natrium) merupakan partikel
kecil mudah difiltrasi oleh ginjal bersama anion Cl dan bikarbonat.

Kalau kita perhatikan tabel dibawah ini baik air maupun elekrolit lebih 90% yang difiltrasi akan
direabsorbsi kembali.(dewasa normal, diet normal).

Filtrasi /24jam | Ekskresi /24 jam | Reabsorbsi


===============================================================
I Na+ I 25.000 mmol I 100 mmol I 99,6%
I Cl- I 18.000 mmol I 100 mmol I 99,5%
I HCO3- I 5.000 mmol I 0 mmol I 100%
I K+ I 700 mmol I 50 mmol I 93%
I Air I 180 L I 1 L I 99,4 %
================================================================

10-12% filtrasi mencapai collecting tubules dan direabsorbsi kembali, dan diekskresikan lebih
kurang 1%. Tetapi dicollecting tubules lebih menentukan walaupun diproximal tubules
reabsorbsinya lebih besar karena bila intake natrium tak ada maka ekskresi natrium dalam urine
jauh sangat rendah 0.01% karena reabsorbsi di colecting tubules meningkat. Dengan demikian
banyak sedikitnya keluar natrium dalam urine ditentukan oleh reabsorbsi natrium dicollecting
tubules yang dipangaruhi oleh aldosteron.

Keseimbangan natrium

Total sodium dalam tubuh kira-kira 4000-5000 meq, hanya 10% berada dalam cell. Kebutuhan
minimal natrium untuk dewasa perhari minimum 5,9 g per hari (100 meq)(1,5 meq/kgBB)

Output : Hampir seluruhnya dikeluarkan via urine hanya sedikit via keringat maupun faeces
kecuali ada diarrhea atau hilangnya lendir mukose usus maka hilangnya natrium meningkat.

Konsentrasi Na plasma ditentukan dengan menurunkan renal loss dikontrol aldosteron.

Gangguan keseimbangan Na bisa berupa hiponatrimia dan hipernatrimia.


a.Hiponatrimia :

Yang murni jarang sekali oleh sebab natrium tak dapat hilang tanpa air sehingga kenyataan apa
yang disebut hiponatrimia adalah jumlah air tubuh yang berlebihan yang diperberat dengan
kurangnya intake natrium pengganti yang hilang. Umpama berkeringat banyak diminum air yang
banyak sehingga terjadi dilusi hiponatrimia.

Tekanan osmotik ECF menurun, cairan interstitial ditarik ke ICF, ginjal berusaha mengeluarkan
air yang banyak untuk mempertahankan tonicity ECF, akibatnya terjadi dehidrasi ECF sementara
overhidrasi ICF sehingga penderita tak merasa haus dan tak ingin minum

Kadar Na plasma normal: 135 145 mg /L, bila < 120 mg/L akan muncul tanda-tanda
disorientasi, lethargi, gangguan mental, irritability, dan henti nafas dan bila < 110 mg/L bisa
terjadi kejang sampai koma.

Hiponatrimia bisa disebabkan :

Euvolemia : SIADH(sundroma inapropriate anti diuretic hormon) .

Hipovolemia : diarhae, vomitus, diuretika, third space losses.

Hipervolemia: nephrosis, cirrhosis hepatis lative

Ini bisa dikoreksi bila Na >= 125 mg/L cukup retriksi cairan.

bila Na < 120 mg/L > NaCl 3%

(140 -X) xBB x 0,6 mg


X = kadar Na dikoreksi

b.Hipernatrimia

Relative hipernatrimia terjadi pada deplesi air (dehidrasi) dengan adanya fungsi renal yang
mundur bisa akibat kerusakan tubuler overproduksi aldosteron primer/sekunder sehingga
kelebihan Na tak bisa dikeluarkan. Kelebihan Na murni bisa didapat oleh sebab overinfused
dengan NaCl hipertonis, asupan berlebihan salt tablet, bicarbonas natricus.

Adanya retensi natrium dan air yang meningkat terjadi odem. Timbul dehidrasi ICF karena
penarikan cairan ICF ke ECF penderita merasa haus, bila kadar Na >160 mg/L akan
timbul gejala lethargi, kejang, koma.

Terapinya :

kelebihan Na = (X-140) x BB x 0,6 mg.


defisit cairan = (X-140) x BB x 0,6 : 140 = L
berikan Dextrose 5% in water
Prinsipnya memberikan banyak air walaupun ada retensi air tetapi pada saatnya membatasi
intake Na.

H. REGULASI KALIUM (POTASIUM):

Total kalium dalam tubuh lebih kurang 3500 meq dan 98% berada dalam cell, terutama dalam
cell otot.

Kadar dalam plasma = 3,5-5,0 meq/ L


Kalium berfungsi mempertahankan membran potensial elektrik.

Gangguan kadar kalium terutama mempengaruhi cardiovascular, neuromuscular dan gastro


intestinal.

Intake : rata-rata pemasukan perhari 2-3 gram, daging sumber utama kalium disamping teh dan
buah-buahan.
Output terutama via urine sedikit via keringat atau faeces, pada diarrhae atau hilangnya lendir
mukosa usus yang banyak hilangnya kalium meningkat. Bila protein dipecah selama kelaparan,
stress pembedahan atau anestesi atau peradangan maka tiap gram nitrogen yang dipecah akan
membebaskan kalium sebesar 3 meq.

Insulin dan adrenalin bisa menurunkan kadar kalium plasma.

Gangguan keseimbangan kalium : bisa berupa hipokalimia atau hiperkalimia.

a.Hipokalimia :

Jarang menimbulkan problem yang serius bila tidak berlangsung lama atau tiba-tiba dalam
jumlah yang banyak seperti pada gastroenteritis atau colitis atau pasien yang diinfus jangka lama
tanpa kalium. Penyebab yang lebih sering muntah-muntah karena stenosis pilorus terutama bila
banyak mukus yang hilang seperti pada chronic gastritis yang berat atau suction gastrointestinal
post operatif .

Bisa juga karena pergeseran kalium kedalam cell, oleh karena plasma alkalosis, atau karena
koreksi diabetes dengan insulin, beta adrenergik agonis serta keluarnya kalium via urine
pengaruh aldosteron, diuretikum. Bila kalium hilang dari cell diganti Na atau H ion, secara klinis
akan timbul kelemahan, tetani dan aritmia.

Kadar K< 3 meq/L bisa menimbulkan gejala aritmia (VT.SVT, bradikardi.) ECG abnormal(U
wave, flat atau inverted T), paralise parestesi, mual muntah bila K<2 meq bisa fatal.

Terapi dengan KCl :

K> 3meq/L ,oral atau via NGT 20-40 mmol.


K< 3 meq/L,(4,5 X ) x BBx 0,3 meq.
Kecepatan 0,5 meq /kgBB/jam, pediatrik 0,2-0,3meq/kg/jam.
Berikan bila produksi urine sudah baik 0,5-1cc/kgBB/jam.

b. Hiperkalimia:

Umumnya tejadi bila ion kalium bergeser dari dalam cell ke cairan interstitial dan plasma darah
dalam jumlah yang lebih besar dari normal

Ini bisa disebabkan oleh:

infeksi atau trauma yang luas, kematian cell (rhabdomyolisis, hemolisis, tumorlisis, luka bakar)
-dysfungsi ginjal, diabetik asidosis/ketosis,hypoaldesteronisme.
-obat-obatan yang membatasi sekresi kalium didistal tubules seperti spironolacton,triamteren,
-NSAID,ACE inhibitor,
-Succinilcholine menggeser K+ keluar otot terutama otot yang paralise berbahaya
pada penderita paralyse otot.

Perlu diingat oklusi vena terlalu lama waktu mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
laboratorium bisa menggambarkan hiperkalimia palsu, juga pada thrombocytosis atau
leukositosis dimana pelepasan K+ dari platelet atau leukosit selama pembekuan darah.

Kadar K plasma > 6 meq/timbul gejala aritmia, heart block, bradikardi, ECG abnormal(PR
prolonggation, QRS wide QRS, Diminish P wave) paralise dan reflex hipoaktif. Bila > 7 meq/L
sering berakhir dengan cardiac atau respirasi arrest.

Yang perlu diingat lagi adalah selama post operatif oleh karena trauma bedah/anestesi,
premedikasi (morpin,petidin), emosi terjadi retensi cairan dan natrium serta mobilisasi K dari
cell ke ECF serta penurunan urine output ini semua karena pengaruh ADH dan aldosterone serta
pemecahan protein cell yang menaikkan output nitrogen.

Awas overload cairan, natrium maupun kalium selama periode 24-72 post operatif.

Terapi ECG abnormal beri CaCl2 10%, 5-10 cc perlahan-lahan . Untuk mendorong K ke
intracell, biasanya satu unit regular insulin dalam 30cc D10. Na bikarbonat 1 meq/kgBB iv
pelan-pelan beta agonist -albuterol inhaled 10-20 mg Lasix Loop diuretik) utk exkresi K Dialisis
kalau K>7 meq/L +oliguri/anuria.

Hiperventilasi membuat alkalosis sehingga kalium masuk cell, Yang paling penting adalah
intake kalium distop.

Calcium homeostatis :

Fungsi utama Ca++ adalah bagian utama struktur tulang.


Mempengaruhi transmisi neuro muscular.
Mempengaruhi sekresi kelenjer eksokrin dan endokrin, cardiac action potential, system enzym
dan pembekuan darah.
Normal kadar Ca plasma : Total 10 mg% terdiri dari 4,7mg% ionized, 1,3mg% complexed, 4,0
mg% protein bound) atau 1-1,25 mmol/L.

Gangguan keseimbangan Ca berupa hipocalcemia dan hipercalcemia.

Hipocalcemia :

Bila Ca++ < 1 mmol/L bisa muncul gejala aritmia, gagal jantung sampai henti jantung ,hipotensi,
ECG (Prolonggasi QT,ST) tetani, spasmo otot, parestesi dan kejang.

Bisa disebabkan : Transfusi massif, gangguan ginjal, malabsorbsi, sakit liver, pancreatitis, luka
bakar dan lain-lain.

Koreksi Calcium : CaCl2 10% 3-4 cc atau Ca glukonas10% 10 cc iv pelan.

Hipercalcemia : Bila kadar Ca++ > 1,3 mmol/L

Bisa timbul gejala berupa :

aritmia, hipertensi, bradikardi, ischeia cordis, digitalis toxicity, gangguan konduksi, depresi
mental, kejang koma, mual muntah konstipasi dan lain-lain.

Bisa disebabkan : thyrotoxicosis, keganasan, hiperparathyroidea, overdosis vitamin A,D.

Terapi : NaCl 0,9% untuk perbaikan volume plasma agar perfusi dan renal blood flow cukup.

Loop diuretik(furesemid): Meninggikan eskresi Calcium.

Magnesium homeostasis:

Fungsi magnesium sebagai element struktural tulang, mempengaruhi neuroexiability system


enzim terutama ATP ase.

Konsentrasi Mg dalam plasma 1,6-1,9 mg%(1,4-1,7meq)/L, kira-kira 55% dalam bentuk ionized,
13% complex dan 32% ikatan protein) Gangguan klinis umumnya disebabkan hipo
magnesemia atau hipermagnesemia.

Hipomagnesemia

Sering disertai hipocalcemia dan hipokalimia.

Manifestasi klinisnya mirip hipocalcemia adanya gejala neuromuscular seperti:

fasciculasi otot,tremor,spontanous carp pedalspasm general spasticity,tetani nausea,apathi dan


lain-lain bisa disebabkan :
poor intake (total parenteral nutrisi yang lama tanpa Mg.
excessive renal loss (terapi diuretik,SIADH)
excessive gastro intestinal loss (gastro intestinal suction)

miscellaneous (luka bakar,transfusi darah citrat,gentamy cine,diabetic aidosis)


dysfungsi organ (renal diseases hyper thyiroid,hyperpara thyroidism,acute pancreatitis).

TERAPI

Hati-hati pemberian Mg pada renal insuficiency dengan evaluasi sering kadar Mg plasma
karena sebagian besar ekskresi via renal.

Dosis dan jalur pemberiannya tergantung pada beratnya deficiency dan gejala yang timbul
seperti adanya kejang bisa diberi Mg sampai 2meq /kgBB iv dalam 4 jam.

Sebelum memulai infus bisa diberi 30 cc Mg Sulfat 10% iv pelan-pelan.

Untuk yang sedang bisa diberi 0,25-0,5 meq/kgBB setiap 4 jam via oral atau parenteral. Hati-hati
memberikan iv pada anak kecil bisa hipotensi.

MgSulfat tersedia dalam larutan 10,25 dan 50%.

Setiap g MgSO47H20 setara dengan 8 meq Mg.

Untuk dosis peroral, 12,5-25 meq ,4x sehari tersedia dalam sediaan Mg citrat,Mg
Hidroksida,MgChloride dan asetat.

Sangat effektif untuk pre atau eklampsi via parenteral karena mendepressi neuromuscular
function dan menurunkan tekanan darah dengan efek vasodilatasi perifer.

Hipermagnesemia:

Mendepressi neuromuscular transmission baik perifer maupun central.

Manifestasi klinisnya mensupressi fungsi mental mulai dari mengantuk sampai koma depresi
fungsi motorik mulai menurunnya reflex tendon paralise otot,reflex patella menghilang bila
kadar Mg > 8 meq/L, dan paralise otot respirasi bila > 10 meq/L.

Efek vasodilatasi perifer terjadi hipotensi,mual,muntah effek pada gastrointestinal dan QT


interval memanjang pada ECG,soft tissue calcification.

Penyebabnya: Intake obat-obatan mengandung Mg pada renal failure

Adrenal cortical insuficiency,hipothyroidism.

Bisa timbul selama hipotermi.


TERAPI :

Untuk terapi emergensi Ca gluconate 10% 10 cc iv pelan2 oleh karena ion Ca mengantagonis ion
Mg.

Bila fungsi renal baik beri diuretik furesemide, Hentikan obat2an yang berisi Mg. Bila tak
respons lakukan dialise.

Phosphate Homeostasis :

Hampir 85% total body phosphate dijumpai dalam tulang, merupakan mayor intracellular anion
konsentrasi mencapai 140 meq/L air cell.

Umumnya merupakan persenyawaan organik yang berperan dalam metabolisme karbohidrat


(KH) dan tak bebas berdiffusi lewat membran cell.

Konsentrasi plasma bervariasi 12 mg% pada kanak-kanak dan turun serenda pada dewasa karena
diperlukan untuk pertumbuhan skletal.

Fungsi utamanya :

-merupakan element struktural tulang


-terlibat dalam proses metabolisme KH,lipid,asam nucleat dan
oxidative phosphorylation penentu dalam produksi ATP dan 2,3 DPG,

memelihara intergritas struktural

Gangguan kronis biasanya dijumpai pada penyakit tulang sedangkan gangguan metabolisme
akut mempengaruhi fungsi otot,syaraf dan sel darah.

Gangguan homeostatis fosfat berupa hipo atau hiperpospatemia.

Hipopospatemia :

Manifestasi klinik chronic hypophosphatemia berupa osteomalacia atau rickets oleh


serba penurunan pembentukan CaP04.

Akut hipofosfatemi bisa terjadi dalam beberapa keadaan menyebabkan sindroma klinik yang
berat melibatkan banyak organ.

Disorientasi,koma,gagal nafas,kejang,gangguan fungsi platelet,turunnya red blood cell 2,3 DPG


dan
Penyebabnya bisa :
-poor intake atau poor interstinal absorbtion:
meningkatnya eskresi fosfat lewat ginjal.
pergeseran fosfat kedalam cell (acute alkalosis obat2an insulin,adrenalin,pemberian KH).
TERAPI
Bila akut kadar P > 1 mg% diberi enteral

P< 1 mg beri potassium fosfat 0,6-0,9/kg/jam iv pelan2 kemudian 1000 mg/hari ditambah
kehilangan,

Yang penting menyingkirkan penyebabnya :

phosphate binding antacid


gangguan hidroksilasi vit D> vit D dosis tinggi.
gangguan reabsorbsi renal>fosfat 1-3 g/har

Hiperphosphatemia :

Pengaruhnya yang buruk adalah akibat efeknya pada Ca++


yaitu hipocalcaemia dan kalsifikasi extra skletal.

Penyebabnya adalah :

-gagal ginjal -pebebasan fosfat dari cell (acute acidosis) -hiperparathyroidism


TERAPI

Oleh karena hyperphosphatemia umumnya akibat menurunnya eksresi fosfat via renal biasanya
tak dapat dikoreksi maka terapi ditujukan dengan menurunkan absorbsi fosfat diusus dengan
intestinal phosphate binding agent seperti Alumenium hydoxide gel.

Kesimpulan:
Ketrampilan mengelola gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah kecakapan yang
harus dimiliki oleh ahli anesthesiologi.

Hal ini penting karena kejadian ini sangat sering dalam dunia pembedahan/anestesi.

Telah dikemukakan dasar-dasar keseimbangan cairan dan elektrolit dimana perubahan kadar
Na,K Ca,Mg dan Pospat yang abnormal dan mendadak dapat mengancam nyawa penderita.

Pada bayi dan anak memerlukan perhatian yang lebih khusus. Sering dilupakan perhitungan
penggantian cairan sehubungan dengan kenaikan suhu tubuh,lingkungan, surgical exposure dan
translokasi cairan akibat pembedahan dan anestesi.

Kepustakaan :

1.Weldy JN; Bodu Fluid and Electrolyte ,3rd edit,The CV Mosby Company St.
Louis,Toronto,London, 1980.

2.Carroll JD Water,Electrolyte,and Acid-Base Metabolism


:J.B.Lippincott Company,Philadelphia,Toronto,1978.
3.Smith K; Fluids Electrolyte A Conceptual
Approach,Churchill Livingstone,Newyork Eddinburg&London,1980.

4.Bunton LG : Fluid Balance without tears or The Child guide to electrolyte,2nd edit; LLoyd Luc
(Medical Books) ltd,New Street,London,1976.

5.Smith MR : Anesthetics for infant and children,The CV Mosby Company,Toronto 1980.

Anda mungkin juga menyukai