Anda di halaman 1dari 1

Perhatian Pemerintah ini berangkat dari peringkat Indonesia di posisi ketiga produsen biji kakao

terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sepanjang 2014 produksi biji kakao mencapai
370 ribu ton jika merujuk data International Cocoa Organization (ICCO).

Menurut Menteri Perindustrian, kendati ekspor kakao olahan meningkat, tetapi


masih terdapat kenaikan impor biji kakao, yaitu 2014 impor biji kakao sebesar
109,4 ribu ton mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan impor pada
2013 yang hanya sebesar 30,7 ribu ton. Hal ini menunjukkan adanya
kekurangan bahan baku biji kakao di dalam negeri. Dengan demikian perlu
dilakukan peningkatan produktivitas baik melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi tanaman kakao.
Tahun 2013 kakao olahan Indonesia yang dikapalkan ke luar negeri sebanyak 196,3 ribu ton lalu
bertambah menjadi 242,2 ribu ton pada 2014 alias meningkat 23,3%.

Guna mengamankan pasokan bahan baku, salah satu kebijakan pemerintah adalah
pemberlakuan Bea Keluar (BK) Biji Kakao sejak 2010. Hasilnya ekspor biji kakao turun dari
188,4 ribu ton pada 2013 lalu menjadi hanya sepertiganya atau 63,3 ribu ton pada tahun
berikutnya.

Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 miliar,
dan memiliki potensi untuk terus ditingkatkan.

Kakao sebagai komoditas tanaman perkebunan memiliki banyak kegunaan. Biji kakao

kering dimanfaatkan menjadi lemak kakao, pasta kakao, dan bubuk coklat (Bhattacharjee &

Kumar, 2007; Ruku, 2008; Suharyanto, 2014). Data Kementrian Pertanian (2015) mencacat

bahwa, perkembangan luas areal kakao di Indonesia selama periode 1980-2014 cenderung

meningkat yaitu dari 37,08 ribu ha menjadi 1,71 juta ha pada tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai