Anda di halaman 1dari 2

Adab bersedekah

Penulis:
Achmad ibn Masduqie

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer, Islam telah mewajibkan setiap muslim untuk berusaha dan
bekerja semaksimal mungkin agar dapat memenuhi kebutuhan pokok yang menjadi tanggungannya.

Namun demikian, jika seseorang meski sudah berusaha tetapi tetap belum dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya karena tidak lagi memiliki harta/miskin, atau dia tidak mempunyai harta yang cukup untuk dapat
memenuhi kebutuhan pokoknya tersebut/fakir, maka hukum Islam telah menjadikan orang tersebut wajib
ditolong oleh orang lain agar ia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dengan normal dalam arti
rizkinya dititipkan Allah kepada orang lain.

Hanya saja sebagai perimbangan keadilan dan pahala, Islam menganjurkan orang yang memiliki harta lebih
untuk mematuhi aturan-aturan atau adab dalam bershodaqah atau berzakat. Hal ini dimaksudkan agar orang
yang membutuhkan harta dapat menikmati hartanya dengan baik, sementara orang yang bershodaqah juga
mendapatkan pahala yang maksimal.

Adapun adab bershodaqah atau berzakat itu ada enam. Yaitu :

1. Menyegerakan berzakat atau bershodaqah ketika sudah waktunya. Hal ini untuk menampakkan rasa
suka cita muzakki untuk memenuhi perintah Allah agar membahagiakan hati orang-orang fakir.
2. Menyembunyikan shodaqah yang akan diberikan dengan meminimalisir orang yang mengetahuinya,
sebagai usaha amal bainya tidak dikotori oleh godaan perasaaan riya atau ingin terkenal. Disamping
itu juga untuk menjaga perasaan mustahiq agar tidak terbuka rahasia akan kefakirannya. Karena
sebenarnya semiskin apapun seseorang, agama menganjurkan untuk selalu mencoba berusaha sendiri
dan menyem-bunyikan kondisi perekonomian keluarganya.

Akan tetapi, bila kita menemui orang yang meminta-minta kepada kita dihadapan orang banyak, maka kita
tidak dianjurkan untuk meninggalkan shodaqah karena takut riya', kita tetap dianjurkan untuk
menshodaqahinya karena orang yang meminta-minta tersebut tidak memiliki perasaan malu menampakkan
kondisi dirinya atau bahkan menggunakannya sebagai profesinya. Kalau mustahiq sudah mengawali sesuatu
dengan tidak baik, maka kebersihan niat muzakki juga tidak harus dijaga.

3. Ataupun kalau orang tersebut yakin tidak akan riya', orang tersebut dapat menampakkannya agar
diketahui oleh banyak orang. Dengan harapan orang-orang itu akan meneladaninya.
4. Tidak merusak shodaqahnya dengan mengungkit-ungkit kembali apa yang telah ia shodaqahkan. Hal
ini sesuai dengan firman Allah : Dan janganlah kamu membatalkan sedekahmu dengan mengungkit-
ungkit dan menyakiti. Termasuk diantaranya menyakiti orang menerima shodaqah adalah dengan
mengumumkan tentang kefakirannya, membentak-bentak atau menghinanya karena meminta-minta.
Bahkan memandang mereka lebih rendah dari kita saja, sudah termasuk menyakiti. Karena kalau
orang kaya itu mengetahui keutamaan-keutamaan orang faqir, maka dia akan selalu berharap
mendapatkan derajat orang-orang faqir. Semestinya orang yang bersedekah itu melihat mustahiq
dengan cinta kasih karena telah membantu menunaikan hak Allah dan menyelamatkannya dari api
neraka.
5. Berapapun nilai harta yang disedekahkan, kita harus menganggapnya sedikit, karena kalau sampai
kita menganggapnya banyak, maka kita akan ta'ajub dengan pemberian itu. Sementara ujub ini dapat
menyebabkan kita takabur yang pada akhirnya dapat menghilangkan pahala dari shodaqah itu
sendiri. Sebagian ulama menyatakan : Perbuatan baik tidak akan sempurna kecuali dengan tiga hal,
yaitu ; menganggapnya ringan, menyegerakan dan menyembunyikannya.
6. Menyeleksi orang yang akan menerima zakat atau sedekah dan tidak hanya terpancang oleh delapan
asnaf yang berhak menerima zakat. Hal ini lebih ditujukan agar muzakki tidak hanya mendapat
pahala sedekah atau zakat saja. Orang-orang yang seharusnya diutamakan terlebih dahulu adalah:
a. Orang-orang yang lebih bertakwa. Mereka ini dipilih karena sesungguhnya menolong dengan
harta untuk dipergunakan dijalan ketakwaan adalah termasuk berserikat dalam ketakwaan
pula.
b. Orang-orang cerdik pandai. Karena menolong mereka ini sama saja ikut serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.. Imam Syafii pernah menyatakan : Al Ilmu Asyrofu al
Ibadat mahma shohhat fihi al Niyyat. Ilmu itu lebih mulia dibanding ibadah apabila
dilakukan dengan niatan yang baik. Ibnu Mubarok salah seorang ulama sufi, setiap
bersedekah, dikhususkannya sedekahnya untuk ahli ilmu. Ketika ditanya mengapa dia
melakukan hal ini ?, Ibnu Mubarok menjawab : "Sesungguhnya aku tidak mengetahui ada
derajat yang lebih utama dari derajatnya ahli ilmu setelah derajat para Nabi. Ketika seseorang
yang bergelut dengan keilmuan itu bekerja untuk memenuhi hajatnya sehari-hari, maka
potensi ilmu pengetahuan yang dia miliki tidak bisa dikembangkan dan dia tidak dapat
mengajarkan ilmunya. Untuk itu, pilihan cerdik cendekia untuk lebih menggeluti
pengembangan keilmuan ini lebih utama.
c. Orang yang akan menerima zakat/sedekah diketahui dan diyakini ketakwaan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan rasa syukur yang ditunjukkan-nya ketika menerima zakat/sedekah dan
selalu memandang segala nikmat yang dia terima hanya dari Allah semata.
d. Orang yang akan menerima zakat adalah orang yang selalu menyembunyikan kebutuhannya
dan tidak mau menampakkan kemelaratannya. Dengan kata lain orang ini adalah seorang
yang memiliki sifat muru'ah. Ketika nikmat yang dia dapat hilang dari sisinya, dia tetap tidak
menampakkan kesedihan sama sekali. Hal ini sebagaimana ditunjukkan para sahabat Nabi
dan dibukukan dalam firman Allah : Yahsabuhum al Jahilu aghniya'a min al ta'afufi
ta'rifuhum bisimahum laa yas'aluuna al naasa ilhaafaa. Orang-orang yang tidak tahu
menyangka para sahabat itu adalah orang kaya karena selalu menjaga kehormatannya.
Engkau dapat mengetahui para sahabat dari tanda-tandanya yang tidak meminta kepada
manusia dengan memaksa. Mereka tidak meminta dengan memaksa karena mereka kaya
dengan keyakinannya yang mulia dan kesabarannya. Untuk itu, kalau perlu orang yang akan
bershodaqah mencari orang-orang yang seperti ini, karena bersedekah kepada orang-orang
yang seperti ini pahalanya lebih berlipat dibanding orang-orang yang ketika meminta selalu
memaksa.
e. Orang yang akan menerima zakat memang sedang dalam kesulitan yang berat karena sakit
atau karena sebab yang lain hingga tidak dapat melakukan ibadah ataupun berjuang dijalan
Allah. Berdasar ini pulalah Khalifah Umar bin Khottob pernah memberi Ahl Bait dengan
segerombol kambing yang jumlahnya lebih dari sepuluh. Perilaku seperti ini merupakan
perwujudan dari sunnah Nabi yang selalu memberi orang sesuai dengan kadar kebutuhannya
dan tingkat kemiskinannya.
f. Orang yang akan diberi shodaqah, diutamakan orang-orang yang memiliki hubungan
kekerabatan. Dengan bershodaqah muzakki sekaligus menyambung persaudaraan/
silturrahim. Silaturrahim itu sendiri memiliki kandungan pahala yang tak terhitung
banyaknya. Saudara maupun teman dekat juga diutamakan untuk didahulukan.

Keenam kelompok ini, memiliki tingkatan derajat masing-masing. Untuk itu kita dianjurkan untuk memilih
atau mencari orang yang derajatnya lebih tinggi. Dengan begitu kita dapat mengumpulkan pahala yang
banyak dengan bershodaqah. Bahkan kalau bisa kita mendapatkan orang yang mengumpulkan keenam sifat
ini.

Setelah shodaqah dapat kita keluarkan, maka kita perlu mensyukurinya. Karena meski secara dhohir harta
kita berkurang, namun hakekatnya harta yang harus dikeluarkan itu merupakan kotoran yang harus
dibersihkan.

Anda mungkin juga menyukai