Anda di halaman 1dari 36

Mata Kuliah Permukiman Tanggap Bencana

Penelitian Tanggap Bencana


Studi Kasus Permukiman Pesisir Pantai Kondang Merak, Kab. Malang
Oleh:
Andi Tahta Wibawa 125060500111074
Chairinnisa Zakira 125060500111018
Lalu Nata Tresna Hadi 125060507111034
Lidya Octavia Asti 125060500111032
Rohadatul Aisy 125060507111033

[Year]
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permukiman adalah salah satu wadah yang sangat penting untuk berlangsungnya kehidupan manusia. Menurut Undang-undang Republik
Indonesia no. 1 tahun 2011, permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai sarana prasarana, utilitas umum, serta memiliki penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Sebagai wadah bermukim manusia, permukiman tentu saja tak dapat dipisahkan dari bencana. Potensi bencana tidak hanya mengancam
permukiman yang berada di tengah kota ataupun di desa, permukiman di wilayah pesisir pun rentan terhadap bencana. Letak permukiman
pesisir yang berdekatan dengan laut membuatnya rentan terhadap beberapa bencana seperti tsunami dan banjir rob. Hal tersebut terjadi juga
terhadap wilayah permukiman di Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang.
Pantai Kondang merak adalah daerah yang berada pada wilayah pesisir selatan provinsi Jawa Timur. Letaknya yang langsung menghadap
ke arah samudera Hindia ini mengakibatkan wilayah ini rentan terhadap bencana. Pemilihan Pantai Kondang Merak sebagai wilayah kajian
dikarenakan selain letaknya yang berada di pesisir selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada pantai ini juga terdapat keunikan berupa
kampung nelayan yang dijadikan wisata. Tentunya wisata ini akan menerima akibat dari rentannya wilayah tersebut terhadap bencana.
Diharapkan dengan pemilihan Pantai Kondang Merak untuk kajian ini akan dihasilkan klasifikasi kerentanan bencana wilayah dan
rekomendasi preventif dan mitigasi bencana pada wilayah Pantai Kondang Merak.

1.2 Rumusan Masalah


a. Seberapa rentankah wilayah Pantai Kondang Merak dari potensi bencana yang dapat terjadi?
b. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada wilayah Pantai Kondang Merak?

1.3 Tujuan
a. Mengklasifikasikan tingkat kerentanan bencana pada wilayah Pantai Kondang Merak.
b. Menghasilkan arahan dan rekomendasi pencegahan serta penanggulangan bencana pada wilayah Pantai Kondang Merak.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Teori Permukiman

Menurut Undang-undang Republik Indonersia no. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Menurut Doxiadis dalam Soetomo (2009) bahwa Human settlement are, by definition, settlements inhabited by Man. Permukiman terdiri
dari Contents (isi) dan Container (wadah). Yang dimaksud isi adalah manusia, sedangkan wadah berarti physical settlement baik buatan manusia
maupu alam sebagai tempat hidup manusia dengan segala aktivitasnya. Kedua bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang dapat dikatakan
adalah bumi itu sendiri (the total surface of the earth, the largest container for Man, is for all practical purpose, the whole cosmos of Man,
thecosmos of anthropos). Melalui isi dan wadah tersebut Doxiadis menjelaskan bahwa permukiman memiliki lima elemen pembentuk yaitu
Man, Society, Shells, Network and Nature. Dengan demikian pengertian human settlement adalah menyangkut ruang dan manusia yang hidup di
dalamnya.

2.1.1 Elemen-elemen Pembentuk Permukiman


Permukiman merupakan tempat manusia untuk hidup serta berkehidupan. Sehingga menurut Doxiadis, (1968) permukiman memiliki dua
bagian, yaitu Contents (isi) dan Container (wadah). Isi berupa manusia dan wadah berupa tempat fisik manusia tinggal yang memiliki
elemen alam dan buatan manusia. Doxiadis (1968) membagi teori isi dan wadah menjadi lima elemen utama pembentuk permukiman atau
biasa disebut elemen Ekistics:

Contents atau isi adalah manusia itu sendiri, terdiri dari:

1. Man, manusia sebagai makhluk individu yang juga merupakan subjek

2. Society, masyarakat atau kumpulan manusia dari keluarga, tetangga, hingga warga sejagad dengan berbagai hubungan yang kompleks
dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, hukum dan politik

Container atau wadah, terdiri dari:

1. Shells atau ruang bangunan, dari bangunan hunian hingga gedung serta secara skala permukiman, kampung, kota dan aglomerasi fisik
wilayah, tempat manusia tinggal.

2. Network atau jaringan yang meliputi sarana dan prasarana berupa tempat manusia berkomunikasi dan sistemnya, jaringan utilitass
seperti air, listrik, dan lain-lain)

3. Nature atau alam sebagai natural environment, terdiri dari elemen biotik-abiotik, lingkungan fisik alam, klimatologis dan habitat bagi
makhluk yang menempatinya. Elemen ini juga mencangkup kondisi pengolahan alamiah seperti lading pertanian, perkebunan, kehutanan,
landscape sehingga untuk mengolah diperlukan sifat alami dan ekologi.
Nature

Networks Man

Shells Society

2.1.2 Hunian Sebagai Elemen Pembentuk Permukiman


Pada teori Doxiadis dalam Soetomo (2009) salah satu elemen dari container atau wadah yaitu shells dijelaskan bahwa shells merupakan
ruang bangunan yang dapat berupa bangunan hunian ataupun gedung. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa hunian merupakan salah satu dari
elemen pembentuk permukiman yang tidak dapat dilepas kaitannya dengan elemen lainnya.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia 2 Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, bahwa rumah sebagai salah
satu kebutuhan dasar manusia akan papan merupakan bagian dan perumahan dan permukiman yang perlu ditata agar dapat berkelanjutan,
serta dapat meningkatkan kesejahteraan penghuni di dalamnya karena akan menunjang pembangunan ekonomi, sosial budaya dan bidang-
bidang yang lain.

Menurut Newmark (1997) hunian atau rumah memiliki arti menurut fungsinya:

1. Shelter sebagai suatu tempat berlindung secara fisik


2. House sebagai tempat bagi manusia melakukan kegiatan sehari-hari
3. Home sebagai tempat tinggal atau hunian bagi seseorang atau keluarga yang merupakan sebuah lingkungan psiko-sosial

Menurut Purnamasari (2009), untuk mengetahui tata ruang dalam suatu hunian dapat diketahui dari beberapa aspek antara lain:

1. Pola tata ruang dalam, meliputi fungsi ruang, sumbu ruang, simetrisitas ruang, zona ruang. Sub variabel dari variabel pola tata
ruang dalam dapat dijelaskan sebagai berikut:
a Sumbu ruang, dapat berupa bentuk fisik dan meruang seperti sirkulasi ataupun jarak antar ruang dimana dapat membentuk
sebuah garis terhadap bentuk atau ruang ruang yang dapat disusun. Sumbu ruang ini dapat berupa sumbu simetris ataupun
asimetris.
b Simetrisitas ruang, kesimetrisan ruang dapat diliah dari dua aspek yaitu integral dan parsial, sehingga dapat diketahui
pembagian dari keseimbangan pembagian ruang ataupun keseimbangan zonasi pada ruang dalam hunian.
c Zona ruang, berupa komposisi zona public, semi public ataupun zonasi sesuai dengan kebutuhan.
2. Perubahan tata ruang dalam, meliputi penambahan, perluasan, pembagian, dan perubahan fungsi ruang, serta perubahan tata ruang
dalam (perubahan fungsi, perubahan zumbu, perubagan simetrisitas, perubahan zoning)
3. Faktor penyebab perubahan tata ruang dalam

Secara tidak langsung hunian merupakan salah satu dari elemen pembentuk permukiman yang juga termasuk dalam lingkungan binaan.
Habraken dalam Bukit (2012), menjelaskan bahwa suatu lingkungan binaan salah satunya hunian dapat diketahui tatanannya berdasarkan
klasifikasinya yaitu:

1. Nominal classes, tatanan transformasi fisik


a. Body & Utensils (perabot)
Body merupakan penghuni yang menempati suatu bangunan. Utensils adalah objek yang berada disekeliling penghuni
rumah dan dapat menempati suatu bangunan, contohnya perabot rumah tangga.
b. Furniture (furnitur)
Habraken (1983) menjelaskan furniture adalah lokasi peletakkann objek yang terdapat pada bangunan dan tidak berada di
tanah ataupun lantai. Furniture dapat berupa bentukan pola spasial yang berhubungan dekat dengan penghuninya, yang dpat
nengarahkan dan memperpanjang pola pergerakan pada bangunan.
c. Partitioning (bidang penyekat)
Bidang penyekat dapat berupa dinding maupun tirai yang membagi ruang dalam bangunan, akan tetapi tidak termasuk
dalam elemen struktur bangunan.
d. Building Elements (elemen bangunan)
Elemen bangunan merupakan sesuatu hal yang digunakan sebagai material terhadap berdirinya suatu bangunan seperti
lantai, dinding, atap dan fasade bangunan.
e. Roads (pencapaian bangunan)
Roads adalah pencapaian berupa bentuk fisik untuk penghuni melakukan aktifitas ataupun kegiatan berpindah. Menurut
Habraken (1983) roads dapat diartikan sebagai jalan, serta akses menuju suatu bangunan.
f. Major Artery (jalur utama dalam kampung)
Major artery diartikan sebagai zona peralihan dari setiap jalan pada setiap kawasan.
2. Configuration (tatanan transformasi spasial)
a. Interior Arrangements (pola spasial)
Pola spasial merupakan hubungan antara furniture ataupun susunan dari perlengkapan pada satu ruangan.
b. Floor Plan (ruangan)
Floor plan merupakan ruangan yang terbentuk dengan adanya bidang vertical sebagai pembatas ruang.
c. Building (sosok bangunan)
Building atau bangunan adalah sosok massa dari bangunan, dapat pula disebut sebagai tampak massa bangunan.
d. District (teritori)
District ataupun kawasan teritori merupakan suatu bentuk fisik dari area yang dapar diakses setiap bangunan serta
memiliki batas-batas fisik yang telah ditentukan.
e. City Structure (pola sirkulasi kampung)
Pola sirkulasi terbentuk dari adaptasi struktur jaringan kampung berdasarkan jalur sirkulasi yang terbentuk dari suatu
kawasan.
3. Whole (tatanan transformasi kultural)
a. Place (makna tempat)
Place merupakan tempat atau ruang berlangsungnya kegiatan kehidupan sehari-hari
b. Room (ruangan yang terbentuk)
Room merupakan ruang yang disediakan oleh konfigurasi furniture beserta perabot yang ada di dalam bangunan.
c. Built Space (luas terbangun)
Built space dapat diartikan sebagai luas area terbangun pada suatu bangunan.
d. Block (bangunan dan lingkungan sekitarnya
Block didefinisikan sebagai tempat suatu bangunan berada.
e. Neighborhood (kawasan perkampungan)
Neighborhood merupakan kesatuan dari objek fisik bangunan dan pencapaiannya, serta pola spasial yang ada pada
sekitarnya sehingga membentuk suatu kawasan.
2.2 Teori Tentang Kawasan Pesisir
Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini
bertujuan agar pemahaman mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal pemahaman dari studi ini. Pengertian tentang
pesisir sampai saat ini masih menjadi suatu pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang secara batasan
wilayah masih belum jelas. Berikut ini adalah definisi dari beberapa sumber mengenai wilayah pesisir. Kay dan Alder (1999) The band of
dry land adjancent ocean space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic processes
and uses, and vice versa. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah
perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan. Pengertian
wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat
mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua
(continental shelf) (Dahuri, dkk, 2001). Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti
pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi
oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis memiliki 4 fungsi/peran pokok bagi kehidupan umat manusia yaitu
(1) sebagai penyedia sumberdaya alam sebagaimana dinyatakan diatas,
(2) penerima limbah,
(3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services),
(4) penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001)
Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro (2004) adalah Pantai curam singkapan batuan, pantai landai atau dataran, pantai
dataran endapan lumpur, pantai dengan bukit atau paparan pasir, pantai lurus dan panjang dari pesisir datar, pantai dataran tebing karang,
pantai erosi, Pantai akresi. Karakteristik Ekosistem di perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang, padang lamun, dan
hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera di dalam UU No.32/2009 dan UU No. 5/1990.

2.3 Teori Tentang Risiko Bencana


2.3.1 Risiko

Risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari
suatu perbuatan atau tindakan. Menurut Arthur J. Keown (2000), risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai (operasional sebagai
deviasi standar). Definisi risiko menurut Hanafi (2006) risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang
diharapkan (expected return ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return). Menurut Emmaett J. Vaughan dan Curtis M. Elliott
(1978), risiko didefinisikan sebagai;

a. Kans kerugian the chance of loss

b. Kemungkinan kerugian the possibility of loss

c. Ketidakpastian uncertainty

d. Penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan the dispersion of actual from expected result

e. Probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan the probability of any outcome different from the one expected

Atau dapat diambil kesimpulan bahwa definisi risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi
tidak menguntungkan yang mungkin terjadi.

2.3.2 Identifikasi dan Analisa Resiko

Menurut Darmawi (2008) tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan
suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian
terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses
inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi.
Masih menurut Darmawi (2008) proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang
terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:

a. Brainstorming

b. Questionnaire

c. Industry benchmarking

d. Scenario analysis

e. Risk assessment workshop

f. Incident investigation

g. Auditing h. Inspection

i. Checklist

j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)

Adapun cara cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek adalah :

a. Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.

b. Membuat daftar kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan peringkat kerugian yang terjadi.

c. Membuat klasifikasi kerugian.

1) Kerugian atas kekayaan (property).


a) Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan yang hilang atau rusak.

b) Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan sebagainya.

2) Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain.

3) Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua, pengangguran, sakit, dan sebagainya.

Dalam mengidentifikasi risiko, beberapa ahli membaginya menjadi beberapa kategori, di antaranya :

No. Kategori Risiko Sumber Referensi


1 Risiko eksternal Kerzner, 1995
2 Risiko Internal
3 Risiko teknis
4 Risiko legal
1 Risiko yang berhubungan dengan Fisk, 1997
konstruksi
2 Risiko fisik
3 Risiko kontraktual dan legal Risiko
pelaksanaan
4 Risiko Ekonomi
5 Risiko politik dan umum
1 Risiko finansial Shen, Wu, Ng, 2001
2 Risiko legal
3 Risiko manajemen
4 Risiko pasar
5 Risiko politik dan kebijakan Risiko
teknis
1 Risiko teknologi Loosemore, Raftery, Reilly,
2 Risiko manusia Higgon, 2006
3 Risiko lingkungan ik
4 Risiko komersial dan legal
5 Risiko manajemen
6 Risiko ekonomi dan finansial Risiko
partner bisnis
7 Risiko politik
1 Risiko finansial dan ekonomi Al Bahar dan Crandall, 1990
2 Risiko desain
3 Risiko politik dan lingkungan
4 Risiko yang berhubungan dengan
konstruksi
5 Risiko fisik
6 Risiko bencana alam
Untuk kepentingan ini, kategori kategori risiko yang dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall (1990), dimodifikasi sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kondisi yang diinginkan, yaitu risiko yang diperhitungkan dari sudut pandang perusahaan developer
properti. Adapun kategori risiko tersebut dimodifikasi sehingga menjadi sebagai berikut :

a. Finansial dan Ekonomi. Yang termasuk dalam kategori ini misalnya fluktuasi tingkat inflasi dan suku bunga, perubahan nilai
tukar, kenaikan upah pekerja, dan lain sebagainya.

b. Politik dan Lingkungan. Yang termasuk dalam kategori ini misalnya perubahan dalam hukum dan peraturan, perubahan politik,
perang, embargo, bencana alam, dan lain sebagainya.

c. Konstruksi Yang termasuk dalam kategori ini misalnya kecelakaan kerja, pencurian, perubahan desain, dan sebagainya.

Dari ketiga kategori risiko tersebut, proses identifikasi risiko dikembangkan menjadi beberapa jenis risiko yang didapat dari
berbagai sumber, antara lain :

1. Al Bahar dan Crandall, 1990

2. Shen, Wu, Ng, 2001

3. Keppres RI no 80 tahun 2003

4. Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, 2006

Setelah proses identifikasi semua risiko risiko yang mungkin terjadi pada suatu proyek dilakukan, diperlukan suatu tindak lanjut
untuk menganalisis risiko risiko tersebut. Al Bahar dan Crandall (1990) mengemukakan bahwa, yang dibutuhkan adalah menentukan
signifikansi atau dampak dari risiko tersebut, melalui suatu analisis probabilitas, sebelum risiko risiko tersebut dibawa memasuki
tahapan respon manajemen.
Menurut Al Bahar dan Crandall (1990), analisis risiko didefinisikan sebagai sebuah proses yang menggabungkan ketidakpastian
dalam bentuk kuantitatif, menggunakan teori probabilitas, untuk mengevaluasi dampak potensial suatu risiko.

Langkah pertama untuk melakukan tahapan ini adalah pengumpulan data yang relevan terhadap risiko yang akan dianalisis. Data
data ini dapat diperoleh dari data historis perusahaan atau dari pengalaman proyek pada masa lalu. Jika data historis tersebut kurang
memadai, dapat dilakukan teknik identifikasi risiko yang lain, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian lain bab ini.

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya dilakukan proses evaluasi dampak dari sebuah risiko. Proses evaluasi
dampak risiko dilakukan dengan mengkombinasikan antara probabilitas (sebagai bentuk kuantitatif dari faktor ketidakpastian /
uncertainty) dan dampak atau konsekuensi dari terjadinya sebuah risiko.

Untuk melakukan proses evaluasi tersebut, dibutuhkan suatu parameter yang jelas untuk dapat mengukur dampak dari suatu risiko
dengan tepat. Menurut Loosemore, Raftery, Reilly dan Higgon (2006), beberapa parameter untuk proses evaluasi risiko seperti pada
Tabel 2.2 dan tabel 2.3

Parameter Deskripsi
Jarang terjadi Peristiwa ini hanya muncul pada keadaan
yang luar biasa jarang.
Agak jarang terjadi Peristiwa ini jarang terjadi.
Mungkin terjadi Peristiwa ini kadang terjadi pada suatu
waktu.
Sering terjadi Peristiwa ini pernah terjadi dan mungkin
terjadi lagi.
Hampir pasti terjadi Peristiwa ini sering muncul pada berbagai
keadaan.

Parameter Deskripsi
Tidak signifikan Tidak ada yang terluka; kerugian finansial
kecil.
Kecil Pertolongan pertama; kerugian finansial
medium.
Sedang Perlu perawatan medis; kerugian finansial
cukup besar.
Besar Cedera parah; kerugian finansial besar.
Sangat signifikan Kematian; kerugian finansial sangat besar.

Setelah risiko risiko yang mungkin terjadi dievaluasi dengan menggunakan parameter parameter probabilitas dan konsekuensi
risiko diatas, selanjutnya dapat dilakukan suatu analisa untuk mengevaluasi dampak risiko secara keseluruhan, dengan menggunakan
matriks evaluasi risiko.

1. Respon Manajemen

Hanafi (2006) setelah risiko risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, perusahaan akan mulai memformulasikan
strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini didasarkan kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri.
Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memindahkan dampak potensial risiko sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol
terhadap risiko.
Ada lima strategi alternatif untuk menangani risiko, yaitu :

a. Menghindari risiko

b. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian

c. Meretensi risiko

d. Mentransfer risiko

e. Asuransi

2. Manajemen Risiko
a. Manajemen Risiko

Manajemen risiko memiliki banyak definisi. Salah satunya, manajemen risiko didefinisikan sebagai proses perencanaan,
pengelolaan, dan pengawasan sumber daya dan aktifitas lain dalam sebuah organisasi dengan tujuan untuk meminimalkan
konsekuensi kerugian dengan beaya yang masih dalam tingkat kelayakan proyek (S.J. Lowder, 1982: 48-51)

Tujuan utama implementasi manajemen risiko dalam proyek properti adalah:

1) kesuksesan proyek,

2) menurunkan risiko biaya manajemen dan menaikkan keuntungan,

3) mempertahankan stabilitas pemasukan,

4) mengurangi dan melindungi kemungkinan kemandekan oleh karena berbagai perubahan yang berpengaruh terhadap
pembiayaan proyek,
5) peningkatan skala bisnis perusahaan.

Kontribusi manajemen risiko dapat diformulasikan dari tujuan pokok pemanfaatannya (Pyhr Cooper, et.al 1986: 264) :

1) Manajemen risiko memberikan kriteria untuk membedakan kesuksesan dan kegagalan sebuah investasi, yang membuat
investor memberi perhatian pada proses manajemen.

2) Karena laba dapat dinaikkan dengan mengurangi pengeluaran daripada menaikkan pemasukan, manajemen risiko
memungkinkan pengurangan dalam komponen pembeayaan, misalnya kegagalan dalam pembaruan tingkat sewa yang
berakibat pada meningkatnya tingkat bunga.

3) Manajemen risiko dapat mempertahankan tingkat pemasukan sehingga dapat mengurangi fluktuasi pada laba dan arus
kas.

4) Manajemen risiko yang semakin canggih dapat memprediksi kemungkinan perubahan dalam tingkat sewa dan tingkat
kosonghuni (vacancy rate), sehingga kontinyuitas pemasukan dapat lebih terjamin.

5) Manajemen risiko mempertahankan tingkat kesadaran investor akan risiko spekulatif dalam investasinya.

6) Sukses dari sebuah investasi akan semakin menyehatkan proses manajemen perusahaan

b. Proses Manajemen Risiko

Manajemen risiko terdiri dari enam langkah, yaitu menentukan tujuan, mengidentifikasi risiko, menentukan ukuran risiko,
menyeleksi teknik analisis, implementasi, dan evaluasi.
Menentukan tujuan adalah langkah pertama dalam manajemen risiko. Tujuannya adalah untuk menentukan secara akurat
manfaat program manajemen risiko bagi perusahaan. Untuk mencapainya dibutuhkan sebuah proses perencanaan yang
komprehensip, termasuk penentuan tujuan setiap langkah dalam manajemen risiko serta orang yang bertanggung jawab.

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi risiko potensial yang terdapat pada proyek properti yang akan dikerjakan.
Risiko potensial dapat diidentifikasi melalui analisis risiko.

Ukuran risiko harus diasosiasikan pada keberadaan risiko potensial. Ukuran risiko meliputi:

1) probabilitas kerugian yang dapat terjadi,

2) akibat dari kerugian,

3) kemampuan memprediksi kerugian.

c. Manajemen Risiko Pada Investasi Properti

Kesuksesan dan keberhasilan meraih keuntungan dari suatu proyek properti sangat bergantung pada keterampilan dalam
manajemen risiko, seperti risiko yang berkaitan dengan lingkungan, kecelakaan pada pekerja, dan kerusakan alat kerja.
Ketika dampak risiko semakin meningkat, manajemen risiko menjadi satu-satunya alat untuk mengelolanya.

Manajemen risiko bertujuan untuk melindungi setiap orang atau badan hukum yang terlibat di dalamnya. Dalam konteks
investasi properti, manajemen risiko dimanfaatkan untuk menghindari, memindahkan, atau mengurangi risiko potensial
yang harus ditanggung oleh investor.

Banyak investor mampu mengelola uang, tapi kesuksesannya diukur dengan kemampuannya mengelola risiko. Yang ideal
adalah bukan menghindari risiko, tetapi mengidentifikasi, mengelola, dan hidup dengan risiko itu.
2.3.3 Teknik-Teknik Analisis Risiko

Pada awal tahun enampuluhan analisis risiko masih merupakan kegiatan yang bersifat konvensional, karena hambatan dan
keterbatasan lingkungan sosial, pasar, kompleksitas analisis risiko, teknologi, sumber data, dan tidak memadai serta belum dewasanya
ilmu pengetahuan manusia yang terlibat di dalamnya.

Sekarang perkembangan dan penggunaan teknik analisis risiko sudah sangat canggih. Para evaluator investasi juga melakukan
berbagai modifikasi berdasarkan pengalaman dan dalam rangka untuk menyesuaikan dengan karakteristik lingkungan yang berubah
(Austin J.J and C.F. Sirmans, 1982: 62)

2.3.3.1 Bentuk-Bentuk Teknik Analisis Risiko

a. Pendekatan Konservatif

Prinsip dasar teknik ini sangat sederhana, yaitu memilih estimasi yang tinggi pada beaya (cash outflows) dan
mengevaluasinya dengan discount rate yang relatif tinggi. Walaupun teknik ini mudah dan menempatkan proyek dalam
lingkup yang aman, sebenarnya teknik ini tidak menerapkan suatu ukuran risiko, sehingga terlalu banyak penyimpangan
yang dapat terjadi.

b. Risk-Adjusted Discount Rate

Cara kerja metode ini adalah dengan menentukan sebuah risk-adjusted net present value (NPV) dari suatu investasi
properti dengan menggunakan risk-adjusted discount rate (RADR). Risk-adjusted NPV dapat ditentukan dengan
menggandakan adjusted discount rate dan besarnya modal (beaya) yang dibutuhkan untuk mewujudkan proyek itu.
(Haimlevy and Marshal S. 1989: 245-246).

c. Pendekatan Kepastian Ekivalen (Risk Free Discount Rate)

Metode Risk-Free Discount Rate (RFDR) merupakan alternatif, di samping metode RADR, untuk merefleksikan
risiko dan arus kas. Prinsip dasar teknik ini adalah dengan mengkonversikan arus kas yang tidak pasti ke arus kas ekivalen
yang lebih pasti dari proyek yang dianalisis dengan menggunakan koefisien kepastian ekivalen. (Harrold E. Marshal:
1987). Koefisien ini berkisar antara 0,00 hingga 1,00 tergantung pada derajad kepastian yang sangat terkait dengan
pendapatan.

d. Decision Trees

Teknik ini merupakan satu dari sedikit metode yang memungkinkan pengambil keputusan membawa seluruh
kemungkinan hasil dari sebuah proyek ke dalam lingkungan yang tidak pasti.

Analisis dengan metode ini tidak menghasilkan suatu keputusan melanjutkan atau menolak proyek investasi.
Investor harus mengambil keputusan itu dengan pertimbangan yang lebih bersifat subyektif dari skema decision trees.
e. Analisis Kepekaan

Metode ini didefinisikan sebagai suatu proses evaluasi sejumlah parameter untuk menguji atau mengidentifikasi
pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya perubahan nilai masukan (nilai NPV proyek) dalam proses evaluasi
sejumlah parameter tadi. Aplikasi sistematis dari perubahan-perubahan itu disebut sebagai analisis kepekaan (sensitivity
analysis). (Jeff Madura and E.T Veit 1988: 58). Tujuan teknik ini adalah mengevaluasi derajad perubahan NPV dan
memungkinkan pengambil keputusan mengidentifikasi sejumlah alternatif NPV dan kemudian menentukan faktor yang
memberikan pengaruh terbesar. Untuk memperkecil jumlah variabel yang harus dimasukkan, estimasi dapat digolongkan
dalam tiga grup utama, yaitu skenario yang optimistik, realistik, dan pesimistik.

f. Analisis Probabilitas

Dibandingkan dengan cara sebelumnya, analisis probabilitas (probability analysis) merupakan metode yang lebih
rumit, tetapi merupakan metode yang baik dan banyak digunakan dalam analisis proyek properti. Analisis probabilitas,
tidak seperti analisis kepekaan, dapat dievaluasi secara langsung dengan menggabungkan probabilitas seluruh proses yang
dapat terjadi selama periode investasi proyek properti. Analisis ini membutuhkan seperangkat data yang harus ditentukan
dari distribusi probabilitas untuk membuat sebuah model probabilistik. Komputerisasi dibutuhkan untuk menghasilkan
distribusi probabilitas kumulatif.

g. Simulasi Monte Carlo

Teknik simulasi Monte Carlo merupakan sebuah metode simulasi yang menggunakan angka random dan data
probabilistik dari distribusi probabilitas untuk menghitung arus kas dan NPV suatu proyek. Proses simulasi ini
memungkinkan sebuah model investasi dikembangkan dan diuji dengan seperangkat data historis untuk meyakinkan
bahwa model itu merefleksikan sesuatu yang aktual. (V.L. Gole, 1981: 204). Pengoperasian program komputer yang
sesuai akan sangat membantu penggunaan metode ini, sebab data numerik diseleksi secara random dari berbagai sumber
distribusi sebagai variabel masukan untuk mendapatkan hasil yang berpotensi terjadi dari setiap kombinasi data, seperti
equity investment ratio, square-root dimension of the property, dan metode depresiasi. Hasilnya berbentuk suatu distribusi
probabilitas dengan deviasi standar. Simulasi modelnya bergantung pada berulangnya proses random yang sama.

2.3.4 Studi Perbandingan Berbagai Teknik Analisis Risiko

2.3.4.1 Prasyarat Keberhasilan Analisis Risiko

Terdapat lima prasyarat utama yang dapat digunakan untuk mengukur kapasitas setiap teknik analisis risiko. Kelima
prasyarat itu adalah accountability, economic viability assessment, contractual purpose, reliability, dan comprehensive analysis.

a. Accountability: Untuk proyek skala besar, seorang analis perlu menunjukkan bahwa ia sudah memasukkan
seluruh pertimbangan mengenai risiko yang mungkin terjadi, sehingga analisisnya dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai contoh, accountability untuk teknik konservatif dikatakan sebagai jelek, sebab si analis secara mudah
memasukkan discount rate yang tinggi dalam evaluasinya.

b. Economic Viability Assessment (EVA), untuk menjelaskan ini langsung dapat diberikan contoh sebagai berikut:
EVA analisis probabilitas lebih baik dari pada analisis kepekaan, karena yang pertama memasukkan lebih banyak
variabel risiko dari distribusi probabilitas yang bersifat stochastic.

c. Contractual Purpose, pengalokasian risiko dalam analisis risiko dapat digunakan dalam menentukan alternatif
kontrak dan kerangka hukum untuk proyek yang sedang dievaluasi, seperti pengalokasian risiko pada suatu
perusahaan asuransi.
d. Reability, derajad reliabilitas tergantung pada pertimbangan risiko dan akurasi kesimpulannya.

e. Comprehensive Analysis, diukur dengan ketersediaan (alternatif) keputusan yang harus diambil.

Tabel 2.5 menjelaskan perbandingan antara berbagai


karakteristik teknik analisis risiko.

2.3.4.2 Karakteristik Teknik Analisis Risiko

Kolom pertama, menjelaskan mengenai kebutuhan data probabilistik dan statistik. Kolom kedua, mengenai
kebutuhan pemakaian komputer dalam perhitungan evaluasi. Kolom ketiga, derajad kompleksitasnya. Kolom keempat,
menjelaskan sifat atau kelakuan risiko. Implisit berarti teknik yang bersangkutan tidak menyediakan ukuran pengambilan
keputusan. Keputusan diambil atas dasar attitude pengambil keputusan terhadap risiko. Sedangkan eksplisit berarti
tekniknya menyediakan ukuran secara kuantitatif, sehingga keputusan menjadi lebih terstandarisasi. Kolom kelima,
ukuran risiko, eksplisit berarti tekniknya menyediakan baik ukuran numerik (kuantitatif) maupun grafik. Sedangkan
implisit berarti tekniknya tidak menyediakan keduanya. Kolom keenam, menjelaskan mengenai kemungkinan masuknya
faktor subyektivitas pengambil keputusan. Kolom ketujuh memberikan perbandingan biaya yang harus dikeluarkan dalam
pemanfaatan teknik yang bersangkutan.
2.3.4.3 Keuntungan dan Kerugian Berbagai Teknik Analisis Risiko

Teknik koservatif, RADR, dan kepastian


ekivalen memberikan atau menunjukkan estimasi
NPV secara deterministik, sehingga investor dapat
dengan langsung mengambil keputusan setelah
evaluasi selesai. Sedangkan teknik yang lain
memberikan berbagai kemungkinan NPV yang
bersifat stokastik.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini mengangkat permasalah kemungkinan terjadinya bencana dan penanggulangannya pada permukiman di pesisir
pantai Malang Selatan, dimana diharapkan dapat menghadirkan informasi yang aktual yang mendetail dari wilayah yang diteliti
sehingga dapat memunculkan kesimpulan mengenai kondisi sebenarnya di lapangan serta arahan penanganan dan penataan permukiman
tersebut. Berdasarkan tujuan penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya maka penelitian ini termasuk kedalam kategori penelitian
deskriptif.
Penelitian deskriptif biasanya bertujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjainya fenomena
sosial tertentu. Hasilnya dicantumkan dalam bentuk tabel-tabel frekuensi. Penelitian seperti ini biasanya dilakukan tanpa hipotesa yang
dirumuskan secara ketat. Adakalanya menggunakan hipotesa tetapi bukan untuk diuji secara statistik (Singarimbun, 1982:4).

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: Obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sesuai dengan batasan wilayah
penelitian, permasalahan dan teori yang dipakai dalam penelitian ini, maka populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh
bangunan, sarana dan prasarana lingkungan yang ada dalam batasan wilayah penelitian, yaitu pesisir pantai Kondang Merak,
Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, Malang Selatan.
3.2.2 Sampel
Pada penelitian ini metode pengambilan sampelnya ialah purposive sampling, yaitu cara pengambilan sampel dimana
pengambilan elemen-elemen yang dimasukkan dalam sampel dilakukan dengan sengaja dengan didasarkan dugaan tertentu yang
dipandang mempunyai sangkut paut dengan sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Berdasarkan kelompok kuncinya
jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebesar 38 unit rumah.
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian akan terbagi dalam tiga tahap yaitu:
1. Pendahuluan, yaitu kegiatan penelaahan permukiman pesisir pantai Kondang Merak yang dilakukan sebagai pendahuluan
dari penelitian yang menghasilkan latar belakang, gambaran permasalahan di wilayah studi, tujuan, serta persiapan
kegiatan survei.
2. Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik wawancara, pengamatan/observasi lapangan, serta penelusuran data
sekunder. Termasuk juga di dalam kegiatan ini adalah kompilasi data berdasarkan jenis analisis yang digunakan.
3. Analisis, dari hasil kompilasi data dilakukan kegiatan tabulasi, pemetaan, dan penggambaran-penggambaran lainnya yang
sesuai dengan kebutuhan analisis.
4. Mengusulkan arahan penataan, dari hasil analisis yang diperoleh penilaian-penilaian yang akan dipergunakan sebagai
dasar penyusunan arahan penataan permukiman di wilayah penelitian. Dalam tahap ini juga akan di susun tahapan/jadwal
pelaksanaan dari arahan kegiatan penataan yang disusun.
5. Penutup, Adalah bagian akhir dari penelitian yang akan menjelaskan secara singkat mengenai hasil-hasil yang diperoleh
dari studi yang merupakan jawaban dari rumusan permasalahan.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian berupa data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Untuk dapat mengumpulkan data yang
diinginkan maka dilakukan dua Metode pengumpulan data, yaitu:

3.4.1 Survei Primer


Jenis survey ini diperoleh secara langsung dengan data berupa subyek atau obyek fisik yang diamati langsung oleh peneliti.
Untuk memperoleh data primer dilakukan dua teknik pengambilan data, yaitu:
Teknik observasi lapangan. Pengamatan yang dilakukan secara langsung adalah kondisi fisik kawasan permukiman di wilayah penelitian.
Alat bantu yang digunakan adalah peralatan mekanis yang digunakan untuk merekam saat observasi lapangan yaitu kamera serta catatan
kecil yang dilakukan oleh peneliti.
Teknik komunikasi langsung adalah cara pengumpulan data melalui wawancara langsung. Metode wawancara dilakukan terhadap pejabat
pemerintah setempat untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan penataan kawasan permukiman, wawancara
dengan masyarakat setempat untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap kondisi lingkungan tempat tinggal mereka.

3.4.2 Survei Sekunder


Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti atau data yang berasal dari tangan
kedua, ketiga dan seterusnya (Marzuki, 1983:56). Data sekunder dapat diperoleh dari instansi pemerintah/swasta, studi literatur,
makalah-makalah seminar dan informasi dari media cetak dan elektronik yang berhubungan dengan materi penelitian.

3.5 Identifikasi dan Penilaian


Identifikasi variabel yang digunakan pada penelitian permukiman diambil dari teori Doxiadis, yaitu;
1. Man, manusia sebagai makhluk individu yang juga merupakan subjek

2. Society, masyarakat atau kumpulan manusia dari keluarga, tetangga, hingga warga sejagad dengan berbagai hubungan yang
kompleks dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, hukum dan politik

Container atau wadah, terdiri dari:

1. Shells atau ruang bangunan, dari bangunan hunian hingga gedung serta secara skala permukiman, kampung, kota dan
aglomerasi fisik wilayah, tempat manusia tinggal.

2. Network atau jaringan yang meliputi sarana dan prasarana berupa tempat manusia berkomunikasi dan sistemnya, jaringan
utilitass seperti air, listrik, dan lain-lain)

3. Nature atau alam sebagai natural environment, terdiri dari elemen biotik-abiotik, lingkungan fisik alam, klimatologis dan
habitat bagi makhluk yang menempatinya. Elemen ini juga mencangkup kondisi pengolahan alamiah seperti lading pertanian,
perkebunan, kehutanan, landscape sehingga untuk mengolah diperlukan sifat alami dan ekologi.
Variabel Nilai Keterangan
Man
Tingkat Pendidikan 4 11-15% Lulus SD
Tingkat Pendapatan 5 35% penduduk memiliki pendapatan >UMR 1-2 juta
Society 1
Shelter
Kualitas Struktur 2 11-30% bangunan terbuat dari tembok dan genteng
tanah
Jumlah KK 1 Satu bangunan terisi oleh 1 KK
Nature
Frekuensi Banjir 2 Terjadi 1-3 kali dalam setahun
Frekuensi Tanah Longsor 1 Tidak pernah terjadi
Frekuensi Kebakaran 1 Tidak pernah terjadi
Frekuensi Tsunami 1 Tidak pernah terjadi
Lokasi Permukiman 5 Permukiman terletak sekitar 50 meter dari bibir
pantai
Network
Kualitas Jalan 5 Jalan yang ada merupakan jalan tanah
Ketersediaan Listrik 5 Tidak ada sambungan listrik
Ketersediaan Air Bersih 3 Kebutuhan air bersih cukup terpenuhi
Tabel Identifikasi dan Penilaian Variabel
BAB 4
Hasil dan Penilaian Risiko

4.1 Pengertian Banjir

Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana
banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di
permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi
dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

Aliran Permukaan = Curah Hujan (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)

Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur
sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan
berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut. Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah
hulu, tengah dan hilir.

a. Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya
berbentuk huruf V. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air
sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah
vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
b. Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan
potongan melintangnya berbentuk huruf U. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan
induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air
meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing
sungai dan keluar dari alur sungai.
c. Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif
sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf S yang dikenal sebagai meander.
Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal
sebagai dataran banjir. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan
dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.

Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :

a. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila
muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai delta
sungai.
b. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah,
banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.

4.1.2 Jenis Banjir

4.1.2.1 Banjir air

Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan
sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus
sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.

4.1.2.2 Banjir Cileunang

Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras
dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui
saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah
banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).

4.1.2.3 Banjir bandang


Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini
jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk
menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di
area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah.
Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini
tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.

4.1.2.4 Banjir rob (laut pasang)

Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta.
Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan
menggenangi daratan.

4.1.2.5 Banjir lahar dingin

Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung
berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin
ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

4.1.2.6 Banjir lumpur

Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih
disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan
lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di
Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.

4.2 Karakteristik Bencana di Kondang Merak


4.2.1 Banjir rob
Penyebab : Alam
Frekuensi : 1-3 kali dalam setahun
Durasi : Waktu banjir palinh lama hanya segarian.
Kecepatan onset : Bisa muncul mendadak hingga sedikit atau tidak ada pemberitahuan yang bisa diberikan, atau bertahap seperti pada
banjir (keculi banjir bandang), memungkinkan cukup waktu untuk pemberitahuan dan mungkin tindakan pencegahan atau peringanan. Ini
mungkin berulang dalam periode waktu tertentu, seperti pada gempa bumi.
Luasnya dampak : Banjir rob ini biasanya mengenai hampir selruh rumah menyeluruh namun tidak mengakibatkan kerusakan yang
berarti.

Potensi merusak : Kemampuan penyebab bencana untuk menimbulkan tingkat kerusakan tertentu ringan serta jenis kerusakan harta
benda dari kerusakan.
Pengelolaan Risiko Bencana
Pikirkan bahwa masyarakat dan lingkungannya adalah terancam terhadap bencana dan bagaimana kesanggupan masing-masing melawan
akibat dari kerusakan oleh bencana.
Risiko (risk) : Kerusakan perumahan warga
Bahaya (hazard) : Potensi akan terjadinya kejadian alam atau ulah manusia dengan akibat negatif.
Keterancaman (vulnerability) : Akibat yang timbul dimana struktur masyarakat, pelayanan dan lingkungan sering rusak atau hancur
akibat dampak kedaruratan. Adalah kombinasi mudahnya terpengaruh (susceptibility) dan daya bertahan (resilience).
Resilience adalah bagaimana masyarakat mampu bertahan terhadap kehilangan, dan susceptibility adalah derajat mudahnya terpengaruh
terhadap risiko. Dengan kata lain, ketika menentukan keterancaman masyarakat atas dampak kedaruratan, penting untuk memastikan
kemampuan masyarakat beserta lingkungannya untuk mengantisipasi, mengatasi dan pulih dari bencana. Jadi dikatakan sangat terancam
bila dalam menghadapi dampak keadaan bahaya hanya mempunyai kemampuan terbatas dalam menghadapi kehilangan dan kerusakan,
dan sebaliknya bila kurang pengalaman menghadapi dampak keadaan bahaya namun mampu menghadapi kehilangan dan kerusakan,
dikatakan tidak terlalu terancam terhadap bencana dan kegawatdaruratan.
BAB V

Kesimpulan dan Arahan

5.1 Kesimpulan

Permukiman pesisir pantai Kondang Merak memiliki potensi bencana yang tergolong rendah, terbukti dalam sejarahnya tidak pernah
terjadi bencana bahkan kerusakan yang berarti. Satu-satunya bencana yang terjadi di permukiman ini hanyalah banjir rob. Banjir rob tersebut
pun tidak memberikan suatu kerugian tertentu karena hanya terjadi dalam durasi yang singkat. Akan tetapi mitigasi pada permukiman tetaplah
dibutuhkan apabila suatu waktu terjadi bencana. Penanggulangan bencana pada permukiman kondang merak masih kurang memadai karena jalur
evakuasi yang tidak jelas arahannya sehingga jika suatu saat terjadi bencana, terutama tsunami, sehingga dibutuhkan sebuah rekomendasi desain
permukiman yang tanggap akan bencana.

5.2 Arahan

Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, rekomendasi desain yang dibutuhkan pada lokasi kawasan studi adalah sebagai berikut.

a. Jalur evakuasi
b. Tanggul
Tanggul

Anda mungkin juga menyukai