Anda di halaman 1dari 7

10 Jenis Sembahyang Yang Tidak Diterima

Allah s.w.t

Sabda Rasulullah saw yang bermaksud:

"Sesiapa yang memelihara solat, maka solat itu petunjuk dan jalan selamat dan barang siapa yang
tidak memelihara solat maka sesungguhnya solat itu tidak menjadi cahaya dan juga tidak menjadi
petunjuk dan jalan selamat baginya".

Rasulullah saw juga telah bersabda yang bermaksud: "10 orang yang solatnya tidak diterima oleh
Allah SWT ialah:

1. Orang lelaki yang solat sendirian tanpa membaca sesuatu.


2. Orang lelaki yang mengerjakan solat tetapi tidak mengeluarkan
zakat.
3. Orang lelaki yang minum arak tanpa meninggalkannya (taubat).
4. Orang lelaki yang menjadi imam padahal orang yang menjadi
makmum membencinya.
5. Anak lelaki yang melarikan diri dari rumah tanpa izin kedua ibu
bapanya.
6. Orang perempuan yang suaminya marah/menegur kepadanya
lalu si isteri memberontak.
7. Imam atau pemimpin yang sombong dan zalim serta
menganiaya.
8. Orang perempuan yang tidak menutup aurat.
9. Orang yang suka makan riba.
10. Orang yang solatnya tidak dapat menahannya dari melakukan
perbuatan yang keji dan mungkar.
Sabda Rasulullah saw yang bermaksud:
"Barang siapa yang solatnya tidak dapat menahan daripada
melakukan perbuatan keji dan mungkar, maka sesungguhnya
solatnya itu hanya menambahkan kemungkaran Allah SWT dan jauh
dari Allah SWT."

Siti Aminah binti Wahb


Kurun kurang lebih 650 tahun kemudian, di bumi Hijaz muncul rangkaian wanita mulia
selanjutnya, yakni ibunda Muhammad Rasulullah Saw, Siti Aminah binti Wahb. Ia adalah
wanita suci yang berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya.

Keterangan mengenahi hal ini dapat disimak dalam hadits Nabi sebagai berikut, "Dan
selanjutnya Allah memindahkan aku dari tulang sulbi yang baik ke dalam rahim yang suci,
jernih dan terpelihara. Tiap tulang sulbi itu bercabang menjadi dua. Aku berada dalam
yang terbaik dari keduanya itu." (hadits syarif)

Menurut Al Hamid Al-Hamidi dalam Baitun Nubuwwah-nya mengatakan, makna umum


dari hadits tersebut ialah bahwa dari silsilah pihak ayah, Rasulullah saw berasal dari
keturunan yang suci dan bersih dari perbuatan tercela. Demikian pula dilihat dari silsilah
ibunya, beliaupun berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya.
Aminah binti Wahb lahir dari silsilah tua pasangan suami istri bernama Wahb dan Barrah.
Yang satu berasal dari Bani Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab dan yang lain berasal dari
bani Abdul Manaf bin Quraisy bin Kilab. Jadi, pada Kilab-lah akar silsilah ayah dan ibu
Aminah binti Wahb.

Suami Aminah binti Wahb, Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pria dari Quraisy yang
berbudi luhur. Ayah Abdullah, Abdul Muthalib adalah pria yang disegani. Bahkan
kedudukannya sangat dihormati dan dicintai oleh semua penduduk Makkah, baik yang
berasal dari kabilah Quraisy maupun dari kabilah lain.

Beberapa minggu setelah pernikahan Aminah dengan Abdullah, pada suatu malam ia
bermimpi ada cahaya yang menerangi dirinya. Sungguh terangnya cahaya itu, hingga
seolah-olah Aminah dapat melihat istana-istana di Bushara dan di negeri Syam. Tidak
berapa lama sesudah itu, ia mendengar suara yang berkata. "Engkau telah hamil dan
akan melahirkan seorang termulia di kalangan ummat ini."

Dengan gembira Aminah menceritakan mimpinya itu kepada suaminya. Betapa


gembiranya Abdullah mendengar kabar tersebut. Akan tetapi rasa gembira itu hanya
berlangsung sejenak, yang disusul dengan kesedihan, karena ia harus bergabung
dengan kafilah dagang Quraisy. Tidak diketahui entah untuk berapa lama perpisahan itu
harus terjadi.

Bahkan ketika sebulan sudah berlalu Abdullah belum juga pulang. Hari berganti hari dan
minggu berganti bulan, Aminah tetap tinggal di rumah, bahkan lebih sering di tempat
tidur. Satu-satunya yang menghibur adalah keluarga Abdul Muthalib yang bertutur kata
manis dan meriangkan.

Sebagaimana lazimnya wanita yag mengandung, Aminah juga mengidam. Namun


keidaman yang dirasakannya itu tidak seberat yang dirasakan wanita lain. Dengan
kehamilannya itu Aminah makin merindukan suaminya yang sedang bepergian jauh.

Pada suatu pagi, rombongan kafilah berjalan memasuki kota Makkah. Betapa senangnya
Aminah karena beberapa saat lagi ia akan bertemu kembali dengan suami terkasihnya.
Tapi hingga rombongan terakhir ia tidak mendapati Abdullah. Setengah berputus ada, ia
masuk ke dalam kamar dan berbaring. Baru beberapa saat ia merebahkan diri, tiba-tiba
ia mendengar suara pintu diketuk orang. Adakah yang datang suaminya? Ia pun segera
bangun membuka pintu, ternyata yang datang bukan Abdullah, melainkan mertuanya,
Abdul Muthalib bin Hasyim, ditemani ayahnya sendiri, Wahb, dan beberapa orang dari
bani Hasyim. Dengan penuh perhatian Aminah mendengarkan kata-kata ayahnya.
"Aminah, tabahkan hatimu menghadapi soal-soal yang mencemaskan. Kafilah yang kita
nantikan kedatangannya telah tiba kembali di Makkah. Ketika kami tanyakan kepada
mereka tentang keberadaan suamimu, mereka memberitahu, bahwa suamimu mendadak
sakit dalam perjalanan pulang. Setelah sembuh ia akan segera kembali dengan
selamat..." hiburnya.

Dua bulan Aminah menunggu, diutuslah Al-Harits oleh Abdul Muthalib untuk menyusul
Abdullah ke Yatsrib (Madinah) yang sedang sakit. Akan tetapi kedatangan Al-Harits dari
Yatsrib (Madinah) disambut duka cita yang mendalam setelah mengabarkan, bahwa
Abdullah telah wafat, di tengah kaum kerabatnya, Bani Makhzum.

Betapa hancur hati Aminah mendengar berita yang sangat menyedihkan itu. Dua bulan ia
menunggu kedatangan suaminya yang meninggalkan rumah dalam keadaan pengantin
baru, tetapi yang datang bukan Abdullah, melainkan berita wafatnya.
Akan tetapi akhirnya Aminah menyadari setelah ia memahami hikmah kejadian yang
memilukan itu. Pada waktu masih jejaka, Abdullah nyaris dikorbankan nyawanya untuk
memenuhi nadzar ayahnya, Abdul Muthalib. Ia selamat berkat perubahan sikap ayahnya
yang bersedia menebus nadzarnya dengan menyembelih seratus ekor unta. Tampaknya
Allah memberi kesempatan hidup sementara kepada Abdullah hingga ia meninggalkan
janin dalam kandungan istrinya.

Beberapa minggu menjelang kelahiran Muhammad, kota Makkah akan diserbu oleh
Abrahah, penguasa dari Yaman yang akan menghancurkan Ka'bah. Akan tetapi
sebagaimana diketahui, sebelum niatnya terwujud, Abrahah beserta beserta seluruh bala
tentaranya dihancurkan oleh Allah swt.

Aminah melahirkan puteranya menjelang fajar hari Senin bulan Rabi'ul Awwal tahun
Gajah. Saat itu ia berada seorang diri di dalam rumah, hanya ditemani seorang
pembantunya, Barakah Ummu Aiman. Karena kondisi kesehatnnya yang memburuk,
Aminah tidak dapat mengeluarkan air susu. Penyusuan bayi yang oleh kakeknya diberi
nama Muhammad diserahkan kepada Tsuaibah Al-Aslamiyah. Selanjutnya penyusuan
berpindah kepada Halimah as- Sa'diyah, seorang wanita yang berasal dari Bani Sa'ad bin
Bakr.

Setelah mencapai usia lima tahun Muhammad dikembalikan kepada ibunya, Aminah.
Pada kesempatan itu Aminah bermaksud mengajak buah hatinya berziarah ke makam
ayahnya, Abdullah. Akan tetapi sungguh malang, dalam perjalanan pulang dari Madinah
ke Makkah, bunda Muhammad saw, ini wafat di sebuah pedusunan bernama Abwa,
terletak di antara Madinah dan Makkah. Selamat jalan ibu dari manusia termulia
Muhammad saw.

Sumber: Hidayatullah.com

Bunda Nabi Musa as


Al-Qur'an sama sekali tidak menyebut sesuatu mengenai ayah Nabi Musa as. Yang
disebut secara khusus hanya bundanya saja. Kepada bundanya itulah, Allah swt
memberi kepercayaan kepada untuk membesarkan calon utusan-Nya. Kepercayaan
besar itu diberikan kepada ibu Musa ketika Fir'aun tak dapat lagi menahan amarahnya
melihat tingkah laku dan kejahatan orang-orang Yahudi (Bani Israil).

Dalam riwayat yang lain disebutkan tentang mimpi Fir'aun yang sangat menakutkan.
Para ahli nujum dan juru ramal yang ditanya mengenai arti mimpi itu menjawab, bahwa di
kalangan orang-orang Yahudi akan lahir seorang anak lelaki. Apabila besar ia akan
merampas kerajaan dan mengalahkan kekuasaan Fir'aun. Ia akan mengusir penduduk
asli Mesir dan mengganti agama mereka.

Fir'aun sangat percaya dengan pentakwilan mimpinya yang demikian itu. Maka sejak itu
Fir'aun memerintahkan kepada segenap aparatur pemerintah, tentara dan seluruh
prajuritnya, untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari keluarga Yahudi.

Pada kondisi yang sangat mencekam itulah ibu Musa melahirkan anak lelaki secara
sembunyi-sembunyi. Ketika itu alat kekuasaan Fir'aun sudah membunuh berpuluh ribu
anak lelaki Yahudi. Darah bayi-bayi tak berdosa sudah menggenangi Mesir, yang dibunuh
secara sangat sadis.
Kendati melahirkan dengan sembunyi, namun mata-mata Fir'aun yang disebar di
segenap penjuru menciumnya juga. Rumah ibu Musa digrebeg dan bayi yang baru
beberapa hari lahir itu nyaris diketahui oleh mata-mata Fir'aun. Untung saja beberapa
saat sebelum mereka sempat masuk ke dalam rumah, kakak perempuan Musa, Maryam,
sempat memberitahu ibunya, bahwa gerombolan mata-mata Fir'aun siap melakukan
menggeledahan.

Di antara rasa takut dan bingung ibu Musa cepat-cepat membungkus bayinya dengan
secarik kain, lalu memasukkan ke dalam sebuah wadah terbuka kemudian
disembunyikan dalam tungku. Untung pada saat tentara-tentara haus darah itu datang,
bayi Musa tidak menangis. Di depan para tentara itu ibu Musa berusaha dengan segenap
kemampuannya menenangkan diri hingga tampak tidak terjadi apa-apa. Maryam, kakak
Musa pun tidak tampak resah dan gelisah. Ia bekerja membenahi perkakas rumah
dengan tenang, hingga akhirnya para alat kekuasaan Fir'aun meninggalkan rumah.

Akan tetapi ibu Musa sadar, bahwa bayinya tidak mungkin dapat disembunyikan terus
menerus. Ia mencari akal untuk menyelamatkan buah hatinya. Pada saat itu datanglah
petunjuk dari Allah yang berfirman, Taruhlah dia (Musa) dalam peti, kemudian
hanyutkanlah dia di bengawan (Sungai Nil). Air bengawan itu pasti akan membawanya ke
tepi dan dia akan diambil oleh musuh-Ku dan musuhnya. (QS. Thaha:39).

Bayi Musa akhirnya terdampar di Istana Fir'aun hingga kemudian, ia berhasil


menumbangkan keangkaramurkaan raja yang zhalim itu.

Sumber: Hidayatullah.com

Abu Hurairah: Pita Kaset Hadits Rasulullah


Saya yakin, anda pasti kenal shahabat Rasulullah Saw. yang satu ini. Atau masih ada di
antara anda yang belum kenal Abu Hurairah? Penghafal 1607 hadits Rasulullah Saw.

Pada masa Jahiliyah orang memanggilnya Abdu Syams (budak matahari). Setelah Allah
memuliakannya dengan Islam, Rasulullah saw. bertanya, "Siapa nama anda?"
"Abdu Syams," jawab Abu Hurairah singkat."Bukannya Abdur Rahman?" tanya
Rasulullah.
"Demi Allah, anda benar. Nama saya Abdur Rahman, ya Rasulullah!" jawab Abu Hurairah
setuju.

Tapi, mengapa yang lebih populer nama Abu Hurairah, bukan Abdur Rahman? Padahal
nama itu pemberian Nabi Saw. Nama Abu Hurairah adalah nama panggilannya waktu
kecil. Waktu itu ia punya seekor kucing betina yang sering diajaknya bermain-main. Oleh
karena itu teman-temannya menjulukinya Abu Hurairah.

Setelah Rasulullah Saw. tahu asal-muasal panggilan itu, beliau sering memanggilnya Abu
Hirr sebagai panggilan akrab. Dan sebenarnya, Abu Hurairah sendiri lebih suka dipanggil
Abu Hirr ketimbang Abu Hurairah. Konon, hirr itu artinya kucing jantan, sedangkan
hurairah kucing betina. Menurut Abu Hurairah, kucing janan lebih baik dari kucing betina.

Abu Hurairah masuk Islam melalui Tufail bin Amr Ad-Dausy. Islam masuk ke negeri kaum
Dausy kira-kira awal tahun ketujuh Hijriyah. Ketika itu Abu Hurairah menjadi utusan
kaumnya menemui Rasulullah Saw. di Madinah. Setelah bertemu Rasulullah, Abu
Hurairah memutuskan untuk berkhidmat kepada Rasulullah Saw. dan menemani beliau.
Sejak itu Abu Hurairah tinggal di masjid tempat Rasulullah Saw. mengajar dan
mengimami shalat. Selama Rasulullah Saw. hidup, Abu Hurairah belum mau beristri.
Mungkin ia khawatir bila beristri, konsentrasinya dalam membantu Rasulullah terganggu.

Abu Hurairah punya seorang ibu yang masih syirik. Tak henti-hentinya ia mengajak ibuya
masuk Islam, karena ia amat mencintainya. Tapi, setiap Abu Hurairah mengajak masuk
Islam, ibunya selalu menolak, bahkan tak jarang mengeluarkan umpatan yang menghina
Rasulullah.

Sambil menangis, Abu Hurairah menemui Rasulullah Saw.


"Mengapa engkau menangis, wahai Abu Hurairah," tanya Nabi Saw. "Aku tak bosan-
bosannya mengajak ibuku masuk Islam. Hari ini kembali kuajak ibuku masuk Islam. Tapi,
ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak pantas mengenai engkau. Aku sendiri tak sudi
mendengarnya. Tolong doakan agar ibuku mau masuk Islam, ya Rasulullah," pinta Abu
Hurairah. Rasulullah Saw. pun memenuhi permintaan Abu Hurairah dan mendoakan agar
ibu Abu Hurairah itu masuk Islam.

Suatu ketika Abu Hurairah pulang ke rumah ibunya. Ia bermaksud mengajak ibu yang
dicintainya itu masuk agama Allah. Waktu itu pintu rumah tertutup. Tatkala ia hendak
masuk, ibuya berkata, "Tunggu di tempatmu, hai Abu Hurairah!"

Mungkin ibunya tengah berpakaian. Sejenak kemudian ibunya menyuruhnya masuk.


Ketika telah berhadapan dengan ibunya, ibunya berkata, "Asyahadu an laa ilaha illallaah
wa asyhadu anna Muhammadar 'abduhu wa rasuuluh."

Abu Hurairah kembali menemui Rasulullah sambil menangis gembira, sebagaimana


sebelumnya ia menangis lantaran sedih. "Bergembiralah wahai Rasulullah! Allah
mengabulkan doa anda. Ibuku telah masuk Islam," tutur Abu Hurairah dengan wajah
cerah.

Setelah ibunya masuk Islam, hati Abu Hurairah menjadi tenang, seolah-olah terbebas
dari himpitan batu besar yang menyesakkan dada. Ia pun bisa berkonsentrasi menimba
ilmu dari Rasulullah. Kecintaannya kepada ilmu sama besarnya dengan kecintaannya
kepada Rasulullah.

Zaid bin Tsabit pernah bercerita, suatu ketika ia, Abu Hurairah, dan seorang shahabat
lainnya berdoa dan berdzikir di dalam masjid. Tiba-tiba Rasulullah Saw. mendatangi
mereka. Mereka pun berhenti berdoa dan berdzikir. Rasulullah berkata, "Ulangi doa dan
dzikir ang kalian baca!"
Zaid bin Tsabit dan shahabat yang seorang lagi -- bukan Abu Hurairah -- berdoa.
Rasulullah mengamini doa mereka berdua.

Lalu Abu Hurairah berdoa, "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu sebagaimana yang
dimohon kedua shahabatku ini. Dan aku memohon kepada-Mu ilmu ang tak dapat aku
lupakan." Rasulullah Saw. mengamini doa Abu Hurairah. Zaid dan seorang shahabat
yang lain berkata, "Kami juga memohon kepada Allah ilmu yang yang tak dapat kami
lupakan." Rasullah berkata, "Kalian telah didahului putra Bani Dausy (Abu Hurairah)."

Allah Swt. mengabulkan permintaan Abu Hurairah. Dia berhasil mengingat dan
menghafal 1607 hadits Rasulullah Saw. bagi kaum Muslimin, sehingga dengan hadits-
hadits itu berjuta-juta kaum Muslimin hingga akhir kiamat memperoleh petunjuk. Betapa
besar pahala Abu Hurairah. Ya Allah, jadikan kami seperti Abu Hurairah.
Sumber: eramuslim.com

Maryam
Untuk mengetahui peristiwa kelahiran Nabi Isa as dapat diperoleh informasinya dari ayat
berikut, "(Ingatlah) ketika Malaikat (dahulu) berkata kepada Maryam," Hai Maryam, Allah
menggembirakan engkau (dengan kelahiran) seorang putera yang diciptakan) dengan
titah ( "Kun", "jadilah") dari-Nya, bernama Al-Masih Isa Putra Maryam. Ia seorang
terkemuka di dunia dan di akhirat serta merupakan salah satu di antara hamba-hamba
Allah yang didekatkan kepada-Nya." (QS.Ali Imran: 45)

Islam mengenal Al-Masih dengan nama Isa Putra Maryam berdasar firman Allah tersebut.
Yang hendaknya menjadi kebanggaan kaum ibu di seluruh dunia, Isa as dinasabkan
Allah kepada Ibunya, Maryam bukan kepada ayah sebagai lazimnya seorang wanita
yang disucikan dan dipilih Allah dari seluruh wanita di dunia.

Mengenai kelahiran Maryam, al-Qur'an menjelaskan kepada kita sebagai berikut:


"(Ingatlah ketika istri Imran berkata, "Ya Tuhanku, kunadzarkan kepada-Mu anak yang
dalam kandunganku ini menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (pada baitul
Maqdis). Karena itu terimalah nadzarku ini. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui..."

"Ketika istri Imran melahirkan anaknya iapun berucap: Ya Tuhanku, aku melahirkan
seorang anak perempuan! Allah lebih mengetahui anak yang dilahirkannya itu, dan anak
lelaki tidak seperti anak perempuan(selanjutnya ia berkata): Ia kuberi nama Maryam dan
ia beserta anak keturunannya kuperlindungkan kepada-Mu dari godaan (syetan) yang
terkutuk."

"Tuhan menerima nadzarnya dengan baik. Tuhan mendidiknya dengan baik dan
menjadikan Zakaria pemelihara (anak perempuan itu, Maryam). Tiap Zakaria masuk ke
dalam mihrab (ruang khusus untuk beribadah) hendak bertemu dengan Maryam , ia
selalu mendapati makanan di sisi anak perempuan itu. Zakaria bertanya, "Hai Maryam,
dari mana engkau memperoleh makanan itu?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari
Allah! Allah memberi rezki kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa penghitung-hitung."
(QS. Ali Imran:35-37)

Sebagaimana banyak diriwayatkan, kisah keibuan Maryam benar-benar mengesankan.


Beliau sosok wanita yang menghadapi ujian hidup sangat berat. Dia dilahirkan di tengah
keluarga yang taat kepada agama dan dari ayah yang ternama di kalangan Bani Israil
(Kaum Yahudi).

Ayah Maryam wafat ketika ia masih anak-anak. Ketika diadakan undian untuk
menentukan siapa yang akan mengasuh Maryam, pilihan jatuh pada Zakaria, suami bibi
Maryam yang juga dikenal sebagai seorang Nabi.

Sejak usia remaja Maryam sangat tekun beribadah kepada Allah di dalam mihrab.
Sebagaimana yang dinadarkan ibunya, Maryam rajin mengabdikan diri di rumah
peribadatan. Ia tumbuh menjadi wanita shaleh. Ia dijaga oleh Allah dan dipilih untuk
mengemban amanat rahasia kekuasaan Ilahi.

Pada suatu hari datanglah informasi yang sangat mengejutkannya. Bahwa atas perkenan
Allah Dia akan menitipkan seorang utusan lewat rahim Maryam yang terpelihara dari
noda dan dosa. Tentu saja Maryam sangat terkejut dan ketakutan mendengar berita Ilahi
yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepadanya. Ia menengadah ke langit seraya
berucap dengan penuh tarharu, "Bagaimana aku akan mempunyai anak, sedang selama
ini tidak pernah ada seorang manusia pun yang menyentuh diriku, lagi pula aku bukanlah
wanita jalang!" Namun Malaikat menjawab, "Demikianlah, Tuhanmu telah berfirman: Hal
itu mudah bagi-Ku (anak itu) akan kami jadikan tanda kekuasaan Kami bagi ummat
manusia dan (juga) sebagai rahmat dari Kami. Ia itu merupakan soal yang menjadi
ketetapan Allah."

Pada akhirnya Maryam berserah diri kepada kehendak Allah yang telah menjadi suratan
takdir-Nya. Tidak lama kemudian setelah itu ia merasakan janin yang di dalam
kandungannya mulai bergerak-gerak. Pada saat itu ia mulai merasakan hinaan dari
kaumnya.

Ia berusaha menghindarkan diri dari berbagai tuduhan yang menyakitkan itu dengan
pergi ke suatu tempat. Ketika saat bersalin sudah tiba, ia bersandar pada pohon kurma,
kemudian ia melahirkan di sebuah kandang ternak. Pada saat kritis itu ia berucap,
"Alangkah baiknya kalau aku mati sebelum ini dan diriku dilupakan orang!"

Akan tetapi keshalehan dan kesucian Maryam yang sudah diakui masyarakat selama ini
tidak dapat mencegah makian dan cercaan semua orang yang menyaksikan Maryam
telah melahirkan seorang anak lelaki. Semua celan, cemoohan, gangguan, kebencian,
cacian dan fitnah tersebut diterima Maryam dengan tabah dan sabar.

Namun sebagai manusia ia memiliki juga keterbatasan. Maka untuk menghindari dari
semuanya itu ia pergi ke Mesir. Ia tinggal di sana selama 10 tahun, hidup dengan bekerja
memintal kapas dan memunguti butir-butir gandum sisa panen. Pekerjaan itu ia lakukan
sambil menggendong putranya, Isa Al-Masih. Kasih sayang Maryam kepada puteranya
Isa as tercurah hingga Al-Masih menerima wahyu Ilahi pada usia 30 tahun.

Menyangkut keduanya al-Qur'an menjelaskan, "Kami jadikan dia (Maryam) dan


puteranya sebagai tanda (kekuasaan dan kebesaran-Ku bagi alam semesta."

Sumber: Hidayatullah.com

Anda mungkin juga menyukai