Anda di halaman 1dari 5

PROFIL ORGANISASI

A. Profil Organisasi Aisyiyah


Aisyiyah didirikan pada 27 Rajab 1335 H/19 Mei 1917 dalam perhelatan akbar nan meriah bertepatan
dengan momen Isra Miraj Nabi Muhammad. Sembilan perempuan terpilih sebagai sang pemula
kepemimpinan perdana Aisyiyah. Siti Bariyah mendapatkan amanah sebagai Ketua pertama Aisyiyah.
Embrio berdirinya Aisyiyah telah dimulai sejak diadakannya perkumpulan Sapa Tresna di tahun 1914,
yaitu perkumpulan gadis-gadis terdidik di sekitar Kauman. Nama Aisyiyah itu terinspirasi dari istri nabi
Muhammad, yaitu Aisyah yang dikenal cerdas dan mumpuni. Harapannya, profil Aisyah juga menjadi profil
orang-orang Aisyiyah.
Islam yang berkemajuan sebagaimana terlihat dari penafsiran Muhammadiyah-Aisyiyah terhadap ayat
Al-Quran yang tidak membedakan jenis kelamin dalam hal berdakwah, menjadi karakter gerakan
Muhammadiyah-Aisyiyah. Paham Islam berkemajuan dan pentingnya pendidikan dan bagi gerakan
Muhammadiyah-Aisyiyah menghasilkan pembaruan-pembaruan jenis-jenis kegiatan yang dilakukan
Muhammadiyah-Aisyiyah, seperti pendidikan keaksaraan, pendirian mushola perempuan, kongres bayi atau
baby show, penerbitan majalah Suara Aisyiyah di tahun 1926, pendirian sekolah TK, dan jenis-jenis kegiatan
inovatif lain.
B. Community TB Care Aisyiyah
Adalah Program Penanggulangan Tuberkulosis (TB) berbasis masyarakat yang merupakan bagian dari
program Majelis Kesehatan Aisyiyah dibawah pembinaan Pimpinan Pusat Aisyiyah. Melalui Program
Penanggulangan TB ini Aisyiyah berupaya berperan serta dalam pembangunan kesehatan di Indonesia dan
pencapaian target Millineum Development Goals (MDGs) no 6 yakni penurunan angka penyebaran penyakit
menular.
Sebagai amanat Muktamar dan Tanwir Aisyiyah, upaya penanggulangan TB ini dilakukan baik
didaerah yang mendapatkan dukungan dari donor maupun secara mandiri. Karenanya program Community TB
Care Aisyiyah terus dikembangkan di 33 propinsi di seluruh Indonesia.
C. PR TB Aisyiyah Round SSF 2014-2016
Aisyiyah melalui program community TB care Aisyiyah di percaya menjadi Pengelola Dana Utama
Penanggulangan TB oleh Global Fund untuk Round 8 dengan masa periode 2009-2014, kini Aisyiyah
kembali dipercaya untuk memegang amanah ini mewakili civil society di Indonesia untuk Round SSF tahun
2014-2016.
PELATIHAN SR-SSR
COMMUNITY TB-HIV CARE AISYIYAH
NASIONAL DI JAKARTA
PROFIL SR
COMMUNITY TB-HIV CARE AISYIYAH
KALIMANTAN TENGAH
1. TIM SR
Berdasarkan SK Pimpinan Wilayah Aisyiyah Kalimantan Tengah Nomor: 51/SK-PWA/A/XII/2016 tentang
Pengangkatan SR Community TB-HIV Care Aisyiyah Kalteng wilayah kerja Kota Palangka Raya, berikut
nama-nama TIM pelaksana:

NO NAMA JABATAN
1 Hj. Masriah Herleenth Kepala Sub Recipient (SR)
2 Noorkhalis Ridha Koordinator Sub Recipient (SR)
3 Riski Umi Kulsum Finance Administration
4 Nur Asfi, S.Psi Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
5 Yandi Novia Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial (AKMS)

2. VISI
Penggerak terwujudnya dinamika kelompok sosial yang mampu secara mandiri menanggulangi masalah
tuberkulosis di Indonesia

3. TARGET CAPAIAN KOTA PALANGKA RAYA


1. Target terduga TB 520 Pasien/ tahun
2. Target Pasien TB CNR 233/ tahun
3. Target Pasien TB HIV 48/ tahun

4. PROGRAM UNGGULAN
1. Melatih Kader Komunitas TB
Kader komunitas adalah inti penggerak dari kegiatan Community TB Care Aisyiyah. Para kader ini
berada di tengah masyarakat untuk mengidentifikasi dan menemukan orang diduga TB (suspek),
mendiagnosa suspek yang diduga TB secara mikroskopis di Unit Pelayanan Kesehataan (UPK) dan
mendampingi proses pengobatan pasien hingga sembuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka calon
kader harus dibekali pengetahuan dan ketrampilan melalui pelatihan kader komunitas. Proses penjaringan
dilakukan dengan ketat untuk menghasilkan kader-kader TB yang handal. Paska pelatihan, kader terus di
monitor keaktifannya melalui pertemuan monitoring evaluasi yang dilakukan setiap 2 kali dalam 1
kuartal. Bagi yang performa keaktifannya rendah, dilakukan upaya melakukan kegiatan penyegaran
melalui refreshing dan retraining kader komunitas. Bagi yang memiliki prestasi dalam menjalankan
tugasnya, kader juga akan memperoleh reward atau penghargaan atas prestasinya.

2. Pendampingan Pasien TB MDR


Akibat ketidakteraturan dalam pengobatan TB reguler, banyak pasien TB kemudian kebal obat anti TB
atau yang dikenal dengan TB Multi Drug Resistent atau TB MDR. Proses dan masa pengobatan untuk TB
MDR sangat berbeda dengan TB Reguler. Pasien yang dinyatakan telah menjadi TB MDR, harus
menjalani pengobatan selama 2 tahun. Selama itu, pasien juga tidak hanya minum obat tapi juga injeksi.

3. Pelibatan Tokoh Agama


Kehadiran tokoh agama di tengah masyarakat Indonesia masih sangat kuat. Tokoh agama memiliki peran
penting untuk mensosialisasikan program penanggulangan TB. Selain itu mereka juga dapat memberikan
pemahaman dan kesadaran masyarakat utamanya dalam mempengaruhi para stakeholder baik tokoh
masyarakat, pimpinan formal di berbagai level pemerintahan, ataupun tokoh lain yang dapat membantu
sosialisasi program TB di tingkat komunitas. Karenanya peningkatkan kemampuan para tokoh agama
yang memiliki jamaah / pengikut di tingkat komunitas menjadi penting. Hal ini agar komunitas yang
dibina olehnya dapat memahami problem TB dan solusi penanggulangannya. Komitmen dan kemauan
dari para tokoh agama untuk membantu mensosialisasikan dan mendiseminasikan informasi program
secara luas kepada masyarakat khususnya di komunitas sangat dibutuhkan untuk mendukung program
penanggulangan TB agar dapat berjalan dengan sukses.

4. Melatih Pengawas Menelan Obat (PMO) bagi pasien TB Positif


Pengawasan pengobatan pasien TB BTA positif baru sangat penting untuk memastikan bahwa
pengobatan berlangsung dengan baik dan berhasil sampai sembuh. Untuk itu seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO) yang terlatih dan memiliki ketrampilan dalam pengawasan pengobatan pasien TB hingga
dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan, diperlukan demi keberhasilan memutuskan mata rantai
penularan TB. Agar PMO ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar maka pelatihan PMO
menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

5. Peningkatan Kapasitas Komponen Civil Society


Pembelajaran dari Ronde 8 fase-1 program Community TB Care Aisyiyah menunjukkan bahwa
keberhasilan dan kesinmabungan penanggulangan TB di masyarakat tidak hanya tergantung pada Tim
Program. Kemampuan organisasi setempat terutama kapasitas manajerial penanggung jawab organisasi
sangatlah pening. Untuk itu, penguatan kapasitas penanggung jawab organisasi secara teknis ditingkatkan
sejak Ronde 8 fase-2 melalui proses pembelajaran dan berbagi pengalaman terbaik yang berasal dari
kegiatan-kegiatan rutin yang telah dilaksanakan di dalam ruang lingkup program Community TB Care
Aisyiyah.

6. Pendirian Kelompok Masyarakat Peduli TB (KMP-TB)


Kelompok Masyarakat Peduli (KMP) TB adalah strategi jangka panjang dari kegiatan penanggulangan
TB yang dilakukan oleh Community TB Care Aisyiyah. Melalui KMP-TB, masyarakat yang sudah
terpapar kegiatan ini sebelumnya baik secara langsung atau tidak langsung dapat terus meningkatkan
kepeduliannya melalui kelompok ini secara bersama-sama. KMP ini diharapkan menjadi motor
penggerak dalam penanggulangan TB di komunitas secara mandiri.

7. Meningkatkan Kapasitas Lembaga dan Tenaga Kesehatan Non Pemerintah


Kegiatan ini hanya dilakukan di Ronde 8 agar diperoleh tenaga kesehatan yang memiliki kualitas
pengetahuan dan ketrampilan terkait dengan strategi DOTs karena peran mereka sangat penting untuk
mendorong keberhasilan penanggulangan TB. Tenaga kesehatan harus memiliki kemampuan dalam
membangun sistem pelayanan dan pengobatam pasien TB dengan menerapkan strategi DOTs yang tepat
di Unit Pelayanan Kesehataan ( UPK ). Guna meningkatkan mutu pengetahuan dan ketrampilan petugas
kesehatan dalam penanggulangan TB di daerah, dilakukanlah pelatihan DOTs bagi Tenaga Kesehatan
Non-Pemerintah yang bekerja di wilayah sasaran program. Selain kepada para pengelola lembaga,
pelatihan juga diberikan kepada analis laboratorium agar mempunyai keahlian dalam pemeriksaan dahak
di UPK sehingga tingkat analisa kasus TB menjadi semakin akurat dan tepat.

8. Advokasi
Selain memperkuat struktur masyarakat dalam penanggulangan TB melalui berbagai kegiatan diatas,
Aisyiyah juga mendorong munculnya peran stakeholder daerah dalam penanggulangan TB. Untuk itu
kegiatan advokasi secara gencar dan terencana dilakukan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang
perpihak pada upaya pemberantasan TB di daerah. Upaya ini dilakukan dengan membuat analisa situasi
dan policy paper tentang kondisi TB di daerah sebagai bahan lobby dengan para pengambil kebijakan
seperti eksekutif, legislatif serta dunia usaha. Untuk mendorong kekuatan advokasi ini, Aisyiyah juga
memperkuat jejaring dengan CSO lainnya yang terkait dalam penanggulangan TB serta HIV.

Anda mungkin juga menyukai