Anda di halaman 1dari 11

ABSTRAK

Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis


(Studi Kasus di Kabupaten Demak)

Risk Factors Influence the Occurance of Leptospirosis


(Case Study in Kabupaten Demak)

Agus Priyanto1, Soeharyo Hadisaputro2, Ludfi Santoso3,Hussein Gasem4, Sakundarno Adi5

Program Magister Epidemiologi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Latar belakang : Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan (zoonosis) yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Penyebaran leptospirosis di
Indonesia sudah sangat luas di sebagian besar Propinsi dan angka kematian cukup tinggi.
Kabupaten Demak merupakan daerah endemis leptospirosis dengan insiden 2,9/100.000 dan
mortalitas 20 %, hal ini berkaitan dengan penataan lingkungan yang kurang memadai (Adipura
urutan ke 33 dari 35 Kabupaten kota), cakupan air bersih yang rendah (42 %), status ekonomi
penduduk yang masih rendah (KK miskin 48 %), status gizi kurang (keluarga sadar gizi 11,7 %)
dan perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup sehat (PHBS 61,15 %)
Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko lingkungan, faktor sosial ekonomi, faktor
demografi, faktor perilaku dan faktor pelayanan kesehatan yang mempengaruhi kejadian
leptospirosis.
Metode : Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan kasus kontrol. Jumlah sampel
41 kasus dan 82 kontrol dengan perbandingan 1 : 2. Kasus adalah pasien yang ditemukan di RS
yang di diagnosis secara klinis dan laboratorik menderita leptospirosis. Kontrol 1 adalah pasien
yang ditemukan di RS yang didiagnosis secara klinis dan laboratorik tidak menderita leptospirosis
dan penyakit infeksi serta dirawat pada hari yang sama dengan kasus. Kontrol 2 adalah KK atau
anggotanya melalui pemeriksaan laboratorik tidak menderita leptospirosis dan penyakit infeksi
serta bertempat tinggal dalam 1 dasa wisma dengan kasus.Analisis data dilakukan secara
univariat, bivariat dan multivariat dengan metode regresi logistik.
Hasil : Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis adalah pekerjaan berisiko
p=0,001 OR=17,36; 95% CI=3,21-93,83, kondisi selokan buruk p=0,014 OR=5,71; 95% CI=1,42-
23,01, keberadaan sampah di dalam rumah p=0,008 OR=7,76; 95 % CI=1,69-35,51, keberadaan
tikus di dalam dan sekitar rumah p=0,004 OR=10,34; 95 % CI=2,09- 51,19 kebiasaan tidak
memakai alas kaki p= 0,001 OR=24,04; 95 % CI=3,81-151,64, kebiasaan mandi/mencuci di
sungai p=0,001 OR=12,24; 95 % CI=2,86-52,28 dan tidak ada penyuluhan tentang leptospirosis
p=0,022 OR=4,94; 95 % CI=1,26-19,39.
Simpulan : Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis adalah faktor
risiko lingkungan fisik, faktor risiko lingkungan biologi, faktor perilaku, faktor sosial ekonomi
dan faktor pelayanan kesehatan.
Saran : Upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah penularan leptospirosis antara lain menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan, penanganan sampah di rumah secara benar, memberantas
tikus, memakai alas kaki pada waktu bekerja dan menghindari kontak air sungai/air tergenang
apalagi kalau punya luka terbuka.

Kata kunci : leptospirosis, faktor-faktor risiko

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


1
Mahasiswa Magister Epidemiologi Program Pascasarjana UNDIP Semarang.
2
Magister Epidemiologi Program Pascasarjana UNDIP Semarang.
3
Magister Epidemiologi Program Pascasarjana UNDIP Semarang.
4
Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang.
5
Magister Epidemiologi Program Pascasarjana UNDIP Semarang

PENDAHULUAN masuk lewat kulit yang luka atau


Leptospirosis merupakan penyakit membran mukosa. (6,7)
infeksi pada manusia dan binatang yang Di negara subtropik, infeksi
disebabkan oleh bakteri leptospira yang leptospira jarang ditemukan, iklim yang
berbentuk spiral dan bergerak aktif. sesuai untuk perkembangan leptospira
Leptospirosis merupakan zoonosis yang adalah udara yang hangat, tanah yang
paling tersebar luas di dunia. (1) basah dan pH alkalis. Keadaan yang
Penyakit ini pertama kali demikian dapat dijumpai di negara
dilaporkan pada tahun 1886 o1eh Adolf tropik sepanjang tahun. (8) Di negara
Weil dengan gejala panas tinggi disertai beriklim tropik, kejadian leptospirosis
beberapa gejala saraf serta pembesaran lebih banyak 1000 kali dibandingkan
hati dan limpa. Penyakit dengan gejala dengan negara subtropik dengan risiko
tersebut di atas oleh Goldsmith (1887) penyakit lebih berat. (9) Angka insiden
disebut sebagai "Weil's Disease". Pada leptospirosis di negara tropik basah 5-
tahun 1915 Inada berhasil membuktikan 20/100.000 penduduk per tahun. (10)
bahwa "Weil's Disease" disebabkan Leptospirosis tersebar di seluruh
oleh bakteri Leptospira dunia termasuk Indonesia. Angka
icterohemorrhagiae.Sejak itu beberapa insidensi leptospirosis di New Zealand
jenis leptospira dapat diisolasi dengan antara tahun 1990 sampai 1998 sebesar
baik dari manusia maupun hewan. (2,3) 44 per 100.000 penduduk. Angka
Sistem klasifikasi menurut insiden tertinggi terjadi pada pekerja
patogenitas, bakteri Leptospira terbagi yang berhubungan dengan daging
dua yaitu L.Interrogans (patogen) dan (163/100.000 penduduk), peternak
L.biflexa (non patogen). Spesies (91,7/100.000 penduduk) dan pekerja
Leptospira interrogans sendiri terdiri yang berhubungan dengan hutan sebesar
dari 25 serogroups dan lebih dari 200 24,1 per 100.000 penduduk .(11) Di
serotypes (serovars)(4). Yang paling Indonesia dilaporkan di dalam risalah
sering menimbulkan penyakit berat dan Partoatmodjo (1964) bahwa sejak 1936
fatal adalah serotype Leptospira telah diisolasi berbagai serovar
icterohemorrhagiae. Leptospira bisa leptospira, baik dari hewan liar maupun
terdapat pada binatang peliharaan seperti hewan peliharaan. Di Indonesia
anjing, sapi, babi, kerbau, maupun leptospirosis tersebar antara lain di
binatang liar seperti tikus, musang, tupai Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan sebagainya. Di dalam tubuh hewan- Daerah Istimewa Yogyakarta,
hewan ini leptospira hidup di ginjal dan Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu,
air kemih. (5) Manusia terinfeksi bakteri Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara,
leptospira karena kontak dengan air atau Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi
tanah yang terkontaminasi oleh urin atau Utara,Kalimantan Timur dan Kalimantan
cairan tubuh lainnya dari hewan yang Barat.(12)
terinfeksi bakteri leptospira. Leptospira Angka kematian leptospirosis di

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Indonesia termasuk tinggi, mencapai karena leptospirosis termasuk penyakit
2,5-16,45%. Pada usia lebih dari 50 yang jarang terjadi. (16)
tahun kematian mencapai 56%. Populasi studi untuk kasus pada
Penderita Leptospirosis yang disertai penelitian ini adalah semua penderita
selaput mata berwarna kuning leptospirosis yang ditemukan di rumah
(kerusakanjaringan hati), risiko kematian sakit yang di diagnosis secara klinis dan
akan lebih tinggi.(12) Di beberapa laboratorik dengan uji serologi penyaring
publikasi angka kematian di laporkan menggunakan leptotek dri dot atau lepto
antara 3 % - 54 % tergantung sistem tek lateral flow menderita leptospirosis
organ yang terinfeksi. (13) dan tercatat dalam medical record.
Leptospirosis umumnya Data diambil dari catatan rekam medik
menyerang para petani, pekerja bulan Pebruari 2007 Maret 2008.
perkebunan, pekerja tambang/selokan, Sedangkan kontrol 1 adalah semua
pekerja rumah potong hewan dan militer. pasien yang ditemukan di rumah sakit
Ancaman ini berlaku pula bagi mereka yang di diagnosis secara klinis dan
yang mempunyai hobi melakukan laboratorik dengan uji serologi penyaring
aktivitas di danau atau di sungai seperti menggunakan leptotek dri dot atau lepto
berenang.(7,14) tek lateral flow tidak menderita
Penyakit leptospirosis di leptospirosis dan tercatat dalam medical
kabupaten Demak masih sulit record periode bulan Pebruari 2007
dikendalikan hal ini berkaitan dengan Maret 2008. Untuk kontrol 2 adalah
penataan lingkungan yang kurang semua KK atau anggotanya melalui
memadai (Adipura urutan ke 33 dari 35 pemeriksaan laboratorik sebelum
Kabupaten kota), cakupan air bersih wawancara dengan uji serologi
yang rendah (42 %), status ekonomi penyaring menggunakan leptotek dri dot
penduduk yang masih rendah (KK atau leptotek lateral flow tidak menderita
miskin 48%) ,status gizi kurang leptospirosis dan bertempat tinggal
(keluarga sadar gizi 11,7%) dan perilaku dalam 1 dasa wisma dengan kasus..
masyarakat yang kurang mendukung Rumus yang digunakan untuk
pola hidup sehat ( PHBS 61,15 %) . (15) menentukan besar sampel minimal
Penelitian ini bertujuan untuk adalah hipoteis satu arah uji hipotesis
membuktikan bahwa faktor lingkungan terhadap kasus kontrol.(17) besar sampel
(lingkungan fisik, biologi dan kimia), yang digunakan sebanyak 41 kasus dan
faktor sosial ekonomi, faktor demografi, 82 kontrol.
faktor perilaku dan faktor pelayanan Pengolahan data meliputi
kesehatan sebagai fakor risiko terjadinya Cleaning, Editing, Coding, Tabulating,
leptospirosis. Entry Data. Analisis data hasil penelitian
menggunakan program SPSS versi 11.5
disajikan secara univariat untuk
METODE PENELITIAN mengatahui proporsi masing-masing
Jenis penelitian yang digunakan variabel, analisis biavariat digunakan
adalah penelitian explanatory research untuk mengetahui besar risiko (Odds
dengan metode observasional serta Ratio) variabel bebas dengan terikat
rancangan kasus kontrol, studi ini secara sendiri-sendiri dengan
menawarkan sejumlah keuntungan untuk menggunakan uji Chi Square dengan
menilai hubungan antara paparan dan tingkat kemaknaan =0,05 dan
penyakit dan relatif sangat efisien waktu Confidence Interval (CI)=95 . Analisis
dan biaya untuk kasus leptospirosis multivariat digunakan untuk mengetahui
pengaruh paparan secara bersama-sama

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


dari beberapa faktor yang berpengaruh responden di sekitar rumahnya terdapat
terhadap kejadian Leptospirosis.(18) Uji genangan air.
statistic yang digunakan adalah Regresi Adanya sampah dalam rumah
Logistik Ganda dengan metode pada kelompok kasus sebanyak (73,2%)
backward stepwise. Semua variabel dan pada kelompok kontrol sebanyak
bebas yang telah terpilih (p<0,25) (24,4%). Hasil analisis menunjukkan
dimasukkan secara bersama-sama ke bahwa ada hubungan antara adanya
dalam analisis regresi, dan yang sampah dalam rumah dengan kejadian
menunjukkan nilai p<0,05 dipilih Leptospirosis (p=0,000). Dengan
menjadi model.(18) demikian responden yang di dalam
rumahnya terdapat sampah akan berisiko
terkena Leptospirosis 8,46 kali
HASIL dibandingkan dengan responden yang di
Data di catatan rekam medis dalam rumahnya tidak ada sampah. (OR
Rumah sakit dan Dinas Kesehatan : 8,46; 95% CI : 3,59 19,88).
Kabupaten Demak pada tahun 2007 Hasil analisis pada variabel
menunjukkan kasus Leptospirosis kondisi selokan yang buruk
sebanyak 30 dan tahun 2008 sampai menunjukkan bahwa ada hubungan
dengan bulan Maret sebanyak 40 kasus. antara kondisi selokan yang buruk
dengan kejadian Leptospirosis
(p=0,002). Dengan demikian responden
Analisis Bivariat dengan kondisi selokan yang buruk akan
Faktor lingkungan fisik yang berisiko terkena Leptospirosis 3,28 kali
diteliti meliputi : kondisi jalan buruk, dibandingkan dengan responden yang
keberadaan genangan air, keberadaan kondisi selokannya baik. (OR : 3,28;
sampah dalam rumah, kondisi selokan 95% CI : 1,49 7,17).
buruk, jarak rumah dengan selokan < 2 Untuk variabel jarak rumah
m, curah hujan 177,5 mm, kondisi TPS dengan selokan < 2 m hasil analisis
buruk, dan ketinggian dari permukaan statistik menunjukkan bahwa tidak ada
laut < 3,5 m. hubungan antara jarak rumah dengan
Untuk variabel kondisi jalan selokan < 2m dengan kejadian
buruk hasil analisis statistik leptospirosis (p=0,789) (OR=0,89 95%
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan CI=0,41-1,96).
antara kondisi jalan buruk dengan Curah hujan dalam analisa data
kejadian Leptospirosis (p=0,892) dikategorikan menjadi dua, yaitu curah
(OR=0,94 95% CI=0,42-2,09 hujan tinggi bila 177,5 mm dan rendah
Hasil analisis statistik bila < 177,5 mm. Curah hujan pada
menunjukkan bahwa ada hubungan kelompok kasus sebagian besar tinggi
antara adanya genangan air dengan (70,7%), dan pada kelompok kontrol
kejadian Leptospirosis (p=0,038). dengan curah hujan tinggi sebesar 43,9
Dengan demikian responden yang ada %. Hasil analisis menunjukkan bahwa
genangan air disekitar rumah akan ada hubungan antara curah hujan tinggi
berisiko terkena Leptospirosis 2,23 kali dengan kejadian Leptospirosis (p=0,005)
dibandingkan dengan responden yang (OR : 3,09; 95% CI: 1,39 6,88).
tidak ada genangan air Untuk variabel kondisi TPS
Genangan air merupakan faktor buruk dari hasil analisis statistik
risko Leptospirosis karena saat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
terjadinya kasus sebagian besar antara kondisi TPS buruk dengan
kejadian leptospirosis. (p=0,781)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


(OR=0,89 95%CI=0,40-2,01). Demikian hubungan antara pendidikan rendah pada
juga untuk variabel ketinggian dari responden dengan kejadian leptospirosis.
permukaan laut < 3,5 m dari hasil (p=1,000) (OR=0,89 95% CI=0,40-
analisis statistik menunjukkan bahwa 2,00).
tidak ada hubungan antara ketinggian Pekerjaan responden
dari permukaan laut < 3,5 m dengan dikategorikan menjadi dua yaitu
kejadian leptospirosis. (p=0,702) pekerjaan berisiko (berhubungan dengan
(OR=1,16 95% CI=0,55-2,45). air/badan air) dan pekerjaan tidak
Faktor lingkungan biologi yang berisiko (tidak berhubungan dengan
diteliti meliputi keberadaan tikus dalam air/badan air). Hasil analisis statistik
rumah dan keberadaan binatang piaraan. menunjukkan ada hubungan antara
Hasil analisis statistik menunjukkan pekerjaan berisiko dengan kejadian
bahwa ada hubungan antara keberadaan Leptospirosis (p= 0,000) (OR : 4,66 ;
tikus dalam rumah dengan kejadian 95% CI : 2,09 10,39).
leptospirosis (p=0,000). Dengan Penghasilan responden
demikian responden yang didalam dikategorikan menjadi dua yaitu <
rumahnya terdapat tikus akan berisiko Rp.500.000,- dan Rp.500.000,-. Dari
terkena leptospirosis sebanyak 5,87 kali hasil analisis statistik menunjukkan tidak
dibanding responden yang di dalam ada hubungan antara penghasilan <
rumahnya tidak ditemukan Rp.500.000,- dengan kejadian
tikus.(OR=5,87, 95% CI=2,59-13,33). leptospirosis. (p=1,000) (OR=1,00 95%
Untuk variabel keberadaan CI=0,47-2,12).
binatang piaraan hasil analisis statistik Variabel pada faktor demografi
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang diteliti adalah jenis kelamin laki-
antara keberadaan binatang piaraan laki. Dari hasil analisis statistik
dengan kejadian leptospirosis. (p=0,687) menunjukkan bahwa ada hubungan
(OR=1,18 95%CI=0,54-2,58). antara jenis kelamin laki-laki dengan
Faktor lingkungan kimia yang kejadian leptospirosis. (p=0,002)
diteliti adalah pH tanah netral. Dari hasil (OR=3,59 95% CI=1,56-8,27). Dengan
penelitian menunjukkan bahwa kondisi demikian responden dengan jenis
pH tanah netral pada kasus sebesar 56,1 kelamin laki-laki memiliki risiko terkena
% lebih tinggi dibanding pada kontrol leptospirosis sebesar 3,59 kali
(50,0%), hasil analisis statistik dibandingkan perempuan.
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan Untuk faktor perilaku variabel
antara pH tanah netral dengan kejadian yang diteliti meliputi kebiasaan tidak
leptospirosis. (p=0,523) (OR=1,28 95% memakai alas kaki dan kebiasaan
CI=0,60-2,72). Hal ini mungkin mandi/mencuci di sungai. Dari hasil
dikarenakan jumlah kasus terbesar ada di analisis statistik menunjukkan bahwa ada
Kecamatan Bonang dengan ketinggian hubungan antara kebiasan tidak memakai
antara 1-3 meter di atas permukaan laut, alas kaki dengan kejadian
sehingga kemungkinan masuknya air leptospirosis.(p=0,000) (OR=4,66 95%
laut ke darat sangat besar akibatnya pH CI=2,07-10,51). Dengan demikian
tanah di daerah dekat laut menjadi basa. responden yang tidak memakai alas kaki
Faktor sosial ekonomi yang saat bekerja mempunyai risiko terkena
diteliti meliputi pendidikan rendah, leptospirosis 4,66 kali dibandingkan
pekerjaan berisiko dan penghasilan < dengan yang memakai alas kaki saat
Rp.500.000,-. Untuk variabel pendidikan bekerja.
rendah (tidak lulus SMP) hasil analisis Untuk variabel kebiasaan
statistik menunjukkan bahwa tidak ada mandi/mencuci di sungai dari analisis

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


statistik menunjukkan bahwa ada tentang leptospirosis menyebabkan
hubungan antara kebiasaan terjadinya leptospirosis sebesar 4,95 kali
mandi/mencuci di sungai dengan dibanding apabila ada penyuluhan.
kejadian leptospirosis.(p=0,000) (p=0,000) (OR=4,95 95% CI=2,21-
(OR=5,21 95% CI=2,31-11,72). Dengan 11,07). Hasil lengkap dapat dilihat pada
demikian kebiasaan mandi/mencuci di tabel 1 berikut ini :
sungai memiliki risiko terkena
leptospirosis sebesar 5,21 kali
dibandingkan dengan yang tidak
memiliki kebiasaan mandi/mencuci di
sungai.

Tabel 1. Ringkasan hasil uji chi square

No Variabel P OR 95%CI
1 Kondisi jalan buruk 0,892 0,94 0,42-2,09
2 Keberadaan genangan air 0,038* 2,23 1,04-4,80
3 Keberadaan sampah dalam rumah 0,000* 8,46 3,59-19,88
4 Kondisi selokan buruk 0,002* 3,28 1,49-7,17
5 Jarak rumah dgn selokan < 2 m 0,789 0,89 0,41-1,96
6 Curah hujan 177,5 mm 0,005* 3,09 1,39-6,88
7 Kondisi TPS Buruk 0,781 0,89 0,40-2,01
8 Ketinggian DPL < 3,5 m 0,702 1,16 0,55-2,45
9 Keberadaan tikus 0,000* 5,87 2,59-13,33
10 Keberadaan binatang piaraan 0,687 1,18 0,54-2,58
11 pH tanah netral 0,523 1,28 0,60-2,72
12 Pendidikan rendah 1,000 0,89 0,40-2,00
13 Pekerjaan berisiko 0,000* 4,66 2,09-10,39
14 Penghasilan < Rp.500.000,- 1,000 1,00 0,47-2,12
15 Jenis kelamin laki-laki 0,001* 3,59 1,56-8,27
16 Kebiasaan tidak memakai alas kaki 0,004* 4,66 2,07-10,51
17 Kebiasaan mandi/mencuci di sungai 0,002* 5,21 2,31-11,72
18 Tidak ada penyuluhan 0,000* 4,95 2,21-11,07
Keterangan : * nilai p < 0,05 dari hasil Uji Chi Square

Untuk faktor pelayanan Hasil analisis multivariat menunjukkan


kesehatan variabel yang diteliti adalah ada 7 variabel independen yang dinilai
tidak adanya penyuluhan tentang sangat berpengaruh terhadap kejadian
leptospirosis. Dari hasil analisis statistik leptospirosis yaitu pekerjaan berisiko
diketahui bahwa tidak ada penyuluhan (OR:17,36;95%CI : 3,2193,83), kondisi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


selokan buruk (OR:5,71;95%CI:1,42 yang buruk mempunyai risiko 5,7 kali
23,01), keberadaan sampah dalam lebih besar untuk terjadi leptospirosis
rumah(OR :7,76; 95% CI : 1,69 35,51), (95% CI 1,42-23,01). Kondisi selokan
keberadaan tikus dalam rumah (OR: yang buruk di lokasi penelitian
10,34; 95% CI : 2,09-51,19), kebiasaan disebabkan karena rata-rata ketinggian
tidak memakai alas kaki (OR: dari permukaan laut relatif sama,
24,04;95%CI:3,81151,64), kebiasaan sehingga prosentase kemiringin saluran
mandi/mencuci di sungai (OR:12,24; air sangat kecil sehingga berpengaruh
95%CI:2,86-52,28) dan tidak ada terhadap aliran air selokan.
penyuluhan tentang leptospirosis
(OR=4,94;95%CI:1,26-19,39).
Selengkapnya seperti tertera pada tabel 2
berikut ini :

Tabel 2. Ringkasan hasil uji statistik regresi logistik

No Faktor Risiko B OR 95% CI P


1 Pekerjaan berisiko 2,854 17,36 3,21 93,83 0,001*
2 Kondisi selokan buruk 1,743 5,71 1,42 23,01 0,014*
3 Keberadaan sampah dalam rumah 2,049 7,76 1,69 35,51 0,008*
4 Keberadaan tikus dalam rumah 2,336 10,34 2,09 51,19 0,004*
5 Kebiasaan tidak memakai alas kaki 3,180 24,04 3,81 151,64 0,001*
6 Kebiasaan mandi/mencuci di sungai 2,504 12,24 2,86 52,28 0,001*
7 Tidak ada penyuluhan tentang 1,597 4,94 1,26 19,39 0,022*
leptospirosis
Konstanta -6,687
Keterangan : * nilai p < 0,05 dari hasil Uji Regresi logistik

PEMBAHASAN Hasil penelitian ini sesuai dengan


penelitian Soeharyo (1997) yang
Hasil analisis statistik menyatakan bahwa aliran selokan yang
menunjukkan bahwa pekerjaan berisiko buruk mempunyai risiko 3 kali lebih
mempunyai risiko 17,36 kali (95% CI besar terjadi leptospirosis.(20)
3,211-93,829). Hal ini disebabkan pada Kondisi sanitasi yang jelek seperti
kasus dari 41 responden 65,9 % adanya kumpulan sampah dan kehadiran
diantaranya memiliki pekerjaan sebagai tikus merupakan variabel determinan
petani dan nelayan sehingga selalu kasus leptospirosis. Adanya kumpulan
kontak dengan air/badan air.Hasil sampah dijadikan indikator kehadiran
penelitian ini sesuai dengan penelitian tikus.(21)
Agung Prasetyo (2006) yang Hasil analisis statistik
menyatakan bahwa ada pengaruh antara menunjukkan bahwa keberadaan sampah
aktivitas di tempat berair dengan di dalam rumah pada kontrol 1 memiliki
kejadian leptospirosis.(OR=14,20 95% risiko 10,9 kali lebih besar untuk terkena
CI 5,18-38,94)(50) leptospirosis dibandingkan dengan
Hasil analisis statistik kondisi tidak ada sampah (OR=10,908
menunjukkan bahwa kondisi selokan 95 % CI 1,76-67,8 p=0,010), sedangkan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


pada gabungan kontrol 1 dan 2 penting untuk menghindari masuknya
(OR=7,758 95% CI 1,69-35,51) bakteri leptospira ke dalam tubuh.
sehingga hipotesis tentang keberadaan Hasil analisis statistik
sampah merupakan faktor risiko menunjukkan bahwa kebiasaan tidak
kejadian leptospirosis terbukti. memakai alas kaki saat bekerja pada
Hasil penelitian ini sesuai kontrol 1 mempunyai risiko 25,85 kali
dengan penelitian terdahulu oleh Sarkar lebih besar untuk terjadi leptospirosis
(2000) di Salvador Brasil menyebutkan (95 % CI 3,19-209,03), pada kontrol 2
bahwa kondisi sanitasi tempat tinggal mempunyai risiko 8,1 kali (95 % CI
yang buruk yaitu adanya kumpulan 1,37-47,15) sedangkan pada gabungan
sampah merupakan faktor risiko kontrol 1 dan 2 mempunyai risiko 24,04
kejadian leptospirosis.(14) kali (95% CI 3,812-151,640). Hal ini
Tikus mempunyai peranan terkait juga dengan pekerjaan responden
penting pada saat Kejadian Luar Biasa khususnya pada kasus yang 65,9 %
(KLB) leptospirosis di DKI Jakarta. diantaranya berprofesi sebagai petani
Tikus terutama Rattus Norvegicus dan nelayan yang jarang bahkan tidak
merupakan reservoir penting dalam ada yang memakai pelindung/alas kaki
penularan leptospirosis. Hasil analisis yang kedap air.
statistik menunjukkan bahwa adanya Hasil penelitian ini bertentangan
tikus di dalam dan sekitar rumah pada dengan penelitian Dwi Sarwani (2005)
kontrol 1 mempunyai risiko 7,62 kali yang menyatakan bahwa tidak ada
lebih besar untuk terjadi leptospirosis pengaruh antara aktivitas tidak memakai
(95 % CI 1,27-45,83), sedangkan pada alas kaki di rumah atau tempat kerja
kontrol 2 mempunyai risiko 6,6 kali (95 dengan kejadian leptospirosis.(23)
% CI 1,40-31,20) dan pada gabungan Kegiatan mencuci dan mandi di
kontrol 1 dan 2 mempunyai risiko 10,34 sungai dan danau akan berisiko terpapar
kali (95% CI 2,089-51,194). bakteri leptospira karena kemungkinan
Hasil penelitian ini mendukung terjadi kontak dengan urin yang
penelitian terdahulu oleh Agung terkontaminasi bakteri leptospira akan
Prasetyo(2006) bahwa adanya populasi lebih besar. Kontak dengan bakteri
tikus di dalam rumah mempunyai risiko leptospira melalui pori-pori kulit yang
5,17 kali lebih besar untuk terjadi lunak, selaput lendir, kulit kaki, tangan
leptospirosis.(19) Penelitian oleh Sarkar dan tubuh yang lecet. Selain faktor
(2000) menyebutkan melihat tikus di pekerjaan, aktivitas rekreasi juga
dalam rumah mempunyai risiko 4,5 kali berpengaruh termasuk kontak dengan air
lebih besar untuk terjadi leptospirosis (14) seperti berenang, berkano dan aktivitas
dan oleh Bovet dkk (1998) di Seychelles di sungai menjadi lebih signifikan. (24)
dengan risiko 2,0 kali dengan adanya Hasil analisis statistik
tikus di dalam rumah.(9) Penelitian oleh menunjukkan bahwa kebiasaan
Murtiningsih (2003) di Yogyakarta dan mandi/mencuci di sungai pada kontrol 1
sekitarnya menyimpulkan bahwa mempunyai risiko 16,39 kali lebih besar
dijumpainya tikus di dalam rumah untuk terjadi leptospirosis (95 % CI
meningkatkan risiko 7,4 kali kejadian 3,42-110,60), pada kontrol 2 mempunyai
leptospirosis.(22) risiko 12,03 kali (95 % CI 2,43-59,59)
Bakteri Leptospira bisa masuk ke sedangkan pada gabungan kontrol 1 dan
dalam tubuh melalui pori-pori kaki dan 2 mempunyai risiko 12,237 kali (95% CI
tangan yang lama terendam air. Oleh 2,884-52,276). Hal ini terkait dengan
sebab itu penggunaan alas kaki sangat kebiasaan masyarakat Demak yang
masih banyak memanfaatkan sungai

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


untuk mandi maupun mencuci karena leptospirosis adalah : keberadaan
memang cakupan air bersih masih genangan air, curah hujan 177,5 mm
rendah (42 %) dan Cakupan PHBS baru dan jenis kelamin laki-laki.
mencapai 61,15 %. Hasil penelitian ini Probabilitas terjadinya
sesuai dengan penelitian Agung Prasetyo leptospirosis sebesar 99,99 % apabila
(2006) yang menyatakan bahwa ada kondisi selokan buruk, keberadaan
pengaruh antara aktifitas di tempat sampah dalam rumah, keberadaan tikus
berair dengan kejadian didalam dan sekitar rumah, kebiasaan
leptospirosis.(OR=14,20, 95% CI 5,18- tidak memakai alas kaki, kebiasaan
38,94). mandi/mencuci di sungai, pekerjaan
Penyuluhan kesehatan yang berisiko dan tidak ada penyuluhan
merupakan bagian dari promosi tentang leptospirosis, sedangkan 0,001
kesehatan adalah rangkaian kegiatan % disebabkan oleh keberadaan genangan
yang berlandaskan prinsip-prinsip air, curah hujan 177,5 mm dan jenis
belajar untuk mencapai suatu keadaan kelamin laki-laki.
dimana individu, kelompok dan Saran bagi masyarakat yaitu
masyarakat secara keseluruhan dapat menjaga kebersihan rumah dan
hidup sehat dengan cara memelihara, lingkungan sekitar supaya tidak menjadi
melindungi dan meningkatkan sarang tikus, penanganan sampah perlu
kesehatan. (25) dilakukan secara benar yaitu dengan cara
Hasil analisis statistik tidak menginapkan sampah di dalam
menunjukkan bahwa tidak adanya rumah dan tempat sampah diusahakan
penyuluhan tentang leptospirosis pada tertutup rapat sehingga tidak menjadi
kontrol 2 mempunyai risiko 8,2 kali sumber makanan tikus, memberantas
lebih besar untuk terjadi leptospirosis tikus dengan cara diberi umpan racun
(95 % CI 1,83-36,77) sedangkan pada atau dengan mouse trap yang tidak
gabungan kontrol 1 dan 2 mempunyai mencemari lingkungan, pada waktu
risiko 4,940 kali (95% CI 1,259-19,387). bekerja menggunakan alas kaki, tidak
mandi/mencuci di sungai dan
menghindari air becek yang tergenang
SIMPULAN DAN SARAN di sekitar rumah/ lingkungan apalagi bila
mempunyai luka terbuka, selokan selalu
Penyakit leptospirosis di Kabupaten dijaga kebersihannya sehingga aliran air
Demak merupakan penyakit endemis selalu lancar
dengan kecenderungan terjadi Saran Bagi Dinas Kesehatan
peningkatan kasus baik dari segi jumlah yaitu lebih aktif dalam upaya penemuan
maupun distribusinya dan terjadi penderita baru dan segera dilakukan
sepanjang waktu. penanganan sehingga dapat menurunkan
Faktor risiko yang terbukti angka kematian akibat
berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis,melakukan pengendalian
leptospirosis adalah : kondisi selokan faktor risiko lingkungan dengan
buruk, keberadaan sampah dalam rumah, membunuh tikus khususnya di daerah
keberadaan tikus didalam dan sekitar endemis bekerja sama dengan Dinas
rumah, kebiasaan tidak memakai alas pertanian dan Dinas terkait lainnya
kaki, kebiasaan mandi/mencuci di dengan melaksanakan program Gebrak
sungai, pekerjaan berisiko dan tidak ada Tikus dan bersih lingkungan, karena
penyuluhan tentang leptospirosis. kejadian leptospirosis di Kabupaten
Faktor risiko yang tidak terbukti Demak terjadi sepanjang waktu
berpengaruh terhadap kejadian diharapkan setiap saat selalu

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


mengingatkan masyarakat tentang 8. Everard, C,Bennett,
bahaya leptospirosis melalui penyuluhan S.,Edward,C.,An Investigation of
dengan media yang mudah diterima oleh Some Risk Factor for Severe
semua lapisan masyarakat. Leptospirosis on Bardabos,
Saran bagi Rumah Sakit yaitu American Journal Tropical
tata laksana kasus sesuai SOP yang ada Medicine and Hygiene, 1992, pp :
sehingga menurunkan angka kematian 13-22.
akibat penyakit leptospirosis, 9. Bovet.P., et al., Factor Assosiated
peningkatan pelaksanaan sistem with Clinical Leptospirosis, A
surveilance terpadu Rumah Sakit Population Based Control Study in
sehingga penanggulangan fokus kasus Seychelles, American Journal
leptospirosis dengan lintas program dan Tropical Medicine and Hygiene,
lintas sektor terkait lebih efektif dan 1999, pp : 583-590.
efisien. 10. Hatta M.dkk. Detection of IgM to
Leptospira Agent with ELISA ang
Leptodipstick Method, Ebers
DAFTAR PUSTAKA Papyrus, Jurnal Kedokteran dan
1. P.E.C Manson-Bahr, Mansons Kesehatan FK Universitas
Tropical Disease, Eighteenth Tarumanegara , Vol.1 Maret 2002.
Edition , The English Language 11. Thornley, C.N et al., Changing
Book Society and Bailliere Tindall Epidemiology of Human
London 1982, pp : 425-426. Leptospirosis in New Zealand,
2. Anonymous, Human Leptospirosis : Epidemiology Inect, 2002.
Guidance for Diagnosis, 12. Widarso HS dan Wilfried,
Surveillance And Control, Kebijaksanaan Departemen
International Leptospirosis Society, Kesehatan dalam Penanggulangan
WHO, 2003. Leptospirosis di Indonesia,
3. Levett, Leptospirosis, Clinical Kumpulan Makalah Simposium
Microbiology Reviews, 2001,pp : Leptospirosis, Badan Penerbit
296-326 Universitas Diponegoro, 2002.
4. Speelman Peter, Leptospirosis, 13. Esen Saban et al., Impact of Clinical
Harrisons Principles of Internal and Laboratory Findings on
Medicine, edisi 16, Mc. Graw-Hill, Prognosis in Leptospirosis, Swiss
New York, 2005, pp : 988-991. Medical Weekly, 2004, pp:347-352.
5. Halo Internis, Ulah Leptospirosis , 14. Sarkar Urmimala et al., Population-
tahun 1 edisi ke-2/April-Juni 2004. Based Case-Control Investigation of
6. Ashford D.A.et.al.,Asymtomatic Risk Factors for Leptospirosis
Infection and Risk Factors for during an Urban Epidemic,
Leptospirosis in Nicaragua, American Journal Tropical
American Journal Tropical Medicine and Hygiene, 2002, pp
Medicine and Hygiene , 2000, pp : :605-610.
249-254. 15. Dinkes Kab. Demak., Profil
7. Anonymous, Leptospirosis, Kesehatan Kabupaten Demak,
Harrisons Manual of Medicine Demak,2006.
International edition, Mc Graw
Hill, New York, 2002, 463-464.

10

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


16. Hennekens, C.H., Buring, Case 24. Sekhar WY.et al, Leptospirosis in
Control Studies, Epidemiology In Kuala Lumpur and the Comparative
Medicine, Little, Brown and Evaluation of Two Rapid
Company Boston/Toronto, 1987, pp Commercial Diagnostic Kits Against
132-150. the MAT test for the Detection of
17. Lameshow S, et al, Besar Sampel Antibodies to Leptospira
dalam Penelitian Kesehatan, Interrogans, Singapore Medical
diterjemahkan oleh Pramono, Gadjah Journal, Vol 4, 2000, pp : 370-375.
Mada University Press, Yogyakarta, 25. Soekidjo Notoatmojo. 2003.
1997 Pendidikan dan Perilaku
18. Murti B, Analisis Regresi Ganda Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Logistik, Prinsip dan Metode Riset
Epidemiologi, Gadjah Mada
University Press, 1997, Yogyakarta,
pp : 367-388
19. Agung Prasetyo, Faktor-faktor risiko
leptospirosis berat di kota Semarang,
Tesis, Bagian /SMF Ilmu Penyakit
Dalam , FK Undip, RSDK, 2006.
20. Hadisaputro S., Faktor-faktor Risiko
Leptospirosis, Kumpulan
MakalahSimposium Leptospirosis,
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2002.
21. Barcellos C and Sabroza P.C., The
Place Behind the Case :
Leptospirosis Risks and Associated
Environment Conditions in a Flood
related Outbreak in Rio de Jenero,
San Saude Publica, Brazil, 2001, pp
: 59-67.
22. Murtiningsih, Berty, 2003. Faktor
Risiko Leptospirosis di Provinsi
Yogyakarta dan Sekitarnya. Program
Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
23. Dwi Sarwani SR, Faktor Risiko
Lingkungan Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Leptospirosis
Berat (Studi kasus di RSDK
Semarang), Tesis, Program Studi
Epidemiologi PPS Undip 2005.

11

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Anda mungkin juga menyukai