Anda di halaman 1dari 5

2.

2 Sejarah Perkembangan Ilmu Hadis


Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu mengiringinya sejak
masa Rasulullahsekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit. Pada
masa Nabi masih hidup di tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada persoalan
karena jika menghadapi suatu masalah atau skeptic dalam suatu masalah mereka
langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya. Pemalsuan hasil
pun tidak pernah terjadi menurut pendapat ulama ahli hadis. Adapaun pernyataan
Ahmad AMin dalam Fajar Al-Islam bahwa dimungkinkan terjadi adanya
pemalsuan hadis pada masa Nabi masih hidup, hanya dengan belaka tidak disertai
bukti dan memang tidak ada bukti yang mendukungnya.
Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para
peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis
Rasulullah. Misalnya anjuran pemeriksaan berita yang datang dan perlunya
persaksian yang adil. Firman Allah dalam Alquran Surah Al-Hujurat (49) : 6 :

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik


membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.
Demikian juga dalam Surah Al-Baqarah (2): 282:

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di


antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka seorang lagi mengigatkannya.
Surah Ath-Thalaq (65): 2:

Persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.

17. Amin, Fajr Al-Islam, hlm. 211.


Ayat-ayat di atas menunjukkan pemberitaan dan persaksian orang fisik tidak
diterima. Muslim mengatakan, sekalipun pemberitaan dan persaksian tidak sama
pengertiannya, tetapi dalam beberapa hal mempunyai arti yang sama. Jika berita
yang dibawa orang fisik tidak diterima oleh ahli ilmu demikian juga
persaksiannya juga ditolak oleh mereka. 18 Ayat-ayat di atas berarti perintah
memeriksa, meneliti, dan mengkaji berita yang datang di bawa seorang fisik yang
tidak adil. Tidak semua berita yang dibawa seorang dapat diterima sebelum
diperiksa siapa pembawanya dan apa isi berita tersebut. Jika pembawanya orang
yang jujur, adil dan dapat dipercaya diterima tetapi sabliknya jika pembawa berita
itu orang fisik, tidak objektif, pembohong dan lain-lain, maka tidak diterima
karena akan menimpakan musibah terhadap orang lain yang menyebabkan
penyesalan dan merugikan.
Setelah Rasulullah meninggal, kondisi sahabat sangat berhati-hati dalam
meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Al-quran yang baru
dikodifikasikan pada masa Abu Bakar tahap awal dan masa Utsman tahap kedua.
Masa ini terkenal dengan masa (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak
meriwayatkan hadis kecuali disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis
yang ia riwayatkan benar-benar dari Rasulullah. Pada masa awal islam belum
diperlukan sanad dalam periwayatan hadis Karena orangnya masih jujur-jujur,
masih saling mempercayai satu dengan yang lain. Tetapi setelah terjadinya konflik
fisik (fitnah) anta relit politik yakni antar pendukung Ali dan Muawiyah dan umat
berpecah menjadi beberapa sekte; Syiah, Khawarji, dan Jumhur Muslimin.
Setelah itu mulailah terjadi pemalsuan hadis (hadis mawadhu) dari masing-masing
sekte dalam rangka mencari dukungan politik massa yang lebih luas.
Sesuai dengan pesatnya perkembangan kondifikasi hadis yang disebut pada
masa kejayaan atau kecemasan hadis yaitu pada abad ketiga Hijriyah
perkembangan penulisan ilmu hadis juga pesat, karena perkembangan keduanya
secara beriringan. Namun, penulisan ilmu hadis masih terpisah-pisah belum
menyatu dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri ia masih dalam bentuk bab-bab
saja.

18 An-Nawawi, Shahih Muslim, juz 1, hlm. 80.


19 Ahmad Umar Hasyim, As-Sunnah An-Nabawiyyah, hlm 363 364.

Mushthafa As-SibaI mengatakan orang yang pertama kali menulis ilmu


hadis adalah Ali bin Al-Madini syaikhnya Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi. 21
Dr. Ahmad Umar Hasyim juga menyatakan bahwa orang pertama kali yang
menulis ilmu hadis adalah Ali bin Al-Madini dan permasalahannya sebagaimana
yang ditulis oleh Al-Bukhari dan Muslim. 22 Diantaranya kitab-kitab ilmu hadis
pada abad ini adalah kitab Mukhtalif Al-Hadits yaitu ikhtilaf Al-Hadits karya Ali
bin Al-Madini, dan Ta;wil Mukhtalif menjawab tantangan dari serangan kelompok
teolog yang sedang berkembang pada masa itu terutama dari golongan Mutazilah
dan ahli bid;ah.
Diantara ulama ada yang menulis ilmu hadis pada mukadimah bukunya
seperti imam Muslim dalam Shahih-nya dan At-Tirmidzi pada akhir kitab Jami-
nya. Diantara mereka Al-Bukhari menulis tiga tarikh yaitu At-Tarikh . Al-Kabir,
At- Tarikh Al-Awsath dan At-Tarikh Ash-Shaghir, Muslim menulis Thabaqat At-
Tabiin dan Al-Ilal, At-Tirmidzi menulis Al-Asma wa Al-Kuna dan Kitab At-
Yawarikh, dan Muhammad bin saad menulis Ath Thabaqat Al-Kubra. Dan
diantara mereka ada yang menulis secara khusus tentang periwayat yang lemah
seperti Adh-Dhuafa yang ditulis oleh Al-Bukhari dan Ad-Dhuafa ditulis oleh
An-NasaI dan lain-lain.
Perkembangan ilmu hadis mencapai puncak kematangan dan berdiri sendiri
pada abad ke-4 H yang merupakan penggabungan dan penyempurnaan berbagi
ilmu yang berkembang pada abad-abad sebelumnya secara terpisah dan
berserakan. Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad
Ar-Ramahurmuzi (w. 360 H) orang pertama kali memunculkan ilmu hadis yang
paripurna dan berdiri sendiri dalam karyanya Al-Muhaddits Al-Fashil bain Ar-
Rawi wa Al-WaI. tetapi tentunya tidak mencakup keseluruhan permasalahan ilmu
kemudian diikuti oleh Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi (w. 405 H) yang
menulis Marifah Ulum Al-Hadist tetapi kurang sistematik, Al-Khatib Abu Bakar
Al-Baghdadi (w. 364 H) yang menulis Al-Jambi li Adab Asy-Syaikh wa As-Sami
dan kemudian diikuti oleh penulis-penulis lain sebagaimana berikut ini:
1. Al-Kifayah fi ilmi Ar-Riwayah dan Al-Jami li Akhlaq Ar-Rawi wa
Adab As-Sami, oleh Al-Khathib Al-Baghdadi (w. 364 H).

20. An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi, Juz 1, Mukadimah, hlm. 103
21 As-SibaI, As-Sunnah, hlm. 107
22 Ahmad Umar Hasyim, As-Sunnah An-Nabawiyyah, hlm. 398

2. Al-Mustakhraj ala Marifah Ulum Al-Hadits, ditulis oleh Ash-


Ashbahani (w. 430 H), pelengkap kitab Al-Hakim.
3. Al-Ilma Ila Marifah Ushul Ar-Riwayah wa Taqyid As-Sama, oleh Al-
Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yahshubi (w. 544 H).
4. Ulum Al-Hadits, oleh Abu Amr Utsman bin Abdurrahman Asy-
Syahrazuri yang dikenal Ibnu Ash-Shalah (w. 643 H0.
5. Nazhm Ad-Durarfi Ilmi Al-Atsar, oleh Zainuddin Abdurrahman bin Al-
Husin Al-Iraqi (w. 806 H).
6. Nukhbat Al-Fikar fi Mushthalah Ahl Al-Atsar, oleh Ibnu Hajar Al-
Asqalani (w. 852 H0.
7. Fath Al-Mughits fi Syarh Alfiyah Al-Hadits, oleh As-Sakhawi (w. 902
H).
8. Al-Manzhumah Al-Baiquniyyah, oleh Umar bin Muhammad Al-Baiquni
(w. 1080 H).
9. Qawaid At-Tahdits, oleh Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi (w. 1332
H).
10. Dan lain-lain.
Ringkasan berikut ini dipaparkan daftar perkembangan pembukuan ilmu
hadis secara singkat:

RINGKASAN PERKEMBANGAN
PEMBUKUAN ILMU HADIS

No Masa Karakter Indikator


1. Masa Nabi Telah ada dasar-dasar QS. Al-Hujurat (49): 6 dan
ilmu hadis. Al-Baqarah (2): 282.
2. Masa Sahabat Timbul secara lisan Periwayatan harus di sertai
secara eksplist. saksi, bersumpah, dan
sanad.
3. Masa Tabiin Telah timbul secara Ilmu hadis bergabung
tertulis tetapi belum dengan fikih dan ushul
terpisah dengan ilmu fikih, seperti Al-Umm dan
lain. Ar-Risalah.
4. Masa Tabi Tabiin Ilmu hadis telah Telah muncul kitab-kitab
timbul secara terpisah ilmu hadis seperti At-
dari ilmu-ilmu lain Tarikh Al-Kabir li Al-
tetapi belum Bukhari, thabaqat At-
menyatu. Tabiin dan Al-Aswa wa
Al-Kuma dan Kitab At-
Tawarikh karya At-
Tirmidzi.
5. Masa setelah TabiI Berdiri sendiri Ilmu hadis pertama Al-
Tabiin (abad 4 H). sebagai ilmu hadis. Muhaddits Al-Fashil bayn
Ar-Rawi wa Al-waI karya
Ar-Ramahurmuzi.

Anda mungkin juga menyukai