Anda di halaman 1dari 7

Nama : Mohamad Sofwan Rizky Dikumpulkan Tanggal: 08-03-2017

NPM : 1506728081 Paraf Asisten :


Kelompok :9
Topik Pemicu : Perpindahan Kalor Konduksi

I. Outline
1. Kondisi Batas Konveksi
a) Angka Biot dan Angka Fourier
b) Penerapan Bagan Heisler
c) Contoh Soal

II. Pembahasan
1 Kondisi Batas Konveksi
Di dalam kondisi sebenarnya, kalor konduksi transien berkaitan dengan kondisi
batas konveksi pada permukaan sebuah padatan. Kondisi batas untuk persamaan yang
berbeda harus disesuaikan untuk dapat memperhitungkan perpindahan kalor konveksi
pada permukaan (Holman, 1994). Untuk soal benda padat semi-tak berhingga, hal ini
dinyatakan dengan

Kalor yang dikonveksi ke permukaan = kalor yang dikonduksi ke permukaan


T
hA ( T T ) x=0=kA =0
X x
[1.1]

Penyelesaian untuk soal ini cukup rumit, dan sudah dikerjakan secara terperinci
oleh Schneider sebagai berikut
2
hx h
+ 2
k k
()
exp

T T i
=1erfX
T T i
[1.2]

Di mana X = x /2 ; T i = suhu awal benda padat, T = suhu


lingkungan.

Penyelesaian semacam ini telah dikerjakan pula untuk berbagai bentuk


geometri lain. Kasus yang terpenting ialah yang berkaitan dengan (1) plat yang
ketebalannya kecil sekali dibandingkan dengan dimensi lainnya, (2) silinder yang
diameternya kecil dibandingkan dengan panjangnya, dan (3) bola. Hasil analisis untuk
bentuk-bentuk geometri ini disajikan dalam bentuk grafik oleh Heisler, dan
nomenklatur untuk ketiga kasus itu terdapat pada gambar 1. Dalam semua kasus itu,
suhu lingkungan konveksi ditandai dengan T dan suhu pusat untuk x = 0 atau r =
0 adalah T 0 . Pada titik waktu nol, setiap benda padat itu dianggap mempunyai suhu

1
awal yang seragam, yakni T i . Contoh suhu benda padat itu ditunjukkan pada
gambar 2 sebagai fungsi dan kedudukan dalam ruang. Dalam gambar tersebut, terdapat
definisi-definisi yang perlu diikuti:
=T ( x , ) T atau T ( r , )T
i=T iT
0=T 0T

Jika suhu garis pusat yang dicari, maka hanya satu bagan yang diperlukan
untuk mendaptkan nilai 0 dan T 0 . Untuk menentukan suhu di luar pusat,
diperlukan dua bagian untuk menghitung hasil
0
=
i i 0
[1.3]

Gambar 1. Nomenklatur untuk benda padat satu dimensi: (a) pelat tak hingga
dengan ketebalan, (b) silinder tak hingga dengan radius r0, (c) bola dengan radius r0
(Sumber: Perpindahan Kalor, Holman, 1994)

Gambar 2. Grafik temperatur untuk pelat tak hingga dengan ketebalan 2L


(Sumber: Perpindahan Kalor, Holman, 1994)

2
a) Angka Biot dan Angka Fourier
Angka Biot adalah besaran relatif untuk dua jenis perpindahan kalor:
konveksi pada permukaan dan konduksi. Angka Biot yang kecil menandakan sifat
kurangnya resistansi yang ada pada bagian konduksi saat dibandingkan dengan
bagian konveksi. Sementara itu, angka Fourier adalah besaran konduksi kalor
bersifat relatif terhadap kalor itu disimpan. Angka Fourier yang besar menandakan
semakin cepat proses konduksi berlangsung (Hensen, Nakhi, 2006).
Angka Biot dan angka Fourier merupakan parameter tak berdimensi yang
ditunjukkan sebagai berikut:
hs
Angka Biot=Bi=
k
k
Angka Fourier=Fo= 2
=
s c s2

Dalam kedua parameter di atas, s menunjukkan karakteristik dimensi


benda itu, yakni setengah tebal untuk pelat, dan jari-jari untuk silinder dan bola.
Jika ditinjau lebih dalam, angka Biot merupakan rasio antara besaran konveksi
pada permukaan dan tahanan konveksi-dalam perpindahan kalor. Angka Fourier
membandingkan dimensi karakteristik benda dengan kedalaman-tembus
gelombang suhu pada suatu waktu r.

Gambar 3. Sumbu temperatur silinder dengan radius r 0


(Sumber: Perpindahan Kalor, Holman, 1994)

Nilai modulus Biot yang rendah menandakan tahanan konduksi-dalam


dapat diabaikan terhadap tahanan konveksi-permukaan. Hal ini berarti pula bahwa
suhu akan mendekati seragam di seluruh benda, dan dapat didekati dengan metode
analisis kapasitas-tergabung. Perbandingan V/A dianggap sebagai karakteristik
dimensi s, yang mana dapat dinyatakan dalam angka Biot dan angka Fourier
sebagai berikut:
hA h hs k
= = =Bi Fo
c V
T
cs k c s2
[1.4]

3
b) Penerapan Bagan Heisler
Bagan Heisler merupakan tools analisis grafis yang dikenalkan oleh M.P.
Heisler untuk mengevaluasi perpindahan kalor. Perhitungan untuk bagan Heisler
dilaksanakan dengan memenggal penyelesaian deret tak berhingga menjadi
beberapa suku saja. Bagan-bagan Heisler terbatas pada nilai-nilai angka Fourier
yang lebih besar dari 0,2.


Fo= >0,2
s2

Mengambil contoh pelat tak hingga dengan ketebalan 2L, terdapat tiga
bagan yang akan digunakan: bagan yang menunjukkan hubungan profil
temperatur tak berdimensi pada tengah pelat dan angka Fourier yang merupakan
kebalikan dari angka Biot. Bagan ini ditunjukkan pada Gambar 1. Setelah itu,
dilanjuti dengan dua bagan Heisler, yakni: (1) Bagan yang menunjukkan
temperatur sebagai fungsi dari temperatur pusat dengan nilai x/L yang
menandakan posisi di mana temperatur tersebut diambil. Bagan ini digunakan
untuk menentukan variasi temperatur pada sebuah bidang melalui angka Biot yang
berbeda.

Gambar 4. Temperatur sebagai fungsi dari temperatur pusat pada pelat tak hingga
dengan ketebalan 2L
(Sumber: Perpindahan Kalor, Holman, 1994)

Selanjutnya, bagan (3) yang menunjukkan kalor yang ditransfer tak


berdimensi dari dinding sebagai fungsi dari variabel waktu tak berdimensi (
Fo Bi 2 .

4
Gambar 5. Rugi kalor tak berdimensi Q/Qo pada pelat tak hingga dengan
ketebalan 2L terhadap waktu
(Sumber: Perpindahan Kalor, Holman, 1994)

c) Contoh Soal
1) Sebuah pelat aluminium besar, tebalnya 5,0 cm, pada mulanya berada pada
suhu 200 C, dan tiba-tiba diberi lingkungan konveksi. Hitunglah suhu pada
kedalaman 1,25 cm dari salah satu muka, 1 menit setelah pelat itu diberi
lingkungan tersebut. Berapa energi yang dikeluarkan per satuan pelat pada
waktu tersebut?
Jawab:
Bagan Heisler pada gambar 2 dan 4 dapat digunakan untuk menyelesaikan
soal ini. Gambar 2 dapat menunjukkan suhu pusat dari pelat dan gambar 4
dapat digunakan untuk menghitung suhu pada posisi x tertentu. Dari kondisi
awal diperoleh:
i=T iT =20070=130; =8,4 X 103
m2
s [
3,26
h ]
f t2

2 L=5,0 cm; L=2,5 cm ; =1 menit=60 detik


W
k =215 =124 Btu/h ft
m
W
h=525 2
=92,5 Btu / h ft
m
x=2,51,25=1,25 cm

Sehingga,
3
(8,4 x 10 )( 60)
= =8,064
L2 ( 0,025 )3
x 1,25
= =0,5
L 2,5
k 215
= =16,38
hL (525)( 0,025)

5
Dari gambar 2 diperoleh

=0,61
0
=T 0T =( 0,61 )( 130 )=79,3

Dari gambar 4 pada x/L = 0,5, maka



=0,98
0
=T T =( 0,98 ) (79,3 )=77,7
T =77,7+70=147,7

Menghitung rugi energi dari lempeng dengan menggunakan gambar 5, di


mana dibutuhkan sifat-sifat aluminium sebagai berikut:
kg
=2700 3 ; c=0,9 kJ /kg
m

Untuk gambar 5, diperlukan:


2 5
h2 (525 ) (8,4 x 10 )(60) hL (525)(0,025)
= =0,03 ; = =0,061
k 2
( 215 ) 2
k 215

Dari gambar 5 dapat dilihat


Q
=0,41
Q0

Untuk satuan luas


Q0 cV 1
= =c ( 2 L ) 1
A A
( 2700 ) ( 900 )( 0,05 )( 130 )

15,8 x 106 J /m2

Sehingga kalor yang dikeluarkan per satuan luas adalah


Q
=( 15,8 x 106 ) ( 0,41 )=6,48 x 106 J /m2
A

III. Sumber Rujukan

Frank P. Incropera, David P. Dewitt. 1996. Fundamentals of Heat and Mass Transfer,
Fifth Edition, New York

6
Hensen, Jan L.M., Nakhi, Abdullatif. 2006. Fourier and Biot Numbers and The
Accuracy of Conduction Modelling, University of Strathclyde: Glasgow

Holman, J.P. 1994. Perpindahan Kalor, Edisi Keenam, Alih Bahasa Ir. E. Jasjfi, Msc,
Erlangga, Jakarta: Penerbit Erlangga

Singh, Paul. R. Temperature-time chart Heisler Chart. [online] Tersedia di:


http://rpaulsingh.com/animations/heisler_charts.html. [Diakses pada 6 Maret 2017]

Anda mungkin juga menyukai