Anda di halaman 1dari 3

Karakteristik Etika Islam

A. Definisi Karakter

Karakter (khuluk) merupakan suatu keadaan jiwa dimana jiwa bertindak tanpa di pikir atau di
pertimbangkan secara mendalam. Karakter ini ada 2 jenis

Pertama alamiah dan bertolak dari watak.

Misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena hal paling kecil atau takut
menghadapi insiden yang paling sepele. Juga pada orang yang terkesiap berdebar-debar di
sebabkan suara yang amat lemah yang menerpa gendang telinganya atau ketakutan lantaran
mendengar suata berita atau tertawa berlebih-lebihan hanya karena suatu hal yang amat
sangat biasa yang telah membuatnya kagum, atau sedih sekali cuma karena suatu hal yang tak
terlalu memprihatinkan yang telah menimpanya.

Kedua tercipta melalui kebiasaan dan latihan.

Pada mulanya keadaan ini terjadi karena di pertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian
melalui praktek terus-menerus menjadi karakter.

Karenanya para cendikiawan klasik sering berbeda pendapat mengenai karakter. Sebagian
berpendapat bahwa karakter di miliki oleh jiwa yang tidak berpikir (nonrasional). Sementara
yang lain berkata bahwa bisa juga karakter itu milik jiwa yang berpikir (rasional). Ada yang
berpendapat bahwa karakter itu alami sifatnya, dan juga dapat berubah cepat atau lamban
melalui disiplin serta nasihat-nasihat yang mulia. Pendapat yang terakhir inilah yang kami
dukung karena sudah kami kaji secara langsung. Adapun pendapat pertama akan
menyababkan tidak berlakunya fakultas nalar, tertolaknya segala bentuk norma dan
bimbingan, tunduknya (kecendrungan ) orang kepada kekejaman dan kelalaian, serta banyak
remaja dan anak berkembang liar tanpa nasihat dan pendidikan. Ini tentu saja sangat negatif.

B. Karakter Bisa Berubah

Dalam book on ethics dan book categories, aristoteles mengungkapkan bahwa orang yang
buruk bisa berubah manjadi baik melalui pendidikan. Namun tidak pasti. Dia beranggapan
bahwa nasihat yang berulang-ulang dan disiplin serta bimbingan yang baik akan melahirkan
hasil-hasil yang berbeda-beda pada berbagai orang. Sebagian tanggap dan segera
menerimanya sebagian lagi juga tanggap, tapi tidak segera menerimanya.

Dari penjelasan di atas kami buat silogisme seperti ini: setiap karakter dapat berubah.
Apapun yang bisa berubah berarti tidak alami. Kedua premis itu betul, dan konklusi
silogismenya sesuai dengan contoh yang kedua dari bentuk pertama. Sementara pembenaran
premis yang pertama, yaitu bahwa setiap karakter punya kemungkinan untuk di ubah, sudah
kami urauikan. Jelaslah dari observasi actual dari bukti yang kami dapatkan yang berkenaan
dengan perlunya pendidikan, manfaatnya, dan pengaruhya pada remaja dan anak-anak dan
juga dari syariat agama yang benar, merupakan petunjuk Allah buat para makhluk-Nya.
Pembenaran premis yang kedua, yaitu bahwa segala yang dapat berubah itu tidak mungkin
alami, juga sudah jelas. Karena kita tak pernah berupaya merubah sesuatu yang alami. Tak
ada seorang pun yang mau mengubah gerak api yang menjilat-jilat ke atas, dengan
melatihnya supaya menjilat-jilat ke bawah. Juga tak ada seorang pun yang mau membiasakan
supaya gerak batu yang jatuh membumbung keatas, sehingga gerak alaminya berubah.
Andainya pun orang mau, dia tidak akan berhasil mengubah hal-hal yang alami. Makanya
kedua premis itu betul, komposisi(silogisme itu), yang ada pada modus kedua dari bentuk
pertama, juga benar dan menjadi dalil yang jelas.

C. Tingkatan Karakter

Sementara itu,tingkatan manusia dalam menerima tatanan yang baik yang kami namakan
akhlak (karakter) ini yang suka kepadanya, banyak sekali. Kita bisa menyaksikan perbedaan-
perbedaan ini, khususnya pada anak-anak. Karena karakter mereka muncul sejak awal
pertumbuhan mereka. Anak-anak tidak menutup-nutupinya dengan sengaja dan sadar, seperti
yang di lakukan orang dewasa.

Selain itu kita menyaksikan sendiri dan di antara mereka ada yang baik, kikir, lembut, keras
kepala, dengki, atau sebaliknya? Atau bahkan ada karakter-karakternya yang saling
kontradiksi, yang dari situ akhirnya anda bisa mengetahui tingkatan-tingkatan manusia dalam
menerima karakter yang mulia? Dari situ kita bisa mengerti bahwa mereka tidak sama
tingkatannya. Di antara mereka ada yang tanggap dan yang buruk, dan ada juga yang berada
dalam posisi tengah diantara dua kubu ini. Kalau tabiat-tabiat ini di abaikan dan tidak di
disiplinkan serta dikoreksi, maka dia bakal tumbuh dan berkembang mengikuti tabiatnya, dan
selama hidupnya kondisinya tidak akan berubah, dia memuaskan apa yang di anggapnya
cocok menurut selera alamiahnya, entah marah, senang, jahat, tamak, atau tabiat rendah
lainnya.

D. Karakteristik Etika Islam

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat
tertentu. Moral adalah secara etimologis berarti adat kebiasaan,susila. Jadi moral adalah
perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum di terima, meliputi
kesatuan sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan akhlak adalah ilmu yang menentukan batas
antara baik dan buruk tentang perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.

Didalam islam, etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam
memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan
buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Quran dan al-Hadits yang
shohih.

3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan
pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.

4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur
dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia

Anda mungkin juga menyukai