DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 13
1. Hajar Alviyyah Rohmaningsih
145080100111010
2. Ulfatul Rosidah 145080101111014
3. Devi Renita Listyaningrum
145080101111074
4. Reza Adhitama Nugraha Hasan
145080107111002
5. Kurnia Rifki Firdaus 145080107111008
Puji syukur penyusun sampaikan kepada Allah SWT, karena atas izinnya
Laporan Praktikum Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu telah
diselesaikan sesuai pada waktunya. Terimakasih juga penyusun sampaikan kepada
Dosen Pengampu Pengolahan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Manajemen
Sumberdaya Perairan 2016, Bapak Arief Darmawan yang senantiasa tak pernah
lelah memberi bimbingan dan arahan kepada penyusun agar laporan yang
dikerjakan benar dan sesuai dengan semestinya. Laporan ini sengaja kami buat
untuk memenuhi kewajiban kami setelah mengikuti rangkaian kegiatan Praktikum
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu pada Jumat, 23 Desember 2016.
Dalam penyusunan laporan ini, penyusun tentunya tidak luput dari keslahan. Oleh
karenanya, pembaca diharap membantu penyusun dengan cara memberikan kritik,
evaluasi dan saran kepada penyusun guna membuat laporan ini menjadi lebih baik
lagi kedepannya. Demikian laporan ini kami buat, semoga bermanfaat bagi
pembacanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB 2. DASAR TEORI.......................................................................................3
2.1 Diagram Alir Indikator Keruangan...............................................27
2.2 Diagram Alir Indikator Kesesuaian dengan Perundangan.........28
2.3 Diagram Alir Indikator Pemanfaatan Ruang...............................28
2.4 Diagram Alir Indikator Kependudukan, Sosial-ekonomi dan
Ketenagakerjaan.............................................................................29
BAB 3. HASIL PRAKTIKUM..........................................................................30
3.1 Tabel Penilaian Indikator Keruangan...........................................30
3.2 Tabel Penilaian Indikator Kesesuaian dengan Perundangan......30
3.3 Tabel Penilaian Indikator Pemanfaatan Ruang............................31
3.4 Tabel dan Diagram Penilaian Indikator Kependudukan, Sosial-
ekonomi dan Ketenagakerjaan......................................................34
BAB 4. PEMBAHASAN....................................................................................48
4.1 Indikator Keruangan.......................................................................48
4.2 Indikator Kesesuaian dengan Perundangan.................................48
4.3 Indikator Pemanfaatan Ruang.......................................................50
4.4 Indikator Kependudukan, Sosek dan Ketenagakerjaan..............51
BAB 5. KESIMPULAN.....................................................................................56
BAB 6. SARAN..................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................58
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a. Untuk dapat melakukan beberapa analisis statistik dan keruangan untuk
penilaian dan evaluasi terhadap dokumen tata ruang dan pelaksanaannya
b. Untuk dapat merumuskan masukkan untuk perbaikan dokumen tata ruang.
c. Untuk mengetahui keadaan tutupan lahan di wilayah pesisir Kabupaten
Lamongan.
d. Untuk mengetahui kesesuaian pola ruang di wilayah pesisir Kabupaten
Lamongan dengan undang-undang yang berlaku.
e. Untuk mengetahui pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kabupaten
Lamongan.
f. Untuk mengetahui keadaan kependudukan, sosial-ekonomi dan ketenaga
kerjaan di wilayah pesisir Kabupaten Lamongan.
BAB 2. DASAR TEORI
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu sudah sejak lama menjadi
fokus banyak negara. Indonesia sendiri mengawalinya dengan menerapkan
undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau
kecil. Sebagaimana dahulunya Ketchum (1972) dalam Kay dan Alder (2005),
pernah merumuskan bahwa wilayah pesisir itu sebagai sabuk daratan yang
berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara
langsung dipengaruhi oleh proses lautan demikian pula sebaliknya. Pendapat ini
bermaksud menjelaskan tentang pengertian kunci yang ada di wilayah pesisir,
yaitu interaksi antara proses laut dan darat serta pemanfaatannya. Pendapat
tersebut ddidukung oleh organisasi dunia, FAO (1998) yang menyatakan bahwa
wilayah pesisir adalah antar muka atau transisi daerah darat dan laut. Wilayah
memiliki beragam fungsi dan bentuk, dinamis dan tidak memiliki definisi oleh
batas-batas ruang yang tegas. Tidak seperti daerah aliran sungai, tidak ada batas
alam yang jelas menggambarkan batas wilayah pesisir tersebut. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan pengelolaan yang baik sesuai undang-undang yang berlaku di
suatu negara.
Menurut Undang-Undang No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang No 1 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pengertian pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan
laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kemudian secara lebih rinci dalam Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan No 16 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil ditegaskan adanya dokumen Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K).
Sementara disisi lain terkait dengan penataan ruang, pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Oleh
sebab itu pada prakteknya perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil keberadaan dokumen RZWP-3K dan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) sangatlah berkaitan. Kedudukan RZWP-3K dan RTWR terkait
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.
RZWP-3K merupakan input pada RTRW sehingga kedua dokumen tersebut harus
sinkron. Kemudian untuk mengetahui bahwa kedua dokumen tersebut telah saling
sesuai perlu dilakukan telaah dan evaluasi.
Oleh karena itu kegiatan evaluasi pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau Pulau Kecil (RZWP-3K) tidak terlepas dari kegiatan pengelolaan
wilayah dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam siklus kebijakan pengelolaan
pesisir terpadu (Integrated Coastal Management/ICM) (Gambar 2). Untuk dapat
melakukan evaluasi dalam rangka mendapatkan masukkan (input) yang sangat
diperlukan untuk mendukung kegiatan revisi/perbaikan terhadap dokumen
rencana zonasi ataupun rencana tata ruang, maka perlu didukung dengan
ketersediaan data dan informasi terkait.
Gambar 2. Siklus Kebijakan Pengelolaan Pesisir Terpadu
Dalam proses evaluasi diperlukan indikator yang jelas dan relevan untuk
dapat menilai sejauh mana implementasi dengan yang tercantum dalam dokumen
RZWP- 3K tersebut. Secara sederhana indikator-indikator itu dapat
dikelompokkan sesuai dengan temanya, diantaranya adalah indikator kesesuaian
dengan perundangan, indikator pemanfaatan sumberdaya alam, indikator
demografi/kependudukan, indikator sosial-ekonomi dan indikator ketenaga
kerjaan. Perlu diingat bahwa dokumen RZWP-3K dan RT/RW keduannya
merupakan dokumen perencanaan spasial. Oleh karena itu untuk indikator
keruangan yang digunakan melibatkan variabel luasan suatu ruang kemudian
dikaitkan dengan polanya. Menurut UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang, pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya.
Dst
2.1 Lahan terbuka Lahan tanpa tutupan lahan baik yang bersifat
alamiah, semialamiah, maupun artifisial.
Menurut karakteristik permukaannya, lahan
terbuka dapat dibedakan menjadi consolidated
dan unconsolidated surface.
Dst
- Zona pariwisata
- Zona permukiman
- Zona pelabuhan
- Zona pertanian
- Zona hutan
- Zona pertambangan
- Zona industri
- Sempadan pantai
C
Kawasan strategis nasional tertentu
- Kesejahteraan masyarakat
- Pelestarian lingkungan
D
Alur laut
- Alur pelayaran
Peta tutupan lahan dipadukan dengan Peta Rencana Zonasi ini akan
berkaitan erat dengan analisis pola ruang pada indikator pelaksanaan pemanfaatan
ruang. Apabila ditemukan ada suatu tutupan lahan tidak sesuai dengan pola
ruangnya, maka itu berarti terdapat ketidak sesuaian atau terjadi penyimpangan.
Besarnya penyimpangan ini akan dihitung dibagian analisis pola ruang
Analisis pola ruang dapat dimulai dengan menghitung persentase (%) luas
masing-masing jenis penyimpangan terhadap kawasan yang direncanakan dalam
dokumen atau peta tata ruang. Sebagai contohnya adalah bila wujud fisik saat ini
adalah A hektar, luasan kawasan menurut dokumen rencana zonasi ataupun
rencana tata ruang adalah x hektar (ha). Maka penyimpangan yang terjadi sebesar
Bila dalam peta zonasi ataupun tata ruang terdapat 3 kawasan yang menyimpang,
maka nilai penyimpangan seluruhnya adalah :
Xt . Pt n
b= t =1n Pt
a= t =1
X 2t n
t=1
Di mana:
n = banyaknya tahun pengamatan.
Contoh:
Diketahui data hipotetis jumlah penduduk di Kecamatan A adalah sebagai berikut.
Xt . Pt n
b= t =1n =
458
=45.8 Pt 1604
10 a= t =1 = =320.8
X 2
t n 5
t=1
b. Metode Geometrik
Di mana:
Pt = jumlah penduduk pada tahun ke t
P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar
t = jangka waktu dari tahun dasar
r = laju/tingkat pertumbuhan penduduk
Untuk penentuan sektor unggulan dan bukan unggulan tersebut digunakan analisis
Location Quotient (LQ) dengan formulasi:
PDRBir /TPDRBr
LQr = PDRB /TPDRBn
Di mana:
LQr = Location quotient daerah r
PDRBir = PDRB sektor i di daerah r
PDRBr = PDRB total daerah r
PDRBin = PDRB sektor i tingkat nasional
PDRBn = PDRB total nasional
Keterangan:
- Jika LQr > 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor unggulan dengan
tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih besar dari nasional n
- Jika LQr = 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan
dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r sama dengan dari
nasional n
- Jika LQr < 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan
dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih kecil dari
nasional n
Contoh:
Berikut ini adalah hasil analisis LQ untuk wilayah Kab. Malang tahun 2014
berdasarkan data PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (miliar rupiah).
Tabel 7. Tabel hasil analisis LQ untuk wilayah Kab. Malang tahun 2014
PDRB PDRB LQ
No Sektor ekonomi Keterangan
daerah nasional
1 Pertanian 12637.45 1446722.30 1.70 B
2 Pertambangan&Penggalian 978.93 1058750.20 0.18 NB
3 Industri Pengolahan 11560.51 2394004.90 0.94 NB
4 Listrik dan Air Bersih 414.62 81131.00 0.99 B
5 Bangunan 1361.50 1014540.80 0.26 NB
6 Perdagangan,Hotel&Restoan 15304.75 1473559.70 2.02 B
7 Pengangkutan dan 1877.49 745648.20 0.49 B
Komunikasi
8 Keuangan, Persewaan&Jasa
Perusahaan 2223.93 771961.50 0.56 B
9 Jasa-jasa 5708.52 1108610.30 1.00 B
PDRB total 51987.93 10094928.90 1.00
Di mana:
gi,t = laju pertumbuhan ekonomi sektor i pada periode ke t
(%)
PDRBi,t = nilai PDRB sektor i periode ke t
PDRBi,t-1 = nilai PDRB sektor i pada periode sebelumnya (t-1)
Contoh:
angkatan kerja
TPAK x 100
penduduk usia kerja
Dimana:
Dokumen relevan bila R = 4 6
Dokumen tidak relevan bila R <= 3
Simpangan kecil jika nilai B + C = 2
Simpangan besar jika nilai B + C <=
Faktor eksternal tetap jika nilai E = 0
Faktor eksternal berubah jika nilai E = -1 atau E = 1
Berikut ini pembagian detil terkait relevan atau tidaknya dokumen yang sedang
dikaji:
a. Dokumen relevan, simpangan kecil, faktor eksternal tetap
b. Dokumen relevan, simpangan kecil, faktor eksternal berubah
c. Dokumen relevan, simpangan besar, faktor eksternal berubah
d. Dokumen relevan, simpangan besar, faktor eksternal tetap
e. Dokumen tidak relevan, simpangan kecil, faktor eksternal berubah
f. Dokumen tidak relevan, simpangan kecil, faktor eksternal tetap
g. Dokumen tidak relevan, simpangan besar, faktor eksternal berubah
h. Dokumen tidak relevan, simpangan besar, faktor eksternal tetap
Apabila peta tutupan lahan dalam (format shapefile) tersebut masih dalam
sistem koordinat geografis, ubahlah ke dalam sistem proyeksi UTM sesuai
dengan zona-nya
Expor tabel atribut shapefile tersebut ke dalam file format MS Excel (*.xls
atau *.xlsx)
Lakukan pengamatan pada hasil pivot tabel tersebut untuk melihat jenis
tutupan lahan yang dominan serta peresentasenya (%)
Hasil
2.2. Diagram Alir Indikator Kesesuaian dengan perundangan
Hasil
Lakukan pengamatan pada hasil pivot tabel tersebut untuk melihat jenis
tutupan lahan yang berada pada zona yang tidak sesuai, hitung berapa
persentasenya
Hasil
2.4. Diagram Alir Indikator Kependudukan, Sosial-ekonomi dan
Ketenagaankerjaan
2.4.1 Indikator Kependudukan
Menghitung prediksi jumlah penduduk Kabupaten Lamongan pada tahun
2016 dengan metode regresi linier sederhana
Hasil
Hasil
BABKabupaten
Menentukan keadaan ekonomi 3 Lamongan dengan
mengidentifikasi presentase
HASIL PRAKTIKUMdependency rate (DR)
Hasil
BAB 3. HASIL PRAKTIKUM
dan
Adapun model regresi linier dari prediksi jumlah penduduk pada tahun
2016 yaitu:
Pt = a + b.Xt
Setelah mendapatkan hasil nilai maupun jumlah dari XtPt dan Xt2 pada tiap
kecamatan di Kabupaten Lamongan tahun 2010 dan 2015 maka dapat diprediksi
jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Lamongan pada tahun 2016
dengan menggunakan rumus a dan b serta model regresi linier di atas. Perhitungan
prediksi jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Lamongan pada tahun
2016 selengkapnya disajikan dalam Tabel 19.
Tabel 21. Hasil analisis LQ untuk wilayah Kabupaten Lamongan tahun 2015
(miliar rupiah)
PDRB PDRB
No. Sektor ekonomi LQ Keterangan
daerah nasional
1. Pertanian, 11.520,12 1.560.399,3 2,86 B
Kehutanan, dan
Perikanan
2. Pertambangan dan 392,90 879.399,6 0,17 NB
Penggalian
3. Industri 2.088,37 2.405.408,9 0,34 NB
Pengolahan
4. Pengadaan Listrik 15,17 131.264,2 0,04 NB
dan Gas
5. Pengadaan Air, 29,17 8.606,0 1,31 B
Pengelolaan
Sampah
6. Konstruksi 3.028,16 1.193.346,1 0,98 NB
7. Perdagangan Besar 5.404,69 1.534.067,3 1,37 B
dan Eceran,
Reparasi
8. Transportasi dan 219,63 578.963,9 0,15 NB
Pergudangan
9. Penyediaan 405,14 341.790,2 0,46 NB
Akomodasi dan
Makan Minum
10. Informasi dan 1.795,79 406.887,6 1,71 B
Komunikasi
11. Jasa Keuangan dan 596,17 464.734,6 0,50 NB
Asuransi
12. Real Estate 588,95 329.796,9 0,69 NB
13. Jasa Perusahaan 75,41 190.267,9 0,15 NB
14. Administrasi 1.158,18 450.733,1 1,00 B
Pemerintah,
Pertahanan dan
Keamanan
15. Jasa Pendidikan 744,19 388.682,6 0,74 NB
16. Jasa Kesehatan 234,36 123.410,3 0,74 NB
dan Kegiatan
Sosial
17. Jasa Lainnya 534,92 190.579,5 1,09 B
PDRB TOTAL 28.831,32 11.178.338 1,00
Selain menetukan sektor unggulan (basis) atau bukan unggulan (non basis)
dari Kabupaten Lamongan pada tahun 2015, juga diperlukan analisis terhadap laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lamongan pada tahun tersebut yang disajikan
pada Tabel 22 dengan menggunakan rumus:
633.048
= 922.451 x 100%
= 68,63%
Laki-laki Perempuan
270.601+172.897
= 898.758 x100%
443.498
= 898.758 x100%
= 49,35%
BAB 4. PEMBAHASAN
Hasil yang didapatkan dari tabel 3.1 adalah presentase lahan tertinggi terletak
pada tutupan lahan hutan tanaman industri (HTI) yaitu 49% terendah pada tubuh
air 1%. Dari tabel tutupan lahan ,hutan mangrove sekunder dan tubuh air
termasuk tutupan lahan alami selain dua itu termasuk tutupan lahan buatan. Dari
hasil tabel diatas juga didapatkan jumlah presentase tutupan lahan alami diperoleh
sebesar 4 % sedangkan tutupan lahan buatan 96 %.
Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu
lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan
serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga
dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha
pemeliharaan kelestariannya. Pengembangan daerah yang optimal dan
berkelanjutan membutuhkan suatu pengelolaan keruangan wilayah pesisir yang
matang. Berkaitan dengan hal tersebut, maks kajian tentang model pengelolaan
dan arahan pemanfaatan wilayah pesisir yang berbasis digital dengan
menggunakan SIG merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dikaji lebih
lanjut (Fauzi et al., 2009).
Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa nilai tutupan lahan alami
diperoleh sebesar 4% dan untuk kriteria penilaian tutupan lahan alami pada daerah
Lamongan termasuk golongan tutupan alami rendah (0-25%) yaitu dengan nilai -1
(minus satu). Nilai tutupan lahan buatan lebih tinggi daripada tutupan lahan alami.
Jadi dominasi tutupan lahan buatan daripada tutupan lahan alami menunjukkan
aktivitas manusia yang intensif.
4.2 Kesesuaian Dengan Perundangan
Hasil yang di dapat pada data tabel 3.2 dapat disimpulkan bahwa wilayah
kabupaten lamongan batas wilayah propinsi 12 mil dari laut tidak sesui dengan
aspek dalam Undang-undang yang ada , sedangkan pada batas wilayah
perenanaan kabupaten 4mil dari laut sudah sesuai dengan Undang-undang yang
ada. Bagian pada kawasan pemanfaatan umum ada beberapa aspek yang sesuai
dengan undang-undang yaitu zona pariwisata, zona permukiman, zona pelabuhan,
zona zona pertanian, zona hutan, zona perikanan tangkap, zona perikanan
budidaya dan zona industri, sedangakan zona pemanfaatan uum yang tidak sesuai
dengan undang-undang yang ada adalah zona pertambangan,zona fasilitas umum
dan zona pemanfaatan air laut selain energi. Pada zona pemanfaatan lainya ada
beberapa zona yang sesuai dengan undang-undang yang ada yaitu kawasan
konservasi, kawasan konsevasi pesisir dan pulau-pulau kecil dan kawasan
konservasi perairan, sedangkan yang tidak sesuai dengan undang-undang yang
ada yaitu kawasan konsevasi maritim. Selanjutnya data sempa dan pantai kawasan
stategis nasional tertentu, semua aspek yaitu, pengellaan batas-batas maritim,
pertahanan dan keamanan negara, pengelolahan situs warisan dunia, dan
kesejahteraan masyarakat tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. Pada
pelestarian air laut, aspek alur pelayaran telah sesuai dengan undang-undang yang
ada, sedangan aspek pipa kabel bawah laut dan migrasi biota laut tidak sesuai
dengan undang undang yang ada. Selanjutnya, hasil dari indikator penilaian
kesesuai dengan perundangan, diperoleh hasil sebesar 46% dan termasuk kedalam
kriteria kesesuaian perundang-undangan sedang (25-50%) dengan penilaian 0.
Menurut Susanto (2009) dalam Rahmawati et.al (2010), Wilayah
Kabupaten Malang yang mempunyai batas fisik langsung dengan garis pantai
merupakan lokasi yang berpotensi dapat diandalkan dalam perekonomian wilayah
dalam hal pengembangan budidaya ikan dan pendapatan dalam sektor perikanan
laut, dimana saat ini juga didukung oleh keberadaan Pelabuhan Perikanan
Nusantara Brondong yang mempunyai skala pelayanan regional. Selain potensi
perairan laut terdapat beberapa wilayah Kabupaten Lamongan yang mempunyai
potensi perairan tambak, dengan potensi andalannya berupa produksi bandeng dan
udang. Sektor perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Lamongan memiliki
potensi sumber daya manusia yang bekerja sebagai nelayan sebanyak 15.099
jiwa,dengan didukung jumlah armada tangkap 5.487 unit perahu. Pembagian
luasan lahan area budidaya perikanan menurut jenis budidayanya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Diposaptono et al. (2014), berdasarkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 34/PERMEN-KP/2014 tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menawarkan upaya
pengelolaan sumber daya di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil melalui
penetapan alokasi ruang ke dalam zona-zona. Salah satu zona tersebut adalah zona
perikanan tangkap yang terdiri atas sub zona pelagis dan demersal.
Dari literatur pembanding yang digunakan, disimpulkanbahwa
perencanaan kawasan yang terdapat pada wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau
kecil kabupaten Lamongan oleh pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan
undang-undang No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisisr dan
Pulau-Pulau Kecil pada pasal 16 ayat 3. Dimana hasil praktikum yang diperoleh
dari peta pola ruang RZWP3K Kabupaten Lamongan termasuk dalam tiga
kawasan kewenangan kabupaten/kota. Pada pengolahan data RZWP-3K
kabupaten lamongan diketahui dari 26 kriteria yang diamati, 12 diantaranya sesuai
dengan undang-undang yang berlaku sedangkan 14 sisanya belum sesuai dengan
undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten lamongan
harus membenahi 14 kriteria RZWP-3K tersebut agar sesuai dengan undang-
undang yang ada.
Relevansi (R) =
A+B+C+D+E+F
Didapatkan hasil :
A. Tutupan lahan : -1
B. Kesesuaian dengan perundangan :1
C. Pemanfaatan ruang :0
D. Pertumbuhan penduduk : -1
E. Pertumbuhan ekonomi :0
F. Ketenaga kerjaan : -1
Dimana:
Dokumen relevan bila R = 4 6
Dokumen tidak relevan bila R <= 3
Simpangan kecil jika nilai B + C = 2
Simpangan besar jika nilai B + C <= 2
Faktor eksternal tetap jika nilai E = 0
Faktor eksternal berubah jika nilai E = -1 atau E = 1