KATA KUNCI
Herpes neonatus Virus Herpes Simpleks Herpes genital
Transmisi ibu ke anak Terapi antivirus
CATATAN PENTING
Sebagian besar wanita yang menularkan virus herpes simpleks (HSV) ke bayi mereka
biasanya tidak mengetahui riwayat herpes genitalnya.
Klasifikasi klinis untuk infeksi HSV neonatus (kulit, mata, dan / atau mulut; sistem
saraf pusat, dan penyakit diseminata) adalah faktor prediktif untuk morbiditas dan
mortalitas.
Asiklovir intravena, 60 mg / kg / hari terbagi setiap 8 jam masih merupakan
pengobatan pilihan untuk pengelolaan akut infeksi HSV neonatal.
Dosis oral supresif asiklovir selama enam bulan setelah dilakukan pengobatan awal
akan mememperbaiki hasil perkembangan saraf dan mengurangi frekuensi
kekambuhan kulit, meskipun beberapa pasien masih memiliki morbiditas yang
signifikan dari penyakit mereka.
PENDAHULUAN
Infeksi virus herpes simpleks (HSV) sangat umum di seluruh dunia dan
memberikan beban penyakit yang besar, termasuk infeksi yang berpotensi mengancam
nyawa, pada semua kelompok umur. Infeksi genital HSV sangat umum pada remaja dan
orang dewasa, dan membawa risiko penularan dari ibu ke anak (MTCT) ketika terjadi
pada wanita hamil. Infeksi HSV neonatus lebih jarang terjadi, terutama mengingat
tingginya prevalensi infeksi HSV pada populasi umum, tetapi hal ini bisa menjadi infeksi
serius dan sering invasif dimana seorang dokter harus menyadarinya. Meskipun kemajuan
modalitas diagnostik dan terapeutik telah memeperbaiki hasil klinis dalam beberapa
dekade terakhir, infeksi HSV neonatus tetap menjadi penyebab signifikan morbiditas dan
mortalitas pada populasi yang rentan ini. Artikel ini menawarkan gambaran dari proses
penyakit, epidemiologi, pertimbangan diagnostik dan terapeutik klinis, hasil, dan
komplikasi potensial. Penelitian yang sedang berlangsung dan di masa mendatang yang
dirancang baik untuk mencegah MTCT maupun mengoptimalkan intervensi terapeutik
pada bayi masih diperlukan.
DESKRIPSI PATOGEN
HSV digolongkan menjadi 2 jenis virus berbeda: tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-
2), yang keduanya berhubungan dengan penyakit neonatal. HSV-1 dan HSV-2
dikategorikan dalam subfamili alpha virus herpes dari keluarga virus DNA Herpesviridae,
bersama dengan virus varicella zoster. Sebagai sebuah subfamili, virus herpes alfa ditandai
dengan siklus replikatif pendek, kerusakan sel inang, dan kemampuan untuk membangun
latensi seumur hidup dalam ganglia saraf sensoris setelah infeksi primer.1
HSV-1 dan HSV-2 adalah virion berselubung besar ditandai dengan nukleokapsid
ikosahedral yang tersusun di sekitar inti linear, DNA untai ganda. Selubung lipid dan
nukleokapsid dipisahkan oleh tegument protein yang melekat erat. Selubung lapisan lipid
ganda HSV tertanam pada glikoprotein permukaan yang memediasi perlekatan dan
masuknya ke dalam sel inang dan bertanggung jawab untuk membangkitkan respon inang.
Selubung glikoprotein gB, gD, gH, dan gL telah terbukti menjadi lokasi masuk yang
penting ke dalam sel.2 Replikasi virus dalam sel terinfeksi HSV terjadi melalui kaskade
langkah termasuk perlekatan di permukaan sel, masuknya genom virus ke dalam nukleus,
transkripsi, sintesis DNA, perakitan kapsid, pembungkusan DNA, pembentukan selubung
melalui jalur jaringan trans-Golgi, dan kemudian keluar sebagai virion baru karena sel
inang dihancurkan.
Genom HSV-1 dan HSV-2 memiliki sekitar 50% homologi, sehingga
terjadi reaktivitas silang antigenik yang signifikan.3 Glikoprotein tipe-spesifik, seperti
glikoprotein G (GG-1 dan GG-2 masing-masing untuk HSV-1 dan HSV-2),
memungkinkan diferensiasi dari 2 jenis virus melalui respon antibodi antigen spesifik.
Diferensiasi tipe HSV dapat juga dicapai dengan restriksi sidik jari endonuklease,
pengurutan DNA, dan jauh lebih baik dengan real-time polymerase chain reaction
(PCR).4-6
FAKTOR RISIKO
Infeksi HSV neonatus paling sering didapatkan dalam setting infeksi herpes genital
ibu yang di dalamnya ada pelepasan virus dari saluran genital pada atau sekitarnya saat akan
melahirkan. Faktor risiko terkena herpes genital meliputi:
Jenis kelamin perempuan
Pendapatan keluarga yang rendah
Kelompok etnis minoritas
Durasi aktivitas seksual yang lebih lama
Riwayat penyakit dahulu tentang infeksi menular seksual lainnya
Jumlah pasangan seksual yang lebih tinggi7
Wanita dengan tidak ada bukti serologis infeksi HSV sebelumnya memiliki
kesempatan hampir 4% dari didapatkannya HSV-1 atau HSV-2 selama kehamilan (infeksi
primer episode pertama), sedangkan wanita yang seronegatif untuk HSV-2 tetapi
seropositif untuk HSV-1 memiliki kesempatan 2% tertular HSV-2 selama kehamilan
(episode pertama infeksi non primer).8 Reaktivasi virus dari latensi dan selanjutnya
translokasi virus antegrad dari ganglia saraf sensorik menuju kulit dan permukaan mukosa
dapat terjadi juga selama kehamilan (infeksi berulang). Lesi genital berulang
menimbulkan risiko transmisi ke bayi yang signifikan lebih rendah untuk terkena infeksi
primer episode pertama (2% vs 57%), mungkin karena adanya antibodi protektif
transplasenta serta hanya ada sejumlah lebih kecil virus untuk jangka waktu yang lebih
singkat dalam saluran kelamin pada infeksi berulang.9
Dalam upaya untuk mengurangi risiko MTCT dari ibu pada episode primer
pertama atau episode infeksi non primer pertama, keterbatasan utama adalah kesulitan
dalam mengidentifikasi secara tepat dari infeksi asimptomatik atau subklinis dimana
mereka terlewatkan atau salah didiagnosis. Satu studi menunjukkan bahwa hampir 80%
dari perempuan yang menularkan HSV pada bayi mereka tidak mengetahui riwayat lesi
HSV genitalnya, baik sebelumnya ataupun pada saat persalinan.10
Selain untuk membedakan risiko dari transmisi kepada neonatus yang terlihat pada
infeksi primer versus infeksi genital berulang ibu, beberapa faktor risiko lain9,11 untuk
infeksi HSV MTCT telah diidentifikasi:
Persalinan per vaginam (vs bedah sesar)
Penggunaan elektroda kulit kepala janin atau instrumentasi invasif lainnya
(gangguan perlindungan kulit bayi)
Ibu yang terinfeksi dengan HSV-1 (vs HSV-2)
Deteksi HSV-1 atau HSV-2 dari leher rahim atau genitalia eksternal pada saat
persalinan (via PCR atau kultur virus)
Durasi pecah ketuban berkepanjangan
KOLERASI KLINIS
MTCT dari infeksi HSV dapat terjadi pada satu dari tiga periode waktu:
Peripartum (85%)
Postpastum (10%)
Di uterus (%%)
Transmisi HSV di uterus, juga dikenal sebagai transmisi bawaan atau antepartum,
adalah rute yang paling tidak umum MTCT, dengan tingkat transmisi diperkirakan dari 1
dari 300.000 persalinan di Amerika Serikat.29 Hal ini muncul dengan gejala yang berbeda
(Tabel 1) dan sudah tampak pada saat lahir. Infeksi HSV intrauterin telah ditemukan
terjadi pada baik infeksi HSV maternal primer maupun berulang,30 meskipun risiko dari
infeksi berulang lebih jarang.
Transmisi peripartum dari HSV adalah rute yang paling umum dari MTCT dan
dapat terjadi ketika ada penularan simptomatis atau asimtomatis virus dari saluran genital
pada saat persalinan. Mirip dengan transmisi peripartum, transmisi postpartum juga terjadi
sebagai akibat dari kontak langsung dengan infeksi virion HSV, meskipun tidak terekspos
selama melawati jalan lahir, paparan biasanya berasal dari kontak dengan lesi orolabial
atau kulit pada orang yang terinfeksi HSV.
Tabel1. Manifestasi klinis dari infeksi HSV kongenital
Kulit Neurologi Okuler
Lesi herpetika aktif Mikrosefali Atrofi optic
Jaringan parut Kalsifikasi intracranial Koriorenitis
Aplasia kutis Hidraensefali Microftalmia
Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi
Klasifikasi klinis adalah faktor prediksi dari morbiditas dan mortalitas dan
membantu dalam mendefinisikan durasi terapi antivirus yang dibutuhkan.9,31-34 Menurut
definisi, penyakit SEM tidak melibatkan SSP atau sistem organ lainnya. Bayi dengan
penyakit SSP akibat HSV mungkin memiliki keterlibatan mukokutan, tetapi mereka tidak
memiliki bukti keterlibatan sistem organ lainnya. Infeksi HSV diseminata mungkin
melibatkan sistem organ multipel, termasuk SSP; hati; paru-paru; adrenal; saluran
pencernaan; dan / atau kulit, mata, atau mulut. 35 Secara keseluruhan, sekitar setengah dari
semua bayi dengan infeksi HSV neonatus memiliki beberapa bentuk keterlibatan SSP,
apakah sebagai komponen penyakit diseminata atau dalam penyakit SSP tersendiri. Studi
tentang riwayat alami infeksi HSV neonatus telah menggambarkan distribusi klinis yang
diharapkan dari kategori penyakit.35 SEM berkontribusi terhadap sekitar 45% penyakit
dari infeksi HSV neonatus, penyakit SSP menambah kontribusi sebesar 30%, dan penyakit
diseminata berkontibusi sebanyak 25% sisanya.
TES DIAGNOSTIK
Isolasi HSV melalui kultur virus masih merupakan metode definitif dalam
mendiagnosis infeksi HSV neonatal, meskipun deteksi DNA HSV dengan PCR kualitatif
dari cairan serebrospinal (CSF) adalah metode rutin yang dapat diterima untuk
menetapkan keterlibatan SSP pada infeksi HSV neonatus. Studi serologi tidak secara rutin
direkomendasikan untuk tujuan diagnostik infeksi HSV neonatus.
Sebelum memulai asiklovir parenteral empirik pada bayi dengan dugaan infeksi
HSV neonatus, spesimen diagnostik berikut37 harus diperoleh:
1. Swab spesimen dari mulut, nasofaring, konjungtiva, dan anus (kultur permukaan)
untuk kultur HSV dan, jika diinginkan, untuk PCR HSV
2. Spesimen dari vesikel kulit dan CSF masing-masing untuk kultur HSV dan PCR
3. Sampel darah untuk PCR HSV
4. Sampel darah untuk mengukur SGPT
Memperoleh sampel darah untuk PCR HSV bisa bermanfaat untuk menetapkan
diagnosis infeksi HSV neonatus, terutama pada bayi yang muncul tanpa lesi kulit.38 PCR
darah HSV bisa positif pada sebagian besar pasien dengan infeksi HSV neonatus terlepas
dari klasifikasi klinis mereka39 dan karena itu tidak boleh digunakan untuk menentukan
luasnya penyakit atau durasi pengobatan yang tepat. Dalam beberapa kasus, PCR darah
HSV adalah satu-satunya tes diagnostik positif, yang menunjukkan bahwa diagnosis
mungkin terlewatkan atau tertunda secara signifikan tanpa melakukan pengujian ini.
Sebuah laporan terbaru oleh Melvin dan rekannya39 menjelaskan tentang manfaat
potensial dari penilaian kuantitatif DNA HSV darah. Hal ini menunjukkan bahwa kadar
DNA HSV plasma pada saat muncul gejala klinis berkorelasi dengan klasifikasi klinis
penyakit HSV neonatus, dimana konsentrasi DNA HSV yang lebih tinggi terlihat pada
bayi yang diklasifikasikan sebagai memiliki infeksi HSV diseminata.40 Namun, PCR HSV
kuantitatif dari darah tidak secara rutin digunakan untuk menentukan klasifikasi penyakit
sampai lebih banyak data telah tersedia.
Sedikit yang diketahui tentang apakah PCR yang persisten positif dalam darah
secara klinis berkorelasi dengan resolusi atau hasil penyakit dalam hal infeksi HSV
neonatus. PCR HSV darah mungkin tetap positif di sepanjang perjalanan pengobatan
antiviral tetapi signifikansi klinisnya masih belum diketahui. Saat ini, tes PCR HSV serial
dari darah tidak direkomendasikan sebagai sarana untuk memantau respon terhadap terapi.
PENGOBATAN
Pengenalan yang cepat dan inisiasi terapi antiviral empiris memiliki manfaat besar
dalam pengobatan infeksi HSV neonatus. Hasil terbaik akan terlihat ketika terapi antiviral
yang tepat dimulai sebelum timbulnya replikasi virus yang signifikan dalam SSP atau
diseminata luas di seluruh tubuh.
Antiviral awal seperti idoxuridine dan vidarabine telah dievaluasi dan terbukti
memiliki tolerabilitas dan kemanjuran terbatas, tetapi asiklovir kemudian dilisensikan
pada tahun 1982 dan ditemukan memiliki perbaikan profil keamanan yang memungkinkan
diberikannya dosis yang lebih tinggi dan, kemudian, meningkatkan khasiat. Asiklovir,
yang diberikan secara intravena dengan dosis 60 mg / kg / hari terbagi setiap 8 jam, masih
menjadi pengobatan pilihan untuk infeksi HSV neonatus.
Rekomendasi perawatan saat ini adalah:
Mulailah asiklovir intravena empiris dengan dosis 60 mg / kg / hari terbagi setiap 8
jam dalam semua kasus yang dicurigai atau dikonfirmasi sebagai infeksi HSV
neonates
Jika evaluasi diagnostik adalah positif, asiklovir intravena diteruskan untuk:
o 14 hari pada penyakit SEM
o Setidaknya 21 hari pada penyakit SSP atau penyakit diseminata
Ketika ada keterlibatan SSP, pengambilan pungsi lumbal berulang harus dilakukan
menjelang akhir terapi untuk mendokumentasikan bahwa CSF adalah negatif untuk
DNA HSV pada uji PCR; jika hasil PCR tetap positif menjelang akhir perjalanan
pengobatan 21 hari, asiklovir intravena harus dilanjutkan selama seminggu lagi,
dengan uji PCR CSF berulang dilakukan menjelang perpanjangan akhir masa
pengobatan dan terapi parenteral selama seminggu lagi jika tetap positif 37
Setelah menyelesaikan terapi parenteral secara penuh, berikan terapi supresif
asiklovir oral pada dosis 300 mg / m2 / dosis, 3 kali sehari selama 6 bulan
Pantaulah jumlah neutrofil absolut di minggu kedua dan keempat terapi supresif
dan kemudian bulanan sepanjang sisa masa pengobatan supresif oral; jika hitung
jumlah neutrofil absolut menurun secara reprodusibilitas hingga kurang dari 500
sel / L, asiklovir harus dipertahankan sampai hitung jumlah neutrofil pulih.
Tabel 2. Mortalitas dan gangguan perkembangan saraf pada infeksi HSV neonatus
Mortalitas pada 1 tahun Gangguan perkembangan saraf
(%) (%)
Pengobatan Diseminat SSP Diseminata SSP
a
Era sebelum antiviral 32 85 50 50 67
Vidarabine41 50 14 42 43
Asiklovir 61 14 40 71
(30mg/kg/hr)41
Asiklovir 29 4 17 69
(60mg/kg/hr) 34
Asiklovir Tidak bisa Tidak 31a
(60mg/kg/dosis) diterapkan bisa
diikuti 6 bulan terapi diterapka
supresif asiklovir oral n
(300mg/ m2/dosis
diberikan 3 kali
sehari)42
a
Termasuk bayi dengan penyakit SSP serta bayi dengan keterlibatan SSP pada setting
penyakit diseminata
RINGKASAN
Infeksi HSV sangat umum dan merata di seluruh dunia, yang menyebabkan
spektrum penyakit yang luas pada semua kelompok umur. Didapatkannya baik HSV-1
ataupun HSV-2 menyebabkan infeksi seumur hidup yang ditandai oleh reaktivasi periodik.
Paparan neonates terhadap HSV adalah umum terjadi, tetapi MTCT masih rendah.
Meskipun jarang, infeksi HSV neonatus dapat dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas
yang signifikan, terutama jika ada penyebaran atau keterlibatan SSP. Meskipun 3 dekade
terakhir telah terdapat perbaikan besar dalam kemampuan diagnostik dan terapeutik, hasil
klinis yang buruk masih sering diperoleh. Masih amat dibutuhkan untuk penelitian lebih
lanjut tentang metodologi baru untuk melakukan pencegahan didapatkannya infeksi HSV
pada wanita usia subur, berhentinya MTCT, skrining untuk penyebaran asimtomatik pada
saat persalinan, dan pengembangan terapi antivirus baru, termasuk terapi kombinasi,
dengan memperbaiki efektivitasnya.