Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini
masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan
masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan
partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat
salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian
cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat termasuk perawat spesialis
komunitas perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut
dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali
adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jenjang kemitraan di
masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam
masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada
keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001).
Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki
tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota
masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam
konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-
resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki keterampilan memahami dan
bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari kemitraan dalam promosi kesehatan kesehatan?
2. Apa saja kesehatan itu?
3. Apa ruang lingkup kemitraan itu?
4. Apa saja prinsip-prinsip kemitraan dalam pendidikan dan promosi kesehatan di
masyarakat itu?
5. Apa saja kah model-model dalam kemitraan itu?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembelajaran dari kemitraan dalam promosi dan pendidikan kesehatan
yaitu :
1. Bidan dapat mengetahui pengertian dari kemitraan dalam bidang kesehatan.
2. Bidan dapat mengetahui unsur-unsur kemitraan dalam bidang kesehatan.
3. Bidan dapat mengetahui ruang lingkup kemitraan.
4. Bidan dapat mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip kemitraan dalam pendidikan dan
promosi kesehatan di masyarakat.
5. Bidan dapat mengetahui dan menjelaskan model-model dalam kemitraan.
BAB II
PEMBAHASAN

KEMITRAAN DALAM PROMOSI KESEHATAN

A. Pengertian Kemitraan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata mitra adalah teman, kawan
kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama
sebagai mitra.Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Menurut Notoatmodjo (2003), Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Depkes (2006) dalam promosi kesehatan Online mengemukana
bahwa Kemitraan adalah hubungan (kerjsama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan
kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat)

B. Tujuan Kemitraan
Tujuan umum :
Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan upaya
pembangunan pada umumnya.
Tujuan khusus :
1. Meningkatkan saling pengertian
2. Meningkatkan saling percaya
3. Meningkatkan saling memerlukan
4. Meningkatkan rasa kedekatan
5. Membuka peluang untuk saling membantu
6. Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan
7. Meningkatkan rasa saling menghargai
Hasil yang diharapkan :
Adanya percepatan, efektivitas dan efisiensi berbagai upaya termasuk kesehatan.

C. Sasaran Kemitraan

D. Prinsip Prinsip Kemitraan


1. Saling menguntungkan (mutual benefit)
Saling menguntungkan disini bukan hanya materi tetapi juga non materi, yaitu dilihat
dari kebersamaan atau sinergisme dalam mencapai tujuan
2. Pendekatan berorientasi hasil
Tindakan kemanusiaan yang efektif harus didasari pada realitas dan berorientasi pada
tindakan. Hal ini membutuhkan koordinasi yang berorientasi hasil dan berbasis pada
kemampuan efektif dan kapasitas operasional yang konkrit
3. Keterbukaan (transparansi)
Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan tiapanggota mitra harus diketahhui oleh
anggota yang lain Transparansi dicapai melalui dialog (pada tingkat yang setara)
dengan menekankan konsultasi dan pembagian informasi terlebih dahulu. Komunikasi
dan transparansi, termasuk transparansi finansial, membantu meningkatkan
kepercayaan antar organisasi
4. Kesetaraan
Masing-masing pihak yang bermitra harus merasa duduk sama rendah dan berdiri
sama tinggi, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain.
Kesetaraan membutuhkan rasa saling menghormati antar anggota kemitraan tanpa
melihat besaran dan kekuatan. Para peserta harus saling menghormati mandat
kewajiban dan kemandirian dari anggota yang lain serta memahami keterbatasan dan
komitmen yang dimiliki satu sama lain. Sikap saling menghormati tidak menghalangi
masing-masing organisasi untuk terlibat dalam pertukaran pendapat yang konstruktif
5. Tanggung Jawab
Organisasi kemanusiaan memiliki tanggung jawab etis terhadap satu sama lain dalam
menempuh tugas-tugasnya secara bertanggung jawab dengan integritas dan cara yang
relevan dan tepat. Organisasi kemanusiaan harus meyakinkan bahwa mereka hanya
akan berkomitmen terhadap sesuatu kegiatan ketika mereka memang memiliki alat,
kompetensi, keahlian dan kapasitas untuk mewujudkan komitmen tersebut.
Pencegahan yang tegas dan jelas terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh para
pekerja kemanusiaan harus menjadi usaha yang berkelanjutan
6. Saling Melengkapi
Keragaman dari komunitas kemanusiaan adalah sebuah aset bila dibangun atas
kelebihan-kelebihan komparatif dan saling melengkapi kontribusi yang satu dengan
yang lain. Kapasitas lokal adalah salah satu aset penting untuk ditingkatkan dan
menjadi dasar pengembangang. Ketika memungkinkan, organisasi-organisasi
kemanusiaan harus berjuang untuk menjadikan aset lokal sebagai bagian integral dari
tindakan tanggap darurat dimana hambatan budaya dan bahasa harus diatasi.
Prinsip-prinsip kemitraan menurut WHO untuk membangun kemitraan kesehatan
1 Policy-makers (pengambil kebijakan)
2 Health managers
3 Health professionals
4 Academic institutions
5 Communities institutions
E. Unsur pokok kemitraan
F. Tahapan kemitraan
Untuk mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri atas 3 tahap
yaitu:
1. Kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri
2. Kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah
3. Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor lintas bidang
dan lintas organisasi, yang mencakup:
a) Unsur pemerintah
b) Unsur swasta atau dunnia usaha
c) Unsur LSM da organisasi massa
d) Unsur organisasi profesi

G. Model kemitraan
Terdapat lima model kemitraan yang cenderung dapat dipahami sebagai sebuah
ideologi kemitraan, sebab model tersebut merupakan azas dan nafas kita dalam
membangun kemitraan dengan anggota masyarakat lainnya. Model kemitraan tersebut
antara lain:
1. Kepemimpinan (manageralism) (Rees, 2005),
2. Pluralisme baru (new-pluralism),
3. Radikalisme berorientasi pada negara (state-oriented radicalism),
4. Kewirausahaan (entrepreneurialism) dan
5. Membangun gerakan (movement-building) (Batsler dan Randall, 1992).

Berkaitan dengan praktik keperawatan komunitas di atas, maka model kemitraan yang
sesuai untuk mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya pengembangan derajat
kesehatan masyarakat dalam jangka panjang adalah model
kewirausahaan(entrepreneurialism). Model kewirausahaan memiliki dua prinsip utama,
yaitu prinsip otonomi (autonomy) kemudian diterjemahkan sebagai upaya advokasi
masyarakat dan prinsip penentuan nasib sendiri (self-determination) yang selanjutnya
diterjemahkan sebagai prinsip kewirausahaan.

Menurut penulis model kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada


pengembangan model praktik keperawatan komunitas dan model kemitraan dalam
pengorganisasian pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Praktik keperawatan
mandiri atau kelompok hubungannya dengan anggota masyarakat dapat dipandang
sebagai sebuah institusi yang memiliki dua misi sekaligus, yaitu sebagai institusi ekonomi
dan institusi yang dapat memberikan pembelaan pada kepentingan masyarakat terutama
berkaitan dengan azas keadilan sosial dan azas pemerataan bidang kesehatan. Oleh
karenanya praktik keperawatan sebagai institusi sangat terpengaruh dengan dinamika
perkembangan masyarakat (William, 2004; Korsching & Allen, 2004), dan perkembangan
kemasyarakatan tentunya juga akan mempengaruhi bentuk dan konteks kemitraan yang
berpeluang dikembangkan (Robinson, 2005) sesuai dengan slogan National Council for
Voluntary Organizations (NCVO) yang berbunyi :New Times, New Challenges (Batsler
dan Randall, 1992).

Pada bagian lain, saat ini mulai terlihat kecenderungan adanya perubahan pola
permintaan pelayanan kesehatan pada golongan masyarakat tertentu dari pelayanan
kesehatan tradisional di rumah sakit beralih ke pelayanan keperawatan di rumah
disebabkan karena terjadinya peningkatan pembiayaan kesehatan yang cukup besar
dibanding sebelumnya (Depkes RI, 2004a, 2004b; Sharkey, 2000; MacAdam, 2000).
Sedangkan secara filosofis, saat ini telah terjadi perubahan paradigma sakit yang
menitikberatkan pada upaya kuratif ke arah paradigma sehat yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Sehingga
situasi tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan praktik keperawatan
komunitas beserta pendekatan kemitraan yang sesuai di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai