Anda di halaman 1dari 9

A.

Manifestasi Klinik

Kenaikan tekanan intra cranial sering memberikan gejala klinis yang dapat dilihat seperti :
1. Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang
sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena
selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan
dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial.
Juga lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis
akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala
dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta
jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa
posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.
2. Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai
dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah
tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan
mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.
3. Kejang
Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan
gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang
akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior
kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968)
mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat
korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam
dari himisfer, batang otak dan difossa posterior.
4. Papil edema
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Karena
tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga
terjadilah edem papil. Barley dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem
ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak.
5. Gejala lain yang ditemukan:
False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor
yang bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin
Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor yaitu :
i. Tumor lobus frontalis
Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya gangguan fungsi
intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:
- apatis dan masa bodoh
- euforia
Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut. Bila
masa tumor menekan jaras motorik maka akan menyebabkan hemiplegi
kontralateral. Tumor pada lobus yang dominan akan menyebabkan afasia
motorik dan disartri.
ii. Tumor lobus parietalis
Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan kejang umum atau
fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila tumor terletak pada lobus yang
dominan dapat menyebabkan afasia sensorik atau afasia sensorik motorik,
agrafia dan finger agnosia.
iii. Tumor lobus temporalis
Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat menyebabkan
hemianopsia kontralateral, bangkitan psikomotor atau bangkitan kejang yang
didahului oleh auraolfaktorius, atau halusinasi visual dari bayangan yang
kompleks. Tumor yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat
menyebabkan afasia sensorik motorik atau disfasia.
iv. Tumor lobus oksipitalis
Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan lapangan
pandang kuadrantik yang kontralateral atau hemianopsia dimana makula
masih baik. Dapat terjadi bangkitan kejang yang didahului oleh aura berupa
kilatan sinar yang tidak berbentuk.
v. Tumor fossa posterior
Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi cairan
serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi intrakranial.
Keluhan nyeri kepala, muntah dan papil edem akan terlihat secara akut,
sedangkan tanda-tanda lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.
B. Penatalaksanaan Medis
A. Penatalaksanaan Umum
Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari
hipotensi (tekanan darah sistol 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar
dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain adalah :
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45, dengan tujuan memperbaiki
venous return
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral,
sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan
akhirnya juga akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
3. Mencegah dan mengatasi kejang
4. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
5. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5C
Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi
peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa
berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini
pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK.
6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit
Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan
terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya
sel-sel neuron.
7. Hindari kondisi hiperglikemia
8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau
vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi.

9. Atasi hipoksia
Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob,
sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam
laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan
menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan
peningkatan TIK.
10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti
batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan.
B. Tatalaksana Khusus
1. Mengurangi efek massa
Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan
intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial
tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya.
Sebagian dari kondisi tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk
mengurangi efek massa.
Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter
terhadap terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.
2. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau
terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan
pasien ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK
refrakter, tetapi beresiko terjadinya myopati/neuropati dan dapat mengaburkan
kejang.
3. Mengurangi volume cairan serebrospinal
Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan
hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi
meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini
yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter
lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus
atau ada/tidaknya massa intrakranial.
Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila
diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau
hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura
daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan
serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya
adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan
isotonik jika CPP <60 mmHg. (CPP = MAP-TIK).
5. Mengurangi volume darah intravaskular
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH
sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan
mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan
terjadi sangat cepat dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan
tindakan yang efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan
menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam keadaan
emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai
PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%.
Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko
iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang
singkat.
Indikasi hiperventilasi
a. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :
Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial.
Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut
kemunduran neurologis.
b. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif
terhadap sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik.
Hindari ventilasi bila :
a. Jangan digunakan untuk profilaksis
b. Hindari hiperventilasi yang panjang
Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu,
pertimbangkan untuk monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari
iskemik serebri
c. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan
hiperventilasi jika pCO2 =30-35 mmHg
d. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg
Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap
CBF dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas
darah yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding
terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan
mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan
berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan
vasodilatasi sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian strategi yang
sangat penting dalam menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan
sampai turun dibawah 30%.
6. Terapi osmotik
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin
hipertonik memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas
darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah.
a. Salin hipertonik : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit
melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar
Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin
hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72
jam untuk mencegah terjadinya edema rebound.
b. Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti
dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar
osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam.
Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit,
dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.
Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini
masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut:
1. Menurunkan TIK :
a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas
darah dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan
menurunkan TIK dalam beberapa menit.
b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema
cairan dari parenkim otak.
2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah.
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian
mannitol yaitu sebagai berikut :
a. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi
sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema
otak. Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering)
untuk mencegah rebound TIK.
b. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan
jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana
dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya.
c. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut
khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-
obatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal
sebelumnya.

Tabel. Terapi osmotik


Pemberian Efek samping Digunakan Hindari bila
Salin Dapat diberikan dg Overload volume, Ingin CHF
hipertonik infus berlanjut, edem pulmonal, meningkatkan dekompensata,
memperbaiki CPP, hipernatremia ekstrim, volume atau hati-hati jika
meningkatkan rebound edema serebri memperbaiki hiponatremia
volume, efektif dlm saat tapering, CPP baseline > 24
menurunkan TIK insufisiensi renal, jam.
pada pasien yg CPM (central pontine
refrakter dg mannitol myenolysis)
Mannitol Dapat digunakan Deplesi volume, harus Ingin untuk Gagal ginjal,
melalui jalur perifer, penuh urine output diuresis hipotensi
bolus dengan salin,
khususnya pada TBI
dan SAH, hipotensi,
rebound edema
serebral,
hipernatremia,
insufisiensi renal

7. Pilihan lainnya :
a. Totilac : merupakan cairan hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi
fisiologis potasium klorida dan kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas
1020 mOsm/L dengan pH 7.0. Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme,
ia tidak menyebabkan asidosis. Dosis penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam
intravena. Totilac mengandung ion yang akan berdisosiasi menjadi anion
(laktat dan klorida) dan kation (sodium, potasium, kalsium). Sodium, kation di
ekstraseluler, jika konsentrasinya tinggi akan menjaga hipertonisitas sehingga
memperbaiki hemodinamik. Laktat, metabolik fisiologis dimana akan dioksidasi
di mitokondria, dimana oksidasinya akan menghasilkan energi yang sama
dengan glukosa. Kalsium, memegang peranan pada kontraktilitas jantung.
Potasium, mencegah hipokalemia, dimana dapat disebabkan infus sodium laktat.
b. Barbiturat : bolus penobarbital 5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat
menurunkan metabolic demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai
metabolisme masih intak. Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan
menilai pasien karena efek sedatifnya, supresi jantung.
c. Induksi hipotermia hingga 32-34C dapat menurunkan CBF dan TIK dengan
menurunkan metabolic demand. Tiap penurunan temperatur 1C akan
menurunkan metabolisme oksigen otak (CMRO2) 7%. Efek samping hipotermi
meliputi infeksi sistemik, bakteremia, koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan
aritmia
d. Steroid : seperti deksametason tidak efektif digunakan pada pasien trauma
kapitis. Biasanya berguna untuk edema yang berhubungan dengan tumor dan
infeksi. Dosis awal yang biasa digunakan adalah 10 mg deksametason intravena
diikuti 4 mg tiap 6 jam.

Tabel. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut


Langkah Rasional
Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum)
Pastikan pasien disedasi dan paralisis Menurunkan peningkatan respon simpatis
dan hipertensi karena gerakan, tensing
abdominal musculature
Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal jika ada Menurunkan volume intrakranial
IVC (intraventricular catheter)
Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 ml volumeplasma CBF TIK,
salin 23% osmolalitas serum air di otak
Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga pCO2 Menurunkan pCO2 CBF TIK
> 25 mmHg)
Penobarbital 100 mg iv pelan atau tiopental Sedatif, TIK, terapi kejang, kemungkinan
2,5 mg/kg iv 10 menit neuroprotektif
*lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau
jika osmolalitas serum > 320 mOsm/L.

Anda mungkin juga menyukai