Anda di halaman 1dari 12

A. Definisi.

Penyakit Dengue adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
( arthropod-borne virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes
Albopictus dan Aedes Aegypti ) (Ngastiyah dan Ilmu Kesehatan Anak)
Penyakit Dengue Haemoragie Fever adalah penyakit Demam Dengue dengan
manifestasi perdarahan ( sumarmo dkk ;2010)
Penyakit Dengue Shock Syndrom (dss) adalah penyakit DHF yang mengalami
renjatan atau shock ( Mansjoer, Arief.dkk;2010)
B. Etiologi.
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus ( arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus/family flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotype
yang diberi nama Den-1,Den-2,Den-3,dan Den-4. ( sumarmo,s dkk;2010)
Virus dengue dengan serotype Den-1 sampai dengan Den-4 yang ditularkan
melalui vector Nyamuk Aedes Aegypi,Aedes albopictus dan Aedes Polynesiensis dan
beberapa spesies lain yang merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan
salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype yang
bersangkutan akan tetapi tidak ada perlindungan antibody terhadap serotype yang lain.
(Mansjoer,arief;2010)

C. Pathway
D. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue hampir sama dengan infeksi virus yang lain yang merupakan self
limiting infections desease yang akan berakhir antara hari 2 7, infeksi virus dengue
mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinik yang bervariasi antara penyakit ringan
( mild undifferentiated febrile illness), demam dengue,demam berdarah dengue sampai
dengue syndrome syok dimana kriteria klinik :
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari dengan sebab yang
tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretika maupun surface
cooling.
2. Lemah,lesu
3. Nafsu makan berkurang
4. Nyeri pada anggota badan,punggung,kepala,sendi.
5. Manifestasi perdarahan :
- Uji tourniquet positif / RL +
- Perdarahan spontan : ptekie,ekimosis,epistaksis,perdarahan gusi
- Pembesaran hati
- Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat sampai tak teraba,tekanan
darah turun hingga 80mmHg sampai nol dan tekanan nadi hingga 20 mmHg
sampai nol,kulit teraba dingin,lembab terutama extremitas penderita menjadi
gelisah hingga penurunan kesadaran sampai menimbulkan kematian.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Hasil laboratorium
- Trombosit menurun <100.000/ (pada hari sakit ke 3 7
- Hematokrit meningkat 20% atau lebih
- Albumin cenderung menurun
- SGOT, SGPT sedikit meningkat
- Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 40 mmHg, HCO3 menurun.
- Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.
- NS 1 positif
2. Foto rontgen
- Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext)
- Efusi Pleura (PEI %)
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan
- Asites dan Efusi pleura
- Hepatomegali

4. Penatalaksanaan
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan
utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak
cepat sekali mengalami syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati.
1. Penggantian Volume Plasma Segera
Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3
bagian cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini
dibagi lagi menjadi cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%).
Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan
kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal
dan tidak meninbulkan reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang
tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan lebih banyak volume dan
berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah ringer
laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%.
Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan
tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan
komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan gelatin.
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan
secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi
menjadi 20 ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi
30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum
teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan
pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus
dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht.
2. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar
Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam
atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik.
3. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka
pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.

4. Pemberian Oksigen
Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan
pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak
sering menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.
5. Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.
Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang
mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah untuk
meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit
berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif.
Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan
berat-ringannya DIC.
6. Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan
adalah:
- Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit
atau lebih sering sampai syok teratasi.
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.
- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan,
jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi.
- Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).
7. Rawat di PICU
Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan
mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan
suportif.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hypertermi bd. proses infeksi virus dengue
2. Kekurangan volume cairan bd. peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan,
muntah dan demam.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. mual,
muntah, tidak ada nafsu makan
4. Resiko terjadinya perdarahan bd. trombositopenia.
a. INTERVENSI
1. Dx.1 Hypertermi bd. proses infeksi virus dengue
Tujuan:
Hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Suhu tubuh dalam rentang normal.
Intervensi:
- Monitor suhu sesering mungkin.
- Monitor warna dan suhu kulit.
- Monitor tekanan darah, nadi dan RR.
- Monitor tanda-tanda hipertermi.
- Berikan anti piretik.
- Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.
- Kolaborasi pemberian cairan intravena.
- Selimuti pasien unuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.
- Ajarkan indikasi dari hipertermi dan penanganan yang diperlukan.
- Gantikan pakaian yang telah basah oleh keringat.
2. Dx. 2 Kekurangan volume cairan bd. peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan :
Gangganan volume cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Volume cairan tubuh kembali normal.
Intervensi :
- Monitor vital sign.
- Monitor status nutrisi
- Monitor intake dan output.
- Pertahankan intake dan output yang akurat.
- Monitor status hidrasi (membran mukosa) yang adekuat.
- Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan
(peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkataan osmolaritas
urine).
3. Dx. 3 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
bd. mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan:
Gangguan penurunan pola nutrisi teratasi
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
- Intake nutrisi klien meningkat.

Intervensi :

- Kaji adanya alergi makanan.


- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
- Timbang berat badan klien tiap hari.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
- Yakinkan nutrisi yang dimakan mengandung tinggi serat konstipasi.
- Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).
- Anjurkan klien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
- Berikan kalori tentang kebutuhan nutrisi.
- Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi
sering.
- Berikan minum hangat bila klien mengeluh mual.
4. Dx. 4 Resiko terjadinya perdarahan bd. trombositopenia
Tujuan:
Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil:
Trombosit dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji adanya perdarahan.
- Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, RR).
- Antisipasi terjadinya perlukaan atau perdarahan.
- Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien.
- Monitor hasil darah, trombosit.
G. Pengkajian B1-B6
1. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
- Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
- Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
- Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya atelektasis,
pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
- Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan bunyi yang
dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam trakeobronkial dan
alveoli.
- Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan peningkatan
usaha napas)
- Bentuk dada : Perubahan diameter anterior posterior (AP) menunjukan adanya
COPD
- Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
- Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru,
obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan
endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
- Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal
tidak mampu menggerakan dinding dada.
- Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid
sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang
purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut;
sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.

- Selang oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang
berada di luar.
- Parameter pada ventilato
Volume Tidal
Normal : 10 15 cc/kg BB.
Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status ventilasi
penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya penurunan
ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume
tidal secara mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang
akan menurunkan PCO2.
2. B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)
- Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irregular
- Distensi Vena Jugularis
- Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
- Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup
pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi ventrikel.
- Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar
pada pasien gangguan katup atau CHF.
- Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
- Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi
akibat adanya hipoksia miokardial.
- PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima
kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran
ventrikel pasien hipoksemia kronis.
- Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.

3. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
- Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi
akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya
akan menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran
yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien
terhadap lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata,
respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-
nilai dari ketiga komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam
rongga tulang kepala.

4. B 4 : Bladder (Perkemihan Eliminasi Uri/Genitourinaria)


- Kateter urin
- Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
- Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
- Distesi kandung kemih
5. B 5 : Bowel (Pencernaan Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)
- Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
- Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama 2 menit. Penurunan motilitas
usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang
endotrakeal dan nasotrakeal.
- Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui
dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen
dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV.
Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah
stres, hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi
antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.
- Nyeri
- Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal
- Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
- Mual dan muntah.
6. B 6 : Bone (Tulang Otot Integumen)
- Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya
kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah
portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu
jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam,
infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat
gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
- Integritas kulit
- Perlu dikaji adanya lesi, dan decubitus
H. Pengkajian ABCD
A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol
servikal.
B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasi adekwat.
C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
D: Disability, mengecek status neurologis
E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita
tapi cegah hipotermia.

DAFTAR PUSTAKA
Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2010. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.

Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2010. Buku Ajar Kesehatan AnakInfeksi
dan Penyakit Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 176-208.

Behrman R., Kliegman R., Jenson HB. 2011. Nelson Text Book of Pediatrics Jilid
1. 16th Edition. USA : Saunders Company. Page 1005-1007.

Arief masjoer (2010) , kapita selekta kedokteran edisi 4, Jakarta :media


aesculaplis
http://health.allrefer.com/health/dengue-hemorrhagic-fever-info.html

http://w3.whosea.org/linkfiles/dengue-bulletin-volume-25-chg.pdf

Anda mungkin juga menyukai