Pada bab 3 ini akan dijelaskan secara detail hasil analisis yang telah
dilakukan meliputi uji sifat fisik (bobot isi, berat jenis, porositas, angka pori) dan
sifat mekanik batuan berupa uji kuat tekan. Selain itu dijelaskan keterkaitan hasil
analisis tersebut dengan standar baku mutu pemanfaatannya sebagai bahan baku
morfologi, litologi, struktur geologi, vegetasi dan lainnya. Hasil dari pengamatan di
koordinat 070 46 01,6 LS dan 1100 17 01,5 BT. Perjalanan untuk mencapai
lokasi tersebut dari arah jalan Godean lurus ke barat menempuh jarak kurang lebih
27
28
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian dilihat dari Google Earth (Anonim, 2017)
Lokasi daerah penelitian merupakan bukit intrusi yang dikelilingi oleh endapan
aluvial atau biasa disebut inlier (litologi yang tua dikelilingi oleh yang lebih muda).
dengan formasi Andesit Tua Van Bemmelan (dalam Rahardjo,1977) dan berumur
nilai elevasinya berada pada ketinggian 144 mdpl (Gambar 3.3) . Satuan bukit
kode sampel (A) mempunyai karakteristik warna segar abu-abu kehitaman, warna
lapuk kehitaman, struktur masif, tekstur hipokristalin (batuan terdiri dari massa
Sifat fisik batuan dengan kode sampel (B) memiliki karakteristik warna
segar abu-abu, warna lapuk kehitaman, tekstur hipokristalin (batuan terdiri dari
segar abu-abu gelap kecerahan, warna lapuk kehitaman, struktur masif, tekstur
hipokristalin (batuan terdiri dari massa kristal dan sebagian gelas), bentuk kristal
hampir sama dengan karakteristik sampel kode A namun kandungan mineral klorit
telah dimanfaatkan sebagai bahan baku nisan (kijing) dan juga tegel. Namun
memang belum secara maksimal. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan cara
penambangan yang masih sangat tradisional dan juga sangat beresiko tinggi terjadi
longsoran. Hal tersebut dikarenakan tingkat pelapukan di lokasi tersebut yang cukup
intensif dengan tebal lapukan mencapai 2-3 meter dengan jenis lapukan
weathering.
Satuan bukit intrusi ini telah mengalami pelapukan yang cukup intensif
(Gambar 3.7). Di beberapa tempat terlihat struktur berupa kekar-kekar yang salah
Adanya tingkat pelapukan yang cukup intensif tersebut maka bukit intrusi
ini memiliki potensi bahaya longsor (Gambar 3.8). Ditambah dengan lokasi tersebut
dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menambang batuan yang masih segar untuk
tegel, kijing (nisan). Sedangkan hasil lapukan batuannya juga ditambang warga
Hasil analisis laboratorium adalah hasil yang meliputi uji sifat fisik (bobot
isi, berat jenis, porositas dan angka pori) dan mekanik batuan (kuat tekan batuan).
Hasil dari pengujian kuat tekan terhadap sampel batuan mikrodiorit yang
Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 3.1 Tabel hasil uji kuat tekan batuan (Anonim, 2016)
Kode
No Nama Batuan Nilai kuat tekan Kegunaan
sampel
1. Batu Mikrodiorit A 422,205 kg/cm2 Batu hias/tempel
2. Batu Mikrodiorit B 605,590 kg/cm2 Batu hias/tempel
3. Batu Mikrodiorit C 1302,501 kg/cm2 Tegel
Berdasarkan hasil uji kuat tekan terhadap conto batuan mikrodiorit pada
kode A, B dan C terhadap perbedaan nilai kuat tekan. Terutama perbedaan yang
signifikan ada pada conto batuan kode C terhadap kedua sampel lainnya. Dimana
nilai kuat tekan dengan kode sampel C memiliki nilai yang tergolong sangat tinggi
yaitu 1302,501 kg/cm2 dibandingkan dengan nilai kuat tekan sampel kode A yaitu
dari sifat batuan dilihat dari fisiknya meliputi uji bobot isi, berat jenis, porositas dan
35
angka pori. Hasil pengujian sifat fisik batuan mikrodiorit yang telah dilakukan
Berdasarkan hasil uji bobot isi dengan parameter dibagi lagi menjadi 3 yaitu
bobot isi asli, bobot isi kering, bobot isi jenuh. Pada parameter bobot isi asli
menunjukkan nilai yang relatif naik dari sampel kode (A) sampai (C). Hal tersebut
juga ditunjukkan pada parameter bobot isi kering yang juga mengalami kenaikan
nilai. Sedangkan pada parameter bobot isi jenuh, menunjukkan kenaikan nilai
namun pada sampel kode (B) dan (C) terdapat penurunan nilai bobot isi jenuh
sebesar 0,002 dimana nilai bobot isi jenuh sampel kode (C) lebih rendah dari nilai
Parameter
No Kode sampel
Berat Jenis Semu (gr) Berat Jenis Asli (gr)
Hasil perhitungan berat jenis dengan dibagi dua parameter yaitu berat jenis
semu dan berat jenis asli. Pada hasil uji berat jenis semu menunjukkan nilai yang
semakin besar dari sampel A sampai sampel. Sedangkan pada berat jenis asli
terdapat penurunan nilai pada sampel kode B sebesar 0,014. Namun pada berat jenis
asli menunjukkan adanya penurunan nilai dari sampel kode (A) sampai (C)
3) Porositas
1. (A) 8,5
2. (B) 6,2
3. (C) 2,4
diatas menunjukkan nilai yang semakin besar. Nilai porositas yang paling besar
adalah pada sampel kode (A) yaitu sebesar 8,5% sedangkan yang terendah adalah
4) Angka Pori
1. (A) 0,094
2. (B) 0,066
3. (C) 0,024
37
Hasil perhitungan angka pori menunjukkan semakin kecil nilai angka pori
dari sampel kode (A), (B) sampai (C). Penurunan nilai angka pori yang terjadi
Sebagai data pendukung maka dapat dihitung pula nilai dari penyerapan air
Hasil perhitungan nilai absorpsi tabel diatas enunjukkan penurunan nilai absorpsi
dari sampel (A), (B) dan (C). Nilai absorpsi yang paling tinggi yaitu sampel (A) dan
3.2 Pembahasan
menghasilkan nilai yang berbeda-beda dengan kisaran kenaikan dari sampel kode
(A), (B) sampai (C) yang cukup besar. Perbedaan yang sangat signifikan hingga
sampai dua kali lipat nilainya adalah pada sampel kode (C) yang mencapai
1302,501 kg/cm2. Perbedaan nilai kuat tekan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
baik dari dalam seperti komposisi dari batuan tersebut. Faktor dari luar juga ikut
resistensi ataupun dalam uji kuat tekan batuan. Mineral-mineral dengan tingkat
tersebut, sebagai contoh mineral piroksen dan plagioklas yang berubah menjadi
mineral lempung. Jika kandungan mineral lempung ini cukup banyak, maka akan
berpengaruh tehadap kuat tekan suatu batuan, yaitu akan mengurangi kekutan tekan
Selain itu batuan merupakan massa batuan yang bersifat heterogen dan
memiliki bidang diskontinu seperti kekar dan retakan. Sifat heterogen batuan
Walaupun secara teori dalam perhitungan mekanika batuan, sampel batuan yang
dianggap bersifat homogen dan diambil pada satu lokasi yang sama bisa memiliki
kekuatan yang berbeda karena sifat heterogen dan jaringan kekar yang berbeda
(Saptono, 2009). Dimana sampel yang diambil untuk di analisis antara sampel (A),
(B) dan (C) masing-masing punya jaringan bidang kekar yang berbeda-beda
sehingga semakin banyak jaringan kekar pada sampel yang di analisis maka bidang
lemah semakin banyak dan berpengaruh pada kekuatan batuan tersebut (Gambar
3.9).
39
persentase dari salah satu komponen meningkat melebihi 100% dari nilai rata-
rata (Charussa-Graca, J., 1985 dalam Saptono, 2009). Sifat keheterogenan inilah
yang dapat mempengaruhi nilai dari pengujian yang dilakukan baik fisik maupun
mekanik.
Dilihat dari sifat fisik batuan yang diuji seperti bobot isi, berat jenis,
porositas dan angka pori dapat mempengaruhi perbedaan nilai kuat tekan yang
dihasilkan. Pada parameter bobot isi, menunjukkan adanya perbedaan nilai yang
ketiganya baik bobot isi asli, kering dan jenuh yang relatif naik. Pada parameter
bobot asli dan kering dapat dipengaruhi oleh adanya besar rongga batuan yang ada
pada masing-masing sampel. Semakin banyak rongga batuan maka bobotnya akan
40
semakin ringan karena pengaruh rongga yang terisi udara. Semakin rapat rongga
antar butiran maka udara akan sulit mengisi dan bobot batuan yang dihasilkan akan
semakin berat. Hal ini saling berkaitan dengan angka pori. Pada bobot isi jenuh
dapat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk antarbutiran dimana pada sampel yang
memiliki bentuk butir yang seragam, kekuatan friksi yang kecil karena singgungan
antar butiran lebih kecil. sedangkan batuan yang memiliki bentuk butiran yang lebih
seragam, maka kekuatan antarbutiran menjadi lebih kuat karena singgungan butiran
kekuatan batuan.
Paarameter berat jenis menunjukkan nilai yang berbeda. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh sifat fisik batuan itu sendiri seperti pori-pori batuan. Batuan yang
memiliki pori-pori besar, berat jenisnya akan semakin kecil karena adanya rongga
yang bisa menjadi jalan masuk udara/air. Pada sampel (A) memiliki berat jenis
semu yang kecil, hal ini berarti pori-pori sampel (A) besar. Ketika pori besar, maka
banyak rongga dan berpengaruh pada kekuatan batuan itu sendiri. Berbeda pada
sampel (B) dan (C) yang berat jenis semunya lebih besar, nilai kuat tekan yang
Jika dilihat dari nilai porositas ketiga sampel yang diuji, menunjukkan
bahwa nilai porositas sampel kode (A) memiliki porositas yang paling tinggi (8,5%)
dan sampel (C) memiliki porositas 2,4%. Semakin tinggi porositas batuan maka
rongga atau porinya akan semakin banyak sehingga kerapatan butiran satu sama
lain akan berkurang, sehingga kekuatan batuan tersebut untuk menahan suatu beban
menjadi berkurang. Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
pada nilai kuat tekan A yang lebih rendah dibandingkan sampel (B) maupun (C).
Sedangkan sampel C yang kuat tekan tinggi, memiliki porositas yang lebih kecil
dibandingkan kedua sampel lainnya. Hal tersebut berarti semakin kecil porositas
Pengaruh tingkat porositas ini juga sebanding dengan nilai angka pori (void
ratio) ketiga sampel yang di uji. Semakin tinggi angka pori maka semakin besar
Data pendukung lainnya yaitu nilai dari absorpsi (tingkat penyerapan air)
dari ketiga sampel tersebut menunjukkan sampel (C) memiliki tingkat absorpsi
yang paling rendah dan baik yaitu 0,924%. Namun secara keseluruhan nilai
absorpsi dari ketiga sampel tersebut adalah 0,924 - 3,298 % memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai bahan bangunan karena nilai maksimum 5,0 12,0% menurut
SNI 03-0394-1989.
standar baku mutu sebagai tegel dengan nilai kuat tekan 422,205 kg/cm2. Namun
untuk sampel kode (B) dan (C) dapat digunakan sebagai penutup lantai (tegel)
dengan nilai kuat tekannya masing-masing 605,590 kg/cm2 dan 1302,501 kg/cm2.
Selain itu ketiga sampel dapat digunakan untuk batu hias/tempel (Tabel 3.7).
Oleh karena itu ditinjau dari nilai kuat tekan dan sifat fisik ketiga sampel
batu mikrodiorit dan standar baku mutu batu alam untuk bahan bangunan yang
syarat untuk digunakan sebagai bahan bangunan, yaitu untuk penutup lantai
43