Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

HIPERTIROID

Penyusun:

Yunita Verayanti Siokh

11.2015.264

Pembimbing:

dr. Budi Saptono, Sp.PD

Penguji:

Fakultas Kedokteran UKRIDA


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 19 Desember 2016 s/d 25 Februari 2017
RSAU dr. Esnawan Antariksa, Jakarta

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas kapita selekta ini
dengan judul Hipertiroid. Referat ini penulis susun sebagai bagian dari proses belajar
penulis selama kepaniteraan klinik di Rumah sakit Angkatan Udara dr. Esnawan
Antariksa.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr.Budi,
Sp.PD selaku pembimbing karena telah meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih ada keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
dalam penulisan tugas referat ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun supaya karya penulis dapat bermanfaat bagi kita semua ke depannya. Terima
kasih.

Jakarta, Februari 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................5
2.1 Kelenjar Tiroid.....................................................................................5
2.1.1 Anatomi ...........................................................................................5
2.1.2 Fisiologi ...........................................................................................6
2.2 Hipertiroid ..........................................................................................8
2.2.1 Definisi hipertiroid ..........................................................................8
2.2.2 Regulasi hormon tiroid.....................................................................9
2.2.3 Etiologi...........................................................................................10
2.2.4 Epidemiologi .................................................................................12
2.2.5 Patofisiologi ...................................................................................12
2.2.6 Gejala..............................................................................................14
2.2.7 Diagnosis........................................................................................16
2.2.8 Penatalaksanaan..............................................................................23
2.2.9 Komplikasi ....................................................................................29
2.2.10 Prognosis .....................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................31

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertiroid merupakan kondisi di mana kelenjar tiroid bersifat overaktif dan


menyebabkan berlebihannya jumlah dari hormon tiroid. Kelenjar tiroid merupakan organ
yang terletak di leher dan memproduksi hormon yang mengontrol metabolisme, bernapas,
denyut jantung, sistem saraf, berat badan, suhu tubuh, dan banyak fungsi lain dari tubuh.
Ketika kelenjar tiroid bersifat overaktif, metabolisme tubuh dapat berubah secara
signifikan dan dapat menyebabkan penderita mengalami kecemasan, palpitasi, tremor,
berkeringat berlebihan, kehilangan berat badan, gangguan tidur, dan banyak gejala
lainnya. Wanita 5-10 kali lebih banyak terserang hipertiroid daripada laki-laki.

Graves disease merupakan bentuk paling umum dari hipertiroid di Amerika


Serikat, yang menyebabkan sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis. Kejadian tahunan
penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20 tahun,
dengan terjadinya puncak pada usia 20-40 tahun.

Jumlah penderita hipertiroid kini terus meningkat. Hipertiroid merupakan penyakit


hormonal yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes mellitus.
Urutuan tersebut serupa dengan kasus yang terjadi di dunia. Prevalensi hipertiroid di
Indonesia belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan wawancara yang terdiagnosis
dokter diketahui sebesar 0,4%.

Ada beberapa cara untuk mengobati hipertiroid, di antaranya obat-obatan anti-


tiroid, radioaktif iodin (RAI), pembedahan yaitu tiroidektomi, serta beta blocker. Namun
sebelum memilih terapi yang tepat, harus dipertimbangkan dulu usia, kesehatan secara
keseluruhan, keparahan gejala, serta etiologi yang spesifik.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Anatomi Kelenjar TIroid

Kelenjar tiroid terletak di anterior leher, terbentang di dalam muskulus


sternotiroid dan sternohyoid setinggi vertebra C5-T1. Kelenjar ini terdiri dari lobus
primer kanan dan kiri, anterolateral dari laring dan trakea. Kedua lobus tersebut
dihubungkan oleh isthmus, yang terletak anterior dari trakea 2 dan 3.

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid (Moore, 2007)

Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula fibrosa tipis, yang mengirim septa-
septanya secara dalam ke dalam kelenjar. Jaringan ikat padat menempel terhadap kapsula
fibrosa tersebut ke kartilago krikoid dan cincin trakea.

5
2.1.2 Fisiologi Kelenjar TIroid

Untuk membentuk jumlah normal dari tiroksin, sekitar 50 mg dari iodin yang
dimakan untuk membentuk iodida dibutuhkan tiap tahun, atau sekitar 1mg/minggu.
Iodida diserap dari traktus gastrointestinal ke darah, secara normal kebanyakan iodida
diekskresi dengan cepat oleh ginjal, tapi hanya 1/15 yang dibuang dari sirkulasi darah
dari kelenjar tiroid dan digunakan untuk sintesis hormon tiroid.

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid

Ada 7 tahap, yaitu:

1. Iodida pump (trapping)


Merupakan transport aktif (ATP-dependent) iodida melewati basal membran. Proses ini
terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel. Di
mana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum
dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.
Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-40 kali kadar
dalam plasma.dengan energi yang disediakan oleh pengangkutan Na+ keluar sel tiroid
oleh Na+K+ATPase. I- berpindah melalui difusi ke dalam koloid.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi
terlebih dahulu menjadi iodium oleh suatu enzim peroksidase. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin yang terdapat pada tiroglobulin membentuk
monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT).
3. Coupling
Dua molekul DIT mengalami kondensasi oksidatif membentuk tiroksin (T 4), dan satu
molekul DIT dengan satu molekul MIT membentuk triiodotironin (T3) dan residu
triiodotironin (RT3).
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di
dalam koloid. Tiroglobulin (di mana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan
dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

5. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang
di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes

6
koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta
deiodinasi MIT dan DIT.
6. Deiodinasi
Proses ini menghasilkan iodida yang digunakan kembali untuk sintesis hormone. T 4 dan
T3 mengalami deiodinasi di hati, ginjal, dan banyak jaringan lain.
7. Pengeluaran hormon kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian
ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid
Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,02% hormon
tiroid yang bebas (tidak terikat) dan secara fisiologi merupakan komponen aktif. T 3 lebih
lebih berpotensi dibanding T4 meskipun kadar dalam plasma lebih rendah. T3 berikatan
lemah terhadap protein plasma dibanding T4 sehingga lebih siap memasuki jaringan. T3
lebih aktif dibanding T4 (Bruncardi, 2014).
Sekresi hormon tiroid dikontrol oleh hipotalamus-kelenjar pituitari-tiroid. Hipotalamus
memproduksi thyrotropin releasing hormone (TRH) yang menstimulasi pituitary
melepaskan TSH atau thyrotropin. Sekresi TSH oleh hipofisis anterior juga diregulasi
melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Pitutari mempunyai kemampuan mengubah
T4 menjadi T3. T3 juga menghambat pelepasan TRH.
Kelenjar tiroid memiliki kemampuan autoregulasi sehingga ketika intake iodida rendah,
kelenjar lebih mensintesis T3 dibanding T4 dengan demikian secara efisien meningkatkan
sekresi hormon. Apabila kelebihan hormon tiroid, transpor iodida, sintesis dan sekresi
hormon tiroid dihambat. Apabila kelebihannya dalam jumlah yang besar akan
menyebabkan peningkatan organifikasi, yang diikuti dengan supresi, yang disebut
fenomena Wolff-Chaikoff effect.

Gambar 2.5 Proses pembentukan T3 dan T4 (Vander, 2003)

7
2.2 Hipertiroid
2.2.1 Definisi hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi di mana kelejar tiroid memproduksi hormon tiroid
secara berlebihan. Tirotoksikosis adalah kondisi toksik yang disebabkan karena hormon
tiroid yang berlebihan di sirkulasi pembuluh darah oleh karena beberapa penyebab.
Definisi lain menyebutkan hipertiroid adalah kumpulan gangguan yang
diakibatkan oleh kelebihan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, yang
dapat mengakibatkan kondisi hipermetabolik. Bentuk-bentuk hipertiroid yang banyak
antara lain diffuse toxic Goiter (Graves Disease), toxic multinoduler goiter (Plummer
disease), dan toxic adenoma.

2.2.2 Regulasi hormon tiroid

Gambar 2.6 Hipotalamus-pituitary-thyroid axis (Fox, 2006)

Kelenjar tiroid diregulasi oleh kelenjar hipofisis yang terletak di otak. Kelenjar
hipofisis diregulasi oleh hormon tiroid yang beredar di pembuluh darah (feedback) dan
sebagian oleh hipotalamus yang juga merupakan bagian dari otak. Hipotalamus
melepaskan thyrotropin releasing hormone (TRH) yang memberikan sinyal kepada
hipofisis untuk melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH). Kemudian thyroid

8
stimulating hormone (TSH) memberikan sinyal ke kelenjar tiroid untuk melepaskan
hormon tiroid. Jika terjadi aktivitas yang berlebih dari salah satu ketiga kelenjar tersebut,
maka hormon tiroid yang diproduksi berlebihan dan dapat menyebabkan hipertiroidisme.
Jika hormon tiroid yang beredar di pembuluh darah tidak mencukupi kebutuhan tubuh,
hipofisis meningkatkan produksi TSH untuk menstimulasi kelenjar tiroid meningkatkan
produksi hormon tiroid, jika hormon tiroid yang beredar di pembuluh darah berlebihan,
hipofisis menurunkan produksi TSH sehingga produksi hormon juga menurun.

2.2.3 Etiologi
a. Graves disease
Graves disease adalah penyebab terbanyak dari hipertiroid, sekitar 60-80% dari semua
kasus. Graves disease adalah suatu penyakit autoimun di mana terdapat suatu antibodi
thyroid stimulating immunoglobulin (TSI antibodies) yang merangsang kelenjar tiroid
untuk mensintesis dan mensekresi hormon tiroid secara berlebihan. Hasilnya adalah
produksi yang berlebihan dari T3 dan T4, pembesaran kelenjar tiroid, dan peningkatan
uptake iodida. Pada kondisi ini kelenjar tiroid kehilangan kemampuan untuk merespon
kontrol dari hipofisis melalui TSH. Yang dapat memicu Graves disease antara lain stress,
merokok, radiasi pada leher, obat-obatan, dan agen infeksius.
Oftalmopati merupakan manifestasi pertama dari penyakit ini dan gejalanya mulai
dari perubahan tajam penglihatan atau mata kering hingga proptosis yang jelas. Selain itu
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan myxedema pada regio pretibial. Pada awalnya
Grave opthalmopathy menyebabkan sensitif mata terhadap cahaya (fotofobia) dan rasa
berpasir pada mata, kemudian mata menonjol dan penglihatan jadi ganda. Seperti
penyakit autoimun lainnya, kondisi ini cenderung menyerang beberapa anggota keluarga.
Graves disease lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dan lebih cenderung terjadi
pada pasien yang lebih muda.

9
Gambar 2.7 Grave opthalmopathy
(http://www.aboutcancer.com/graves_nejm_0309.htm)

b. Toxic multinodular goiter

Toxic multinodular goiter menyebabkan 5% kasus hipertiroid di Amerika Serikat


dan dapat menjadi 10 kali lipat lebih sering pada daerah yang kekurangan iodin. Biasanya
terjadi pada pasien lebih dari 40 tahun. Gangguan ini dapat mempengaruhi irama jantung.
Ketika ada nodul tunggal yang memproduksi hormon tiroid, disebut functioning
adenoma. Jika lebih dari satu nodul disebut toxic multinoduler goiter.

c. Toxic adenoma

Toxic adenoma nodul autonomik yang ditemukan lebih banyak pada usia muda
dan daerah kekurangan iodin. Satu nodul atau benjolan pada tiroid dapat memproduksi
hormone tiroid lebih, sehingga dapat menyebabkan hipertiroid. Gangguan ini tidak
diturunkan. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma
yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali
dibedakan dari Grave disease oleh Plummer, sehingga disebut juga Plummers disease.

d. Thyroiditis

10
Inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh virus dan ditandai dengan
pembesaran kelenjar tiroid yang nyeri, sehingga menyebabkan pelepasan sejumlah besar
hormon tiroid dalam darah. Tiroid biasanya menyembuh sendiri dalam beberapa bulan.

e. Asupan iodin yang berlebihan

Iodine-induced hyperthyroidism dapat terjadi setelah mendapat asupan iodin yang


berlebihan dari makanan, paparan terhadap media kontras radiografi, atau medikasi.
Obat-obat tertentu seperti Amiodaron (Cordaron) dapat menyebabkan hipertiroid pada
hingga 12% pasien yang diterapi Amiodaron, khususnya pada daerah yang kekurangan
iodin. Amiodaron berisi 37% iodinm dan merupakan penyebab utama berlebihannya
tiroid di Amerika Serikat.

f. Tumor

Penyebab yang jarang dari hipertiroid yaitu Ca tiroid metastase, tumor ovarium yang
memproduksi hormon tiroid (struma ovarii), tumor tropoblastic yang dapat memproduksi
korionik gonadotrophin dan mengaktifkan TSH reseptor dan TSH-secreting pituitary
tumor.

2.2.4 Epidemiologi

Graves disease merupakan bentuk hipertiroid yang paling umum di Amerika


Serikat, yang menyebabkan 6080% kasus tirotoksikosis. Kejaidian tahunan Graves
disease ditemukan 0,5 kasus dari 1000 populasi, dengan kasus terbanyak pada usia 2040
tahun.

Toxic multinodular goiter merupakan penyebab 1520 % kasus tirotoksikosis dan


banyak terjadi pada daerah kekurangan yodium. Toxic adenoma merupakan penyebab 3
5 % kasus tirotoksikosis.

2.2.5 Patofisiologi

Normalnya, sekresi hormon tiroid diatur oleh mekanisme kompleks feedback yang
melibatkan faktor stimulator dan inhibitor. TRH dari hipotalamus menstimulasi hipofisis
untuk melepaskan TSH. Pengikatan TSH terhadap reseptor pada kelenjar tiroid dapat
menyebabkan pelepasan hormon tiroid, terutama T4 dan sedikit T3. Sebaliknya,

11
peningkatan level dari hormon ini dapat berperan pada hipotalamus untuk menurunkan
sekresi TRH. Sintesis hormon tiroid membutuhkan iodin. Iodida inorganik yang didapat
dari diet ditranspor ke kelenjar tiroid oleh enzim tiroid peroxidase melalui proses yang
disebut organifikasi. Hasilnya adalah terbentuknya monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT), yang dipasangkan membentuk T3 dan T4, yang kemudian disimpan
dengan tiroglobulin dalam lumen folikel tiroid.

Hormon tiroid tersebar ke sirkulasi perifer. Lebih dari 99,9% T4 dan T3 di sirkulasi
perifer diikat ke protein plasma dan sifatnya inaktif. T3 bebas 20-100 kali lebih aktif dari
T4 bebas. T3 bebas terikat terhadap reseptor nuclear (DNA-binding protein di sel nuclei),
mengatur transkripsi dari protein seluler.

Banyak proses yang menyebabkan peningkatan sirkulasi perifer dari hormon tiroid
yang menyebabkan tirotoksikosis. Gangguan dari mekanisme homeostatik normal dapat
terjadi pada level kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, atau di perifer. Hasilnya peningkatan
transkripsi di protein seluler, menyebabkan peningkatan BMR. Gejala dari hipertiroid
dapat menyebabkan berlebihannya katekolamin, dan blokade adrenergik dapat
meningkatkan gejala-gejala ini.

12
13
Gambar 2.8 Patofisiologi hipertiroid (Pong, 2013)

2.2.6 Gejala hipertiroid

Tingginya T4, T3 atau keduanya dapat menyebabkan tingginya basal metabolic rate.
Keadaan ini disebut hypermetabolic state. Pada keadaan hipermetabolik, dapat
mengalami tingginya denyut jantung, peningkatan tekanan darah, dan tremor tangan. Juga
dapat terjadi intoleransi panas dan berkeringat banyak. Hipertiroid dapat menyebabkan
seringnya BAB, penurunan berat badan, dan pada wanita dapat terjadi gangguan siklus
menstruasi. Gejala yang mungkin dialami pasien dengan hipertiroid :

- Perubahan pola nafsu makan


- Susah tidur
- Kelelahan
- Sering BAB, mungkin diare
- Palpitasi
- Intoleransi terhadap panas
- Berkeringat berlebihan
- Iritabilitas
- Mual, muntah
- Terganggunya periode menstruasi

14
- Gangguan mental
- Kelemahan otot
- Kecemasan
- Masalah fertilitas
- Nafas dangkal
- Paralisis tiba-tiba
- Tremor
- Perubahan penglihatan
- Kehilangan BB atau bisa juga bertambah BB
- Pusing
- Rambut menipis
- Gatal
- Kemungkinan naiknya gula darah

Pasien dengan Graves disease secara klinis dapat terjadi oftalmopati dan
dermopati. Hal ini ditandai dengan adanya deposisi glikosaminoglikan yang
menyebabkan penebalan kulit regio pretibial dan dorsum pedis. Penyakit mata infiltratif
menyebabkan edema periorbital, pembengkakan konjungtiva, kemosis, proptosis,
terbatasnya penglihatan atas dan lateral. Hal ini disebabkan karena pembengkakan otot
ekstraokuler dan orbita oleh karena akumulasi air dan glikosaminoglikan yang disekresi
oleh fibroblast.

Gejala khas yang lainnya adalah:

a. Mobius sign (gangguan konvergensi mata),

15
b. von Graefes sign (kegagalan kelopak mata atas untuk mengikuti gerakan bola mata
ke bawah dengan segera),
c. Joffroys sign (otot-otot wajah tidak bergerak meskipun bola mata melirik ke atas),
d. Stellwags sign (mata jarang berkedip),
e. lid lag (kelopak mata atas tertinggal dibelakang tepi atas iris saat mata bergerak ke
bawah).

2.2.7 Diagnosis hipertiroid


1. Pemeriksaan fisik
Tirotoksikosis dari Graves disease berhubungan dengan membesarnya kelenjar
tiroid, kadang-kdang dapat terdengar bruit dengan memakai bell dari stetoskop. Toxic
multinoduler goiter secara umum terjadi ketika kelenjar tiroid membesar setidaknya 2-3
kali dari ukuran normal. Kelenjar bersifat lunak, tapi nodul yang soliter kadang-kadang
dapat dipalpasi. Karena kebanyakan nodul tiroid tidak dapat dipalpasi, harus dibuktikan
lewat USG tiroid, tapi nodul tiroid yang overaktif dapat dibuktikan hanya dengan nuclear
tiroid imaging dengan radioiodine (I-123) atau technetium (Tc99m) thyroid scan.
Opthalmologic dan dermatologic examination
Sekitar 50% pasien dengan Grave tirotoksikosis memiliki oftalmopati ringan, sering
hanya bermanifestasi sebagai periorbital edema, tapi juga dapat jadi edema konjungtiva
(chemosis), extraocular muscle dysfunction (diplopia), dan proptosis. Bukti adanya
thyroid eye disease dan tingginya hormon tiroid mengkonfirmasi diagnosis Graves
disease.

Gambar 2.9 Grave opthalmopathy (Lee, 2014)

Pada kasus yang jarang, Grave disease dapat mempengaruhi kulit dengan adanya
deposisi glikosaminoglikan di dermis pada kaki bawah. Hal ini menyebabkan nonpitting
edema, yang biasanya berhubungan dengan eritema dan penebalan kulit tanpa nyeri.

16
Gambar 2.10 Pretibial myxedema (Lee, 2014)
INSPEKSI
- Minta pasien untuk duduk tegak dengan dagu agak diangkat, perhatikan struktur di
bagian bawah-depan leher. Kelenjar tiroid normal biasanya tidak dapat dilihat dengan
cara inspeksi, kecuali pada orang yang amat kurus
- Amati tulang hyoid, kartilago tiroid (Adams apple) dan kartilago krikoid, serta
trakea di bawahnya
- Lakukan inspeksi pada trakea ada atau tidaknya deviasi. Tempatkan jari pemeriksa
pada salah satu sisi dari trakea (ruang antara trakea dan m. sternocleidomastoid)
- Lakukan pada sisi yang lain dan bandingkan simetris atau tidak
- Beri pasien minum, hanya dikulum, lalu pasien menengadah ke atas lalu suruh
menelan air. Perhatikan kelenjar tiroid bergerak ke atas saat menelan air
- Amati leher dan lakukan penilaian kontur, simetris atau tidaknya kelenjar tiroid
PALPASI
Palpasi dari depan:
- Meminta pasien untuk mengangkat kepala tapi jagan sampai m.
sternocleidomastoid tegang
- Raba isthmus tiroid (di bawah kartilago krikoid) dengan jari telunjuk dan jari
tengah
- Minta pasien untuk menelan, rasakan isthmus tiroid yang lunak terangkat ke atas
menyentuh di bawah jari telunjuk
- Geser jari-jari ke lateral sampai batas anterior m. sternocleidomastoid
- Menilai lobus lateral, sebelum dan saat pasien menelan
- Meminta pasien untuk fleksi ringan dan sedikit miring ke kanan
- Tempatkan ibu jari kanan pada bagian bawah kartilago tiroid dan dorong ke arah
kanan pasien

17
- Kaitkan jari telunjuk dan tengah kiri di belakang m. sternocleidomastoid dan raba
bagian depan otot ini dengan ibu jari kiri
- Menilai lobus lateral pada saat pasien menelan
- Lakukan pada sisi satunya
Palpasi dari belakang
- Dari belakang pasien, tempatkan jari-jari secara natural pada permukaan anterior
tiroid dan rabalah
- Meminta pasien menegakkan kepala (ekstensi ringan)
- Tempatkan ibu jari pada tengkuk pasien, temukan kartilago krikoid dan raba
isthmus tiroid di bawah kartilagi krikoid
- Meminta pasien untuk menelan
- Geser jari-jari ke arah lateral dan nilai lobus lateral saat menelan.
- Meminta pasien untuk fleksi ringan dan miring ke kanan.
- Dorong kartilago tiroid ke kanan dengan jari-jari kiri.
- Tempatkan ibu jari kanan di belakang m. sternocleidomastoid dan raba kelenjar
tiroid dengan jari telunjuk dan tengah
- Minta pasien untuk menelan
AUSKULTASI
Bila kelenjar tiroid membesar, lakukan auskultasi pada lobus lateral kelenjar tiroid
untuk mendengarkan bruit.
Klasifikasi awal:
Derajat 0 : tidak teraba struma
Derajat IA : teraba struma tapi tidak terlihat
Derajat IB : teraba struma tapi baru dapat dilihat bila posisi kepala
menengadah
Derajat II : struma terlihat pada posisi biasa
Derajat III : struma mudah dilihat pada posisi biasa dari jarak yang agak
jauh
Derajat IV : struma yang amat besar
Untuk membedakan hipertiroid dengan penyebab yang lain dari tirotoksikosis,
Radioactive Iodine Uptake (RAIU) dapat dilakukan. Hipertiorid memiliki RAIU yang
tinggi sementara etiologi yang lain rendah dan hampir tidak ada.
a. Evaluasi klinis
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis dapat ditegakkan
dengan penilaian indeks Wayne:

18
Interpretasi hasil:
>19 = toxic
11-19 = equivocal
<11 = eutiroid toxic

b. Pemeriksaan penunjang
Serum TSH
Pengukuran serum TSH memiliki sensitivitas dan spesifitas tertinggi dari tes darah
tunggal. Tes ini digunakan sebagai tes skrining yang penting untuk hipertiroid. Pada
keadaan hipertiroid, serum TSH akan lebih rendah dari 0,01 mU/L atau bahkan tidak
terdeteksi.
Kadar T3 dan T4
Untuk menilai keparahan dari kondisi dan meningkatkan akurasi diagnostik, baik
TSH dan T4 bebas harus dinilai pada saat evaluasi awal. Pada hipertiroid biasanya serum
T3 dan T4 bebas meningkat. Pada hipertiroid yang lebih ringan, serum T4 dan T4 bebas
mungkin normal, hanya serum T3 yang mungkin naik, dan serum TSH akan kurang dari
0,01 mU/L disebut T3 tirotoksikosis. Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat
meningkat karena peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan
kadar T4 total di atas 190 nmol/L (15 ug/dL) menyokong diagnosis hipertiroid,
Pemeriksaan kadar T4 dan T3 bebas merupakan prosedur yang tepat karena tidak
dipengaruhi oleh peningkatan TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar T4 dan
T3 bebas sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin
sudah menunjukkan hipertiroid.

19
Gambar 2.11 Algoritma diagnosis hipertiroid (Reid, 2008)

2. Pemeriksaan penunjang
Radionuclide Imaging
Kedua yodium 123 (123i) dan yodium 131 (131I) digunakan untuk menggambarkan
kelenjar tiroid. 123i memancarkan radiasi berdosis rendah, memiliki sebuah waktu paruh
dari 12-14 jam, dan digunakan untuk menggambarkan tiroid lingual atau gondok.
Sebaliknya, 131I memiliki paruh waktu 8-10 hari dan mengarah ke paparan radiasi
dengan dosis tinggi. Oleh karena itu, isotop ini digunakan untuk menyeleksi dan
mengobati pasien dengan kanker tiroid yang berdiferensiasi untuk penyakit metastasis.
Gambar yang diperoleh oleh studi ini tidak hanya memberikan informasi tentang ukuran
dan bentuk kelenjar, tetapi juga aktivitas distribusi fungsional. Daerah yang kuarang
menangkap radioaktivitas dari kelenjar sekitarnya disebut cold, sedangkan daerah yang
menunjukkan peningkatan aktivitas yang disebut hot. Resiko keganasan lebih tinggi pada
lesi cold (20%) dibandingkan dengan lesi "hot" atau "warm" (<5%). Technetium Tc
99m pertechnetate (99mTc) diserap oleh kelenjar tiroid dan semakin sering digunakan
untuk evaluasi tiroid. Isotop ini diserap oleh mitokondria, tetapi tidak organified. Hal ini

20
juga memiliki keuntungan yakni memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan
meminimalkan paparan radiasi. Hal ini sangat sensitif untuk metastasis kelenjar. Baru-
18
baru ini, F-fluorodeoxyglucose positron emission tomography (PET FDG) sedang
semakin sering digunakan untuk screening metastasis pada pasien dengan kanker tiroid
yang pada studi pencitraan lain hailnya negatif. PET scan tidak secara rutin digunakan
dalam evaluasi nodul tiroid.Terdapat beberapa laporan terbaru mengenai tingkat
keganasan pada lesi ini berkisar antara 14 sampai 63%. Nodul yang ditemukan secara
kebetulan ini ditemukan harus diperiksa dengan USG dan aspirasi biopsi jarum halus
(FNAB).

USG
USG adalah studi pencitraan noninvasif baik dan portabel dari kelenjar tiroid
dengan keuntungan tambahan dari tidak adanya paparan radiasi. Hal ini membantu dalam
evaluasi nodul tiroid, membedakan nodul solid dan yang kistik, dan memberikan
informasi tentang ukuran dan multicentricity. USG juga dapat digunakan untuk menilai
limfadenopati servikal dan untuk menuntun FNAB. Sebuah ultrasonographer yang
berpengalaman diperlukan untuk hasil terbaik.

Computed Tomography / Magnetic Resonance Imaging


Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) memberikan
pencitraan yang amat baik dari kelenjar tiroid dan kelenjar yang berdekatan, dan sangat
berguna dalam mengevaluasi ukuran, terfiksir, atau gondok substernal (yang tidak dapat
dievaluasi oleh USG) dan hubungan mereka dengan saluran napas dan struktur vaskular.
Noncontrast CT scan harus dilakukan pada pasien yang cenderung membutuhkan terapi
RAI berkelanjutan. Jika kontras diperlukan, terapi harus ditunda selama beberapa bulan.
Gabungan PET-CT scan semakin sering digunakan untuk Tg-positif, tumor radioaktif
yodium-negatif.

Fine needle aspiration biopsy (FNAB)

Pada Graves disease, FNAB sangat diperlukan jika ditemukan nodul


pada tiroid untuk membedakan nodul jinak dan ganas.

2.2.8 Penatalaksanaan

21
Pengobatan Umum:

1) Istirahat.

Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat.
Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran
baik di rumah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di
rumah sakit.

2) Diet.

Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain
karena terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan
keseimbangan kalsium yang negatif.

3) Obat penenang.

Mengingat pada hipertiroid sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat
diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi (Bruncardi, 2014).

Pengobatan Khusus

1) Obat antitiroid.

Obat antirioid umumnya diberikan dalam persiapan untuk tindakan ablasi RAI
ataupun operasi. Obat-obat yang biasanya digunakan adalah Propiltiourasil (PTU, dengan
dosis 100300 mg tiga kali sehari). Dan metimazol (dosis 1030 mg tiga kali sehari,
kemudian dilanjutkan satu kali sehari). Metimazol mempunyai waktu paruh yang panjang
dan dapat diberikan satu kali dalam sehari. Kedua obat tersebut berfungsi untuk
menurunkan produksi hormon tiroid dengan menghambat ikatan organik dari yodium dan
penggabungan iodotirosin (diemediasi oleh TPO). Selain itu, PTU juga menghambat
konversi perifer T4 menjadi T3, sehingga obat ini berguna untuk pengobatan Thyroid
Storm/Crisis. Kedua obat dapat menembus plasenta, sehingga menghambat fungsi tiroid
fetus, dan obat ini juga dieksresikan melalui air susu ibu meskipun PTU mempunyai
resiko yang lebih rendah untuk ditransfer secara transplasental. Metimazol juga dikaitkan
dengan terjadinya kelainan kongenital berupa aplasia. Oleh karena itu, PTU lebih sering
digunakan pada wanita hamil dan menyusui. Efek samping yang bisa didapatkan adalah

22
granulositopenia reversibel, ruam kulit, demam, neuritis perifer, poliarteritis, vaskulitis,
dan agranulositosis serta anemia aplastik. Pasien harus dipantau untuk kemingkinan
terjadinya komplikasi dan harus diperingatkan untuk menghentikan PTU atau metimazol
dengan segera jika kemudian pasien mengalami nyeri tenggorokan dan demam.

Dosis obat antitiroid harus dititrasi setiap 4 minggu sampai fungsi tiroid normal.
Beberapa pasien dengan Graves disease dapat menjadi remisi setelah pengobatan selama
1218 bulan dan obat dapat dihentikan. Setengah dari pasien yang menjadi remisi dapat
mengalami kekambuhan pada tahun berikutnya.

Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300-600 mg perhari untuk PTU atau 30-60
mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis
tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau
carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.

Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain
adalah:

1. MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di
clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI 6 jam sedangkan PTU + 11 /2 jam.

2. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU.

3. MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin
serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu, sehingga
untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.

Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan) dan


dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50-70%) akan mengalami perbaikan yang
bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan
perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan
pengobatan (tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan
yodium sebelumnya atau dosis kurang). Efek samping ringan berupa kelainan kulit
misalnya gatal-gatal, skin rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa
perlu penghentian pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya
indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2-0,7%),

23
kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang menggunakan
dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi. Antara lain berupa: arthralgia, demam
rhinitis, conjunctivitis, alopesia, sakit kepala, edema, limfadenopati, hipoprotombinemia,
trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

2) Yodium

Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam
masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar
yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi
penimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan, timbul sekresi berlebihan dan
gejala hipertiroidi menghebat.

Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat
seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi,
biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per
hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan
pembedahan.Marigold dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2
ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan 10 hari sebelum dan sesudah operasi.

3) Penyekat Beta (Beta Blocker).

Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya


hipersensitivitas pada sistem simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini
diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin.

Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat


pengaruh hati.Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang
masih digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama
dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan
tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol;

penurunan denyut jantung permenit

penurunan cardiac output

perpanjangan waktu refleks Achilles pengurangan nervositas

24
pengurangan produksi keringat

pengurangan tremor

Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi


T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu 4-6 jam
hipertiroid dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis
tunggal propranolol sebagai persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu
operasi. Penggunaan propranolol a.l. sebagai : persiapan tindakan pembedahan atau
pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid

4) Levotiroksin (L-tiroksin)

Merupakan obat yang bisa memberikan kadar serum T3 danT4 yang stabil.
Penyerapan di usus bisa mencapai 75%.Obat ini merupakan pilihan untuk penggantian
hormon tiroid dan terapi supersif karena stabil secara kimia, murah, bebas antigen, dan
punya potensi seragam.Pada pasien yang direncanakan tiroidektomi, selain diberikan
PTU atau metimazol, dapat diberikan levotiroksin untuk menjaga kondisi eutiroid.

Pada penderita eutiroid sebelum operasi, terapi pengganti hormon mungkin tidak
diperlukan setidaknya untuk 10 hari pasca bedah, bahkan setelah tiroidektomi total.
Dosis harian hormon pengganti tiroid umumnya 100 ug levothyroxine (Synthroid) untuk
orang dengan berat badan normal. Kebanyakan ahli endokrin percaya bahwa dosis
levothyroxine perlu disesuaikan untuk menjaga kadar TSH pada kadar normal rendah
setelah operasi untuk kanker atau terapi supresif.

5) Tindakan pembedahan

Tindakan pembedahan direkomendasikan ketika kontraindikasi terhadap RAI


pada pasien yang dikonfirmasi kanker atau dicuragi nodul tiroid, berusia muda, memiliki
reaksi yang parah terhadap antitiroid, memiliki gondok yang besar (>80 g) sehingga
menyebabkan gejala kompresi. Indikasi relatif pada tiroidektomi meliputi pasien dengan
perokok, Graves ophthalmopathy sedang hingga berat, pasien yang meginginkan control
cepat sehingga segera menjadi eutiroid.Wanita hamil merupakan kontra ndikasi relatif
dari pembedahan, dan pembedahan dilakukan hanya ketika dibuthkan kontrol cepat dan
obat anitiroid tidak dapat digunakan. Pembedahan yang paling baik dilakukan pda

25
trimester dua. Tindakan pembedahan sangat direkomendasikan pada kasus toxic
multinodular goiter dan toxic adenoma. Tiroidektomi subtotal merupakan bentuk
penanganan hipertiroid yang terlama. Tiroidektomi totdal dan kombinasi dari
hemitiroidektomi dan tiroidektomi subtotal kontralateral dapat digunakan.

Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid,


yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid biasanya diberikan
6-8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol
selama 10-14 hari sebelum operasi.Propranolol dapat diberikan beberapa minggu
sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum
operasi.

Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen.


Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0.

Berbagai indikasi untuk melakukan tiroidektomi adalah pasien terdiagnosis


kanker tiroid. Di luar keganasan, tiroidektomi juga menjadi pilihan terapi yang layak
untuk pasien dengan goiter atau gondok. Pasien yang mengalami sesak nafas, nafas
pendek, maupun sulit menelan karena adanya goiter yang besar harus dilakukan
tiroidektomi. Indikasi lain dari tindakan ini adalah Graves disease yang sulit diatasi.

Hipertiroid berat yang tidak terkontrol merupakan kontraindikasi relatih untuk


melakukan tindakan operatif karena kekhawatiran keadaan saat operasi maupun setelah
operasi Meskipun tiroidektomi bisa dilakukan saat kehamilan, banyak ahli yang
menyatakan sebaiknya tindakan tiroidektomi ditunda hingga paska persalinan.

Tergantung dari patologinya, berapa luas kelenjar yang diambil serta ada tidaknya
penyebaran dari penyakitnya (keganasan)

a. Subtotal Lobektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitar pada satu sisi,dengan
meninggalkan sebanyak kurang lebih 4-7 gram jaringan tiroid normal pada bagian dekat
n. rekurens. Operasi dilakukan pada tonjolan jinak tiroid.
b. Total Lobektomi
Pengangkatan nodul tiroid dengan jaringan tiroid sepenuhnya.Operasi ini dilakukan pada
tonjolan jinak yang mengenai seluruh jaringan tiroid satulobus, atau pada tonjolan tiroid
dengan hasil pemeriksaan FNA-B menunjukkan suatu neoplasma folikuler. Bila hasil

26
pemeriksaan histo PA dari specimen menunjukkan keganasan tiroid, maka tindakan
lobektomi total sudah dianggap cukup pada penderita dengan faktor prognostik yang
baik.
c. Subtotal tiroidektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitarnya pada kedua sisi, dengan
meninggalkan kurang lebih 4-7 gram jaringan tiroid normal.
d. Near total tiroidektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta seluruh jaringan tiroid pada satu sisi disertai
pengangkatan sebagian besar jaringan tiroid sisi kontralateral dengan menyisakan sekitar
5 gram pada sisi tersebut.operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai
seluruh jaringan tiroid satu lobus dan sebagian jaringan tiroid kontralateral.
e. Total tiroidektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta seluruh jaringan tiroid.Operasi ini dikerjakan pada
karsinoma tiroid diferensiasi tidak baik terutama bila disertai adanya faktor prognostik
yang jelek

Gambar 2.13 Macam-Macam Pembedahan Kelenjar Tiroid

(http://www.drugs.com/health-guide/images/205306.jpg. Diakses 30 Januari 2017 Pukul


21.40 WIB

2.2.9 Komplikasi

1. Masalah jantung.

Beberapa komplikasi yang paling serius dari hipertiroid melibatkan jantung.


Gejala ini termasuk detak jantung yang cepat, gangguan irama jantung yang disebut
fibrilasi atrium dan gagal jantung kongestif - suatu kondisi di mana jantung tidak dapat
mengedarkan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Komplikasi ini
umumnya reversibel dengan pengobatan yang tepat

27
2. Osteoporosis.

Hipertiroidisme yang tidak diobati juga dapat menyebabkan kelemahan pada


tulang dan tulang rapuh (osteoporosis). Kekuatan tulang tergantung dari jumlah kalsium
dan mineral yang dikandungnya. Terlalu banyak hormon tiroid mengganggu kemampuan
tubuh Anda untuk menggabungkan kalsium ke dalam tulang.

3. Masalah mata.

Orang dengan Graves 'ophthalmopathydapat memiliki masalah pada mata,


termasuk mata menonjol, mata merah atau bengkak, sensitif terhadap cahaya, dan kabur
atau penglihatan ganda. , Masalah mata yang parah tidak diobati dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan.

4. Kulit bengkak dan merah.

Dalam kasus yang jarang terjadi, orang-orang dengan Graves disease dapat
memiliki gejala dermopati, yang mempengaruhi kulit, menyebabkan kemerahan dan
bengkak, sering pada tulang kering dan kaki.

5. Krisis tirotoksik.

Hipertiroidisme juga meningkatkan resiko terjadinya tirotoksis krisisGejala yang


muncul secara tiba-tiba antara lain demam, denyut nadi cepat dan bahkan delirium.

2.2.10 Prognosis

Hipertiroid akibat toxic multinodular goiter dan toxic adenoma biasannya bersifat
permanen dan terjadi pada orang dewasa. Setelah normalisasi fungsi tiroid dengan obat
antitiroid, yodium radioaktif biasanya direkomendasikan sebagai terapi definitif. Obat
antitiroid Jangka panjang, dosis tinggi tidak dianjurkan. Gondok multinodular toksik dan
adenoma toksik mungkin akan terus tumbuh perlahan-lahan selama penggunaan obat
antitiroid.

28
Umumnya, daerah yang thyrotoxic dilakukan tindakan ablasi, dapat mungkin
menjadi tetap eutiroid. Mereka yang menjadi hipotiroid setelah terapi yodium radioaktif
mudah dipertahankan dengan terapi penggantian hormon tiroid, dengan T4 diberikan
sekali sehari.

Pasien dengan penyakit Graves mungkin menjadi hipotiroid dalam perjalanan


alami penyakit mereka, terlepas dari apakah pengobatan melibatkan yodium radioaktif
atau operasi. Penyakit mata dapat berkembang pada saat jauh dari diagnosis awal dan
terapi. Umumnya, setelah diagnosis, oftalmopati perlahan membaik selama tahun.

Kelebihan hormon tiroid menyebabkan penebalan ventrikel kiri, yang


berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung dan kematian yang berhubungan
dengan jantung. Tirotoksikosis telah dikaitkan dengan kardiomiopati, gagal jantung kanan
dengan hipertensi pulmonal, dan disfungsi diastolik dan fibrilasi atrium.

Peningkatan laju resorpsi tulang terjadi. Kehilangan tulang, diukur dengan


densitometri mineral tulang, dapat dilihat pada hipertiroidisme berat pada semua usia dan
jenis kelamin. Pada penyakit subklinis ringan, penurunan densitas tulang sering terjadi
pada wanita pascamenopause.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bruncardi, F.C., et al. Chapter 38 in Thyroid, Parathyroid, and Adrenal in


Schwartzs Principal Of Surgery 9th Edition. 2014. United States of America Page 3198
3205.
2. Fox, S I. 2006. Endocrin Glands. In: Human Physiology 8th Ed. McGrawHill. Page
303-4.

29
3. Ganong, F W. 2006. The thyroid gland. In: Review of Medical Physiology 22th Ed.
USA: McGrawHill Companies.
4. Guyton, A.C., dan Hall, J E. 2006. Thyroid Metabolic Hormones. In: Textbook of
Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
5. Lee,StephanieL. 2014. Hyperthyroidism. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/121865-overview#a6 Accessed at February 1,
2017 at 16.30 pm.
6. Moore, Keith L., Agur, Anne M R. 2007. Chapter 8, Neck. In: Essential Clinical
Anatomy 3rd. Lippincott Williams and Wilkins.
7. Paz-Pacheco, Elizabeth, MD. Indonesian Clinical Practice Guidelines for
Hyperthyroidism. Journal of the Asean Federation of Endocrine Societies. 2012.
Available at http://asean-endocrinejournal.org/index.php/JAFES/article/view/10/16
Accessed at May 20, 2015 at 23.15 pm
8. Siraj, 2008. Update on the Diagnosis and Treatment of Hyperthyroidism.
Philadelphia: JCOM.
9.

30

Anda mungkin juga menyukai