Anda di halaman 1dari 8

Tinjauan Pustaka

Diagnosis dan Tatalaksana


Asma Bronkial

Iris Rengganis

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/


Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan
mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Secara
umum faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas faktor genetik dan
lingkungan. Tujuan pengobatan asma adalah tercapainya kontrol asma secara klinis.
Tatalaksana asma yang efektif merupakan hasil hubungan yang baik antara dokter dan pasien,
dengan tujuan pasien mandiri. Edukasi merupakan bagian dari interaksi antara dokter dan
pasien.
Kata kunci: asma, inflamasi kronik, faktor risiko, kontrol asma, edukasi

Diagnosis and Management of Bronchial Asthma

Iris Rengganis

Department of Internal Medicine Faculty of Medicine, University of Indonesia,


Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways associated with airway
hyperresponsiveness that leads to recurrent episodes of wheezing, breathlessness, chest tight-
ness, and coughing. These episodes are usually associated with widespread, but variable, airflow
obtruction. Factors that influence the risk of asthma can be divided into those that trigger asthma
symptoms, the former include host factors which are primarily genetic and the later are environ-
mental factors. The goal of asthma treatment is to achieve and maintain clinical control. The
effective management of asthma requires the development of a partnership between doctor and
patient. Education should be an integral part of all interactions between doctors and patients.
Keywords: asthma, chronic inflammation, risk factor, asthma control, education

444 Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial

Pendahuluan Patofisiologi Asma


Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah
napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat
di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi
terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur
maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan
menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE ab-
dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah normal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada
dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan
gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat
manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE or-
Asthma (GINA).1,2 ang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan
pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam media-
dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International tor. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,
Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu
melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus
tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus,
anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat,
dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit
(6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi
anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama
gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus.
kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.3 Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen
dan bertahan selama 16--24 jam, bahkan kadang-kadang
Definisi Asma sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil,
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan
patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat epi- sel-sel kunci dalam patogenesis asma.1,3-6
sode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan
batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan
obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan
dengan perubahan struktur saluran napas.1,2,4 alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan
Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator
lingkungan, mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat
didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi,
saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan
terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodik tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf
berulang berupa batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya
dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcito-
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.1 nin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka obat- menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus,
obat antiinflamasi berguna untuk mengurangi reaksi inflamasi eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel
pada saluran napas. Kortikosteroid merupakan obat inflamasi.1,3-6
antiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma,
penatalaksanaan asma. Obat ini dapat diberikan secara oral, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur
inhalasi maupun sistemik.1,2,4 secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008 445
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial

beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma
dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul
inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.1,2 harus segera diobati, penderita asma yang mengalami
stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk
Faktor Risiko Asma1,2,7-10 menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.
genetik dan faktor lingkungan. e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
1. Faktor Genetik Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi
a. Atopi/alergi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur
belum diketahui bagaimana cara penurunannya. seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai pada usia dini.
keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma g. Exercise-induced asthma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan
b. Hipereaktivitas bronkus aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
alergen maupun iritan. jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
c. Jenis kelamin menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas
usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah tersebut.
1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang h. Perubahan cuaca
dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
pada masa menopause perempuan lebih banyak. mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin
d. Ras/etnik merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
e. Obesitas Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga
merupakan faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti (serbuk sari beterbangan).
leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan i. Status ekonomi
meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
Klasifikasi Asma1,2
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum,
penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki
yang berarti bahwa derajat berat asma persisten dapat
gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau
2. Faktor lingkungan serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, derajat sebelumnya.
kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, Klasifikasi Menurut Etiologi
dan lain-lain).
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
menurut etiologi, terutama dengan bahan lingkungan yang
3. Faktor lain mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain oleh
a. Alergen makanan karena bahan tersebut sering tidak diketahui.
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma
tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet,
dan pewarna makanan. Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk
menentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan
b. Alergen obat-obatan tertentu
asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam
intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten
lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan
berat.
lain lain.
c. Bahan yang mengiritasi Klasifikasi Menurut Kontrol Asma
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain. Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara.
d. Ekspresi emosi berlebih Pada umumnya, istilah kontrol menunjukkan penyakit yang

446 Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial

tercegah atau bahkan sembuh. Namun pada asma, hal itu diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang
tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol manifestasi datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.
penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan
pengobatan. Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan Diagnosis Asma1,2
mempertahankan kontrol untuk waktu lama dengan Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga
pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping. penyakit ini dapat ditangani dengan baik, mengi (wheezing)
berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal
Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-anak
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak
dan pada saat serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan
yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit, anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa
mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit.
itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat
asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, membantu diagnosis. Mengukur status alergi dapat
pemberian obat inhalasi -2 agonis, dan uji faal paru) serta membantu identifikasi faktor risiko. Pada penderita dengan
obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran
obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Asma respons dapat membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan
dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, menurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah dengan
persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1). waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan
Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi klasifikasi asma menurut ambang kontrol.
serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian
dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global kondisi klinis serta pemeriksaan penunjang.
Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi Anamnesis
paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma
menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut antara lain: riwayat hidung ingusan atau mampat (rhinitis
adalah asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan alergi), mata gatal, merah, dan berair (konjungtivitis alergi),
asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai
antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau
melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena
harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala pada Orang Dewasa1

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru

Intermiten Bulanan APE >80%


Gejala <1x/minggu tanpa gejala diluar <2 kali sebulan - VEP1 >80% nilai prediksi APE
serangan >80% nilai terbaik
Serangan singkat - Variabiliti APE <20%.

Persisten ringan Mingguan APE >80%


. Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari.
Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur >2 kali sebulan - VEP1 >80% nilai prediksi APE
>80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE 20-30%.

Persisten sedang Harian APE 60-80%


. Gejala setiap hari.Serangan mengganggu aktivitas >2 kali sebulan - VEP1 60-80% nilai prediksi APE
dan tidur. Bronkodilator setiap hari. 60-80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE >30%.

Persisten berat Kontinyu APE <60%


. Gejala terus menerus. Sering - VEP1 <60% nilai prediksi APE
Sering kambuh. <60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas - Variabiliti APE >30%

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008 447
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial

pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau dapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang.
alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam
rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam Pemeriksaan Penunjang1,2,5
rumah. Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah, 1. Spirometer. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk
tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya
bludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah obstruksi dan efek pengobatan.
sesak dengan bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh 2. Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter merupakan alat
serangga, apakah pasien merokok, orang lain yang merokok pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan
di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien, untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.
apakah ada beta blocker, aspirin atau steroid. Gejala-gejala Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam
kunci untuk menegakkan diagnosis asma dirangkum dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan
Tabel 2. obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih
diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak
Pemeriksaan Klinis1 begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas
anamnesis secara rinci, menentukan adanya episode gejala besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan fisis pasien diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk
asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan
perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat FEV1.
ditemukan; napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakan 3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan
otot napas tambahan di leher, perut dan dada. Pada auskultasi penyakit yang tidak disebabkan asma

Tabel 2. Gejala-gejala Kunci Diagnosis Asma 12-14

Gejala kunci Batuk, mengi dan sesak atau frekuensi napas cepat, produksi sputum, sering waktu malam, respons terhadap
bronkodilator
Gambaran gejala Perenial, musiman atau keduanya; terus-menerus, episodik, atau keduanya; awitan, lama, frekuensi
(jumlah hari/malam/minggu/bulan), variasi diurnal terutama nokturnal dan waktu bangun pagi hari
Faktor presipitasi Infeksi virus. Alergen lingkungan, dalam rumah (jamur, tungau debu rumah, kecoa, serpih hewan atau
produk sekretorinya) dan outdoor (serbuk sari/pollen)
Ciri-ciri rumah (usia, lokasi, sistem pendingin/pemanas, membakar kayu, pelembab, karpet, jamur, hewan
piaraan, mebel dibungkus kain)
Latihan jasmani, kimiawi/alergen lingkungan kerja
Perubahan lingkungan
Iritan (asap rokok, bau menyengat, polutan udara, debu, partikulat, uap, gas)
Stres
Obat (aspirin, antiinflamasi, -bloker termasuk tetes mata)
Makanan, aditif, pengawet
Perubahan udara, udara dingin
Faktor endokrin (haid, hamil, penyakit tiroid)
Perkembangan penyakit Usia awitan dan diagnosis
Riwayat cedera saluran napas
Progres penyakit
Penanganan sekarang dan respons, antara lain rencana penanganan eksaserbasi
Frekuensi menggunakan SABA
Keperluan oral steroid dan frekuensi penggunaannya
Riwayat keluarga Riwayat asma, alergi, sinusitis, rinitis, eksim atau polip nasal pada anggota keluarga dekat
Riwayat sosial Perawatan/daycare, tempat kerja, sekolah
Faktor sosial yang berpengaruh
Derajat pendidikan
Pekerjaan
Riwayat eksaserbasi Tanda prodromal dan gejala
Cepatnya awitan, lama, frekuensi, derajat berat Jumlah eksaserbasi dan beratnya/tahun
Penanganan biasanya
Efek asma terhadap penderita Episode perawatan di luar jadwal (gawat darurat, dirawat di RS)
dan keluarga Keterbatasan aktivitas terutama latihan jasmani Riwayat bangun malam
Efek terhadap perilaku, sekolah, pekerjaan, pola hidup dan efek ekonomi
Persepsi penderita dan keluarga Pengetahuan mengenai asma: penderita, orang tua, istri/suami atau teman dan mengetahui kronisitas asma
terhadap penyakit Persepsi penderita mengenai penggunaan obat pengontrol jangka lama
Kemampuan penderita, orang tua, istri/suami/teman untuk menolong penderita
Sumber ekonomi dan sosiokultural

448 Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial

4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk Penilaian Kontrol Asma: Memantau dan Mempertahankan
menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. dengan Pendekatan Bertahap11-14
Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari Evaluasi kontrol dalam 2-6 minggu (tergantung derajat
faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu berat awal atau kontrol). PFM digunakan pada penderita 6
merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi tahun. Bila hasil spirometri menunjukkan kontrol buruk
dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) dibanding tanda kontrol lainnya, pertimbangkan obstruksi
bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada der- yang menetap dan nilai ukuran lainnya. Bila obstruksi yang
mographism). menetap tidak menerangkan kontrol yang kurang, lakukan
5. Petanda inflamasi. Derajat berat asma dan pengoba- step up, karena FEV1 yang buruk merupakan prediktor
tannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas eksaserbasi. Bila riwayat eksaserbasi menunjukkan kontrol
penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis buruk, nilai derajat gangguan paru dan pertimbangkan step-
dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. up, penanganan eksaserbasi dan menggunakan korti-
Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat kosteroid/KS oral terutama untuk penderita dengan riwayat
dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil eksaserbasi berat. Bila kontrol asma tidak didapat dengan
dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang cara tersebut, evaluasi kepatuhan pasien terhadap peng-
dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang gunaan obat, teknik inhalasi, kontrol lingkungan (pajanan
diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil baru) dan penanganan komorbid. Bila asma sudah terkontrol,
dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan pemantauan seterusnya adalah penting agar kontrol asma
inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dapat dipertahankan serta menentukan tahap dan dosis obat
dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran terendah. Pendekatan bertahap (stepping up dan stepping
inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset. down) dianjurkan untuk memperoleh dan mempertahankan
6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang kontrol asma. Pendekatan pengobatan bertahap mengga-
menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan bungkan kelima komponen yang diperlukan dalam pena-
berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan nganan asma. Jenis, jumlah dan jadwal obat ditentukan oleh
menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik ambang berat asma atau kontrol asma. Pengobatan diting-
dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada katkan (stepping up) bila diperlukan, dan diturunkan (step-
penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis ping down) bila mungkin. Oleh karena asma adalah penyakit
yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. kronis, asma persisten dapat dikontrol terbaik dengan
Di samping itu, ukuran alergen dalam alam yang terpajan pemberian obat pengontrol jangka lama untuk menekan
pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan inflamasi setiap hari. Kortikosteroid inhalasi merupakan obat
berbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak dalam anti-inflamasi yang efektif untuk semua usia pada semua
bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang tahap perawatan asma persisten. Seleksi terapi alternatif
memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. berdasarkan atas pertimbangan pengobatan yang efektif
Tes provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat untuk penderita (gangguan, risiko atau keduanya) dan
dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin riwayat penderita mengenai respons sebelumnya (sensitivitas
atau kering, histamin, dan metakolin. dan respons terhadap berbagai obat asma dapat berbeda di
antara penderita) serta kesediaan dan kemampuan penderita
Konsep Baru Pengobatan Awal Penilaian Derajat11-14 ataupun keluarga untuk menggunakan obat-obatan. Bila
Banyak penderita asma tidak diobati menurut pedoman asma sudah terkontrol, pemantauan adalah esensial, oleh
mutakhir, menimbulkan asma tidak terkontrol dan merupakan karena asma dapat berbeda dengan waktu. Stepping up
beban bagi penderita, keluarga serta seluruh sistem perawatan mungkin diperlukan, atau bila mungkin stepping down,
kesehatan. Pemantauan dan penilaian secara terus menerus identifikasi obat minimal diperlukan dalam mempertahankan
penting untuk keberhasilan penanganan klinis. Menurut kontrol asma.
konsep baru, penanganan asma dibuat dalam 3 golongan
umur yaitu 0-4 tahun, 4-12 tahun dan diatas 12 tahun, serta Pengobatan Bertahap pada Berbagai Usia1,12-14
menggunakan 2 domain dalam evaluasi derajat berat dan Penilaian derajat berat dan kontrol dilakukan menurut 2
kontrol asma, yaitu gangguan dan risiko. Bila diagnosis asma domain yang sama yaitu gangguan (gejala, tidur, dan
sudah ditegakkan, setiap penderita dilakukan penilaian derajat aktivitas) dan risiko eksaserbasi yang memerlukan steroid
berat asma, Derajat berat adalah intensitas intrinsik proses oral. Derajat berat asma ditentukan oleh domain gangguan
penyakit yang diukur praterapi, dan dapat memberikan dan risiko terberat. Pendekatan stepwise adalah untuk meno-
informasi kepada dokter untuk mengembangkan rencana long, bukan untuk menggantikan. Ambang derajat berat
pengobatan awal. Pengobatan awal diberikan sesuai dengan ditentukan oleh domain gangguan terberat (nilai dari 2-4
regimen (tahap) pengobatan. minggu yang akhir, dapat menggunakan PFM) dan risiko.

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008 449
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial

Keputusan berdasarkan data klinis untuk memenuhi kebu- hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti
tuhan penderita. Dewasa ini tidak cukup bukti hubungan polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi
antara frekuensi eksaserbasi dengan berbagai ambang derajat pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti meng-
berat asma. Bila perbaikan tidak dicapai dalam 4-6 minggu hentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja,
walaupun teknik pengobatan dan ketaatan cukup baik, pertim- makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat mem-
bangkan terapi penyesuaian atau alternatif. Penderita dengan perbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya
dua atau lebih eksaserbasi, memerlukan steroid oral dalam 6 penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan
bulan akhir atau empat episode mengi dalam satu tahun sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan.
terakhir, dianggap sebagai penderita asma persisten, meski- Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan indoor
pun tidak disertai ambang gangguan yang konsisten dengan dan outdoor, makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres dan
asma persisten. Sebelum step up, perlu dievaluasi kepatuhan berbagai faktor lainnya.
penderita minum obat, teknik penggunaan inhaler, kontrol
lingkungan dan komorbiditas. Bila diberikan pengobatan Penatalaksanaan Asma Bertujuan: 1,14-15
alternatif, hentikan penggunaannya sebelum step up. 1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar
kualitas hidup meningkat
Eksaserbasi Asma1,11-14
2. Mencegah eksaserbasi akut
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal
dengan sesak yang memburuk secara progresif disertasi
mungkin
batuk, mengi, dan dada sakit, atau beberapa kombinasi gejala-
4. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan
gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya
jasmani dan aktivitas lainnya
arus napas yang dapat diukur secara obyektif (spirometri
5. Menghindari efek samping obat
atau PFM) dan merupakan indikator yang lebih dapat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara
dipercaya dibanding gejala. Penderita asma terkontrol dengan
ireversibel
steroid inhaler, memiliki risiko yang lebih kecil untuk eksa-
serbasi. Namun, penderita tersebut masih dapat mengalami 7. Meminimalkan kunjngan ke gawat darurat
eksaserbasi, misalnya bila menderita infeksi virus saluran Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter dan
napas. Penanganan eksaserbasi yang efektif juga melibatkan pasien adalah hal yang penting sebagai dasar penata-
keempat komponen penanganan asma jangka panjang, yaitu laksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia mende-
pemantaan, penyuluhan, kontrol lingkungan dan pemberian ngarkan keluhan pasien, itu merupakan kunci keberhasilan
obat. Tidak ada keuntungan dari dosis steroid lebih tinggi pengobatan. Komponen yang dapat diterapkan dalam
pada eksaserbasi asma, atau juga keuntungan pemberian penatalaksanaan asma, yaitu mengembangkan hubungan
intravena dibanding oral. Jumlah pemberian steroid sistemik dokter pasien, identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap
untuk eksaserbasi asma yang memerlukan kunjungan gawat faktor risiko, penilaian, pengobatan dan monitor asma serta
darurat dapat berlangsung 3-10 hari. Untuk kortikosteroid, penatalaksanaan asma eksaserbasi akut.
tidak perlu tapering off, bila diberikan dalam waktu kurang Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan
dari satu minggu. Untuk waktu sedikit lebih lama (10 hari) menjadi 2 golongan yaitu:1,2,13,14
juga mungkin tidak perlu tapering off bila penderita juga
mendapat kortikosteroid inhaler. 1. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah keadaan darurat dan membu-
Pencegahan1,2,11-14
tuhkan bantuan medis segera, Penanganan harus cepat dan
A. Mencegah Sensititasi sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat darurat. Ke-
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan mampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya
sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga paling relevan pada adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri
masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma saat serangan di rumah sebelum ke dokter. Dilakukan penilaian
pada individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala,
dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal
bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma. paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada
Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun bayi prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru dan
kearah Th1, respons nonalergi atau modulasi sel T regulator laboratorium yang dapat menyebabkan keter-lambatan dalam
masih merupakan hipotesis. pengobatan/tindakan.
B. Mencegah Eksaserbasi 2. Penatalaksanaan Asma Kronik
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami
(trigger) seperti alergen (indoor seperti tungau debu rumah, sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat

450 Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008
Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial

mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma. Anti Pelaksanaan KIE tentang asma dan faktor risikonya
inflamasi merupakan pengobatan rutin yang yang bertujuan dapat dilakukan melalui berbagai media penyuluhan, seperti
mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal penyuluhan tatap muka, radio, televisi dan media elektronik
sebagai pengontrol, Bronkodilator merupakan pengobatan lainnya, poster, leaflet, pamflet, surat kabar, majalah dan
saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal media cetak lainnya.
pelega.
Ciri-ciri asma terkontrol: Daftar Pustaka
1. Tanpa gejala harian atau d 2x/minggu 1. Global strategy for asthma management and prevention. Na-
2. Tanpa keterbatasan aktivitas harian tional Institutes of Health, 2007.
2. Bernstein JA. Asthma in handbook of allergic disorders. Philadel-
3. Tanpa gejala asma malam phia: Lipincott Williams & Wilkins, USA, 2003,73-102.
4. Tanpa pengobatan pelega atau d 2x/minggu 3. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati,
5. Fungsi paru normal atau hampir normal Sundaru H, Siregar SP, et al. Allergy and asthma, The scenario in
Indonesia. In: Shaikh WA.editor. Principles and practice of tropi-
6. Tanpa eksaserbasi cal allergy and asthma. Mumbai: Vicas Medical Publis-
hers;2006.707-36.
Ciri-ciri asma tidak terkontrol 4. Holgate ST, The bronchial epithelial origins of asthma in im-
1. Asma malam (terbangun malam hari karena gejala asma) munological mechanisms in asthma and allergic disease. Robinson
2. Kunjungan ke gawat darurat, karena serangan akut DS (ed), S. Karger AG, Basel, Switzerland, 2000.62-71.
5. Gotzsche CP. House dust mite control measures for asthma: sys-
3. Kebutuhan obat pelega meningkat. tematic review in European Journal of Allergy and Chronic
Urticaria.volume 63,646.
Pengendalian asma bertujuan:1,5,10 6. Eapen SS, Busse WW. Asthma in inflammatory mechanisms in
1. Meningkatkan kemandirian pasien dalam upaya allergic diseases. In: Zweiman B, Schwartz LB.editors.USA: Marcel
pencegahan asma Dekker; 2002.p.325-54.
7. Augusto A. Asthma and obesity: Common early-life influences in
2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpajan the inception of disease JACI.2008 Mei; 121.(5):1075.
faktor risiko asma 8. Brisbon N, Plumb J, Brawer R, Paxman D, The asthma and
3. Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat obesity epidemics: The role played by the built environment-a
public health perspective. JACI.2005;115 (5):1024-8.
berisiko asma 9. Devereux G, Seaton A, Diet as a risk factor for atopy and
4. Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana asthma.JACI.2005.115 (6):1109-17.
pasien asma sesuai standar/kriteria 10. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective
5. Menurunnya angka kesakitan akibat asma in Allergy. European Journal of Allergy and Clinical Immunol-
ogy.2007;62 (3).213-5.
6. Menurunnya angka kematian akibat asma 11. Corrigan C, Rak S, Asthma in allergy. China: Elsevier Mosby;
2004.26-38.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut, salah satu cara 12. Bacharier LB, Louis S.Step-down therapy for asthma: Why,
dapat dilakukan dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi When, and How? JACI.2002; 109 (6):916.
yang meliputi:1,2,15 13. Bochner BS, Busse WW. Allergy and Asthma.JACI.2005;115
(5):953-9.
1. Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pence- 14. Broide D. New perspectives on mechanisms underlying chronic
gahan dan penanggulangan asma. allergic inflammation and asthma in 2007. JACI.2008.122 (3):
2. Meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi 475-80.
pasien dalam pengendalian asma. 15. Cabana MD, Le TT, Arbor A. Challenges in asthma patient
education.JACI.2005;115 (6):1225-7.
3. Untuk merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengen-
dalian asma.
4. Meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan
MS/FR
penggunaan obat/alat inhalasi

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008 451

Anda mungkin juga menyukai