Anda di halaman 1dari 3

2.

3 Stevia
Stevia Rebaudiana Bertoni ditemukan oleh seorang direktur perguruan tinggi pertanian
di Asuncion bernama Dr. Moises Santiago Bertoni ketika sedang menjelajahi hutan timur
Paraguay pada tahun 1887. Nama Rebaudiana berasal dari kimiawan Paraguay bernama
Rebaudi yang pertama kali melakukan ekstraksi daun stevia (Donna G., 2000).
Stevia Rebaudiana lebih dikenal dengan nama honey leaf plant, sweet chrysanthemum,
sweetleaf stevia, sugarleaf, atau kaa-he-e (nama lokal di Amerika Selatan). Daun Stevia
memiliki bentuk seperti kemangi, bergerigi, berukuran kecil dan berwarna hijau yang
termasuk dalam keluarga aster atau chrysanthemum, serta bertumpuk-tumpuk dalam satubatang,
berbiji dan bertunas. Tanaman stevia memiliki batang yang lemah dan semi kayu,
serta memiliki cabang-cabang. Bunga stevia berwarna putih, berukuran kecil, dan tumbuh di
bagian paling atas. Gambar tanaman stevia disajikan dalam
Gambar 2.2: Gambar 2.2

Stevia rebaudiana (Anonim, 2006)

Stevia memiliki sifat pemanis alami dan tingkat kemanisannya 300 kali dibandingkan
dengan gula tebu. Stevia tumbuh terutama di Gunung Amambay, Lembah Rio Monday,
Paraguay, Amerika Selatan. Stevia telah dibudidayakan di Asia Timur (China, Korea, Taiwan,
Thailand, Malaysia), Amerika Selatan (Brazil, Kolombia, Peru, Paraguay, Uruguay), dan
Israel (Anonim, 2008). Stevia pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1977 dan telah
dibudidayakan di Tawangmangu, Sukabumi, Garut, dan Bengkulu. Menurut EFSA (2010),
batas konsumsi atau acceptable daily intake (ADI) untuk pemanis stevia yaitu 4 mg/kg body
weight/day.

Stevia memiliki beberapa sifat yaitu:


a. Memiliki kadar kemanisan 300 kali dari sukrosa
b. Stabil pada suhu tinggi (100 0C) , larutan asam maupun basa (range pH 3-9), dan cahaya
c. Tidak menimbulkan warna gelap pada waktu pemasakan
d. Larut dalam air
e. Tidak larut dalam alkohol murni, kloroform, atau eter
f. Tahan pada pemanasan hingga 200 0C

2.1. Diabetes Mellitus


2.1.1. Pengertian Diabetes Melitus (DM)
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif
dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009).
Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan
oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro.
Setiawan, 2007).
2.1.2. Epidemiologi Diabetes Melitus

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita
Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat
dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi
dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara
berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren
urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri,
berdasarkan hasil Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami
toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa) 140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam
diberikan beban glucosa sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding
dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah
dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu
11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%, beberapa hal
yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas
fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007).

Bekatul

Bekatul terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji.
Dalam proses penggilingan gabah terdapat beberapa tingkatan yang mula-mula diperoleh beras
pecah kulit dengan hasil ikutan sekam dan dedak kasar. Bekatul terdiri atas lapisan pericarp,
testa, dan lapisan aleurone. Persentasi ini bervariasi, tergantung varietas dan umur padi dan
derajat sosoh (Grist, 1965). Rendemen bekatul dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya derajat
penyosohan, tingkat masak padi, kadar air gabah, jenis alat penyosoh, dan lubang alat pemisah
(Soemardi, 1975). Dedak terdiri atas lapisan dedak sebelah luar dari butiran-butiran padi dengan
sejumlah lembaga biji, sedangkan bekatul adalah lapisan dedak sebelah dalam dari butiran padi
termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Bagian bagian gabah dapat dilihat pada
Pangan Fungsional

Dewasa ini konsumen dalam memilih pangan tidak lagi sekedar untuk memenuhi
kebutuhan energi, mengenyangkan, atau memberi kenikmatan dengan rasanya yang lezat dan
penampilan yang menarik. Namun juga mempertimbangkan potensi aktivitas fisiologis
komponen yang dikandungnya. Peningkatan prevalensi penyakit pada beberapa dekade terakhir,
telah mendorong perubahan sikap masyarakat, yaitu cenderung mencegah penyakit dan berusaha
menjalani hidup sehat. Oleh sebab itu pangan fungsional menjadi lebih disukai dibandingkan
dengan obat-obatan, karena efek psikologis yang menyehatkan tanpa mengkonsumsi obat, serta
efek samping yang jauh lebih rendah (Adzkiya, 2011). Badan Pengawas Obat dan Makanan
mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami
proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi secara fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta dikonsumsi
sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa
penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak
memberikan kontra indikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang
dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya (Adzkiya, 2011).

Gambar 1. Skema morfologi gabah kering (Champagne, 1994 dalam Swastika, 2009)

Anda mungkin juga menyukai