Anda di halaman 1dari 9

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerupuk merupakan makanan ringan dan dijadikan lauk makanan, karena
memiliki rasa gurih dan enak yang dapat menambah selera makan (Rahmaniar dan
Nurhayati, 2007 dalam Yusmeiarti, 2008). Ditinjau dari bahan baku banyak jenis
kerupuk yang dapat dihasilkan seperti kerupuk ikan, kerupuk udang, kerupuk
kedelai, kerupuk sari ayam dan lain-lain dengan variasi bentuk kerupuk
tergantung pada kreativitas pembuatnya (Yusmeiarti, 2008). Sebagai komoditi
dagangan kerupuk termasuk kedalam jenis produk industri yang mempunyai
potensi cukup baik.
Pada umumnya kerupuk dikonsumsi sebagai makanan tambahan untuk
lauk pauk atau sebagai makanan kecil. Salah satu faktor utama yang menentukan
mutu kerupuk adalah kerenyahan. Umur simpan kerupuk yang digoreng akan
hilang sifat kerenyahan (menjadi lemas atau lembek) dan berbau tengik akibat
terjadinya penguraian minyak dan bereaksinya minyak dengan udara, sehingga
perlu disimpan pada tempat lembab. Kerupuk mentah lebih baik disimpan di
tempat yang lembab, maka akan ditumbuhi oleh jamur. Kerupuk yang sudah
lemas atau lembek dinilai tidak enak lagi. Rasa kerupuk menjadi faktor nomor dua
yang dinilai konsumen, meskipun produk makanan tersebut (baik mentah maupun
yang sudah digoreng) faktor warna kerupuk tetap menjadi penentu utama bagi
konsumen.
Kulit pisang merupakan limbah padat organik yang tidak dimanfaatkan
oleh sebagian masyarakat menjadi olahan produk baru. Ketersediaan kulit pisang
sangat banyak disekitar lingkungan karena sebagian masyarakat mengkonsumsi
buah pisang sebagai hidangan penutup dan membiarkan kulit pisang didalam
tempat sampah. Pemanfaatan limbah padat berupa kulit pisang dapat dijadikan
suatu produk baru dengan sentuhan teknologi. Pada makalah ini, akan membahas
pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai kerupuk.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah pemanfaat kulit buah pisang adalah
1. Mengetahui pemanfaatan kulit pisang sebagai produk baru.
2. Mengetahui pengolahan kerupuk dari kulit pisang dengan sederhana.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kerupuk
Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan
yang mengandung pati cukup tinggi. Pengertian lain menyebutkan bahwa kerupuk
merupakan jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume
membentuk produk yang porus dan mempunyai densitas rendah selama proses
penggorengan. Demikian juga produk ekstrusi akan mengalami pengembangan
pada saat pengolahannya. Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi
tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang
volumenya mengembang dan porus. Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi
dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan
dicetak dan dikeringkan. Pada proses penggorengan akan terjadi penguapan air
yang terikat dalam gel pati akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap
yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk
rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng.
Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk
tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber protein
merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani maupun
nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein, tidak ditambahkan bahan
sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam proses
pembuatannya.
Adapun syarat mutu kerupuk menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Syarat Mutu Kerupuk Menurut SNI

Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kerupuk Persyaratan Kerupuk


Non Protein Protein
Bau, rasa, - Normal Normal
warna
Benda asing %/b/b Tidak nyata Tidak nyata
Abu %/b/b Maks 2 Maks 2
Air %/b/b Maks 12 Maks 12
Protein %/b/b - Min 5
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1999)
2.2.1 Nilai Gizi Kerupuk
Dari segi gizi, apabila diamati komposisinya, kerupuk dapat merupakan
sumber kalori yang berasal dari pati (dan lemak apabila telah digoreng), serta
sumber protein (apabila ikan dan udang benar-benar ditambahkan). Dari hasil
analisis di laboratorium ditemukan bahwa kadar protein kerupuk mentah
bervariasi dari 0,97 % sampai 11,04 % berat basah (dengan kadar air yang
bervariasi dari 9,91 % sampai 14 %). Sedangkan kadar patinya bervariasi dari
10,27 % sampai 26,37 % berat basah. Sesudah digoreng, komposisinya berubah
karena hilangnya sebagian kadar airnya (karena menguap) dan masuknya minyak
goreng ke dalam kerupuk. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar
air kerupuk yang telah digoreng berkurang menjadi sekitar 1,05 % sampai 5,48 %,
sedangkan kadar lemak yang asalnya sekitar 1,40 % sampai 12,10 % menjadi
sekitar 14,83% sampai 25,33 % berat basah (Koswara, 2009).
2.2.2 Pembuatan Kerupuk
Pembuatan kerupuk secara umum terdiri dari tiga tahap penting, yaitu
pembuatan adonan, pencetakan adonan dan pengeringan.
1. Pembuatan adonan kerupuk
Pembuatan adonan kerupuk merupakan tahap yang penting dalam
pembuatan kerupuk mentah. Pembuatan adonan kerupuk dilakukan dengan
mencampurkan bahan utama dan bahan-bahan tambahan yang diaduk secara
merata, lalu diuleni dengan tangan sehingga dihasilkan adonan yang liat dan
homogen.
Dengan cara lain, pembuatan adonan kerupuk dilakukan dengan
mencampurkan bagian tepung tapioka, air, garam, gula, telur, bumbu dan
daging ikan yang telah dilumatkan dengan alat penggilingan daging, sehingga
diperoleh campuran seperti bubur. Campuran tersebut selanjutnya dicampurkan
kembali dengan sisa tepung tapioka sehingga terbentuk adonan yang homogen.
Pencampuran adonan dihentikan bila adonan tidak lengket di tangan atau pada alat
pencampuran.
2. Pencetakan adonan kerupuk
Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan
ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh
penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses
penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam.
Pencetakan adonan kerupuk berbentuk silinder dilakukan dengan tangan
berukuran panjang 25 30 cm dan diameter 4 5 cm. Selanjutnya adonan
berbentuk silinder tersebut dikukus sehingga diperoleh tekstur yang kenyal.
Kemudian didinginkan selama dua malam, selanjutnya diiris dengan pisau
sehingga diperoleh lembaran kerupuk mentah dengan ketebalan yang sama sekitar
1- 2 mm.
Pencetakan adonan berbentuk lembaran menggunakan penggiling mie
dilakukan dengan ketebalan 0.7 1.4 mm sehingga diperoleh bentuk lembaran,
lalu dipotong dengan pisau menjadi ukuran sesuai keinginan, misalnya 4 x 4 cm 2
atau berbentuk bulat. Pencetakan adonan bentuk melingkar, dilakukan dengan alat
pencetakan sebesar 5 kg adonan dengan kapasitas kerja 15 kg/jam. Adonan
dimasukan kedalam pencetak berbentuk silinder yang bagian bawanya tertutup
lempengan dengan 1 2 buah lubang yang bergaris tengah 1 2 mm. Selanjutnya
penekanan dilakukan sehingga adonan keluar dari lubang tersebut dan ditampung
dalam piring kecil yang digerakkan melingkar.
3. Pengeringan
Proses pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan
dengan kadar air tertentu. Kadar air yang terkandung dalam kerupuk mentah akan
mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan kerupuk dalam proses
penggorengan selanjutnya. Tingkat kekeringan tertentu diperlukan kerupuk
mentah untuk menghasilkan tekanan uap yang maksimum pada proses
penggorengan sehingga gel pati kerupuk bisa mengembang. Pengeringan kerupuk
bertujuan juga untuk pengawetan, pengurangan ongkos transportasi dan
mempertahankan mutu.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar
matahari atau dengan oven yang biasa dilakukan untuk skala laboratorium.
Keuntungan pengeringan dengan oven yaitu suhu dan waktu pemanasan dapat
diatur. Akan tetapi daya tampungnya terbatas dan biaya operasionalnya cukup
mahal. Pengeringan dengan menggunakan panas matahari selain biayanya murah,
juga mempunyai daya tampung yang besar. Tetapi cara ini sangat tergantung pada
cuaca dan pengeringan tidak dapat diatur.
Waktu pengeringan dengan oven pada suhu 60 70oC akan dicapai sekitar
7 8 jam. Sedangkan jika menggunakan oven pada suhu 55oC memerlukan waktu
15 20 jam. Pengeringan dengan panas matahari memerlukan waktu selama dua
hari, bila cuaca cerah dan sekitar 4 5 hari bila cuaca kurang cerah. Dari proses
pengeringan ini, dihasilkan kerupuk mentah dengan kadar air sekitar 14 % atau
kerupuk mentah yang mudah dipatahkan.

2.3 Fungsi Bahan


2.3.1 Tepung Tapioka
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran
pada berbagai macam produk antara lain kerupuk, dan kue kering lainnya. Selain
itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan
pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2003).
Tepung tapioka yang digunakan untuk pembuatan kerupuk sebaiknya
tepung yang bermutu baik yaitu memiliki warna putih, bersih, kering, tidak berbau
apek, tidak asam, murni, dan tidak mengandung benda-benda asing (Astawan dan
Astawan, 1991).
Tepung tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri makanan
karena kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak
dalam air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmadja,
1984).
2.3.2 Telur

Fungsi telur dalam pembentukan kerupuk adalah untuk meningkatkan nilai


gizi, rasa serta bersifat sebagai emulsifier dan mengikat komponen-komponen
adonan. Kerupuk yang terbuat dari tepung tapioka dengan campuran kuning telur
tidak lebih dari 15 persen (persen total dari telur yang ditambahkan) telah dapat
menigkatkan rasa, kerenyahan dan pengembangan volume. Lecithine yang
terkandung dalam telur akan membantu memperlemas gluten tepung terigu.
Sehingga produk kerupuk dari bahan baku tepung terigu ini akan bersifat lebih
halus, renyah serta berwarna seragam kekuningkuningan..
2.3.1 Gula
Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena
hampir setiap produk mempergunakan gula. Fungsi gula sebagai bahan penambah
rasa, sebagai bahan perubah warna dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan
dalam jaringan (Subagjo, 2007).
Penambahan gula bukan saja untuk menghasilkan rasa manis meskipun
sifat ini sangatlah penting. Gula bersifat untuk menyempurnakan rasa asam, cita
rasa dan juga kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula memiliki kemampuan
mengurangi kelembaban relatif, dan daya mengikat air adalah sifat-sifat yang
menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle, et al, 1987).
2.3.2 Garam
Fungsi penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa yaitu untuk
menetralkan rasa pahit dan rasa asam, membangkitkan rasa selera dan
mempertajam rasa manis, selain itu garam mempunyai tekanan osmotik yang
tinggi, higroskopik atau terurai menjadi Na+ dan Cl- yang meracuni sel mikrobia
dan mengurangi kelarutan O2 (Purba dan Rusmarilin, 1985).
2.3.3 Bahan Pengembang (Baking Powder)
Baking powder merupakan campuran dari bahan pengembang dengan
pengembang yang terdiri dari natrim bikarbonat, pengembang asam, serta bahan
pengisi pati dengan standar formula paling sedikit menghasilkan 12% CO2 (b/b)
dan NaHCO3 20- 30% (b/b) (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Baking powder merupakan bahan pengembang (leavening agent), yang
terdiri dari campuran sodium bikarbonat, sodium alumunium fosfat, dan
monokalsium fosfat. Sifat zat ini jika bertemu dengan cairan atau air dan terkena
panas akan membentuk karbondioksida. Karbondioksida inilah yang membuat
adonan jadi mengembang (ResepmasakanIndonesia, 2011).
Untuk memperbaiki atau menambah cita rasa, dapat ditambahkan bumbu
atau bahan penyedap kedalam adonan kerupuk. Bumbu yang sering ditambahkan
antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica, bawang daun dan
terasi. Sebagai pengganti bumbu dapat digunakan monosodium glutamat.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M.W. dan M. Astawan, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani


Tepat Guna, Akademika Pressindo, Jakarta.
Astawan, M., 2003.Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1999. Standarisasi Nasional Indonesia. 01-2713-
1999. Kerupuk. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan,
diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono, UI-Press, Jakarta.
Estiasih, T dan K. Achmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Koswara, S. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/07/Pengolahan-Aneka-Kerupuk.pdf, diakses pada 10
Maret 2017.
Purba, A dan H. Rusmarilin, 1985. Dasar Pengolahan Pangan, FP-USU, Medan.
Resepmasakanindonesia, 2011. Mengenal Aneka Bahan Kue.
http://resepmasakanindonesia.info (10 Maret 2017).
Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sumaatmadja, D., 1984. Pemanfaatan Ubi Kayu Dalam Industri Pertanian,
Komunikasi No. 214, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Hasil Pertanian, Bogor.
Yusmeiarti. 2008. Pemanfaatan dan Pengolahan Daging Sinawang (Pangium
edule Rienw) untuk Pembuatan Kerupuk . Buletin BIPD. XVI (2):1-8.

Anda mungkin juga menyukai