Anda di halaman 1dari 13

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

EKOLOGI GULMA PERKEBUNAN KUBIS (Brassica oleracea L.)


DI DESA BUNTU, KECAMATAN KEJAJAR, KABUPATEN
WONOSOBO, JAWA TENGAH

BIDANG KEGIATAN:
PKM-AI

Diusulkan oleh :

Betta Ady Gunawan B1J009023 / 2009


Asti Fitriani B1J009009 / 2009
Faisal Anggi Pradita B1J010012 / 2010

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


PURWOKERTO
2013
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

1. Ketua Pelaksana Kegiatan


a. Nama Lengkap : Betta Ady Gunawan
b. NIM : B1J009023
c. Tempat tanggal lahir : Banyumas, 11 Mei 1991
d. Jurusan : Biologi
e. Universitas/Institusi/Politeknik : Univeritas Jenderal Soedirman
f. Alamat Rumah dan No. Telp./HP : Ajibarang Kulon, RT 01/06,
Ajibarang, Banyumas. (No. HP
085727254278)
g. Alamat email : betta_ady@ymail.com

2. Anggota Pelaksana Kegiatan I


a. Nama Lengkap : Asti Fitriani
b. NIM : B1J009009
c. Tempat tanggal lahir : Jakarta, 06 Agustus 1991
d. Jurusan : Biologi
e. Universitas/Institusi/Politeknik : Univeritas Jenderal Soedirman
f. Alamat Rumah dan No. Telp./HP : Mangun Jaya Indah 2, Jl. Kenari II
Blok C3 no. 3 RT 006/015 Kec.
Tambun Selatan, Kab. Bekasi, Bekasi
17510. (No. HP 085694737625)
g. Alamat email : astimpit@ymail.com

3. Anggota Pelaksana Kegiatan II


a. Nama Lengkap : Faisal Anggi Pradita
b. NIM : B1J010012
c. Tempat tanggal lahir : Cirebon, 5 April 1993
d. Jurusan : Biologi
e. Universitas/Institusi/Politeknik : Univeritas Jenderal Soedirman
f. Alamat Rumah dan No. Telp./HP : Desa Ciledugtengah, Kec. Ciledug,
Kab. Cirebon RT 02/01. (No. HP
085747377114)
g. Alamat email : praditaf@gmail.com

Mengetahui,

Ketua Pelaksana Anggota Pelaksana Anggota Pelaksana


Kegiatan Kegiatan I Kegiatan II

Betta Ady Gunawan Asti Fitriani Faisal Anggi Pradita


NIM. B1J009023 NIM. B1J009009 NIM. B1J010012

ii
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Ekologi Gulma Perkebunan Kubis


(Brassica oleracea L.) di Desa Buntu,
Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah
2. Bidang Kegiatan : () PKM-AI
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
1. Nama Lengkap : Betta Ady Gunawan
2. NIM : B1J009023
3. Jurusan : Biologi
4. Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Jenderal Soedirman
5. Alamat Rumah/Telp./Hp. : Ajibarang Kulon RT 1/6, Ajibarang,
Banyumas. 53163.
(HP. 085727254278)
6. Alamat email : betta_ady@ymail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 3 Orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Dwi Nugroho Wibowo, MS.
b. NIDN : 0025116109
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jln. Sridadi No. 118,
Purwokerto 081327040333

Purwokerto, 19 Maret 2013

Menyetujui
Pembantu Dekan III Ketua Pelaksana Kegiatan
Fakultas Biologi

(Dr. Agus Nuryanto, S.Si, M.Si ) (Betta Ady Gunawan)


NIP. 19690825 199702 1 001 NIM. B1J009023

Pembantu Rektor III


Universitas Jenderal Soedirman Dosen Pendamping

(Prof. Dr. Imam Santoso M.Si.) (Dr. Dwi Nugroho Wibowo, MS.)
NIP. 19611001 198803 1 001 NIDN. 0025116109

iii
1

EKOLOGI GULMA PERKEBUNAN KUBIS (Brassica oleracea L.) DI


DESA BUNTU, KECAMATAN KEJAJAR, KABUPATEN WONOSOBO,
JAWA TENGAH

Betta Ady Gunawan, Asti Fitriani, Faisal Anggi Pradita


Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 53122, Jawa
Tengah, Indonesia

ABSTRAK
Gulma merupakan tumbuhan liar yang tumbuh secara alami dan menjadi pesaing
bagi tanaman utama, sehingga keberadaannya tidak dikehendaki karena
merugikan pertumbuhan dan produksi tanaman budidaya. Perkebunan kubis
(Brassica oleracea L.) merupakan salah satu tanaman budidaya yang ditanam
oleh masyarakat Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo yang
memiliki daya jual tinggi di daerah tersebut. Gulma tanaman kubis tak jarang
menggangu perkebunan kubis disaat masa tanam. Kemampuan kompetisi dari
gulma kubis ini membuat hasil dan kualitas perkebunan kubis menjadi menurun.
Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan lanjut untuk menekan pertumbuhan
gulma perkebunan kubis ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ekologi
gulma perkebunan kubis di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di
lokasi perkebunan kubis dan dengan menggunakan teknik wawancara open-
ended. Jenis gulma yang ditemukan adalah Cyperus rotundus, Ageratum
conyzoides, dan Cynodon dactylon. Jenis gulma yang dominan adalah Ageratum
conyzoides. Permasalahan dalam pengelolaan gulma adalah jumlah gulma
terlalu banyak sehingga seringkali penggunaan herbisida kurang efektif. Oleh
karena itu, pemberantasan gulma dengan cara dicabut secara berkala serta
menggunakan herbisida.

Kata kunci: gulma, perkebunan kubis, Wonosobo.

ABSTRACT
Weeds are plants that grow naturally and a contender for the main crop, so its
existence is not required because it is detrimental to the growth and cultivation of
crop production. Plantations of cabbage (Brassica oleracea L.) is one of the
cultivation of crops planted by villagers of Buntu, District Kejajar, Wonosobo
Regency who have high selling power in the area. Weed of cabbage plant often
disturb the cabbage plantation during the time of planting. The ability of this
cabbage weed competition makes the results and quality of cabbage plantation
into a decline. Therefore, the need for further actions to suppress the growth of
weeds cabbage plantation. The purpose of this research is to know the ecology of
weeds in a Buntus Village cabbage plantation, District Kejajar, Wonosobo
Regency. The method of data collection is done by direct observation in cabbage
plantations and by using open-ended interview techniques. Types of weeds that
are found is Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides, and Cynodon dactylon. A
kind of weeds dominant is Ageratum conyzoides. Problems in the management of
weeds is the sum of weeds too much so often the use of a herbicide less effective.
2

Therefore, eradication weed in an inalienable manner periodically and using


herbicides.

Keywords: weed, cabbage plantation, Wonosobo.

PENDAHULUAN
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada suatu tempat dan
keberadaannya tidak diinginkan karena mengganggu tanaman budidaya atau dapat
mengganggu aktifitas manusia. Dalam konteks ekologi gulma tanaman budidaya
(weedcrop ecology), gulma adalah tumbuhan yang berasal dari lingkungan alami
dan secara kontinyu mengganggu tanaman dan aktifitas manusia dalam
mengusahakan tanaman budidaya (Aldrich, 1984). Masalah gulma sebenarnya
merupakan masalah penting dalam usaha pertanian, namun tidak mendapat
perhatian seperti hama atau penyakit tanaman yang lainnya. Hal tersebut
disebabkan karena kerugian yang ditimbulkan oleh gulma sedikit demi sedikit
tidak langsung bisa dilihat, tetapi sebenarnya sangat menurunkan hasil panen.
(Moenandir et al., 1993 dalam Utami 2004). Keberadaan gulma yang dibiarkan
tumbuh pada tanaman budidaya akan menurunkan 20 80% hasil panen.
Penurunan hasil tanaman sangat bervareasi tergantung dari berbagai faktor, antara
lain kemampuan tanaman berkompetisi, jenis-jenis gulma, umur tanaman dan
umur gulma, tehnik budidaya dan durasi mereka berkompetisi (Utami, 2004).
Buntu merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo. Luas desa ini 3,34 km dengan suhu udara 25C, pH
tanah 6,8, suhu tanah 21C. Desa Buntu berada di ketinggian 600 m dpl.
Pencaharian utama masyarakat buntu adalah sebagai petani sayuran. Sayuran yang
banyak dibudidayakan yaitu kubis (Anonim, 2010). Kubis (Brassica oleracea L.)
merupakan salah satu komoditi perekonomian masyarakat Wonosobo. Tanaman
kubis merupakan tanaman sayur-sayuran yang telah banyak diusahakan para
petani di pedesaan Indonesia, karena banyak mengandung vitamin A 200 IU, B 20
IU dan C 120 IU mgr (LIPTAN, 1993). Sebagian kubis tumbuh baik pada
ketinggian 100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat
menghasilkan biji. Pada daerah dengan ketinggian di bawah 100 m, tanaman kubis
tumbuh kurang baik (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Tanaman kubis tumbuh baik pada lahan pertanian yang gembur, mudah
menahan air dan tanah tersebut banyak mengandung humus. Tanaman kubis
menghendaki iklim dengan suhu relatif rendah, kelembaban tinggi dan tumbuh
baik pada ketinggian 1000 - 2000 dpl. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara
pencangkulan tanah sebanyak 2 kali, pencangkulan pertama sedalam 30-40 cm,
kemudian dibiarkan dahulu untuk mendapat sinar matahari selama 7 - 10 hari.
Setelah itu, dicangkul untuk kedua kalinya sekaligus diberi pupuk kandang
sebanyak 10 - 15 ton /ha dan dibuatkan bedengan selebar 100 cm. Pada waktu
berumur 2 dan 4 minggu setelah tanam diberikan pupuk buatan ZA 400 kg/ha, DS
200 kg/ha (Arif, 1990).
Sebagai komoditas pertanian andalan di Kabupaten Wonosobo Propinsi
Jawa Tengah yang bernilai ekonomi tinggi, maka peningkatan produksi kentang
dan kubis adalah satu-satunya pertimbangan utama dalam usaha tani. Usaha
peningkatan produksi kentang dan kubis dipengaruhi adanya faktor pembatas
penting di lapangan antara lain adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan
3

(Rukmana, 1997 dalam Purwantisari dan Hastuti, 2009). Selain itu faktor
pengganggu seperti tumbuhnya gulma, jenis tanah, pemberian obat kimia, cuaca
dan musim di sekitar perkebunan kubis membuat hasil dan kualitas panen
menurun.
Kemampuan gulma menekan pertumbuhan tanaman budidaya sangat
ditentukan oleh jenisnya, kepadatan, dan lamanya gulma tumbuh di pertanaman.
Ketiga faktor tersebut menentukan derajat persaingan gulma dalam memperoleh
sumberdaya yang tersedia. Pengendalian gulma dilakukan dengan tujuan untuk
membatasi investasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat
dibudidayakan secara produktif dan efisien atau merupakan prinsip
mempertahankan kerugian minimum yaitu menekan populasi gulma sampai pada
tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak melampaui
ambang ekonomi, namun dalam pengendaliannya diperlukan pengetahuan yang
cukup tentang gulma yang bersangkutan dan teknik penanggulangannya dan salah
satu perbaikan teknik budidaya adalah usaha pengelolaan gulma dengan tidak
merusak lingkungan (Froud-Williams, 2002 dalam Hidayati, 2009).

BAHAN DAN METODE


Lokasi penelitian dalam pengamatan ekologi gulma ini dilakukan di Desa
Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo pada bulan Desember 2012 di
salah satu perkebunan kubis masyarakat Desa Buntu dan mengamati tumbuhan
gulma yang tumbuh di perkebunan kubis. Alat dan bahan yang digunakan antara
lain gunting tanaman, cetok, kantong plastik, meteran, tali rafia, kamera digital
dan alat tulis.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan langsung
di lapangan dengan cara :
1. Metode survey dengan membuat petak transek kuadran berukuran 1 x 1 meter
yang diletakkan secara acak.
2. Mengetahui komposisi jenis dan kerapatan jenis gulma, menggunakan rumus :

Indeks Nilai Penting = Frekuensi Relatif (FR) + Kerapatan Relatif (KR)


3. Metode wawancara dilakukan dengan menggunakan teknik open-ended dimana
teknik ini dilakukan dengan tanya jawab secara rinci untuk mengetahui
permasalahan yang dialami oleh petani dan perkebunan kubis.
4

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dimulai dengan melakukan pembuatan transek
diperkebunan kubis. Transek berukuran 1x1 meter diletakkan secara random dan
dilakukan pengamatan jenis-jenis gulma yang termasuk didalam transek tersebut.
Kelengkapan data juga diperoleh dengan melakukan wawancara kepada petani
kubis yaitu Ibu Hariyanti. Data hasil wawancara ditabulasikan pada tabel sebagai
berikut.

Tabel 1. Data hasil wawancara dan inventarisir permasalahan areal perkebunan


kubis.

No. Uraian Kegiatan Jenis Tanaman Budidaya Kubis


1. Sistem budidaya Monokultur
2. Jarak tanam 20-30 cm
3 Jenis gulma Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides,
Cynodon dactylon,
Dymaria stylosa, Ageratum houstorianum,
Dymaria cordata, Oxalis corniculata, Eleusine
indica, Paspalum paspaloides, Amaranthus
lividus, Capsella burva pastolris, Borreria
alata, Amaranthus spinosus, Polygonum sp.,
Portulaca aleracea, dan Artemisia vulgaris
4 Dominansi gulma Ageratum conyzoides
5 Permasalahan gulma Jumlah gulma terlalu banyak sehingga
terkadang penggunaan herbisida kurang efektif
6 Kondisi lingkungan Di sekitar tanaman kubis masih sering terdapat
gulma.
7 Pemberantasan gulma Pemberantasan gulma dengan cara pencabutan
secara berkala atau terkadang juga disiangi
serta menggunakan herbisida jika diperlukan
8 Jenis obat yang bahan aktif 1,1-dimetil-4,4-bipiridin
digunakan untuk (paraquat) (Anonim, 2012)
memberantas gulma

Tabel 2. Data Penambahan jenis gulma pada berbagai ukuran kuadrat

No. Ukuran kuadrat Jumlah jenis Jenis Gulma


1. 25 x 25 cm 4 Cyperus rotundus, Cynodon dactylon,
Dymaria stylosa, Ageratum
houstorianum
2. 25 x 50 cm 2 Dymaria cordata, Oxalis corniculata
3. 50 x 50 cm 2 Ageratum conyzoides
Eleusine indica
4. 50 x 100 cm 3 Paspalum paspaloides
Amaranthus lividus
Capsella burva pastolris
5. 100 x 100 cm 1 Borreria alata
5

Gulma - gulma yang tumbuh di perkebunan kubis

Tabel 1. merupakan hasil wawancara dengan petani perkebunan yaitu Ibu


Hariyanti yang dilakukan pada saat pengamatan di Desa Buntu, Kecamatan
Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Perkebunan kubis ini berada pada ketinggian 600
m dpl dan memiliki temperatur antara 22-250C dengan suhu tanah 210C. Luas
daerah Desa Buntu adalah 3,34 Km2. Areal perkebunan ini ditanami dengan
tanaman kubis. Jenis-jenis gulma yang ada ditanaman kubis ini adalah Cyperus
rotundus, Ageratum conyzoides, Cynodon dactylon, Dymaria stylosa, Ageratum
houstorianum, Dymaria cordata, Oxalis corniculata, Eleusine indica, Paspalum
paspaloides, Amaranthus lividus, Capsella burva pastolris, Borreria alata,
Amaranthus spinosus, Polygonum sp., Portulaca aleracea, dan Artemisia vulgaris
Tetapi jenis gulma yang paling dominan di perkebunan ini menurut petani di
perkebunan kubis adalah Ageratum conyzoides yaitu jenis gulma berdaun lebar.

Gambar 1. Gulma Ageratum conyzoides


Bandotan (Ageratum conyzoides) merupakan gulma pertanian anggota
suku Asteraceae. Terna semusim ini berasal dari Amerika tropis, khususnya
Brazil, akan tetapi telah lama masuk dan meliar di wilayah Nusantara. Bandotan
disebut juga sebagai babandotan (babadotan), wedusan, dan dus-bedusan.
Tumbuhan ini menyebar luas di seluruh wilayah tropika, bahkan hingga
subtropika. Tumbuhan tersebut didatangkan ke Jawa sebelum tahun 1860, kini
gulma ini telah menyebar luas di Indonesia (Soerjani, 1987).
Luas minimum didapatkan setelah persentase penambahan jenis baru
kurang dari 10%, jika presentase penambahan kurang dari 10% maka pembuatan
petak dihentikan. Dari data hasil praktikum dan perhitungan luas minimum dapat
dtentukan setelah pembuatan petak kelima dengan luas petak 1,00 x 1,00 m 2
=1,00 m2 dengan jumlah jenis 12 sehingga didapatkan presentase 1/11 x 100% =
9,09%. Nilai kisaran luas minimum yang dihasilkan sebesar 0.25 m2. Luas daerah
vegetasi yang telah diambil diatasnya sangat bervariasi untuk setiap bentuk
vegetasi mulai dari 0,25 m2 sampai 1m2. Indeks nilai penting (INP) terbesar yaitu
pada Oxalis corniculata sebesar 72,91 %, sedangkan yang terendah yaitu
Polygonum sp. dengan nilai indeks penting sebesar 4,92 %. Frekuensi total
sebesar 4,6, kerapatan total sebesar 34, KR tertinggi sebesar 51,17% dan FR
tertinggi sebesar 21,74%.
Tanaman kubis atau kol merupakan salah satu jenis sayuran dari genera
Brassica yang tergolong kedalam familia Cruciferae (Brassicaeae) (Sastrosiswojo,
1993). Tanaman kubis ini berasal dari daerah subtropis dan telah lama dikenal dan
dibudidayakan di Indonesia. Produksi kubis di negara kita, selain untuk memenuhi
keperluan dalam negeri, juga merupakan komoditas ekspor. Kubis termasuk
6

kelompok enam besar sayur segar yang diekspor Indonesia, yakni bersama-sama
dengan tomat, lombok dan bawang merah (Rukmana, 1994). Daun-daun
berbentuk bulat telur sampai lonjong, lebar dan berwarna hijau. Daun-daun atas
pada fase generatif akan saling menutupi satu sama lain membentuk krop. Bentuk
krop bervariasi, bulat telur, gepeng dan kerucut. Tanaman kubis yang
dibudidayakan umumnya berhabitus perdu dan tumbuh semusim (annual) ataupun
dwi musim (biennual). Sistem perakaran relatif dangkal (20-30 cm). Batang
tanaman kubis pendek dan banyak mengadung air (herbaceous). Disekeliling
batang hingga titik tumbuh, terdapat helaian daun yang bertangkai (Rukmana,
1994).

Pengendalian Gulma
Gulma merupakan tumbuhan liar yang tumbuh secara alami dan menjadi
pesaing bagi tanaman utama, sehingga keberadaannya tidak dikehendaki karena
merugikan pertumbuhan dan produksi tanaman tersebut. Kemudian untuk
mengatasi gulma yang ada pada perkebunan kubis, gulma disiangi dengan cara
mencabut rumput-rumput atau dengan menggunakan herbisida. Herbisida yang
digunakan untuk mengatasi gulma-gulma yang tumbuh adalah 1,1-dimetil-4,4-
bipiridin (paraquat) (Anonim, 2012). Bahan aktif ini digunakan oleh petani-petani
yang ada di Desa Buntu. Tanaman pokok yaitu kubis jika masih berumur sangat
muda maka pengendalian gulma dilakukan secara manual tetapi jika umur
tanaman sudah dewasa maka pengendalian gulma dapat dilakukan dengan
menggunakan herbisida kontak atau sistemik (Bhaktibina, 2011). Menurut Ramli
(2010), Upaya yang perlu dilakukan ialah dengan mengembangkan varietas kubis
dataran rendah yang saat ini mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia
Untuk mendapatkan varietas tersebut perlu kiranya memodifikasi iklim mikro
sekitar tanaman, karena diketahui bahwa dataran rendah umumnya memiliki suhu
cukup tinggi dibandingkan pada dataran tinggi. Modifikasi iklim mikro
diantaranya dengan menggunakan mulsa jerami dan mulsa plastik, bertujuan
menjaga kelembaban sekitar perakaran tanaman dengan mengurangi
evapotranspirasi yang tinggi.

Gambar 2. Penggunaan penutup plastik pada tanaman kubis di Desa Buntu,


Kecamatan Kejajar, Wonosobo.

Pengendalian gulma pada tanaman budidaya menurut hasil penelitian


Hidayati (2009) dapat dilakukan dengan menggunakan bokashi. Nilai rata-rata
7

efisiensi pengendalian gulma dan pengaruh antar perlakuan tidak menunjukkan


pengaruh interaksi antara perlakuan pengendalian gulma dengan perlakuan
bokashi, akan tetapi masing-masing perlakuan pengendalian berpengaruh
signifikan terhadap efisiensi pengendalian gulma. Nilai rata-rata tertinggi dicapai
oleh perlakuan pengendalian secara kimia (p3). Selanjutnya, pengaruh perlakuan
(p3) sama dengan perlakuan mulsa (p2) dan berbeda dengan perlakuan
pengendalian secara manual (p1) dan tanpa pengendalian (p0).
Perlakuan pengendalian secara kimia dan pengendalian secara kultur
tehnik (penggunaan mulsa) memberi pengaruh yang sama terhadap EPG (Efisiensi
Pengendalian Gulma) sehingga dapat dipastikan bahwa untuk menghemat tenaga
biaya dan waktu serta tidak merusak lingkungan maka pengendalian gulma secara
kultur tehnik (penggunaan mulsa) dapat menggantikan pengendalian gulma secara
kimia dan lebih layak/efektif diterapkan pada areal yang tidak terlalu luas (areal
tanaman pangan) (Hidayati, 2009). Menurut Syamsudin (2006) bahwa dengan
pemberian mulsa yang dihamparkan diatas permukaan tanah dapat mengurangi laju
pertumbuhan gulma dan efektif dibanding dengan penggunaan herbisida
pratumbuh.
Menurut hasil penelitian Nasikhun, et al. (2011) pemeliharaan dan
pengendalian tanaman kubis untuk terhindar dari gangguan gulma dapat dilakukan
dengan cara pengairan atau penyiraman, pemupukan, penyiangan dan pendangiran
serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dan pendangiran dilakukan
pada tanaman berumur 20 hari dengan cara mencabut gulma disekitar tanaman,
kemudian dicangkul untuk membuat alur.

Penyakit pada Tanaman Pokok


Tanaman kubis biasanya diserang oleh hama ulat kubis (Plutella
maculipennis), dikendalikan dengan Diazinon atau Bayrusil 1-2 cc/1 air dengan
frekuensi penyemprotan 1 minggu. Sedangkan ulat kubis (Crocidolonia binotalis)
dikendalikan dengan Bayrusil 13 cc/1 air. Salah satu masalah dalam budidaya
tanaman kubis adalah hama ulat krop (Crocidolomia binotalis). Stadium larva C.
binotalis merupakan hama potensial pada tanaman keluarga Brassicaceae, salah
satunya adalah tanaman kubis ini (Pracaya, 2009 dalam Widiana dan Zeswita,
2012). Selain itu kubis terkadang juga diserang oleh patogen yang menyebab
penyakit pada tanaman kubis ini misalnya penyakit busuk akar yang disebabkan
Rhizoktonia sp dapat dikendalikan dengan bubur Bordeaux atau fungisida yang
dianjurkan. Busuk hitam (Xanthomonas campestris) dan busuk lunak bakteri
Erwinia carotovora dan penyakit pekung Phomalincran, penyakit kaki gajah
(Plasmodiophora rassicae) belum dapat diatasi. Bila ada tanaman yang terserang
segera dicabut lalu dibakar (Cahyono, 1995). Menurut hasil penelitian
Roesmiyanto, et al. (1996) pencelupan akar bibit kobis sampai sebatas batang
bawah, sebelum ditanam, dalam larutan Benomil 0,5% dapat mengendalikan
penyakit busuk hitam (Xanthomonas campestris) yang sering menyerang tanaman
kobis di daerah Gemutri dan Singolangu.
8

KESIMPULAN
Berdasarkan data dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
perkebunan kubis Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Wonosobo menggunakan
sistem budidaya monokultur dengan jenis gulma yang tumbuh antara lain Cyperus
rotundus, Ageratum conyzoides, Cynodon dactylon, Dymaria stylosa, Ageratum
houstorianum, Dymaria cordata, Oxalis corniculata, Eleusine indica, Paspalum
paspaloides, Amaranthus lividus, Capsella burva pastolris, Borreria alata,
Amaranthus spinosus, Polygonum sp., Portulaca aleracea, dan Artemisia vulgaris
Jenis gulma yang dominan adalah Ageratum conyzoide. Banyaknya gulma yang
tumbuh membuat beberapa gulma susah diberantas dengan menggunakan
herbisida 1,1 -dimetil-4,4-bipiridin (paraquat). Oleh karena itu, cara pencabutan,
disiangi dan diberi herbisida adalah cara yang paling efektif untuk memberantas
gulma tersebut. Nilai kisaran luas minimum yang dihasilkan sebesar 0.25 m2.
Indeks nilai penting (INP) terbesar yaitu pada Oxalis corniculata sebesar 72,91 %,
sedangkan yang terendah yaitu Polygonum sp. dengan nilai indeks penting sebesar
4,92 %. Frekuensi total sebesar 4,6, kerapatan total sebesar 34, Kerapatan Relatif
tertinggi sebesar 51,17% dan Frekuensi Relatif tertinggi sebesar 21,74%.

DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, R.J. 1984. Weed-crop Ecology. Principles in Weed Management. Nort
Scituate, Massachussets: Breton Publisher.
Anonim. 2010. www.wikipedia.com/desa-buntu-kejajar-wonosobo/ diakses 12
maret 2013
______. 2012. kliniktaniorganik.com/herbisida (pengendali gulma), hubungannya
dengan konsep pertanian berbasis organik/ diakses 12 Maret 2013
Arief, A. 1990. Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta.
Bhaktibina. 2011. http://bha.ktibina.blogspot.com/2011/01/gulma-dan-pengenda
liannya.html. Diakses Tanggal 13 Desember 2012 Pukul 11.21 WIB
Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Kubis. Pustaka. Nusatama.
Yogyakarta.
Froud-Williams, R.J. 2002. Weed Competition in Robert. E.L. Naylor (Ed) Weed
Management Hand Book. Ninth Edition. Published for The British Crop
Protection Council by Blackwell Science.
Hidayati, M. 2009. Komposisi dan Efisiensi Pengendalian Gulma pada
Pertanaman Kedelai dengan Penggunaan Bokashi. Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako. Sulawesi Tengah
LIPTAN. 1993. Budidaya Tanaman Kubis. dalam Ringkasan bercocok tanam,
tanaman perkebunan dan industri, buah-buahan dan sayuran. Balai
Informasi Pertanian Irian Jaya. Jayapura.
Nasikhun, T. Supriyadi, dan Mahananto. 2011. Uji Efektifitas Pupuk Daun
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Tanaman Kubis
(Brassica oleracea L.). Fakultas Pertanian. Universitas Tunas
Pembangunan. Surakarta.
9

Permadi, A. H. dan S. Sastrosiswojo.1993. Kubis. Kejasama antara Badan


Penellitian dan Perkembangan Pertanian. Lembang: Balai Penelitian
Holtikultura. Bandung
Purwantisari, S., R.S. Ferniah, B. Raharjo. 2008. Pengendalian Hayati Penyakit
Lodoh (Busuk Umbi Kentang) dengan Agens Hayati Jamur-jamur
Antagonis Isolat Lokal. Vol. 10 (2) : 13-19.
Ramli. 2010. Respon Varietas Kubis (Brassica oleraceae) Dataran Rendah
Terhadap Pemberian Berbagai Jenis Mulsa. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako. Sulawesi Tengah.
Roesmiyanto, Suliyanto, H. Sutanto dan Sukadi. 1996. Uji Rakitan Teknologi
Pengendalian Terpadu Penyakit Akar Gada pada Tanaman Kobis di Jawa
Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Karangploso.
Rukmana, R. 1994. Kubis. Kanisius. Yogyakarta.
Sastrosiswojo, S. 1993. Kubis. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Balai Penelitian Holtikultura. Bandung.
Soerjani, M., A. Kostermans dan Tjitrosoepomo. (Eds.). 1987. Weeds of Rice in
Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Syamsudin, M. dan D. Baco, 2006. Pengendalian Gulma Pada Tanaman Kedelai
di Nimbokrang Jayapura. Agriss FAO of the United Nations. p. 31-35.
Centre for Agricultural Library and Technology Dissemination Bogor
16122. Indonesia.
Utami, S. 2004. Kemelimpahan Jenis Gulma Tanaman Wortel pada Sistem
Pertanian Organik.. Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Jurusan
Biologi FMIPA Undip. Semarang
Widiana, R. dan A.L. Zeswita. 2012. Kepadatan Populasi Ulat Krop
(Crocidolomia binotalis Zell.) pada Tanaman Kubis (Brassica oleracea
L.) di Kenagarian Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti
Kabupaten Solok. Prodi Pendidikan Biologi STKIP PGRI . Padang.
10

Lampiran 1

Surat Pernyataan Sumber Tulisan PKM AI

Saya yang menandatangani Surat Pernyataan ini:


Nama : Betta Ady Gunawan
NIM : B1J009023

1. Menyatakan bahwa PKM-AI yang saya tuliskan bersama anggota


tim lainnya benar bersumber dari kegiatan yang telah dilakukan:
a. Praktikum Lapangan Biologi Gulma yang telah dilakukan sendiri
oleh penulis bukan oleh pihak lain.
b. Topik kegiatan : Ekologi Gulma Perkebunan Kubis (Brassica
oleracea L.) di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah.
c. Tempat dan tahun pelaksanaan: Praktikum Biologi Gulma ini
dilaksanakan di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 9 Desember 2012.

2. Naskah ini belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk


prosiding maupun jurnal sebelumnya.

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan
pihak manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Purwokerto, 19 Maret 2013

Mengetahui/menyetujui
Yang Membuat Pernyataan Dekan Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman

Betta Ady Gunawan Dra. Purnomowati, SU.


B1J009023 NIP. 19531021 198103 2 001

Anda mungkin juga menyukai