PKM Ai Betta A.G
PKM Ai Betta A.G
JUDUL PROGRAM
BIDANG KEGIATAN:
PKM-AI
Diusulkan oleh :
Mengetahui,
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui
Pembantu Dekan III Ketua Pelaksana Kegiatan
Fakultas Biologi
(Prof. Dr. Imam Santoso M.Si.) (Dr. Dwi Nugroho Wibowo, MS.)
NIP. 19611001 198803 1 001 NIDN. 0025116109
iii
1
ABSTRAK
Gulma merupakan tumbuhan liar yang tumbuh secara alami dan menjadi pesaing
bagi tanaman utama, sehingga keberadaannya tidak dikehendaki karena
merugikan pertumbuhan dan produksi tanaman budidaya. Perkebunan kubis
(Brassica oleracea L.) merupakan salah satu tanaman budidaya yang ditanam
oleh masyarakat Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo yang
memiliki daya jual tinggi di daerah tersebut. Gulma tanaman kubis tak jarang
menggangu perkebunan kubis disaat masa tanam. Kemampuan kompetisi dari
gulma kubis ini membuat hasil dan kualitas perkebunan kubis menjadi menurun.
Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan lanjut untuk menekan pertumbuhan
gulma perkebunan kubis ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ekologi
gulma perkebunan kubis di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di
lokasi perkebunan kubis dan dengan menggunakan teknik wawancara open-
ended. Jenis gulma yang ditemukan adalah Cyperus rotundus, Ageratum
conyzoides, dan Cynodon dactylon. Jenis gulma yang dominan adalah Ageratum
conyzoides. Permasalahan dalam pengelolaan gulma adalah jumlah gulma
terlalu banyak sehingga seringkali penggunaan herbisida kurang efektif. Oleh
karena itu, pemberantasan gulma dengan cara dicabut secara berkala serta
menggunakan herbisida.
ABSTRACT
Weeds are plants that grow naturally and a contender for the main crop, so its
existence is not required because it is detrimental to the growth and cultivation of
crop production. Plantations of cabbage (Brassica oleracea L.) is one of the
cultivation of crops planted by villagers of Buntu, District Kejajar, Wonosobo
Regency who have high selling power in the area. Weed of cabbage plant often
disturb the cabbage plantation during the time of planting. The ability of this
cabbage weed competition makes the results and quality of cabbage plantation
into a decline. Therefore, the need for further actions to suppress the growth of
weeds cabbage plantation. The purpose of this research is to know the ecology of
weeds in a Buntus Village cabbage plantation, District Kejajar, Wonosobo
Regency. The method of data collection is done by direct observation in cabbage
plantations and by using open-ended interview techniques. Types of weeds that
are found is Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides, and Cynodon dactylon. A
kind of weeds dominant is Ageratum conyzoides. Problems in the management of
weeds is the sum of weeds too much so often the use of a herbicide less effective.
2
PENDAHULUAN
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada suatu tempat dan
keberadaannya tidak diinginkan karena mengganggu tanaman budidaya atau dapat
mengganggu aktifitas manusia. Dalam konteks ekologi gulma tanaman budidaya
(weedcrop ecology), gulma adalah tumbuhan yang berasal dari lingkungan alami
dan secara kontinyu mengganggu tanaman dan aktifitas manusia dalam
mengusahakan tanaman budidaya (Aldrich, 1984). Masalah gulma sebenarnya
merupakan masalah penting dalam usaha pertanian, namun tidak mendapat
perhatian seperti hama atau penyakit tanaman yang lainnya. Hal tersebut
disebabkan karena kerugian yang ditimbulkan oleh gulma sedikit demi sedikit
tidak langsung bisa dilihat, tetapi sebenarnya sangat menurunkan hasil panen.
(Moenandir et al., 1993 dalam Utami 2004). Keberadaan gulma yang dibiarkan
tumbuh pada tanaman budidaya akan menurunkan 20 80% hasil panen.
Penurunan hasil tanaman sangat bervareasi tergantung dari berbagai faktor, antara
lain kemampuan tanaman berkompetisi, jenis-jenis gulma, umur tanaman dan
umur gulma, tehnik budidaya dan durasi mereka berkompetisi (Utami, 2004).
Buntu merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo. Luas desa ini 3,34 km dengan suhu udara 25C, pH
tanah 6,8, suhu tanah 21C. Desa Buntu berada di ketinggian 600 m dpl.
Pencaharian utama masyarakat buntu adalah sebagai petani sayuran. Sayuran yang
banyak dibudidayakan yaitu kubis (Anonim, 2010). Kubis (Brassica oleracea L.)
merupakan salah satu komoditi perekonomian masyarakat Wonosobo. Tanaman
kubis merupakan tanaman sayur-sayuran yang telah banyak diusahakan para
petani di pedesaan Indonesia, karena banyak mengandung vitamin A 200 IU, B 20
IU dan C 120 IU mgr (LIPTAN, 1993). Sebagian kubis tumbuh baik pada
ketinggian 100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat
menghasilkan biji. Pada daerah dengan ketinggian di bawah 100 m, tanaman kubis
tumbuh kurang baik (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Tanaman kubis tumbuh baik pada lahan pertanian yang gembur, mudah
menahan air dan tanah tersebut banyak mengandung humus. Tanaman kubis
menghendaki iklim dengan suhu relatif rendah, kelembaban tinggi dan tumbuh
baik pada ketinggian 1000 - 2000 dpl. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara
pencangkulan tanah sebanyak 2 kali, pencangkulan pertama sedalam 30-40 cm,
kemudian dibiarkan dahulu untuk mendapat sinar matahari selama 7 - 10 hari.
Setelah itu, dicangkul untuk kedua kalinya sekaligus diberi pupuk kandang
sebanyak 10 - 15 ton /ha dan dibuatkan bedengan selebar 100 cm. Pada waktu
berumur 2 dan 4 minggu setelah tanam diberikan pupuk buatan ZA 400 kg/ha, DS
200 kg/ha (Arif, 1990).
Sebagai komoditas pertanian andalan di Kabupaten Wonosobo Propinsi
Jawa Tengah yang bernilai ekonomi tinggi, maka peningkatan produksi kentang
dan kubis adalah satu-satunya pertimbangan utama dalam usaha tani. Usaha
peningkatan produksi kentang dan kubis dipengaruhi adanya faktor pembatas
penting di lapangan antara lain adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan
3
(Rukmana, 1997 dalam Purwantisari dan Hastuti, 2009). Selain itu faktor
pengganggu seperti tumbuhnya gulma, jenis tanah, pemberian obat kimia, cuaca
dan musim di sekitar perkebunan kubis membuat hasil dan kualitas panen
menurun.
Kemampuan gulma menekan pertumbuhan tanaman budidaya sangat
ditentukan oleh jenisnya, kepadatan, dan lamanya gulma tumbuh di pertanaman.
Ketiga faktor tersebut menentukan derajat persaingan gulma dalam memperoleh
sumberdaya yang tersedia. Pengendalian gulma dilakukan dengan tujuan untuk
membatasi investasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat
dibudidayakan secara produktif dan efisien atau merupakan prinsip
mempertahankan kerugian minimum yaitu menekan populasi gulma sampai pada
tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak melampaui
ambang ekonomi, namun dalam pengendaliannya diperlukan pengetahuan yang
cukup tentang gulma yang bersangkutan dan teknik penanggulangannya dan salah
satu perbaikan teknik budidaya adalah usaha pengelolaan gulma dengan tidak
merusak lingkungan (Froud-Williams, 2002 dalam Hidayati, 2009).
kelompok enam besar sayur segar yang diekspor Indonesia, yakni bersama-sama
dengan tomat, lombok dan bawang merah (Rukmana, 1994). Daun-daun
berbentuk bulat telur sampai lonjong, lebar dan berwarna hijau. Daun-daun atas
pada fase generatif akan saling menutupi satu sama lain membentuk krop. Bentuk
krop bervariasi, bulat telur, gepeng dan kerucut. Tanaman kubis yang
dibudidayakan umumnya berhabitus perdu dan tumbuh semusim (annual) ataupun
dwi musim (biennual). Sistem perakaran relatif dangkal (20-30 cm). Batang
tanaman kubis pendek dan banyak mengadung air (herbaceous). Disekeliling
batang hingga titik tumbuh, terdapat helaian daun yang bertangkai (Rukmana,
1994).
Pengendalian Gulma
Gulma merupakan tumbuhan liar yang tumbuh secara alami dan menjadi
pesaing bagi tanaman utama, sehingga keberadaannya tidak dikehendaki karena
merugikan pertumbuhan dan produksi tanaman tersebut. Kemudian untuk
mengatasi gulma yang ada pada perkebunan kubis, gulma disiangi dengan cara
mencabut rumput-rumput atau dengan menggunakan herbisida. Herbisida yang
digunakan untuk mengatasi gulma-gulma yang tumbuh adalah 1,1-dimetil-4,4-
bipiridin (paraquat) (Anonim, 2012). Bahan aktif ini digunakan oleh petani-petani
yang ada di Desa Buntu. Tanaman pokok yaitu kubis jika masih berumur sangat
muda maka pengendalian gulma dilakukan secara manual tetapi jika umur
tanaman sudah dewasa maka pengendalian gulma dapat dilakukan dengan
menggunakan herbisida kontak atau sistemik (Bhaktibina, 2011). Menurut Ramli
(2010), Upaya yang perlu dilakukan ialah dengan mengembangkan varietas kubis
dataran rendah yang saat ini mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia
Untuk mendapatkan varietas tersebut perlu kiranya memodifikasi iklim mikro
sekitar tanaman, karena diketahui bahwa dataran rendah umumnya memiliki suhu
cukup tinggi dibandingkan pada dataran tinggi. Modifikasi iklim mikro
diantaranya dengan menggunakan mulsa jerami dan mulsa plastik, bertujuan
menjaga kelembaban sekitar perakaran tanaman dengan mengurangi
evapotranspirasi yang tinggi.
KESIMPULAN
Berdasarkan data dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
perkebunan kubis Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Wonosobo menggunakan
sistem budidaya monokultur dengan jenis gulma yang tumbuh antara lain Cyperus
rotundus, Ageratum conyzoides, Cynodon dactylon, Dymaria stylosa, Ageratum
houstorianum, Dymaria cordata, Oxalis corniculata, Eleusine indica, Paspalum
paspaloides, Amaranthus lividus, Capsella burva pastolris, Borreria alata,
Amaranthus spinosus, Polygonum sp., Portulaca aleracea, dan Artemisia vulgaris
Jenis gulma yang dominan adalah Ageratum conyzoide. Banyaknya gulma yang
tumbuh membuat beberapa gulma susah diberantas dengan menggunakan
herbisida 1,1 -dimetil-4,4-bipiridin (paraquat). Oleh karena itu, cara pencabutan,
disiangi dan diberi herbisida adalah cara yang paling efektif untuk memberantas
gulma tersebut. Nilai kisaran luas minimum yang dihasilkan sebesar 0.25 m2.
Indeks nilai penting (INP) terbesar yaitu pada Oxalis corniculata sebesar 72,91 %,
sedangkan yang terendah yaitu Polygonum sp. dengan nilai indeks penting sebesar
4,92 %. Frekuensi total sebesar 4,6, kerapatan total sebesar 34, Kerapatan Relatif
tertinggi sebesar 51,17% dan Frekuensi Relatif tertinggi sebesar 21,74%.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, R.J. 1984. Weed-crop Ecology. Principles in Weed Management. Nort
Scituate, Massachussets: Breton Publisher.
Anonim. 2010. www.wikipedia.com/desa-buntu-kejajar-wonosobo/ diakses 12
maret 2013
______. 2012. kliniktaniorganik.com/herbisida (pengendali gulma), hubungannya
dengan konsep pertanian berbasis organik/ diakses 12 Maret 2013
Arief, A. 1990. Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta.
Bhaktibina. 2011. http://bha.ktibina.blogspot.com/2011/01/gulma-dan-pengenda
liannya.html. Diakses Tanggal 13 Desember 2012 Pukul 11.21 WIB
Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Kubis. Pustaka. Nusatama.
Yogyakarta.
Froud-Williams, R.J. 2002. Weed Competition in Robert. E.L. Naylor (Ed) Weed
Management Hand Book. Ninth Edition. Published for The British Crop
Protection Council by Blackwell Science.
Hidayati, M. 2009. Komposisi dan Efisiensi Pengendalian Gulma pada
Pertanaman Kedelai dengan Penggunaan Bokashi. Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako. Sulawesi Tengah
LIPTAN. 1993. Budidaya Tanaman Kubis. dalam Ringkasan bercocok tanam,
tanaman perkebunan dan industri, buah-buahan dan sayuran. Balai
Informasi Pertanian Irian Jaya. Jayapura.
Nasikhun, T. Supriyadi, dan Mahananto. 2011. Uji Efektifitas Pupuk Daun
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Tanaman Kubis
(Brassica oleracea L.). Fakultas Pertanian. Universitas Tunas
Pembangunan. Surakarta.
9
Lampiran 1
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan
pihak manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Mengetahui/menyetujui
Yang Membuat Pernyataan Dekan Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman