Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan


pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran
napas bawah laring. Hemoptisis lebih sering merupakan tanda atau gejala penyakit
dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti.1
Penyebab terpenting dari hemoptisis adalah tumor (karsinoma terutama
karsinoma bronkogenik, poliposis bronkus, adenoma, metastasis endobronkial
dari massa tumor ekstratorakal), infeksi (terutama tuberkulosis paru, abses paru,
pneumonia, aspergilloma, bronkhiektasis (terutama pada lobus atas), infark paru,
edema paru (terutama disebabkan oleh mitral stenosis), perdarahan paru (Sistemic
Lupus Eritematosus, Goodpastures syndrome, Idiopthic pulmonary
haemosiderosis, Bechets syndrome), cedera pada dada/trauma (kontusio
pulmonal, transbronkial biopsi), kelainan pembuluh darah (malformasi
arteriovena, Hereditary haemorrhagic teleangiectasis, bleeding diathesis).2
Penyebab hemoptisis secara pada prinsipnya berasal dari paru dan ekstra
paru. Penyebab hemoptisis yang berasal dari paru yang sering ialah tuberkulosis,
bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses paru, sedangkan yang jarang
dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh karena
cacing. Hemoptisis juga bisa disebabkan oleh penyebab ekstra paru dimana yang
paling sering adalah berasal dari sistem kardiovaskuler yaitu stenosis mitral dan
hipertensi, dan yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma
aorta. Penyebab lain hemoptisis yang berasal dari ekstra paru seperti benda asing,
penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture,
eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat
antikoagulan.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Definisi Hemoptisis
Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat
perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar
melalui saluran napas bawah laring. Hemoptisis lebih sering merupakan tanda
atau gejala penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan
yang lebih teliti.1
Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang paling
sering terjadi di antara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat kegawatan dari
hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor:4
a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam
saluran pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada
jumlah perdarahan yang terjadi, akan tetapi ditentukan oleh reflek
batuk yang berkurang atau terjadinya efek psikis dimana pasien takut
dengan perdarahan yang terjadi.
b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock). Bila
perdarahan yang terjadi cukup banyak, maka hemoptisis tersebut
digolongkan ke dalam hemoptisis masif walaupun terdapat beberapa
kriteria, antara lain:
1) Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi
apabila jumlah perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24
jam.
2) Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi
apabila jumlah perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam.
c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa
jam atau beberapa hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan
keadaan yang gawat, oleh karena baik bagian jalan napas maupun
bagian fungsional paru tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
akibat terjadinya obstruksi total.

1.2. Etiologi dan Patofisiologi Hemoptisis Ekstra Paru

2
Penyebab terpenting dari hemoptisis adalah tumor (karsinoma
terutama karsinoma bronkogenik, poliposis bronkus, adenoma, metastasis
endobronkial dari massa tumor ekstratorakal), infeksi (terutama tuberkulosis
paru, abses paru, pneumonia, aspergilloma, bronkhiektasis (terutama pada
lobus atas), infark paru, edema paru (terutama disebabkan oleh mitral
stenosis), perdarahan paru (Sistemic Lupus Eritematosus, Goodpastures
syndrome, Idiopthic pulmonary haemosiderosis, Bechets syndrome), cedera
pada dada/trauma (kontusio pulmonal, transbronkial biopsi), kelainan
pembuluh darah (malformasi arteriovena, Hereditary haemorrhagic
teleangiectasis, bleeding diathesis).2

Gambar 1. Etiologi pasien dengan hemoptisis5

3
Penyebab hemoptisis secara umum dikategorikan berdasarkan penyebab
yang berasal dari parenkim paru (parenchymal diseases), saluran napas
(airway disease), dan pembuluh darah (vescular dieases).
Perdarahan mungkin berasal dari pembuluh paru-paru kecil atau besar.
Perdarahan yang berasal dari pembuluh darah kecil biasanya menyababkan
perdarahan fokal maupun difus pada alveolar, terutama yang disebabkan oleh
imunologi, vaskulitis, kardiovaskular, dan penyebab terkait coagulasi.
Penyebab perdarahan dari pembuluh besar termasuk infeksi, kardiovaskular,
kongenital, neoplastik, dan vaskulitis.6

Gambar 5. Penyebab hemoptisis yang berasal dari pembuluh darah kecil6

4
Gambar 6. Penyebab hemoptisis yang berasal dari pembuluh darah besar6

Dua sistem arteri memasok darah ke paru-paru, yaitu arteri pulmonalis dan
arteri bronkial. Arteri pulmonalis menyediakan 99% darah ke paru-paru dan
terlibat dalam pertukaran udara. Arteri bronkial menyediakan nutrisi untuk airway
ekstra dan intrapulmonal (vasa vorum), tanpa terlibat dalam pertukaran udara.

5
Limpa nodus mediastinum dan saraf, pleura visceral, esofagus, vasa vasorum
aorta, dan vena pulmonalis juga disuplai oleh arteri bronkial.
Anastomosis kapiler berada didekat arteri pulmonalis dan arteri bronkial
sistemik. Ketika sirkulasi pulmonal terganggu (misalnya tromboemboli,
vaskulitis, atau vasokontriksi hipoksia), pasokan darah dari arteri bronkial akan
meningkat perlahan menyebabkan peninkatan tekanan di anastomosis tersebut,
yang menimbulkan hipertrofi pada dinding yang tipis dan menyebabkan pecah
pada alveolus dan bronkus, sehingga menimbulkan hemoptisis.
Dalam kasus hemoptisis berat yang memerlukan terapi secepatnya, sumber
perdarahan berasal dari bronkus sebanyak 90% kasus dan arteri pulmonal
sebanyak 5% kasus. Sedangkan 5% kasus hemoptisis berasal dari arteri sistemik
nonbronkial. Kasus hemoptisis dari vena pulmonal dan vena bronkial sangat
jarang ditemukan.
Sumber hemoptisis yang ditatalaksana berada di arteri bronkial. Mencari
sumber arteri penyebabnya sebelum ditatalaksana sangat membantu karena lebih
dari 30% memiliki asal abnormal yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan
endovaskular. Arteri bronkial umumnya berasal dari bagian descending torachic
arteri. Asal aorta didefinisikan ortotopik jika arteri timbul dari descending aorta
pada vertebra T5-T6 (atau karina). Ketika arteri bronkial berasal dari vertebra
lainnya, termasuk cabang aorta, disebut ektopik. Arteri bronkial ektopik umumnya
timbul dari arkus aorta, arteri subklavia, trunkus brachiocphalica, arteri mamaria
interna, trunkus costocervical, arteri pericardiophrenik, arteri inferior prenikus,
arteri abdominalis dan arteri koronarius. Biasanya, dua atau tiga cabang arteri
bronkial berjalan paralel dengan besar bronkus dan menghasilkan pleksus
peribronchial oleh anastomosing dengan masing-masing lainnya. Arteriol dari
pleksus ini melubangi lapisan otot dan menciptakan pleksus paralel dalam
submukosa bronkial. Dalam kondisi normal diameter arteri bronkial kurang dari
1,5 mm di asal dan kurang dari 0,5 mm lebih distal. Mereka biasanya dianggap
hipertrofik dan menjadi potensi sumber hemoptisis saat diameternya lebih besar
dari 2 mm. Hemoptisis juga mungkin timbul dari arteri sistemik nonbronchial,
yang melalui parenkim paru melalui adhesi transpleural akibat proses inflamasi

6
kronis (TBC, mikosis) atau melalui ligamen paru dan beranastomosis dengan
arteri pulmonalis sirkulasi. Arteri nonbronkial umumnya berasal dari arteri
frenikus inferior, musculofrenikus dan arteri pericardiodiafragmatica, arteri
intercostal porsterior, trunkus thyrocervical, arteri mamaria interna dan arteri
subclavia. Hemoptisis yang berasal dari arteri pulmonal masih mungkin terjadi.
Hemoptisis yang disebabkan ekstra paru bisa disebabkan oleh penyebab
ekstra paru dimana yang paling sering adalah berasal dari sistem kardiovaskuler
yaitu stenosis mitral dan hipertensi, dan yang jarang adalah kegagalan jantung,
infark paru, aneurisma aorta. Penyebab lain hemoptisis yang berasal dari ekstra
paru seperti benda asing, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis,
sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan
pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.3

1.3. Hemoptisis pada Stenosis Mitral


Mitral Stenosis adalah suatu penyakit jantung, dimanan katup atau pintu
yang menghubungkan ruang atrium (serambi) dan ventrikel (bilik) jantung bagian
kiri mengalami penyempitan sehingga tidak bisa membuka dengan sempurna.
Irama jantung berdebar terkadang juga dapat didengar apabila terdapat fibrilasi
atrium. Keadaan lebih lanjut bisa ditemukan batuk darah (hemoptysis), akibat
pecahnya kapiler pulmonalis karena tingginya tekanan arteri pulmonalis; keluhan
ini bisa disalahartikan sebagai batuk darah akibat TBC, apalagi pasien stenosis
mitral berat biasanya kurus.7
Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus
stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil. Ventrikel kiri
tidak terpengaruh, namun atrium kiri mengalami kesulitan dalam mengosongkan
darah melalui lumen sempit ke ventrikel kiri. Akibatnya atrium akan melebar dan
mengalami hipertrofi. Karena tidak ada katup yang melindungi vena pulmonal
terhadap aliran balik dari atrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami kongesti
sehingga ventrikel kanan harus menanggung beban tekanan arteri pulmonal yang
tinggi dan mengalami peregangan berlebihan yang berakhir dengan gagal
jantung.7,9

7
Gambaran klinis stenosis mitral ditentukan oleh tekanan atrium kiri, curah
jantung, dan resistensi vaskular paru. Dengan peningkatan tekanan atrium kiri,
kapasitas paru berkurang sehingga pasien menjadi lebih sesak. Awalnya, sesak
napas hanya terjadi bila denyut jantung meningkat. Bila derajat keparahan lesi
meningkat pasien menjadi ortopnea. Sebelum onset dipsnea proksimal, batuk
nokturnal mungkin merupakan satu-satunya gejala peningkatan tekanan atrium
kiri. Tekanan arteri pulmonalis meningkat paraler dengan penangkatan atrium kiri,
pada sebagian besar pasien menjadi lebih tinggi 10-12mmHg dari tekanan atrium
kiri. Pada beberapa pasien, terutama dengan pasien stenosis mitral berat, tekanan
ateri pulmonalis meningkat secara tidak porposional, yang disebut sebagai
hipertensi paru reaktif. Sehingga akhirnya terjadi keluhan berupa takikardi,
dispnea, takipnea dan otropnea, dan denyut jantung tidak teratur. Bahkan tidak
jarang terjadi gagal jantung, tromboemboli sereberal atau perifer dan batuk darah
(hemoptisis) akibat pecahnya vena bronkialis.7,8

1.4. Hemoptisis pada CHF (Congestif Heart Failure)

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai
dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi
neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis, retensi cairan
dan memendekkan umur hidup (Packer, IPD, 1996). Gagal jantung adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Suzanne C, Smeltzer,
2000).9,10

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang


sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang
biasanya terlihat mencangkup gangguan aliran darah melalui jantung,
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah, atau pengisian janting abnormal.
Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik
dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.

8
Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung, meningkatnya laju metabolisme, hipokria, dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung, secara sekunder akibat gagal jantung
menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung. Gagal jantung sendiri dapat
menyebabkan timbulnya batuk berdarah (hemoptisis), dimana hal tersebut
merupakan salah satu akibat dari komplikasi gagal jantung. Salah satu komplikasi
yang dapat terjadi dari gagal jantung adalah episode tromboembolik.9,10

Episode yang tersering adalah emboli paru pasien meningkat aktivitasnya


setelah mobilitas lama, sebuah thrombus terlepas (thrombus yang terlepas
dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus, dan paru. Gejala
emboli paru meliputi nyeri dada, sianosis, nafas pendek dan cepat, serta
hemoptisis (batuk berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi ke bagian
paru, menghasilkan daerah infark paru. Nyeri bersifat pleuritik artinya akan
semakin nyeri saat bernafas dan menghilang saat pasien menahan nafasnya.9

2.5. Hemoptisis Katamenial


Hemoptisis katamenial adalah hemoptisis yang kejadiannya berkaitan
dengan periode menstruasi karena endometrioasis di paru. Endometriosis adalah
suatu kelainan di mana adanya jaringan rahim (endometrium) yang berada di luar
dari rahim. Lokasi endometriosis tersering adalah pada organ-organ di dalam
rongga panggul (pelvis), seperti indung telur (ovarium) dan lapisan yang melapisi
rongga abdomen (peritoneum). Endometriosis dapat juga terjadi di saluran
pencernaan (usus, misalnya), paru-paru, kulit, kelenjar getah bening, dan bahkan
otak.10,12

Endometriosis bukanlah penyakit infeksi sehingga tidak menular kepada


orang lain. Endometriosis juga bukan penyakit kanker. Endometriosis merupakan
pernyakit yang dipengaruhi hormon estrogen. Pada endometriosis, jaringan rahim
berfungsi dengan normal, yang artinya, dipengaruhi hormon dan mengikuti siklus
menstruasi. Jaringan tersebut akan tumbuh, luruh, dan berdarah seperti saat

9
menstruasi. Namun karena berada di lokasi yang tidak semestinya, dapat terjadi
proses peradangan dan perlengketan dengan jaringan sekitar. Selain itu, darah
yang tidak bisa keluar dapat membentuk kista yang berisi darah kecoklatan
(endometrioma).12

Hemoptisis katamenial adalah suatu kondisi langka yang dikaitkan


dengan kehadiran jaringan endometrium intrapulmonary atau endobronkial.
Kejadianya sangat jarang, namun perlu diketahui. Pengobatannya adalah dengan
hormon. Kondisi ini dapat diobati dengan Gonadotropin-Releasing Hormone
(GnRH) analog dan hormon termasuk estrogen dan terapi progesteron. hemoptisis
berulang berhenti mengikuti pengobatan medis.10,12

1.5. Hemoptisis pada Aneurisma Aorta


Aneurisma Aorta merupakan dilatasi dinding aorta yang sifatnya patologis,
terlokalisasi, dan permanen (irreversible). Dinding aorta yang mengalami
aneurisma lebih lemah daripada dinding aorta yang normal. Oleh karena itu,
karena tekanan yang begitu besar dari darah menyebabkan dinding aorta menjadi
melebar. Berdasarkan lokasinya, aneurisma aorta dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Abdominal aortic aneurysm (AAA) : lokasinya pada aorta abdominalis,
biasanya mulai dari bawah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta,
kadang-kadang melibatkan arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas ke
atas arteri renalis untuk melibatkan cabang-cabang viseral mayor aorta.
2. Thoracic aortic aneurysm (AAT) : lokasinya pada aorta toraks, bagian-
bagian yang mengalami pelebaran biasanya pada ascending aorta di atap
katup aorta, aortic arch, dan descending thoracic aorta di luar arteri
subklavia kiri.
3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm (AATA) : lokasinya pada aorta
desendens yang secara bersamaan melibatkan aorta abdominalis.
Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan
matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan
komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel

10
radang pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis
mengeluarkan matriks metalloproteinase. Matriks metalloproteinase akan
menghancurkan elastin dan kolagen, sehingga persediaannya menjadi berkurang.
Selain matriks metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma
adalah plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin.
Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah tersebut
mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan
sel-sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan dilapisi trombus. Lama
kelamaan trombus berlapis tersebut akan membentuk saluran yang sama besar
dengan saluran aorta bagian proksimal dan distal.
Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi
pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah
bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu.
Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu
pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi
terbentuknya aneurisma.
Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif.
Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh
darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius
pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi
dinding pembuluh darah. Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga
meningkat seiring meningkatnya ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar
individu yang mengalami aneurisma juga menderita hipertensi sehingga
menambah tekanan dinding dan pembesaran aneurisma.

1.6. Diagnosis5
Anamnesis harus fokus pada penentuan asal anatomi perdarahan. Setelah
sumber perdarahan selain saluran pernapasan bagian bawah telah dikecualikan.
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan penentuan status kardiopulmoner.

11
Gambar 2. Anamnesis pada pasien dengan hemoptisis.

Anamnesis akan mempersempit diagnosis diferensial dan


membantu memfokuskan pemeriksaan fisik. Dokter harus mencatat tanda-
tanda vital, termasuk saturasi oksigen, demam, takikardia, takipnea,
perubahan berat badan, dan hipoksia. Konstitusional tanda-tanda seperti
cachexia dan tingkat pasien distress juga harus diperhatikan. Kulit dan
mukosa harus diperiksa untuk sianosis, pucat, ekimosis, telangiectasia,
gingivitis, atau bukti perdarahan dari mulut atau mukosa hidung.
Pemeriksaan untuk kelenjar getah bening pembesaran harus mencakup
leher, daerah supraklavikula, dan aksila. Pemeriksaan kardiovaskular
termasuk evaluasi untuk distensi vena jugularis, tidak normal suara
jantung, dan edema. Dokter harus memeriksa dada dan paru-paru untuk
tanda-tanda konsolidasi, mengi, rales, dan trauma. Pemeriksaan abdomen
harus fokus pada tanda-tanda kemacetan hati atau massa, dengan
pemeriksaan ekstremitas untuk tanda-tanda edema, sianosis, atau clubbing.

12
Gambar 3. Pemeriksaan fisik pada pasien hemoptisis

Gambar 4. Hasil laboratorium yang dapat berkaitan dengan etiologi hemoptisis

13
BAB IV
KESIMPULAN

Penyebab hemoptisis secara umum dikategorikan berdasarkan penyebab


yang berasal dari parenkim paru (parenchymal diseases), saluran napas (airway
disease), dan pembuluh darah (vescular dieases). Penyebab hemoptisis secara
pada prinsipnya berasal dari paru dan ekstra paru. Hemoptisis yang disebabkan
oleh penyebab ekstra paru dimana yang paling sering adalah berasal dari sistem
kardiovaskuler yaitu stenosis mitral, dan yang jarang adalah kegagalan jantung,
infark paru, aneurisma aorta. Penyebab lain hemoptisis yang berasal dari ekstra
paru seperti benda asing, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis,
sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan
pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, Hood. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga


University Press, 2009.
2. Moxham. Symptoms And Sign in Respiratory Disease. Medicine Internat.
Par East Ed. 1991, Vol.14, No.4: h 3644 3649
3. Sluiter HJ, Leerboek Long Ziekten. Van Gorkom, Assen/Maastricht. 1985
4. Clinical Assessment and Management of Massive Hemoptysis. Jean-
Baptiste, Eddy. 5, s.l. : Crit Care Med, 2001, Vol. 28: h 1642-7
5. John, SE; Timothy DT. Hemoptisis Evaluation and Management.
American Family Physician, 2015, Vol.91, No 4: h 243-249
6. Laruca et al., Diagnosis and Management of hemoptysis. Diagnosis interv
Radiol, 2014, Vol.20: h 299-309
7. Rahimtoola SH. Mitral valve stenosis. Dalam: Fuster V, ORourke RA,
Walsh RA, Poole-Wilson P, King SB, Nash IS, dkk, ed. Hursts the heart.
Edisi kesebelas. China: The McGraw-Hill Companies; 2004. p. 1669-1678
8. Thamilarasan M, Civello K, Griffin BP. Mitral Valve Disease. Dalam:
Griffin BP, Topol EJ, ed. Manual of cardiovascular medicine. Second
edition. Philadelpia: Lippincot Williams and Wilkins ;2004. p.314
9. Dweik RA, Stoller JK. Role of bronchoscopy in massive hemoptysis. Clin
Chest Med.1992;20:80-105
10. Eddy JB. Clinical assesment and management of massive hemoptysis. Crit
Care Med 2000; 28 (5) : 1642 7 6.
11. Dweik RA, Stoller JK. Role of bronchoscopy in massive hemoptysis. Clin
Chest Med.1992;20:80-105
12. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono, 1994.
13. Topol, Eric J.2002.Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd ed,
Philadelphia

15

Anda mungkin juga menyukai

  • TB Bahan
    TB Bahan
    Dokumen35 halaman
    TB Bahan
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen7 halaman
    Daftar Pustaka
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Bayi Baru Lahir
    Manajemen Bayi Baru Lahir
    Dokumen2 halaman
    Manajemen Bayi Baru Lahir
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Analisis Kasus
    Analisis Kasus
    Dokumen18 halaman
    Analisis Kasus
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen29 halaman
    Bab Ii
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen2 halaman
    Book 1
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Hemoptisis Sangatlah Luas
    Diagnosis Hemoptisis Sangatlah Luas
    Dokumen5 halaman
    Diagnosis Hemoptisis Sangatlah Luas
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Meta Analysis
    Jurnal Meta Analysis
    Dokumen18 halaman
    Jurnal Meta Analysis
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen24 halaman
    Refer at
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Faktor Yang Berhubungan Dengan Ibu
    Faktor Yang Berhubungan Dengan Ibu
    Dokumen11 halaman
    Faktor Yang Berhubungan Dengan Ibu
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Ruptur Renal
    Ruptur Renal
    Dokumen26 halaman
    Ruptur Renal
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Dislipidemia
    Dislipidemia
    Dokumen23 halaman
    Dislipidemia
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Kritik
    Kritik
    Dokumen1 halaman
    Kritik
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab III
    Bab III
    Dokumen3 halaman
    Bab III
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Daf Tar Pustaka
    Daf Tar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daf Tar Pustaka
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab III
    Bab III
    Dokumen3 halaman
    Bab III
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Tranfusi Darah
    Tranfusi Darah
    Dokumen18 halaman
    Tranfusi Darah
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Buerger Diseases
    Buerger Diseases
    Dokumen17 halaman
    Buerger Diseases
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Komponen Darah
    Komponen Darah
    Dokumen3 halaman
    Komponen Darah
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • OS Glaukoma Simpleks Kronik
    OS Glaukoma Simpleks Kronik
    Dokumen4 halaman
    OS Glaukoma Simpleks Kronik
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Chest Tube Toracotomy 1
    Chest Tube Toracotomy 1
    Dokumen19 halaman
    Chest Tube Toracotomy 1
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat
  • Komponen Darah
    Komponen Darah
    Dokumen3 halaman
    Komponen Darah
    Mega Sii Biipzz
    Belum ada peringkat