Anda di halaman 1dari 29

BANDUNG LAUTAN API

A. LATAR BELAKANG
Bandung Lautan Api merupakan peristiwa heroik yang terjadi dalam
awal perjuangan kemerdekaan. Bandung Lautan Api merupakan
manifestasi dari api dan semangat jiwa kepahlahwanan dalam membela
hak suatu bangsa.

1. SITUASI INDONESIA
Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II di kawasan Asia Pasifik
oleh Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 membuat semua jajahan
Jepang diambil alih oleh Sekutu termasuk Indonesia. Panglima Tertinggi
Tentara Jepang di Jawa baru pada tanggal 21 Agustus 1945 secara resmi
menngumumkan bahwa Jepang telah menyerah kepada Tentara Sekutu.
Proklamasi baru berumur seminggu, para pemuda sudah
mencoba-coba tenaga dengan menggerayangi sebuah Markas Jepang
seperti di sebelah lapangan Tegallega untuk memperoleh senjata.
Pemerintahan Indonesia telah terbentuk, beberapa alat kelengkapan
negara juga sudah tersedia, tetapi karena baru awal kemerdekaan tentu
masih banyak kekurangan. Pada tanggal 15 September 1945 pasukan
Sekutu datang ke Indonesia, tetapi kedatangan Sekutu tersebut
diboncengi oleh Netherland Indies Civil Administration (NICA). Pasukan
Sekutu tersebut mendarat di Tanjung Priok dengan Kapal Chamberlain
yang dipimpin oleh W.R. Petterson.
Pada tanggal 29 September 1945 pukul 10.00 di Jakarta telah
mendarat Tentara Sekutu/Inggris di bawah pimpinan pimpinan Letnan
Jendral Sir Philip Christison, Panglima Besar AFNEI. Pada 30 September
1945, Presiden Republik Indonesia, berkenaan dengan kedatangan
Tentara Inggris di Jawa itu, mengumumkan agar rakyat jangan
menghalang-halangi Tentara Sekutu (dalam hal ini Tentara Inggris)
karena pendaratanya semata-mata untuk kepentingan dan ketentraman
umum.
Dalam suatu wawancara, Presiden RI menyatakan kepada
koresponden Reuter, bahwa pergerakan kebangsaan Indonesia tidak

1
memenci bangsa asing ataupun bangsa Inggris dan mengaharapkan
agar pihak Sekutu tidak akan menyinggung soal kemerdekaan Indonesia.
Kedatangan Sekutu di Indonesia awalnya diterima dengan baik oleh
pemerintah dan rakyat Indonesia. Namun lama kelamaan kedatangan
Sekutu bersama NICA menimbulkan pertempuran di berbagai kota.
Kota Surabaya menjadi pemicu perlawanan terhadap Sekutu dan
NICA pada 10 November 1945. Semarang pun tak luput dari usaha
pendudukan kembali Belanda. Pertempuran rakyat dan TNI di Semarang
terjadi di Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945. Dan kemudian
terjadi pertempuran Bandung yang disebut Bandung Lautan Api pada
tanggal 23 Maret 1946.

2. SITUASI BANDUNG
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald dari Divisi India
ke-23 tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945 dengan kereta api
atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. Kedatangan mereka itu
bukanya membuat kota Bandung tertib dan damai, bahkan sebaliknya
menambah keadaan lebih kacau lagi. Tujuan Mc. Donald ke Bandung
adalah dalam rangka mengemban misi Sekutu untuk melucuti tentara
Jepang dan membebaskan tawanan perang dan interniran Sekutu
Sementara itu orang-orang Belanda dan Indo Belanda bekas tawanan
Jepang yang dibebaskan, segera mempersenjatai diri dan mulai
melakukan kegatan-kegaiatan memusuhi Republik Indonesia. Mereka
melakukan penculikan-penculikan terhadap pemuda-pemuda.Selain itu
tidak sedikit pula orang-orang Belanda yang tururt membonceng dengan
Tentara Inggris. Mereka itulah yang sering menimbulkan kekacauan.
Peristiwa lainnya adalah mengenai insiden bendera di gedung
DENNIS ( sekarang Bank Karya Pembangunan) di Jalan Braga, di mana
pemuda E. Kramas naik ke menara gedunng itu untuk merobek warna
biru dari bendera Belanda ( Merah-Putih-Biru), sehingga tinggal Merah-
Putih nya saja. Kejadian ini mengakibatkan timbulnya pertempuran
antara Tentara Inggris/Belanda dengan pihak pemuda-pemuda pejuang
kita.
Ketegangan-ketegangan yang timbul dan yang semakin meluas
antara pihak Indonesia denag serdau-sertdadu Jepang dan orang-orang
Belanda bekas tawanan, memberi peluang kepada pihak Inggris untuk
melaksanakan tujuannya, ialah menyerahkan Indonesia kepada Kerajaan

2
Belanda. Siasat yang mereka pakai adalah diplomasi menunjang
operasi-operasi militernya. Setelah Mc Donald selaesai menyusun
markasnya, Tanggal 15 Oktober pukul 10.00 di Hotel Savoy Homan dan
Hotel Preanger dan mulai mengadakan Case Fire Order atau genjatan
senjata melalui kontak hubungan dengan penjabat-penjabat pemerintah
RI di Bandung antara lain Walikota Bandung. Dari pertemuan tersebut
disepakatiterbentuknya Badan Penghubung yang dalam hal ini pihak
Inggris di wakioli Gray dan Clark sedangkan Indonesai si wakili Syamsuri
Faldan Male Wiranatakusuma.
Sekalipun Badan Penghubung sedah terbentuk dan telah
mengadakan pertemuan-pertemuan beberapa kali, namun hubungan
antara pihak Inggris dengan pihak Indonesai bukan bertambah baik ,
akan tetapi justru hubungan antara kedua belah pihak makin hari
semakin buruk.
Peranan Inggris selaku wakil kolonial Belanda, menimbulakn
ketegangan-ketegangan dan bentrokan-bentrokan dengan pihak kita. Di
samping memburuknya hubungan antara kedua belah pihak, suasana
kota pun bertambah genting.
Dalam suasana yang sudah genting itu, pada tanggal 23
November 1945, 19 orang serdadu Inggris, yaitu orang-orang
India/Pakstan menyeberang ke pihak Indonesai lengakap denagn
persenjataanya dan 2 buah truk yang sudah jemu dan lelah berperang.
Mereka bersimpati kepada pihak Indonesai berkat siaran siaran
penerangan melalui Radio denagn menggunakan bahasa Urdu dan Hindi.
Sementara itu TKR dan para pemuda kita di Bandung
merencanakan dan menyiapkan suatu serangan malam yang akan
dilacarkan terhadap kedudukan kedudukan Inggris di Bandung. Guna
menghambat gerakan gerakan Tentara Inggris di Bandung maka pada
tanggal 24 November 1945 para pejunag menembatkan barikade
barikade di jalan-jalan di beberapa tempat di kota Bandung.
Akhir November 1945 adalah saat-saat yang merupakan hari-
hari kelabu bagi penduduk kota Bandung. Inggris mulai melakukan
serangan - serangan besar terhadap kedudukan TKR, laskar pejuang dan
pemuda serta penduduk kota Bandung. Disamping menghadapi
serangan-serangan musuh, penduduk kota Bandung juga harus

3
menghadapi musibah banjir besar sungai Cikapundung yang terjadi
pada Minggu malam tanggal 25 Nopember 1945.
Banjir besar sungai Cikapundung yang penuh dengan keganasan
telah merendam daerah-daerah seperti Lengkong Besar, Sasak
Gantung, Banceuy dan daerah Balubur. Banjir besar itu telah menelan
ratusan orang korban dan menurut penyelidikan, banjir itu diakibatkan
oleh sabotase yang dilakukan oleh agen-agen NICA yang telah menjebol
pintu air Cikapundung di Bandung utara atas yaitu Dago.

B. KRONOLOGI BANDUNG LAUTAN API

1. ULTIMATUM TENTARA SEKUTU

a. ULTIMATUM PERTAMA
Pada tanggal 27 Nopember 1945 Markas Besar Tentara
Inggris di Bandung mengeluarkan ultimatum pertama yang
ditujukan kepada penduduk Bandung. Isi ultimatum tersebut
berbunyi :
Orang - orang Indonesia yang bertempat tinggal di daerah
utara Kota Bandung dengan batas rel kereta api yang membujur
dari barat ke timur, mereka yang tinggal di sebelah utara rel
kereta api harus meninggalkan rumah dan halaman mereka dan
pindah ke selatan rel kereta api

Alasan dikeluarkannya ultimatum pertama tersebut adalah


untuk menjaga keamanan di kota Bandung, jangan sampai orang -
orang tidak berdosa ikut terbunuh dan teraniaya. Batas waktu
ultimatum tersebut adalah tanggal 29 Nopember 1945 jam 12.00
wib. Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan ultimatum
tersebut tidak ditaati, maka Inggris atau Belanda akan menangkap
setiap orang yang ditemui dan menembak mati setiap orang
Indonesia yang bersenjata dan untuk menghalau kejadian tersebut
maka terjadilah Inggris memborbardir daerah Cicadas.
Daerah Cicadas merupakan jalur perlintasan para pejuang
dari daerah Bandung Selatan ke daerah Bandung Utara atau dari
daerah Bandung Utara ke daerah Bandung Selatan, sehingga
Inggris pada tanggal 14 Desember 1945 membombardir Cicadas
untuk memutus jalur perlintasan jalan yang biasa digunakan oleh
para pejuang dan untuk mengamankan gudang senjata Bojong

4
Koneng yang ditunggui tentara Jepang. Inggris menempatkan
pasukan Gurkha sebagai pos terdepan di depan Rumah Sakit
Santo Yusuf (sekarang). Pada siang hari pihak sekutu yang
mengendalikan keadaan, tetapi pada malam hari, secara gerilya,
pejuang Indonesialah yang menguasai keadaan.

b. ULTIMATUM KEDUA
Pada bulan Maret 1946 pihak Sekutu menuntut diberinya
kebebasan untuk mengambil pasukan - pasukan Jepang yang
menempatkan orang di daerah Sukabumi. Sekalipun Pemerintah
Pusat Republik Indonesia menyetujui tuntutan Sekutu itu, namun
pemuda - pemuda rakyat dan TRI tidak dapat mengabulkannya.
Sementara itu, Panglima Komandan I TRI Jawa Barat,
memerintahkan ditingkatkannya gangguan - gangguan terhadap
konvoi - konvoi Inggris antara Puncak - Bandung yang termasuk
daerah Divisi III. Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan
Divisi III TRI dipanggil ke Purwakarta dan mendapat perintah untuk
memperhebat penghadangan - penghadangan.
Selain itu, pimpinan Divisi III telah memperhitungkan
kemungkinan pihak Sekutu akan melakukan balas dendam
terhadap Sukabumi dan Bandung Selatan sebagai tempat basis
Indonesia. Berhubungan dengan itu, segala sesuatu telah
dipersiapkan termasuk persiapan untuk menembaki markas -
markas musuh di Bandung Utara antara lain Gedung Sate yang
telah dijadikan Markas Divisi ke-23 Inggris, Departement van
Oorlog (Departemen Peperangan) dan lain - lainnya.
Pada bulan Maret 1946 diterima kabar bahwa akan datang
konvoi bala bantuan Inggris untuk kota Bandung maka segera pula
pihak TRI menyiarkan penghadangan yang menurut rencana akan
dilakukan di Fokkersweg. Setelah iring - iringan konvoi itu,
seluruhnya memasuki Jalan Fokker, maka serangan segera
dilancarkan. Pihak Inggris merasa kewalahan terhadap serangan
tersebut. Baru menjelang siang hari bala bantuan pihak Inggris
datang sehingga pemuda - pemuda Bandung mulai terdesak.
Namun para pemuda Bandung tetap bisa melancarkan
serangannya.

5
Pada tanggal 20 Maret 1946, Kepala Staff Divisi III TRI yaitu
Letnan Kolonel Sundjono memerintahkan untuk merencanakan
suatu serangan terhadap kedudukan - kedudukan lawan di
Bandung Utara. Kompi Mortir dari Beruang Merah menyiarkan
untuk mulai menembaki Bandung Utara.
Pihak Inggris marah sekali atas penembakan - penembakan
mortir itu dan mengajukan protes keras kepada pihak Republik
Indonesia dengan membombardir daerah Tegalega dan sekitarnya
dengan mengerahkan 2 Pesawat pembom B25. Tegalega dijadikan
target serangan oleh Sekutu karena di daerah tersebut terletak
Markas TRI Batalyon Sumarsono, anggota Pasukan Istimewa dan
Studio Radio Republik Indonesia Bandung sehingga banyak jatuh
korban di pihak kita terutama para penduduk yang tidak berdosa,
sehingga kejadian ini mendapatkan protes dari walikota Bandung
Samsurizal tetapi dijawab oleh Inggris bahwa pemboman-
pemboman yang dilakukan oleh Sekutu adalah sebagai
pembalasan terhadap pihak TRI yang telah melepaskan tembakan
mortir ke arah kedudukan Inggris di utara jalan rel kereta api
sehingga banyak wanita dan anak - anak yang menjadi korban.
Sementara itu pos - pos musuh diperkuat di sepanjang jalan
di Cibeureum, Karangtengah, Ciranjang, Rajamandala, Cipatat,
Padalarang dan Cimahi dimana juga ditempatkan artileri. Kampung
-kampung sepanjang jalan - jalan itu semua sudah dikosongkan.
Tentara Sekutu kemudian mengeluarkan ultimatum kedua.
Berikut isi ultimatum kedua :
Menuntut agar semua masyarakat dan para pejuang TRI
mengosongkan bagian selatan kota bandung paling lambat malam
hari tanggal 24 Maret 1946
Sekalipun kota Bandung oleh pihak Inggris dipaksa dibelah
dua, akan tetapi dalam kenyataannya para pemuda pejuang masih
menguasai keadaan kota seluruhnya. Melihat keadaan yang cukup
menggusarkan maka pihak Inggris berusaha untuk mencari jalan
keluar guna mengatasi serta menyelamatkan mukanya. Pihak
Inggris kemudian menjalankan lagi taktik diplomasinya .Diplomasi
yang mereka jalankan itu adalah langsung dengan Pemerintah

6
Pusat Republik Indonesia di Jakarta, jadi tidak dengan Pemerintah
Daerah di Bandung.

2. PERINTAH PEMERINTAH INDONESIA


a. PERINTAH PERDANA MENTERI AMIR SYARIFUDIN
Pada tanggal 23 Maret 1946 Menteri Sjafrudin Prawiranegara
datang di Bandung Selatan. Menteri Syafrudin Prawiranegara
menguraikan tentang tuntutan pihak Inggris dan tentang pendirian
Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta.
Keputusan untuk meminta persoalan ultimatum itu
dibicarakan dengan pejabat - pejabat pemerintah sipil, TRI dan
MP3 (Majelis Persatuan Perjuangan Priangan) keputusan itu
disetujui oleh Mayor Jenderal Hawthorn. Setibanya di Jakarta,
segera Perdana Menteri Sutan Syahrir menerima rombongan di
Pegangsaan. Setelah oleh Kolonel Nasution mengadakan tukar
pikiran, kemudian Perdana Menteri Sutan Syahrir berkata kurang
lebih sebagai berikut :
Kerjakan saja! TRI kita adalah modal yang harus dipelihara,
jangan dahulu hancur. Harus kita bangun untuk kelak melawan
NICA. Pemerintah Sipil supaya tetap bertugas di posnya yang
sekarang, karena kalau pergi, pasti NICA yang akan
menggantikannya. Jangan diadakan pembakaran dan sebagainya,
karena yang rugi rakyat kita sendiri juga dan yang harus
membangunnya kelak kita juga. Saya sendiri orang yang tak
punya.

Kolonel Abdul Haris Nasution kemudian memutuskan untuk


bertanya kepada Mayor Jenderal Didi Kartasasmita tentang
bagaimana perintah selanjutnya. Setelah selesai menghadap
Perdana Menteri Sutan Syahrir, Kolonel Abdul Haris Nasution
meminta kepada penghubung agar dapat dihantarkan kembali ke
kota Bandung.
b. PERINTAH JENDERAL SUDIRMAN

Tindakan Nasution yang memerintahkan bumi hangus kota


Bandung dipertanyakan divisi TRI Yogyakarta. Nasution oleh
Kolonel Hidayat yang diutus Jenderal Kartasasmita dianggap tidak
mau mempertahankan Bandung sampai titik darah penghabisan.
Nasution beralasan tidak mau mengorbankan 4 divisi yang ia
miliki.

7
"Kalau musuh akan menduduki, mereka akan menerima
puing. Tapi empat batalyon saya tetap utuh dan tiap malam
melakukan gerilya di dalam kota," kata Nasution di buku Sekitar
Perang Kemerdekaan.

Teknik bumi hangus Bandung akhirnya kembali dipakai


menghadapi Agresi Belanda pada tahun 1948. Panglima Besar
Jenderal Sudirman pun mendukung usulan Nasution. "Untuk
menghadapi serangan Belanda, perlu dibikin kantung-kantung
gerilya dan menjalankan siasat bumi hangus semua milik
Belanda," tutur Nasution di buku Jenderal Tanpa Pasukan Politisi
Tanpa Partai. Kemudian Jenderal Sudirman menandatangani
"Perintah Siasat No 1" yang isinya tindakan bumi hangus untuk
memperlambat serbuan musuh.

3. BANDUNG LAUTAN API


Setelah Jepang menyerah pada sekutu pada tanggal 14 Agustus
1945, sekutu kemudian memerintahkan Jepang untuk melaksanakan
status quo, yaitu menjaga situasi dan kondisi sebagaimana adanya
pada saat itu sampai kedatangan tentara sekutu ke Indonesia.
Pihak sekutu memutuskan bahwa pasukan pasukan Amerika
Serikat akan memusatkan perhatian pada pulau pulau di Jepang,
sedangkan tanggung jawab terhadap Indonesia dipindahkan dari SWPC
(South West Pasific Command) dibawah komando Amerika Serikat
kepada SEAC (South East Asia Command) di bawah komando Inggris
yang dipimpin Laksamana Lord Louis Mountbatten. Sebelum
kedatangan tentara sekutu ke Indonesia, pada tanggal 8 September
Laksamana L. L. Mountbatten mengutus tujuh perwira Inggris di bawah
pimpinan Mayor A. G. Greenhalgh ke Indonesia. Tugasnya adalah
mempelajari serta melaporkan keadaan di Indonesia menjelang
pendaratan pasukan sekutu.
Pada tanggal 16 September 1945 rombongan perwakilan
sekutu berlabuh di Tanjung Priok. Rombongan ini dipimpin oleh
Laksamana Muda W. R. Patterson. Dalam rombongan ini ikut pula C. H.
O. Van der Plas yang mewakili pimpinan NICA yaitu Dr. H. J. Van Mook.
Setelah itu pada tanggal 29 September 1945 tibalah pasukan SEAC di

8
Tanjung Priok, Jakarta di bawah pimpinan Letjend Sir Philip Chistison.
Pasukan ini bernaung di bawah bendera AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indies). Pasukan AFNEI terbagi menjadi 3 divisi yaitu :
Divisi India ke-23, di pimpin oleh Mayor Jendral D.C. Hawthorn
bertugas di Jawa Barat
Divisi India ke-5, di pimpin oleh Mayor J E.C Marsergh bertugas di
Jawa Timur
Divisi India ke-26, di pimpin oleh Mayor Jendral H.M. Chambers
bertugas di Sumatra
Pasukan AFNEI di pusatkan di Barat Indonesia terutama
wilayah Sumatera dan Jawa, sedangkan daerah Indonesia lainnya,
terutama wilayah Timur diserahkan kepada angkatan perang Australia.
AFNEI diserahi beberapa tugas sebagai berikut :
Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.
Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu
Melucuti dan memulangkan tentara jepang
Memulihkan keamanan dan ketertibanMencari dan mengadili para
penjahat perang.
Kedatangan sekutu ke Indonesia semula mendapatkan sambutan
hangat dari rakyat Indonesia, seperti kedatangan Jepang dulu. Akan
tetapi setelah diketahui mereka datang disertai orang-orang NICA
(Netherlands Indies Civil Administration), sikap rakyat Indonesia
berubah menjadi penuh kecurigaan dan bahkan akhirnya bermusuhan.
Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat menegakkan
kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk tatkala NICA
mempersenjatai kembali bekas anggota KNIL (Koninklijk Nederlands
Indies Leger). Satuan satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang
kemudian bergabung dengan tentara NICA. Diberbagai daerah, NICA
dan KNIL yang didukung Inggris/Sekutu melancarkan provokasi dan
melakukan teror terhadap para pemimpin nasional.
Untuk meredakan ketegangan tersebut, pada tanggal 1 Oktober
1945 panglima AFNEI menyatakan pemberlakuan pemerintahan
Republik Indonesia yang ada di daerah daerah sebagai kekuasaan de
facto. Kerena pernyataan tersebut pemerintah RI menerima pasukan
AFNEI dengan tangan terbuka, bahkan pemerintah RI memerintahkan
pejabat daerah untuk membantu tugas tugas AFNEI.
Pada kenyataannya kedatangan pihak sekutu selalu menimbulkan
insiden di beberapa daerah. Tentara sekutu sering menunjukkan sikap

9
tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Lebih dari itu,
tampak jelas bahwa NICA ingin mengambil alih kembali kekuasaan di
Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa AFNEI telah menyimpang dari
misi awalnya.
Pada awalnya tanggal 15 oktober 1945 pasukan sekutu mendarat
diBandung. Pada waktu itu para pejuang Bandung sedang gencar
gencarnya merebut senjata dan kekuasaan dari tangan Jepang. Oleh
sekutu agar semua senjata pihak Indonesia hasil pelucutan Jepang
diserahkan mereka. Menurut mereka, yang dibenarkan memekai atau
memiliki hanyalah polisi dan tentara. Jika selain polisi dan tentara
masih ada yang memegang senjata, maka keamanan umum tidak
dapat terjamin.
Itu pulalah alasan pihak Inggris mengapa mereka meminta
kepada pihak Republik Indonesia agara Polisi Indonesia mengumpulkan
senjata-senjata itu untuk kemudian diserahkan kepada pihak Inggris.
Jika pihak Indonesia memerlukan pertolongan untuk melakuakan itu,
maka pihak Inggris akan memberikan bantuan tenaga militernya. Jika
rumah-rumah yang didiami oleh orang-orang Belada atau Indo
Brelanda diduga menyimpan atau memiliki senjata, maka akan
dilakukan penggeledahan-penggeledahan dan pelaksanaanya harus
dilakukan oleh kedua belah pihak, yakni oleh Polisi Militer Inggris
bersama-sama dengan Polisi Indonesia. Hal ini ditegaskan melalui
ultimatum yang dikeluarkan pihak Sekutu. Isi ultimatum tersebut
adalah agar senjata hasil pelucutan Jepang segera diserahkan pada
Sekutu dan penduduk Indonesia segara mengosongkan kota Bandung
paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk
keamanan rakyat.
Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan
mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu
keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR
tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan
badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-
kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel
Preanger yang mereka gunakan sebagai markas.

10
Tiga hari kemudian, Mac Donald menyampaikan ultimatum
kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh
penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Tentara sekutu memberikan ultimatum pertama dengan alasan
untuk menjaga keamanan, mereka menuntut agar Kota Bandung
bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia selambat-lambatnya
pada 29 November 1945. Ancaman-ancaman seperti itu semakin
membuat pejuang Indonesia yang ada di daerah Bandung merasa
kesal. Pihak sekutu membatasi wilayah di tanah yang jelas-jelas bukan
milik mereka dan memerintahkan warga Bandung mengosongkan
wilayah Bandung.
Batas kota bagian utara dan selatan yang harus dikosongkan
adalah rel kereta api yang melintasi Kota Bandung. Para pejuang
Republik Indonesia tidak mau mengindahkan ultimatum Sekutu
tersebut. Sejak saat itu, sering terjadi insiden antara pasukan sekutu
dan pejuang Republik. Insiden tersebut seperti sebuah rangkaian
peristiwa pertempuran Bandung Lautan Api yang jauh lebih dahsyat.
Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada 25 November 1945, rakyat
Bandung ditimpa musibah, yakni banjir besar akibat meluapnya Sungai
Cikapundung. Bencana alam tersebut menelan ratusan korban yang
dihanyutkan derasnya arus sungai. Ribuan penduduk Bandung juga
kehilangan tempat tinggal. Keadaan tersebut justru dimanfaatkan
tentara sekutu dan Belanda atau NICA (Netherland Indies Civil
Administration). Mereka menyerang rakyat yang sedang tertimpa
musibah. Pada 5 Desember 1945, pesawat-pesawat tempur Inggris
mengebom daerah Lengkong Besar. Dengan segala kelebihan yang
dimiliki oleh para tentara sekutu, persenjataan lengkap, semuanya
serba terbaru, mereka menyerang warga Bandung yang saat itu tengah
dilanda musibah banjir.
Tentara sekutu mengeluarkan ultimatum kedua pada 23 Maret
1946. Kali ini, mereka menuntut Tentara Republik Indonesia (TRI)
mengosongkan seluruh kota Bandung. Pemerintah Republik Indonesia
memerintahkan agar TRI mengosongkan Kota Bandung. Menteri
Keamanan Rakyat Mr. Amir Sjarifuddin tiba di Bandung dengan perintah
kepada TRI untuk mengundurkan diri dari Kota Bandung. Sementara
itu, dari Markas TRI di Jogjakarta datang perintah yang berbeda.

11
Tentara Republik Indonesia dinstruksikan untuk tidak meninggalkan
Kota Bandung. Dalam menyikapi dua perintahdari Pemerintah Pusat,
sikap para pejuang terbelah. Meski begitu, tujuan mereka sama yakni
menolak keras upaya tentara Sekutu menguasai Bandung. Karena
menghadapi dua perintah yang berbeda ini, akhirnya pada 24 Maret
1946 pukul 10.00 WIB, para petinggi TRI mengadakan rapat untuk
menyikapi perintah PM Sjahrir di Markas Divisi III TKR. Rapat ini dihadiri
oleh :
Pemimpin pasukan Komandan Divisi III Kolonel Nasution
Komandan Resimen 8 Letkol Omon Abdurrahman
Komandan Batalyon I Mayor Abdurrahman
Komandan Batalyon II Mayor Sumarsono
Komandan Batalyon III Mayor Ahmad Wiranatakusumah
Ketua MP3 (Majelis Persatuan Perjuangan Priangan)Letkol Soetoko
Komandan Polisi Tentara Rukana
Perwakilan tokoh masyarakat dan pejuang Bandung.

Rapat pun berlangsung sangat alot dan panas. Berbagai usulan


perlawanan disampaikan hampir seluru peserta rapat. Salah satu usul
adalah meledakkan terowongan Sungai Citarum di Rajamandala
sehingga airnya merendam Bandung. Usul tersebut disampaikan oleh
Rukana. Namun sampai emosinya, Rukana menyebut usulnya agar
Bandung menjadi lautan api, padahal maksudnya adalah lautan air.
Diduga, dari rapat inilah muncul istilah Bandung Lautan api.
Usul lain juga muncul dari tokoh Angkatan Muda Pos Telegrap dan
Telepon (AMPTT), Soetoko, yang tidak setuju jika hanya TRI saja yang
meninggalkan Bandung. Menurutnya, rakyat harus bersama dengan
TKR mengosongkan kota Bandung. Komandan Divisi III Kolonel Nasution
sangat kesulitan untuk menentukan sikap karena dihadapkan pada
pertimbangan kekuatan yang tidak seimbang saat itu yaitu Sekutu
dengan kekuatan Divisi India 12.000 orang dengan persenjataan
lengkap, dan ditunjang dengan kendaraan tempur (tank) serta meriam-
meriam yang berbanjar dan juga truk di Jl. Sumatra dengan garis
demarkasi yang sudah siap apabila TRI menyerang. Sedangkan
kekuatan TRI hanya 4 batalyon dengan 100 pucuk senjata senapan.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer di
Bandung,Kolonel Abdul Haris Nasution akhirnya memutuskan untuk
mentaati keputusan pemerintah RI. Keputusan ini berisi beberapa poin,
di antaranya:

12
- TRI akan mundur sambil melakukan melakukan infiltrasi
(bumihangus), hingga Bandung diserahkan dalam keadaan tidak
utuh.
- Lalu rakyat akan diajak mengungsi bersama TRI.
- Selama pengungsian, TRI dan pejuang akan melakukan
perlawanan dengan taktik gerilya ke Bandung Utara dan Selatan
yang dikuasai musuh.
Pada pukul 14.00, Komanda Divisi III, Kolonel Nasution dengan
resmi mengeluarkan perintah antara lain sebagai berikut :

- Semua pegawai dan rakyat harus keluar kota sebelum pukul 24.00
- Semua kekuatan bersenjata melakukan bumihangus terhadap
semua bangunan yang ada.
- Sesudah matahari terbenam, kedudukan musuh disebelah utara
rel kereta api supaya diserang oleh para pejuang yang ada di
daerah utara sampil sedapat mungkin melakukan bumuhangus.
Begitu pula dari selatan pelakukan penyusupan ke utara,sebagai
serangan perpisahan.
- Pos Komando dipindahkan ke Kulalet.
Walau dengan berat hati, TRI di Bandung akhirnya mematuhi
perintah dari Jakarta. Akan tetapi, sebelum meninggalkan Kota
Bandung, para pejuang Republik melancarkan serangan ke arah
kedudukan-kedudukan tentara Sekutu. Hal tersebut bukan lantas
menghentikan perjuangan warga Bandung untuk mempertahankan
wilayahnya. Membela dengan cara lain pun dilakukan, pertempuran
Bandung Lautan Api menjadi salah satu cara peristiwa dari cara yang
dipilih. Selain itu, kepada pemerintah kota Bandung dikirimkan pesan
oleh Kolonel Nasution agar belum pukul 22.00 sudah harus
meninggalkan kota, sebab seluruh kota akan dihancurkan.
Masyarakat betul betul terkejut menerima keputusan ini, lebih
lebih sesudah pidato Walikota Bandung Sjamsurizal yang menyatakan
bahwa Pemerintahan Sipil akan rakyatpun tetap tenang dan tidak
meninggalkan kota. Akan tetapi rakyat ternyata menerima keputusan
mengungsi itu dengan penuh ketabahan dan penuh pengertian.
Dapat pula dibayangkan betapa kalutnya Walikota Bandung,
segera Sjamsurizal berusaha untuk menjumpai Kolonel Nasution guna
merundingkan tindakan tindakan selanjutnya. Akan tetapi Kolonel
Nasution tidak dapat dijumpainya karena kesibukannya di luar Pos
Komando.

13
Perintah pengosongan kota Bandung sebelum jam 22.00 dari
Komandan Devisi III itu menyebabkan seluruh intansi intansi dan
jawatan jawatan pemerintah di kota Bandung sibuk mempersiapkan
pengungsian ke luar kota. [ada mulanya memang tidak sedikit
penduduk yang menolak untuk meninggalkan kota Bandung, akan
tetapi akhirnya mereka menyadari betapa pentingnya untuk
meninggalkan kota yang mereka cintai itu dengan tekad suatu ketika
akan kembali lagi ke Bandung dengan membawa panji panji
kemenangan. Memang, tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Para
pengungsi berbondong p bondong menuju ke arah selatan.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI,
sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan kota Bandung
mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang
pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan
oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan
Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan
Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik
Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion
selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah
tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga,
rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan
kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.

Selain menyerang kedudukan tentara sekutu, para pejuang juga


membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Pembumihangusan
Kota Bandung diputuskan melalui musyawarah Majelis Persatuan
Perjuangan Priangan (MP3) pada 24 Maret 1946. Keputusan
musyawarah tersebut diumumkan oleh Kolonel Abdoel Haris Nasoetion
selaku Panglima Divisi III/ Priangan dan meminta rakyat untuk
meninggalkan kota.
Peristiwa Bandung Lautan Api dilakukan dengan banyak
pertimbangan, mengingat akibat yang akan dirasakan oleh warganya.
Bersama rakyat, TRI sengaja membakar kota mereka. Udara Kota
Bandung yang biasanya sejuk dipenuhi asap hitam yang membubung
tinggi dan listrik di Kota Bandung juga mati.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan
maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai

14
markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul
membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris
mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pasukan sekutu
pun mulai menyerang yang mengakibatkan pertempuran sengit karena
para pejuang memberikan perlawanan hebat. Di Desa Dayeuhkolot,
sebelah selatan Bandung, pertempuran paling dahsyat terjadi karena
terdapat gudang mesiu yang dikuasai sekutu. Para pejuang bermaksud
menghancurkan gudang mesiu tersebut. Dua orang pemuda,
Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan diperintahkan untuk
meledakkan gudang mesiu di Dayeuhkolot dan berhasil meledakkannya
dengan menggunakan granat tangan. Dalam peristiwa tersebut
Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan gugur karena ikut terbakar
bersama gudang mesiu yang mereka ledakkan.

Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap


tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada
pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari
Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan
telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung
membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api. Dalam
waktu kira-kira tujuh jam, sekitar 200 ribu penduduk
Bandung membakar rumah mereka dan meninggalkan kota menuju
pegunungan di daerah selatan Bandung. Di mana - mana asap hitam
mengepul membubung tinggi di udara dan juga semua listrik saat itu
mati. Tentara sekutu mulai menyerang dan karena hal tersebut para
pejuang Republik memberikan perlawanan hebat, maka pertempuran
sengit pun terjadi.
Di Desa Dayeuhkolot, tepatnya sebelah selatan Bandung,
pertempuran paling dahsyat terjadi, di sana terdapat gudang mesiu
yang dikuasai oleh Sekutu. Muhammad Toha dan Ramdan yaitu dua
anggota milisi BRI (Barisan Rakyat Indonesia) diutus untuk terjun
langsung dalam misi meledakkan gudang mesiu di Dayeuhkolot
tersebut. Mereka meledakkan gudang mesiu dengan dinamit berupa
granat tangan.
Gudang besar itu berhasil diledakkan dan dibakar, akan tetapi
Muhammad Toha dan Ramdan gugur dalam misinya menghancurkan

15
gudang mesiu. Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap
merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan
Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding
dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah
peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan
secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo,
Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan
perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara
resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang
kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk
kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api
Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah
peristiwa pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah
Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang
Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan
Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap
Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.
"Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu.
Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu,
berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana,
Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, Mari kita bikin
Bandung Selatan menjadi lautan api. Yang dia sebut lautan api, tetapi
sebenarnya lautan air."-A.H Nasution, 1 Mei 1997

Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara


Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu,
yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran
Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari
puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah
dari Cicadas sampai dengan Cimindi. Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje
Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi
judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang
untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi
"Bandoeng Laoetan Api".
Monumen Bandung Lautan Api, merupakan monumen yang
menjadi markah tanah Bandung. Monumen ini setinggi 45 meter,
memiliki sisi sebanyak 9 bidang. Monumen ini dibangun untuk

16
memperingati peristiwa Bandung Lautan Api, dimana terjadi
pembumihangusan Bandung Selatan yang dipimpin oleh Muhammad
Toha. Monumen ini berada di tengah-tengah kota yaitu terletak di
kawasan Lapangan Tegallega. Monumen ini menjadi salah satu
monumen terkenal di Bandung. Monumen ini menjadi pusat perhatian
setiap tanggal 23 Maret mengenang peristiwa Bandung Lautan Api.
C. LAGU HALO-HALO BANDUNG

1. TERCIPTANYA LAGU HALO-HALO BANDUNG

Kota Bandung yang telah lama ditinggalkan dan sebelumnya


menjadi Lautan Api menginspirasi para pejuang untuk menciptakan
sebuah lagu yang membangkitkan semangat. Dikisahkan bahwa
penciptaan lagu Halo-halo Bandung berproses dalam candaan para
pejuang yang memiliki aneka ragam budaya. Kata Halo merupakan
sapaan khas pemuda Medan karena terinspirasi dari film cowboy yang
marak saat itu. Para pemuda Medan sering menggunakannya untuk
menyapa kota Bandung tercinta yang nampak di kejauhan. Sapaan ini
terus diucapkan berulang kali sehingga terciptalah kalimat Halo-halo
Bandung yang akhirnya memiliki irama seperti saat ini.

Kalimat ini tidak langsung terangkai menjadi sebuah lagu


karena pada malam hari para pejuang sibuk bergerilya ke dalam kota.
Siang hari baru mereka memiliki waktu santai sambil menunggu malam
tiba. Saat itulah irama Halo-halo Bandung yang sudah tercipta dibahas
lagi.

Para pejuang mencari inspirasi lirik berikutnya dan kebetulan


ketika itu Bandung menjadi Ibu Kota Keresidenan Priangan sehingga
tercipta lirik Ibu Kota Periangan. Lirik berikutnya merupakan
ungkapan sebuah kenangan karena kota Bandungyang sudah lama
ditinggalkan menjadi kenangan bagi para pejuang, maka terbentuk
syair kota kenang-kenangan.

Lirik-lirik tersebut mengalir dalam obrolan para pejuang.


Pertemuan dengan para pemuda Ambon yang tergabung dalam
Pemuda Indonesia Maluku (PIM) memberikan inspirasi baru karena
pemuda Ambon yang lama tidak bertemu dengan pejuang lain celetuk

17
berkata cukimai! sudah lama beta tidak bertemu dengan kau!.
Sapaan ini akhirnya dijadikan syair berikutnya sudah lama beta, tidak
berjumpa dengan kau.

Kota Bandung yang telah dijadikan Lautan Api dan gerilya


yang sering dilakukan pejuang di malam hari dengan tujuan
menyingkirkan NICA dari kota tersebut membuat para pejuang yang
multi etnis itu menutup lagu ini dengan lirik sekarang telah menjadi
Lautan Api, mari bung rebut kembali. Maka jadilah lagu Halo-halo
Bandung. Semangat yang tak pernah pudar, meski tersingkir dari
kotanya sendiri. Semangat demi sebuah kedaulatan hingga rela
kotanya dijadika Lautan Api. Peristiwa yang patut dikenang, bukan
hanya oleh masyarakat kota Bandung namun kita semua sebagai
sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang menghargai jasa para
pahlawannya.

Halo-halo Bandung, Ibu Kota Periangan

Halo-halo Bandung, kota kenang-kenangan

Sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau

Sekarang telah menjadi Lautan Api

Mari bung rebut kembali

2. KONTROVERSI PENCIPTA LAGU HALO HALO BANDUNG

a. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH ISMAIL


MARZUKI

Sejauh ini, masyarakat Indonesia menganggap bahwa lagu


perjuangan tersebut merupakan ciptaan Ismail Marzuki,
berdasarkan informasi dari bermacam sumber. Namun, banyak
orang yang meragukannya. Hal ini disebabkan karena
berkecenderungan Ismail untuk mencipta lagu-lagu berirama
lambat dan romantis. Sementara Halo-Halo Bandung dimasukkan
dalam kategori lagu mars yang berirama cepat dan heroik.

18
Keraguan masyarakat ini ditentang oleh pengamat musik
Indonesia yang mengatakan bahwa Ismail Marzuki adalah
pencipta lagu yang dinamis. Mereka tetap meyakini Ismail
Marzuki sebagai pencipta lagu tersebut karena terdapat sisi
romantisme yang adalah ciri khas Ismail Marzuki dalam lagu
tersebut.

b. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH CORNEL


SIMANJUNTAK
Anggapan ini muncul dari buku-buku cetak sekolah
maupun sumber akademis yang kerap kali menuliskan bahwa
Cornel Simanjuntak, salah seorang pencipta lagu dan pahlawan
nasional Indonesia kelahiran Sumatera Utara, adalah pencipta lagu
Halo - Halo Bandung.

c. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH BONA L


TOBING

Ibu Kasur, salah seorang tokoh komponis senior Indonesia,


mengatakan bahwa mendiang suaminya, Pak Kasur yang juga
tokoh komponis Indonesia, mengatakan bahwa lagu tersebut
diciptakan oleh seseorang bernama Tobing, menurut surat kabar
Pikiran Rakyat edisi yang sama. Dalam buku Saya Pilih
Mengungsi, Pestaraja Marpaung menyatakan bahwa Bona L
Tobing adalah orang yang pertama kali mengucapkan "Halo! Halo
Bandung!" yang menjadi sumber inspirasi lagu tersebut. Seperti
dikutip dari surat kabar Pikiran Rakyat yang sama lagi.
"Ceritanya, pada suatu malam, di Ciparay, diselenggarakan
perayaan Batak. Di sana, disediakan pula sebuah panggung dan
memberikan kesempatan kepada pengunjung yang ingin
menyumbangkan lagu. Seorang pemuda Batak bernama Bona L.
Tobing, tiba-tiba menyapa, "Halo!" kepada Kota Bandung di
kejauhan, Halo Bandung!". Kemudian sapaan itu memiliki irama,

19
Halo-Halo Bandung seperti irama yang dikenal saat ini. "Akan
tetapi, irama itu tidak selesai karena malam sudah larut,".

d. ANGGAPAN LAGU DICIPTAKAN OLEH PARA PEJUANG


BANDUNG SELATAN

Menurut Bang Maung, di dalam buku Saya Pilih Mengungsi:


Pengorbanan Rakyat Bandung untuk Kedaulatan, proses
penciptaan Halo-Halo Bandung dilatarbelakangi oleh
perjuangan pemuda Bandung, tanpa melihat asal-usul suku
bangsa. Hal itu tercermin dengan kata Halo! yang merupakan
sapaan khas pemuda Medan, akibat pengaruh film-film koboi
Amerika yang sering diputar, saat itu. Ceritanya, pada suatu
malam, di Ciparay, diselenggarakan perayaan Batak. Di sana,
disediakan pula sebuah panggung dan memberikan kesempatan
kepada pengunjung yang ingin menyumbangkan lagu. Seorang
pemuda Batak bernama Bona L. Tobing, tiba-tiba menyapa,
Halo! kepada Kota Bandung di kejauhan, Halo Bandung!.
Kemudian sapaan itu memiliki irama, Halo-Halo Bandung
seperti irama yang dikenal saat ini. Akan tetapi, irama itu tidak
selesai karena malam sudah larut, tutur Bang Maung.

Sebagai pejuang, Bang Maung pun turut menyusup ke Kota


Bandung, setiap malam, setelah peristiwa Bandung Lautan Api.
Siang hari tidak ada kerja. Jadi di Ciparay ini, anak-anak
Bandung dari Pasukan Istimewa tiduran. Eh, lagu yang kemarin
itu mana? Halo! Halo Bandung! de-de-de (berirama menurun).
Setelah lama, orang Ambon juga ikut. Pemuda Indonesia Maluku
itu, di antaranya Leo Lopulisa, Oom Teno, Pelupessy. Sesudah
Halo-Halo Bandung, datang orang Ambonnya. Sudah lama
beta! tidak bertemu dengan kau! Karena itu, ada beta di situ.
Bagaimana kata itu bisa masuk kalau tidak ada dia di situ. Si
Pelupessy-lah itu, si Oom Tenolah itu, saya enggak tahu. Tapi,
sambil nyanyi bikin syair. Itulah para pejuang yang
menciptakannya. Tidak ada itu yang menciptakan. Kita sama-
sama saja main-main begini. Jadi, kalau dikatakan siapa pencipta
(Halo-Halo) Bandung? Para pejuang Bandung Selatan, ucapnya.

20
D.TOKOH-TOKOH BANDUNG LAUTAN API
1. ARUJI KARTAWINATA
a. RIWAYAT HIDUP SINGKAT
Aruji Kartawinata lahir di Garut, Jawa Barat, 5 Mei 1905. Ia
bersekolah di sekolah Belanda bernama Hollandsch - Inlandsche
School atau HIS yang setingkat dengan Sekolah Dasar sekarang.
HIS adalah sekolah Belanda yang menggunakan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar. Setelah ia lulus dari HIS, ia
melanjutkan sekolahnya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau
biasa disingkat MULO adalah sekolah menengah pertama pada
zaman Hindia Belanda di Bandung.
Setelah lulus dari MULO Aruji Kartawinata berprofesi
sebagai seorang guru, dan pernah menjadi kepala sekolah di SD
Sarekat Islam di daerah Garut.
Sejak muda, Aruji Kartawinata memang sudah sangat aktif
di dalam berbagai macam gerakan kebangsaan. Salah satunya,
aktif dalam kader Sarekat Islam (SI).
Ia pernah menerbitkan surat kabar Balatentara Islam yang
menceritakan kegiatan serta gerakan Sarekat Islam ketika ia
sedang di Garut. Pada zaman pendudukan tentara Jepang, ia
mengikuti pelatihan PETA (Pembela Tanah Air) dan diangkat
menjadi Daidancho atau Komandan Batalyon PETA di Cimahi.
Setelah kemerdekaan Indonesia, ia diangkat menjadi
komandan BKR (Badan Keamanan Rakyat) Jawa Barat, yang
kemudian menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Divisi III Jawa
Barat dan merupakan cikal bakal Divisi Siliwangi. Divisi ini terkenal
memiliki prestasi yang gemilang mempertahankan kemerdekaan.
Bahkan hingga kini juga masih menjadi unit elit TNI AD.
Ketika Kabinet Syahrir II, ia diangkat jadi Menteri Muda
Pertahanan Indonesia dengan masa kerja 12 Maret 1946 sampai
dengan 2 Oktober 1946. Tahun 1947, ia diangkat menjadi Menteri
Muda Pertahanan Indonesia dalam kabinet Amir Syarifuddin II
dengan masa kerja 11 November 1947 sampai dengan 29 Januari
1948.

21
Ketika tahun 1948, TNI harus hijrah ke Yogyakarta akibat
adanya Perjanjian Renville, ia ditunjuk menjadi Ketua Panitia Hijrah
TNI yang mempunyai tugas memindahkan tentara - tentara
Republik Indonesia yang ada di pelosok - pelosok daerah
kekuasaan Belanda ke daerah Republik. Setelah kabinet bubar,
Aruji kembali menjadi pegawai tinggi Kementerian Pertahanan.
Sejak berdirinya RIS (Republik Indonesia Serikat) ia duduk
dalam parlemen sebagai anggota. Ia juga pernah menjadi anggota
DPR-RIS (Republik Indonesia Serikat). Setelah Pemilu 1955, ia
terpilih menjadi anggota DPR-RI. Karirnya dalam bidang politik
terus menanjak menjadi Wakil Ketua DPR-GR (Gotong Royong)
dalam Kabinet Kerja III dengan masa kerja mulai dari tanggal 6
Maret 1962 sampai dengan tanggal 3 September 1963 , lalu
menjadi Ketua DPR-GR (Gotong Royong) dalam Kabinet Kerja IV
dengan masa kerja mulai dari tanggal 13 November 1963 sampai
dengan tanggal 27 Agustus 1964.
Ia pun juga terpilih menjadi ketua DPR-GR ke-3 dalam
Kabinet Dwikora I yang berasal dari partai PSII dengan masa kerja
mulai dari tanggal 13 Januari 1963 sampai dengan tanggal 22
Februari 1966 menggantikan Zainul Arifin dan pada akhirnya
digantikan oleh Mursalin Daeng Mamangung.
Sebagai Ketua DPR, pada 13 Januari 1966, Aruji
Kartawinata menyerahkan tuntutan KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia) kepada Presiden Soekarno.
Di kemudian hari, Aruji Kartawinata diberhentikan sebagai
seorang Ketua DPR bertepatan dengan dilakukannya reshuffle
kabinet oleh Presiden Soekarno. Akibat adanya reshuffle tersebut,
Aruji Kartawinata pun diangkat menjadi anggota DPA (Dewan
Pertimbangan Agung) pada tahun 1966 sampai tahun 1968.
Pada tanggal 13 Juli 1970 pada usia 65 tahun, Aruji
Kartawinata pun meninggal dunia karena menderita penyakit
radang otak dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata
di Jakarta, Indonesia. Beliau tercatat sebagai seorang Pengurus
Ladjnah Tanfizyah PSII Jawa Barat, selain itu juga sebagai Ketua
Majelis Departemen Pergerakan Pemuda. Terakhir sebelum wafat

22
beliau menjadi Ketua Dewan Partai PSII sekaligus merangkap
menjadi Wakil Ketua Muslimin Indonesia.
b. PERANAN DALAM PERISTIWA BANDUNG LAUTAN
API
ARUJI KARTAWINATA SEBAGAI SEORANG
PANGLIMA TRI ( TENTARA REPUBLIK INDONESIA )
Pada bulan Oktober 1945, pemuda, TKR, dan rakyat
Bandung berhasil mendapatkan senjata mereka dan
kemenangan ada di pihak rakyat Bandung. Namun bersamaan
dengan itu, datanglah tentara Sekutu memasuki kota Bandung (
21 Oktober 1945 ) sebanyak 1 brigade dipimpin Mc Donald
Divisi India ke 23, dengan dikawal Mayor Kemal Idris dari
Jakarta. Peranan Sekutu sebagai wakil kolonial Belanda segera
menimbulkan ketegangan dan bentrokan dengan rakyat
Bandung.
Tanggal 21 November 1945, tentara Sekutu
mengeluarkan ultimatum pertama agar kota Bandung bagian
utara dikosongkan oleh pihak Indonesia selambat-lambatnya
tanggal 29 November 1945. Peringatan tersebut tidak
dihiraukan oleh para pejuang Indonesia. Sejak saat itu sering
terjadi bentrokan senjata. Kota Bandung terbagi menjadi dua,
Bandung Utara dan Bandung Selatan, Bandung Utara dikuasai
sekutu. Insiden-insiden kecil yang menjurus pada pertempuran
sudah tidak dapat dihindari lagi. Pada tanggal 24 November
1945, TKR, pemuda, dan rakyat yang dipimpin oleh Aruji
sebagai komandan TKR Bandung memutuskan aliran listrik
sehingga seluruh kota Bandung gelap dengan maksud
mengadakan serangan malam terhadap kedudukan Sekutu.
Sejak saat itu, pertempuran terus berkecamuk di Bandung.
Karena merasa terdesak, pada tanggal 27 November
1945 Sekutu memberikan ultimatum kepada Gubernur Jawa
Barat Sutarjo ditujukan kepada seluruh rakyat Bandung agar
paling lambat tanggal 29 November 1945 pukul 12 unsur
bersenjata RI meninggalkan Bandung Utara dengan jalan kereta
api sebagai garis batas dermakasinya.Tetapi sampai batas
waktu yang ditentukan, rakyat Bandung tidak mematuhinya.
Maka, Sekutu telah menganggap bahwa Bandung telah terbagi

23
menjadi 2 bagian dengan jalan kereta api sebagai garis
batasnya. Bandung bagian utara dianggap milik Inggris,
sedangkan Bandung Selatan milik Republik. Mulailah tentara
Sekutu yang terdiri dari tentara Inggris, Gurkha, dan NICA
meneror penduduk di bagian Utara jalan kereta api. Mereka
menghujani tembakan ke kampung-kampung dengan membabi
buta. Tanggal 23 Maret 1946 tentara Sekutu mengeluarkan
ultimatum kedua. Mereka menuntut agar semua masyarakat
dan para pejuang TRI mengosongkan kota Bandung bagian
selatan. Tanggal 2 Januari 1946, konvoi Inggris dari Jakarta yang
terdiri dari 100 truk tiba di Bandung. Bantuan dari Jakarta selalu
mengalir untuk membantu pertahanan Sekutu yang ada di
Bandung, sementara di pihak Republik bantuan pun tak kunjung
henti dari berbagai daerah. Sekutu merasa tidak aman karena
selalu mendapat serangan dari TKR, pemuda, dan rakyat
Bandung.
ARUJI KARTAWINATA SEBAGAI KOMANDAN BKR
JAWA BARAT DAN KEMUDIAN MENJADI TKR
DIVISI III JAWA BARAT
Setelah kemerdekaan Indonesia, ia lalu diangkat menjadi
Komandan BKR Jawa Barat, yang kemudian menjadi TKR Divisi
III Jawa Barat dan merupakan cikal bakal Divisi Siliwangi. Divisi
ini terkenal memiliki prestasi yang gemilang mempertahankan
kemerdekaan. Bahkan hingga kini juga masih menjadi unit elit
TNI AD.
Saat Aruji menjadi Komandan BKR, Cimahi menjadi salah
satu titik perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan
Republik Indonesia. Cimahi pernah digunakan sebagai markas
pertama BKR, sebelum dipindahkan ke Bandung. Selanjutnya,
Cimahi dijadikan pusat pendidikan TNI karena sarana prasarana
bekas KL maupun KNIL masih baik dan bisa digunakan.
Pada malam 24 November 1945, TKR dibawah pimpinan
Aruji Kartawinata dan badan - badan perjuangan melancarkan
serangan ke markas Sekutu di bagian utara, termasuk Hotel
Preanger sebagai bentuk protes dan ketidaksetujuan terhadap
ancaman dalam bentuk ultimatum yang diluncurkan oleh
tentara Sekutu. Sejak saat itu, sering terjadi bentrokan senjata

24
antara TKR dibawah pimpinan Aruji Kartawinata dengan tentara
Sekutu. Keadaan ini berlanjut sampai memasuki tahun 1946.
Pada tanggal 24 Maret 1946, Aruji Kartawinata bersama
dengan Abdul Haris Nasution dan Suryadarma sebagai
Panglima TRI sepakat untuk mematuhi perintah dari Pemerintah
Pusat dan bermusyawarah untuk mengambil keputusan
membumihanguskan Bandung karena mereka tidak mau
menyerahkan kota Bandung bagian selatan secara utuh kepada
tentara sekutu.
2. MOHAMMAD TOHA
a. RIWAYAT HIDUP SINGKAT
Mohammad Toha dilahirkan di Jalan Banceuy, Desa
Suniaraja, Kota Bandung pada tahun 1927. Ayahnya bernama
Suganda dan ibunya yang berasal dari Kedunghalang, Bogor Utara,
Bogor, bernama Nariah. Toha menjadi anak yatim ketika pada tahun
1929 ayahnya meninggal dunia. Ibu Nariah kemudian menikah
kembali dengan Sugandi, adik ayah Toha. Namun tidak lama
kemudian, keduanya bercerai dan Muhammad Toha diambil oleh
kakek dan neneknya dari pihak ayah yaitu Bapak Jahiri dan Ibu
Oneng. Toha mulai masuk Volk School (Sekolah Rakyat) pada usia 7
tahun hingga kelas 4. Sekolahnya terhenti ketika Perang Dunia II
pecah.

Saat masa pendudukan Jepang, Toha mulai mengenal


dunia militer dengan memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga
membantu kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel
motor di Cikudapateuh. Selanjutnya, Toha belajar menjadi montir
mobil dan bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia
juga mampu bercakap dalam bahasa Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, Toha terpanggil untuk


bergabung dengan badan perjuangan Barisan Rakjat Indonesia
(BRI), yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha sendiri. BRI
selanjutnya digabungkan dengan Barisan Pelopor yang dipimpin
oleh Anwar Sutan Pamuncak menjadi Barisan Banteng Republik
Indonesia (BBRI). Dalam laskar ini ia duduk sebagai Komandan Seksi
I Bagian Penggempur.

25
Pada 24 Maret 1946, warga Bandung melakukan
pembumihangusan kota Bandung sebagai bentuk perlawanan
kepada ultimatum yang dikeluarkan oleh penjajah Belanda (NICA)
yang membonceng tentara sekutu Inggris yang mengharuskan
seluruh warga Bandung untuk meninggalkan kota tersebut.
Peristiwa yang dikenal dengan Bandung Lautan Api ini dilakukan
setelah penyelenggaraan Musyawarah Persatuan Perjuangan
Priangan (MP3) atas perintah komandan divisi III Kolonel Abdul Haris
Nasution. Dalam peristiwa inilah Mohammad Toha beserta
Mohammad Ramdan diyakini gugur ketika meledakkan gudang
mesiu terbesar di Dayeuh Kolot. Aksi pengorbanan ini dilakukan
setelah penyergapannya bersama Mohammad Ramdan dan
anggota pasukannya gagal.

Menurut keterangan Ben Alamsyah, paman Toha, dan


Rachmat Sulaeman, tetangga Toha dan juga Komandannya di BBRI,
pemuda Toha adalah seorang pemuda yang cerdas, patuh kepada
orang tua, memiliki disiplin yang kuat serta disukai oleh teman-
temannya. Pada tahun 1945 itu, Toha digambarkan sebagai pemuda
pemberani dengan tinggi 1,65 m, bermuka lonjong dengan
pancaran mata yang tajam.

Dan dengan adanya peristiwa Bandung Lautan Api nama


Mohammad Toha atau Mohammad Toha muncul dan dikenal sebagai
tokoh pahlawan dalam peristiwa Bandung Lautan Api ini. Ia dan
temannya yang bernama Mohammad Ramdan dengan gagah berani
mengorbankan diri mereka sendiri untuk menghancurkan gudang
amunisi milik tentara sekutu dengan cara meledakkan gudang
tersebut bersama dirinya sendiri dan pada saat itu usia Mohammad
Toha masih 19 tahun. Beliau wafat pada tahun 1946 bersama
dengan rekannya, Ramdan

Walaupun begitu Mohammad Toha sampai sekarang belum


dinyatakan sebagai pahlawan nasional oleh Indonesia. Prof. Dr. Nina
Lubis, seorang sejarawan asal Jawa Barat sangat sering
mempromosikan kepahlawanan Mohammad Toha sebagai pahlawan
nasional, tetapi salah satu anggota penilai gelar nasional yang
diduduki oleh sejarawan Anhar Gonggong selalu menolaknya

26
dengan alasan, Apabila seorang seperti Mohammad Toha diberi
gelar pahlawan, maka akan ada banyak sekali pengajuan tokoh
serupa dari berbagai daersah serta Mohammad Toha tidak bisa
dinyatakan pahlawan nasional karena kurang persyaratan dan
kekurangan bukti.

Maka hingga sekarang Mohammad Toha hanya diakui


sebagai pahlawan lokal saja. Karena selain bennyaknya
kesimpangsiuran soal peristiwa peledakan gudang mesiu
Dayeuhkolot yang konon dilakukan oleh dirinya, serta identitas
Mohammad Toha pun belum jelas.

Pada saat itu, usia Muhammad Toha masih 19 tahun. Untuk


menghargai dan selalu menghormati beliau pemerintah Bandung
memberi nama sebuah jalan di Bandung dengan nama Jalan
Muhammad Toha dan sebuah monumen. Saat ini monumen yang
digunakan untuk memperingati jasa Mohammad Toha dapat ditemui
di daerah Dayeuhkolot, kota Bandung, tepat di depan kolam yang
merupakan bekas terjadinya ledakan.

b. PERANAN DALAM PERISTIWA BANDUNG LAUTAN


API
PENGEBOM GUDANG MESIU
Pada waktu terjadi peristiwa Bandung Lautan Api,
pasukannya ikut meninggalkan kota Bandung menuju ke arah
selatan dan bermakas di Kulalet, seberang Sungai Citarum di
Dayeuhkolot. Ikut bertempur melawan serdadu Belanda (NICA)
dan Sekutu berulangkali, baik ketika pasukannya masih
berkedudukan di kota Bandung maupun kerikan berkedudukan
di Kulalet.
Pasukannya berada di bawah komando Markas
Perjuangan Pertahanan Priangan (MP3). Dua hari setelah
tentara Sekutu meninggalkan kota Bandung (19 Mei 1946),
serdadu Belanda melancarkan serangan ke daerah Bandung
Tenggara (Sapan) dan sore harinya memborbardir Kulalet,
tempat markas pasukan Moh. Toha .
Pada saat itu, Dayeuhkolot dijadikan basis serdadu
Belanda untuk menyerang dan menembaki daerah perjuangan
RI yang berada di seberangnya. Disana ada sebuah gedung

27
bertingkat dua menjadi tempat penyimpanan (gudang) senjata,
mesiu, bahan peledak, dan perlengkapan militer lainnya sejak
masa pendudukan militer Jepang. Sebelumnya gedung
bertingkat dua itu berfungsi sebagai tempat (gudang)
penyimpanan alat - alat listrik bagi wilayah Priangan sehingga
populer disebut gedung listrik.
Peristiwa dan kondisi tersebut membangkitkan amarah
Moh. Toha serta keinginan untuk menghancurkan gudang
senjata musuh. Ternyata atasannya tidak menyetujui keinginan
itu, walaupun diajukan sampai dua kali. Setelah menjalani cuti
beberapa hari untuk menemui ibunya yang mengungsi ke
Garut, Moh. Toha makin bulat tekadnya ingin menghancurkan
gedung senjata tersebut.
Pada tanggal 23 Maret 1946 ia bersama anggota
pasukannya mendapat perintah untuk berangkat ke medan
perang dengan tugas sebagai penyelidik. Keberangkatannya
terjadi pada malam hari (23 Maret 1946) disertai pasukan
Hizbullah dan pasukan Pangeran Papak. Pemimpin pasukan
Hizbullah bernama Muhammad Ramdan. Belum jauh perjalanan
mereka, sekonyong - konyong musuh menyerang dengan
dinamit berupa granat tangan. Dalam suasana kalut, anak
buahnya ada yang terluka, Moh. Toha meloncat dan kemudian
maju seorang diri, sedangkan para prajurit lainnya
mengundurkan diri.
Bersama dalam misi berbahaya ini Toha dan Ramdhan
juga rekan seregu lainnya telah berbagi tugas, Toha menyusup
mencari jalan untuk menghancurkan gudang, Ramdhan dan
rekan lainnya mengalihkan perhatian penjaga demi
mengamankan jalan bagi Toha sahabatnya. Satu tujuan mereka
pasti, gudang mesiu dan persenjataan Belanda itu hancur rata
dengan tanah.
Gudang mesiu di selatan kota Bandung ini berada di
daerah yang terbuka. Gudang besar dan tampak angker. Sulit
dicapai karena dijaga ketat dan yang mendekati dapat terlihat
dengan mudah oleh penjaganya. Isinya lebih dari seribu ton
berbagai jenis persenjataan, granat, bom dan mesiu di
dalamnya.

28
Moh.Toha berenang dari sungai Citarum, masuk lewat
gorong - gorong. Akhirnya Toha berhasil masuk ke dalam
gudang mesiu, mengunci diri didalam, beserta beratus bom
berjajar, granat dan senjata. Namun hatinya tak gentar,
tekadnya sudah bulat. Muh. Ramdan di luar sudah tewas
tertembak sebagai pembuka jalan bagi Moh. Toha.
Kemudian diketahui bahwa Moh. Toha dan Muh. Ramdan
tidak kembali lagi ke induk pasukannya, meskipun anak
buahnya telah mencari - cari. Menurut sejarawan Nina H. Lubis,
bahwa Komandan Rivai mendengar laporan bahwa Moh. Toha
tetap bertahan disekitar gedung mesiu, meski dalam keadaan
terluka. Kemudian Komandan Rivai memerintahkan agar
Komandan Seksi S. Abbas mengadakan serangan pengacauan
ke kubu Belanda dari jurusan lain, untuk mengalihkan perhatian
musuh dan melapangkan jalan bagi Moh. Toha untuk
menghancurkan gudang mesiu.
Tapi esok harinya, pada tanggal 24 Maret 1946 sekitar
pukul 12.30, tiba - tiba terdengar ledakan dahsyat yang
mengejutkan penduduk sekitar kota Bandung, suaranya
terdengar radius 70 km. Ternyata suara ledakan itu berasal dari
gedung listrik yang berfungsi sebagai gudang senjata dan
mesiu. Gedung itu hancur sampai kurang lebih 75% dan isinya
meledak serta terbakar. Rumah - rumah disekelilingnya juga
turut hancur dan korban manusia berjatuhan. Hasil
penyelidikan MP3 mengungkapkan bahwa ledakan dahsyat di
gedung mesiu itu merupakan upaya jibaku Moh. Toha dan Muh.
Ramdan dengan tujuan menghancurkan dan berbagai senjata
api. Laporan yang dibuat oleh Markas Daerah Barisan Benteng
priangan itu meyakini bahwa Moh. Toha dan Muh. Ramdan turut
tewas dalam peristiwa tersebut.

29

Anda mungkin juga menyukai