LATAR BELAKANG
1.1. Pendahuluan
Sirosis hati merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang
dari semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati.
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.
Gambaran morfologi sirosis hati meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik
antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen
(vena hepatika). Diseluruh dunia sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab
kematian.1
1
tinggi akibat komplikasinya sehingga perlu memperbaiki kualitas hidup pasien
sirosisdengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.6
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sirosis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronik setelah
terjadinya fibrosis hati yang berlangsung progresif dan ditandai dengan adanya
kerusakan dari struktur hati dan pembentukan nodulus
regeneratif.1,2Pembentukan nodular regeneratif ini tidak berhubungan dengan
aliran darah normal. Nodul-nodul yang terbentuk dapat berukuran kecil
(mikronodular) atau berukuran besar (makronodular). Terjadinya sirosis dapat
mengganggu aliran darah intrahepatik dan pada keadaan lanjut secara bertahap
dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati.3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Hati
2.2.1 Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang sebagian besar
terletak di regio hipokondrika dekstra, epigastrika dan sebagian kecil di regio
hipokondrika sinistra, sedangkan bentuknya menyerupai pahat yang menghadap
ke kiri. Berat hati pada pria dewasa antara 1,4-1,6 kg (1/36 berat badan) dan
pada wanita dewasa antara 1,2-1,4 kg. Ukuran hati normal pada dewasa yaitu 15
cm jika diukur panjangnya dari kanan ke kiri, tinggi bagian yang paling kanan
(ukuran superior-inferior) yaitu 15-17 cm, dan tebalnya yaitu 12-15 cm.
Permukaan hati berwarna cokelat kemerahan dengan konsistensi padat kenyal.4
Hati memiliki dua lobus utama, yaitu lobus dekstra dan lobus
sinistra.Lobus dekstra dibagi menjadi segmen anterior dan posterior yang
dipisahkan oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar.Lobus
dektra mempunyai tambahan dua lobus kecil, yakni lobus quadratus dan lobus
kaudatus. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiformis yang dapat dilihat dari luar. 3,5
Permukaan hati hampir seluruhnya diselubungi oleh peritoneum dan
digantung oleh beberapa jaringan ikat hati, seperti ligamentum falsiforme hepatis
yang menggantungkan hati ke diafragma dan dinding perut depan; ligamentum
koronari hepatis yang menggantungkan hati ke puncak diafragma; ligamentum
triangularia hepatis yang menggantungkan hati ke diafragma kanan dan kiri, dan
3
omentum minus yang menghubungkan porta hepatis, fisura sagitalis sinistra
bagian belakang dengan kurvatura minor ventrikuli dan pars superior duodeni. 5
4
sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid hati dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. 3
5
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, dengan
perbandingan 1,6 : 1. Golongan usia penderitanya rata-rata 30 59 tahun dengan
puncaknya sekitar umur 40 49 tahun. 6
Di Amerika Serikat, sirosis hati merupakan penyebab kematian ke-12.
Pada tahun 2007, sirosis hati menyebabkan kematian pada 29.165 individu dengan
angka mortalitas mencapai 9,7 per 100.000 individu. Sirosis hati merupakan salah
satu faktor risiko utama terjadinya keganasan hati dengan angka kejadian
meningkat tiga kali lipat dari tahun 1975 hingga 2005.7
Di Indonesia, data prevalensi sirosis belum ada, hanya terdapat laporan-
laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
ditemukan jumlah pasien sirosis hati sekitar 4,1% dari pasien yang di rawat di
Bagian Penyakit Dalam pada tahun 2004. Sedangkan di Medan ditemukan jumlah
pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien yang dirawat di
Bagian Penyakit Dalam selama empat tahun.2 Untuk jumlah penderita sirosis hati
di RSUP Dr. M Djamil Padang ditemukan sebanyak 140 pasien dalam kurun
waktu September 2014 hingga Juni 2015.8
2.4 Etiologi
Penyebab sirosis hati dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu
penyebab hepatoselular, kolestasis, dan obstruksi aliran vena hepatis. Penyebab
hepatoselular sirosis hati diantaranya adalah virus hepatitis (B, C, D), penyakit
hati alkoholik, autoimun, steatohepatitis non alkoholik yang berkaitan dengan
DM, malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koroner, pemakaian obat
kortikosteroid, dan hepatotoksik akibat obat atau toksin. Penyebab sirosis yang
termasuk dalam kolestasis adalah obstruksi bilier, sirosis bilier primer, sirosis
bilier sekunder yang berhubungan dengan obstruksi saluran empedu ekstrahepar
menahun dan kolangitis sklerosis primer, sedangkan penyebab sirosis karena
obstruksi aliran vena diantaranya karena sindroma Budd-Chiari, penyakit
venooklusif, dan sirosis kardiak (akibat gagal jantung kongestif dan perikarditis
konstriksi).9
Di negara barat penyebab tersering dari sirosis hati adalah akibat
alkoholik. Sedangkan di Indonesia penyebab sirosis hati terutama disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis B maupun hepatitis C. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di Indonesia, didapatkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis
sebanyak 40-50%, dan virus hepatitis C sebanyak 30-40%, dan untuk sisanya 10-
6
20% kasus penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B
dan C. Untuk alcohol sebagai penyebab sirosis hati, di Indonesia belum
didapatkan data yang lengkap. 2
2.5 Patogenesis
Sirosishati terjadi melaui beberapa tahap fibrogenesis yang diakibatkan
oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut atau proses
lanjutan dari penyakit hati kronik, dan sirosis hati merupakan stadium akhir dari
perjalanan fibrosis hati. Proses yang terjadi pada fibrosis hati berkaitan dengan
respon inflamasi terhadap hepatic stellate cells dan adanya akumulasi matriks
ekstraselular. 10,11
Permulaan dan perkembangan fibrosis hati sangat dipengaruhi oleh
aktivasi hepatic stellate cells yang dipicu oleh sitokin seperti TGF-bl yang
mengaktivasi enzim transglutaminase dan sintesis kolagen. Aktivasi dari hepatic
stellate cells ini akan menyebabkan peningkatan ekspresi gen matriks
ekstraseluler dan otot polos serta peningkatan proliferasi pada daerah perisinusoid
yang merupakan area nekrotik sehingga di kemudian hari menjadi area fibrosis
melalui pembentukan kolagen-kolagen. 11
Dalam keadaan normal, hepatic stellate cells merupakan sel penghasil
utama matriks ekstraselular setelah terjadi cidera pada hati. Matriks ekstraseluler
akan diproduksi lebih banyak pada kondisi hepatic stellate cells yang teraktivasi
dan akan mengalami penumpukan di space of Disse dan memacu kapilarisasi
pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal
aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya
dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan
menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan
menimbulkan pembentukan jaringan fibrotik akibat dari ketidakseimbangan
antara sintesis dan penguraian matriks ekstraselular disertai dengan penurunan
fungsi hepatoselular sampai adanya manifestasi klinik dari sirosis hati dan
menimbulkan hipertensi portal. 6
Pada kebanyakan kasus sirosis, ditemukan tiga pola khas yang mendasari
terjadinya sirosis, yaitu :3
2.5.1 Sirosis Laenec
Sirosis laenec dikenal juga dengan sirosis alkoholik yang berhubungan
dengan penggunaan alkohol yang lama.Perubahan pertama pada hati yang
disebabkan oleh alkohol adalah terjadinya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati
7
(infiltrasi lemak).Terjadinya akumulasi lemak di dalam sel hati mencerminkan
adanya gangguan metabolism yang mencakup peningkatan produksi trigliserida
yang berlebihan, menurunnya sekresi trigliserida dari hati, dan menurunnya
oksidasi asam lemak.Apabila konsumsi alkohol tetap diteruskan, maka akn
terbentuk jaringan parut yang luas di hati. Penyebab utama kerusakan hati akibat
alkohol lebih banyak ditemui apabila pasien juga mengalami malnutrisi.6
Secara makroskopis hati akan terlihat membesar, rapuh, tampak berlemak,
dan mengalami gangguan fungsional akibat penumpukan lemak yang banyak.
Sedangkan secara mikroskopis ditandai dengan nekrosis hepatoseluler, sel-sel
balon, dan infiltrasi PMN di hati.6
2.5.2 Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbecak pada jaringan
hati.Hepatosit dikelilingi oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati
dan diselingi dengan parenkim hati yang normal.Kasus sirosis pascanekrotik
berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis.Sekitar 25-75% kasus memiliki
riwayat hepatitis virus sebelumnya dan kebanyakan pasien memiliki hasil uji
HBsAg positif. Sirosis pascanekrotik merupakan faktor predisposisi terjadinya
neoplasma hati (karsinoma hepatoseluler).6
2.5.3 Sirosis Biliaris
Pola sirosis biliaris dimulai dengan adanya kerusakan sel hati di sekitar
ductus biliaris.Penyebab terseringnya adalah obstruksi biliaris pascahepatik.
Tertahannya empedu di dalam hati menyebabkan terjadinya penumpukan empedu
dan kerusakan sel-sel hati dan pada akhirnya akan terbentuk lembar-lembar
fibrosa di tepi lobules. Cirinya hati membesar, keras, bergranula halus, dan
berwarna kehijauan. Ikterus, pruritus, malabsorbsi, dan steatorea merupakan
gambaran awal dari sirosis biliaris. 6
2.6 Manifestasi Klinik
Gejala awa dari sirosis hati sering tidak diketahui dan tidak spesifik,
seperti kelelahan, anoreksia, dyspepsia, faltulen, perubahan kebiasaan defekasi
(diare atau konstipasi), dan berat badan sedikit berkurang.Mual dan muntah juga
sering terjadi terutama pada pagi hari.Nyeri tumpul atau perasaan berat pada
epigastrium atau kuadran kanan atas terdapat pada sekitar separuh
penderita.Gejala utama dan lanjutan sirosis hati terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis, yaitu gagal sel hati dan heipertensi portal.6
8
Gambar 1. Manifestasi klinis sirosis hati
9
Gambar 2. Manifestasi klinis kegagalan fungsi hati7
Ikterus
Sekitar 60% pendeita sirosis mengalami icterus selama perjalanan
penyakitnya, walaupun pada keadaan minimal.Hyperbilirubinemia tanpa
ikterus lebih sering ditemukan.Penderita dapat menjadi ikterus selama fase
dekompensata yang disertai adanya gangguan fungsi hati.Ikterus intermiten
merupakan gambaran khas pada sirosis biliaris dan terjadi bila timbul
peradangan aktif hati dan saluran empedu.Pada keadaan hipoalbuminemia
ditemukan perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal yang
dipisahkan dengan warna normal kuku. Akan tetapi tanda ini juga ditemukan
pada keadaan album rendah lain seperti pada sindroma nefrotik.2,6
Gangguan endokrin
Gangguan endokrin sering terjadi pada keadaan sirosis akibat terganggunya
metabolism hormone korteks adrenal, testis, dan ovarium.Kelebihan
hormone estrogen di dalam darah dapat menimbulkan terjadinya angioma
laba-laba, atrofi testis dan ginekomastia (pada laki-laki), alopesia pada dada
dan aksila, serta palmar eritem.Angioma laba-laba merupakan suatu lesi
vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil, sering fitemukan di bahu,
muka, dan lengan atas.Palmar eritem dijumpai dalam bentuk warna merah
saga pada thenar dan hypothenar telapak tangan.2,6
Ganguan hematologik
Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah kecenderungan
perdarahan ,anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering
mengalami perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar.Hal
ini dapat terjadi akibat berkurangnya pembentukan faktor-faktor pembekuan
darah. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia terjadi akibat
hipersplenisme, dimana limpa tidak hanya membesar,tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi.6
Edema perifer
Edema perifer biasanya terjadi setelah munculnya gejala asites.Keadaan ini
disebabkan oleh keadaan hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Retensi
garam dan air terjadi akibat kegagalan sel hati mengkatifkan aldosterone dan
hormone antidiuretik.6
Gangguan neurologis
10
Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah koma
hepatikum yang terjadi akibat kelainan metabolism ammonia dan peningkatan
kepekaan otak terhadap toksin.6
Gejala lain yang ditemukan adalah kontraktur dupuytren yang terjadi akibat
fibrosis fasia palmaris yan menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari. Selain itu,
juga ditemukan gejala fetor hepatikum yang merupakan bau nafas khas pada
pasien sirosis akibat meningkatnya konsentrasi dimetil sulfid.2
2.6.2 Gejala Hipertensi Portal
11
sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya
aliran kolateral untuk menghindari obstruksi hepatic (varises).6
Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus akibat hipertensi porta
dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat hypoalbuminemia
menyebabkan terjadinya asites. Faktor lain yang berperan adalah adalah
retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esophagus bagian bawah.Aliran darah balik melalui saluran ini
ke vena kava menyebabkan dilatasi vena tersebut (varises esophagus).Varises
esophagus terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Sirkulasi kolateral
juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi ini
mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (kaput medusa)6
Asites
Saluran kolateral
Sirkulasi kolateral
2.7 Diagnosis
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lebih lanjut stadium
kompensata bisa ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang
cermat, laboratorium biokimia/ serologi dan pemeriksaan pencitraan
lainnya. Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena
gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.1
Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui
perkutan, transjugular, laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus.Biopsi
tidak diperlukan bila secara klinis, pemeriksaan laboratorium, dan
radiologi menunjukkan kecenderungan sirosis hati. Walaupun biopsi hati
risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalna perdarahan dan
kematian.1
Laboratorium
12
Aspartataminotransferase (AST) atau serum glumatil
oksaloasetattransaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum
glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST
lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengeyampingkan adanya sirosis.6
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.6
Pemeriksaan Pencitraan
13
menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan
vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan splenomegali, asites
tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra abdominal dengan
dinding abdomen.1
2.8 Penatalaksanaan
Sekali diagnosis sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit.Membatasi kerja fisik, tidak minum
alkohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2
14
secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-
12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.6
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis.Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik
akanmerupakan terapi utama.Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stellata
bisa merupakan salah satu pilihan.Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata.Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penlitian.6
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretic.Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-
200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari.Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari.Parasentesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.6
15
Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.6
2.9 Komplikasi
16
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal.6
2.10 Prognosis
17
Tabel 3. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis8,1
Faktor Unit 1 2 3
Serum mol/L < 34 3451 > 51
bilirubin mg/dL < 2,0 2,03,0 > 3,0
Serum albumin g/L > 35 3035 < 30
g/dL > 3,5 3,03,5 < 3,0
Prothrombin Detik 04 46 >6
time pemanjangan
INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3
Ascites Tidak ada Dapat Tidak
dikontrol dapat
dikontrol
Hepatic Tidak ada Minimal Berat
encephalopathy
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20