3 Votes
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan tugas guru memiliki cara penyampaian dan kepribadian yang berbeda.
Apabila guru telah menemukan prinsip dan tabiatnya, profil yang dimiliki tidak bisa disamakan
dengan profil guru yang lain. Dalam mengajar guru yang profesional mampu menyampaikan
ilmu pengetahuan, keterampilan dan menggunakan cara tertentu sebagai pengetahuan tersebut
yang dapat dimiliki orang lain.
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat 1 ciri-ciri
guru profesional sebagai berikut:
Yaitu menyangkut kepribadian yang mantap, berahlak mulia, arif, berwibawa dan menjadi
teladan bagi peserta didik.
Yaitu menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Sebagai tenaga
pendidik dalam bidang tertentu sudah merupakan kewajiban untuk menguasai materi yang
menyangkut bidang tugas yang diampu. Apabila seorang guru tidak menguasai materi secara luas
dan mendalam, bagaimana mungkin mampu memahami persoalan pembelajaran yang dihadapi
di sekolah. Oleh karena itu, untuk menjadi profesional dalam bidang tugas yang diampu harus
mempelajari perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Yaitu menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik,
sesama guru, wali murid dan masyarakat. Kemampuan berkomunikasi dengan baik merupakan
salah satu penentu keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Komunikasi dan interaksi yang
diharapkan muncul antara guru dengan siswa berkaitan dengan interaksi yang akrab dan
bersahabat. Dengan demikian diharapkan peserta didik memiliki keterbukaan dengan gurunya.
BAB II
PEMBAHASAN
Guru adalah profesi yang paling sehat di antara semua profesi yang ada, termasuk pengacara,
dokter, pengusaha, dan lainnya. Kesehatan mental guru paling tinggi di antara semua profesi.
Peneliti dari South Florida mengatakan hal itu dikarenakan profesi guru lebih dari sekedar
pekerjaan, tapi merupakan sebuah panggilan. Para guru mengatakan bahwa apa yang mereka
lakukan adalah hal yang menyenangkan karena langsung berhubungan dengan masyarakat dan
lingkungan sekitar.
The Gallup-Healthways Well-Being Index melakukan survei skala besar untuk mengetahui
hubungan antara profesi dan tingkat kesehatan. Dengan menggunakan definisi sehat dari badan
kesehatan dunia (WHO) yaitu keadaan fisik, mental, dan sosial yang sehat dan sejahtera, peneliti
menemukan bahwa guru adalah profesi yang paling sehat.
Kami juga melalui saat-saat yang sulit di bidang pendidikan. Tapi seorang guru yang baik selalu
punya alasan untuk terus menjalankan profesinya tanpa bisa dimengerti oleh orang lain, kata
Ned Oistacher, seorang guru dari Pompano Beach High School business seperti dikutip
Sunsentinel.
Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa guru adalah profesi yang memiliki tingkat kesehatan
mental dan kelakuan yang paling tinggi, yaitu dengan skor 71,7 persen. Rahasia yang membuat
guru tetap sehat adalah lingkungannya yang selalu berhubungan dengan orang-orang muda.
Selain harus memiliki standar atau kompetensi profesional, seorang guru atau calon guru juga
perlu memiliki standar mental, spiritual, intekektual, fisik dan psikis, sebagai berikut. [1]
1. Standar mental; guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan
memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
2. Standar moral; guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
3. Standar sosial; guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul
dengan masyarakat lingkungannya.
4. Standar spiritual; guru harus beriman dan bertakwa kepada Allah swt. yang diwujudkan
dalam ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
5. Standar intelektual; guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
6. Standar fisik; guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit
menular yang membahayakan diri, peserta didik, dan lingkungannya.
7. Standar psikis; guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun
kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesinya.
Sebagai guru yang professional, guru perlu mempunyai ciri-ciri professional seperti
berkemahiran. Antara kemahiran yang mesti dikuasi oleh guru adalah kemahiran berfikir;
kemahiran interpersonal, kemahiran komunikasi, kemahiran memimpin, serta kemahiran
berilmu.
1. Kemahiran Berfikir
Pemikiran melibatkan pengelolaan operasi-operasi mental tertentu yang berlaku dalam sistem
kognitif seseorang yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah. Pemikiran dilihat sebagai
aktiviti psikologikal yang membolehkan manusia melihat proses yang dialami dari berbagai
perspektif bagi menyelesaikan masalah dalam situasi yang sukar, (Dewey (1933) Edward de
Bono (1976)). Dari pandangan Islam, berfikir ialah fungsi akal yang memerhatikan tenaga
supaya otak manusia dapat bekerja dan beroperasi.
Ada dua kemahiran berfikir yang harus dimiliki seorang pendidik, yaitu:
1. Kemahiran Berfikir Secara Kritis
Dewey (1933), menyifatkan pemikiran kritis sebagai pemikiran reflektif yaitu memikir dengan
mendalam dan memberi pertimbangan yang serius tentang sesuatu. Pemikiran kritis melibatkan
tiga jenis aktiviti mental yaitu analisis, sintesis, dan penilaian; (Taksonomi Bloom, 1956). Ennis
mentakrifkan pemikiran kritis sebagai pemikiran reflektif yang bertumpu kepada memutuskan
sama ada sesuatu kritis menggalakkan individu menganalisis penyataan-penyataan dengan
berhati-hati, mencari bukti yang sah sebelum membuat kesimpulan.
Kreativiti wujud hasil daripada peleburan masa, penyediaan atau ketekunan memerlukan
kosentrasi dan keazaman yang kuat. Selain usaha dan masa, individu kreatif berani mengambil
resiko mencapai matlamat mereka dan menolak alternatif-alternatif yang ternyata karena mereka
ingin mencari yang lain dan luar biasa. Pemikiran kreatif melibatkan kebolahan fleksibiliti
(kelenturan) dan keaslian.
1. Kemahiran Interpersonal
Oleh karena guru merupakan teras penting dalam aspek pembangunan pendidikan negara, guru
seharusnya mempunyai berbagai ciri dan kemahiran-kemahiran profesional. Antaranya ialah
kemahiran interpersonal. Kemahiran Interpersonal merupakan kemahiran antara insan.
Abdullah Hassan & Ainon, memfokuskan kemahiran interpersonal guru kepada kemahiran
berkomunikasi, kemahiran mendengar, kemahiran bertanya, kemahiran berucap, maklum balas,
unsur bahasa, mengubah sikap dan tingkahlaku, penampilan dan komunikasi bukan lisan.[2]
Hubungan interpersonal adalah aspek penting yang perlu diketahui oleh guru. Persoalannya
sejauh manakah guru menguasainya adalah sesuatu yang subjektif walaupun terdapat kaedah-
kaedah serta panduan-panduan tertentu yang boleh dipelajari oleh guru untuk menguasai
kemahiran ini.
Menurut Sarina dan Yusmini 2007, kepentingan kemahiran interpersonal ialah ianya dapat
melahirkan persefahaman yang baik antara guru dan pelajar serta wujud rasa percaya
mempercayai di kalangan mereka serta dapat memberi kesan positif kepada proses pengajaran
dan pembelajaran.
1. Kemahiran Komunikasi
Seorang guru yang profesional seharusnya memiliki atau mempunyai kemahiran komunikasi
yang baik. Komunikasi ialah satu asas perhubungan yang bertujuan menyampaikan khabar,
berita , mesej, pendapat atau maklumat kepada pendengar.
Interaksi dan komunikasi yang hanya menggunakan akal atau hanya menggunakan perasaan
akan menjadi tidak berkesan. Guru atau siapa yang berkomunikasi dengan berkesan akan
menggunakan ke semua indera manusia dengan bijaksana. Konsep ini adalah selaras dengan
falsafah eksistensialisme yang mengutamakan pengalaman yang diperoleh daripada indera
seperti penglihatan, rasa, dan sebagainya. Oleh karena itu selaras dengan tujuan faham mazhab
eksistensialisme adalah membolehkan setiap individu yakni guru dan pelajar
memperkembangkan sepenuhnya potensi yang dimiliki demi mencapai objektif pengajaran dan
pembelajaran.
1. Kemahiran Memimpin
Di dalam organisasi sebuah kelas di sekolah posisi guru berada di atas sekali. Guru memainkan
peranan sebagai guru kelas untuk membimbing para pelajar ke arah kecemerlangan dari segi
akademik, sahsiah, dan jasmani. Oleh karena itu kemahiran dari segi memimpin perlu ada dalam
diri seorang guru. Menurut Kamus Dewan Edisi Empat definisi memimpin ialah melatih,
mendidik atau mengasuh supaya boleh berfikir sendiri. Kepimpinan boleh dimaksudkan sebagai
seni atau proses mempengaruhi kegiatan manusia yang berkaitan dengan tugas mereka, supaya
mereka terlibat dan berusaha ke arah keberkesanan dan pencapaian matlamat organisasi (Rahmad
2005).
1. Kemahiran Berilmu
Kehidupan seorang guru adalah sinonim dengan ilmu. Lazimnya masyarakat mengaitkan guru
dengan tanggungjawab memberi ilmu tetapi hakikatnya guru bukan sahaja bertanggungjawab
mencurahkan ilmu kepada para pelajarnya malah meningkatkan ilmu merupakan salah satu
kemahiran yang perlu ada di dalam diri setiap guru sebelum ilmu yang ada itu dicurahkan kepada
para pelajarnya.
Ilmu dan pengetahuan guru sebagai seorang yang berautoriti tidak boleh dipersoalkan. Oleh yang
demikian, guru mesti menguasai ilmu dengan baik (Abu Bakar & Ikhsan, 2008). Sikap proaktif,
berdaya saing dan bersemangat kental dalam melengkapkan diri dengan pelbagai disiplin ilmu
dan berketerampilan perlu menjadi amalan dan budaya hidup seorang pendidik (Wan Marzuki,
2008). Guru sebagai penyebar sumber ilmu perlu memahami konsep ilmu yang sentiasa
berkembang dan pencarian ilmu baru di kalangan guru mesti diteruskan tanpa henti (Lokman,
2004).
Menurut Uzer Usman, Kompetensi profesional yang harus dipenuhi atau dimiliki seorang guru
atau calon guru adalah,[3]
5. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, yakni menilai prestasi
murid untuk kepentingan pengajaran, menilai proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan.
1. Kemampuan
Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki minimal lima hal sebagai berikut. [4]
2. Menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarnya kepada peserta didik.
3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara evaluasi.
4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan cara belajar dari
pengalamannya.
2. Keterampilan
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian
seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau
suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek
adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk
bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang
(like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari
sesuatu.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat
atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan
penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas
a. Komponen kognitif
Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal
tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.
b. Komponen afektif
Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan
tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan
hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen
afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (Azwar,
2000:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap
sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila
dikaitkan dengan sikap.
c. Komponen kognitif
Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek
sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas
merupakan komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling
berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang
menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi
pemahaman terhadap objek sikap.
Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu:
Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai
tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana
dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya,
maka orang akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek
sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek
sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai sejauh mana manfaat
objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya
sikap yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya.
Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya.
Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya
atau egonya, maka dalam keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan ego.
3) Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai
yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan
dan dapat menunjukkan keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat
menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.
4) Fungsi pengetahuan
Fungsi ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu.
Dengan pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan
disusun kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga menjadi konsisten. Ini berarti bila
seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan
orang tersebut objek sikap yang bersangkutan.
3. Sertifikat
Untuk mendapatkan pengakuan atas keprofesionalannya, maka seorang tenaga pengajar dapat
mengikuti sertifikasi. Sertifikasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
Sertifikasi di sini dapat diartikan sebagai usaha pemberian pengakuan bahwa seseorang telah
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi
adalah uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang
sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Wibowo (Mulyasa, 2008:35), mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai
berikut.
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra
pendidik dan tenaga pendidikan.
Kerangka pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi guru, baik untuk lulusan strata satu (S1)
kependidikan maupun lulusan S1 nonkependidikan dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kedua, lulusan Sarjana nonkependidikan harus terlebih dahulu mengikuti proses pembentukan
kompetensi mengajar pada perguruan tinggi yang memiliki PPTK secara terstruktur. Setelah
dinyatakan lulus dalam pembentukan kompetensi mengajar, baru lulusan sarjana
nonkependidikan boleh mengikuti uji sertifikasi. Sedangkan lulusan program Sarjana
kependidikan tentu sudah mengalami proses pembentukan kompetensi mengajar, tetapi tetap
diwajibkan mengikuti uji kompetensi untuk mempeoleh serifikat kompetensi.
Ketiga, penyelenggaraan program PKM dipersyaratkan adanya status lembaga pendidikan tenaga
kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan untuk pelaksanaan uji kompetensi sebagai bentuk
audit atau evaluasi kompetensi mengajar guru harus dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh Dirjen Dikti, Depdiknas .
Keempat, peserta uji kompetensi yang telah dinyatakan lulus, baik yang berasal dari lulusan
Sarjana pendidikan maupun nonkependidikan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bukti yang
bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan praktik dalam bidang profesi guru pada
jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Kelima, peseta uji kompetensi yang berasal dari guru yang sudah melaksanakan tugas dalam
interval waktu tertentu (10-15 tahun) sebagai bentuk kegiatan penyegaran dan pemutakhiran
kembali sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta persyaratan
dunia kerja. Di samping itu, kompetensi juga diperlukan bagi yang tidak melakukan tugas
profesinya sebagai guru dalam jangka waktu tertentu.
Proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus dibarengi
dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekruitmen guru, pembinaan, dan peningkatan karir
guru. Kesejahteraan guru dapt diukur dari gaji dan insentif yang diperolehnya. Gaji guru di
Indonesia ini masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Rendahnya
tunjangan kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja guru, semangat pengabdian, dan juga
upaya mengembangkan profesionalismenya.
Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas.[5] Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan setifikat
kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar,
diskusi panel, lokakarya, dan simposium. Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari
penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan
ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun nonkependidikan yang ingin
memasuki profesi guru.
Menumbuhkembangkan kesadaran guru terhadap kode etik sebagai guru profesional, serta
mencintai tugasnya, dan bertanggung jawab untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Pengembangan karir guru terkait dengan profesionalisme dan daya tarik jabatan guru
memerlukan kebijakan sebagai berikut:[6]
2. Menyederhanakan prosedur dan penilaian kenaikan jabatan fungsional guru, dan sedapat
mungkin masyarakat dapat dimintai pendapatnya, agar hasilnya lebih objektif.
3. Beban yang tidak terkait dengan fungsi dan tugas guru sebaiknya dihilangkan, karena
akan mengganggu perhatian guru terhadap tugasnya.
4. Pengangkatan kepala sekolah perlu dilakukan melalui seleksi yang ketat dan adil,
mempertimbangkan latar belakang mental dan prestasi kerja, serta melibatkan orang tua
murid dan masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah atau madrasah.
Proses sertifikasi selain dilakukan oleh LPTK dengan memberikan sertifikat kompetensi, juga
dilakukan dengan cara pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh lembaga uji kompetensi.
Tujuan dari pendidikan dan latihan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan
administrasi siswa dan pengelolaan kegiatan belajar di kelas. Akhir dari kegiatan pendidikan dan
latihan tersebut tentunya dilihat dari nilai akhir yang diperoleh setelah dilakukan penilaian oleh
asesor. Uji sertifikasi dengan uji kompetensi dan diklat, keduanya sama-sama bertujuan untuk
membentuk seorang guru atau calon guru yang profesional, yang mengabdikan diri sepenu hati
demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.
BAB III
PE N UTU P
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dpat diambil kesimpulan bahwa guru professional harus memiliki kesehatan
jasmani dan rohani, mempunyai kemampuan pisik dan intelektual yang kuat, berwawasan luas,
memiliki teknik mengajar yang berpengalaman, dan diakui sebagai pendidik yang telah
disertifikasi.
Dari panjang lebar penjelasan pada pembahasan sebelumnya, tentu tidak lepas dari kekurangan
dan kekhilafan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
mendukung makalah ini.
[2] Abdullah Hassan & Ainon Mohamad. 2002. Kemahiran Interpersonal Guru dalam
Perkembangan Psikologi Kanak-Kanak., Kemahiran Interpersonal Guru. Bentong, Pahang: PTS
Professional Publishing Sdn. Bhd
[3] Usman, Moh. Uzer. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
halaman 17
[4] Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya halaman 11
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah Hassan & Ainon Mohamad. 2002. Kemahiran Interpersonal Guru dalam
Perkembangan Psikologi Kanak-Kanak., Kemahiran Interpersonal Guru. Bentong, Pahang: PTS
Professional Publishing Sdn. Bhd
Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Usman, Moh. Uzer. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ciri Guru Profesional - Guru yang sudah sertifikasi maka menjadi guru profesional adalah hal
yang wajib. Berikut ini merupakan beberapa dari ciri guru profesional yang mungkin bisa
menjadi panutan bagi yang ingin mengembangkan diri agar benar-benar menjadi guru
profesional.
1. Guru harus selalu mempunyai tenaga untuk siswanya. Guru yang baik akan memberi perhatian
pada siswa di setiap obrolan atau diskusi yang dilakukan dan punya kemampuan mendengar
dengan seksama.
2. Seorang guru harus mempunyai tujuan yang jelas. Ciri guru profesional adalah menetapkan
tujuan setiap pelajaran secara jelas dan bekerja guna memenuhi tujuan dalam setiap kelas.
3. Mempunyai keterampilan untuk mendidik agar murid disiplin. Guru harus mempunyai
keterampilan disiplin yang efektif. Hal ini agar bisa memberi promosi atas perubahan perilaku
positif di dalam kelas.
4. Mempunyai keterampilan manajemen di dalam kelas yang baik. Guru harus mempunyai
keterampilan manajemen di dalam
kelas yang baik serta bisa memastikan agar perilaku
siswa menjadi baik saat siswa belajar dan bekerja sama.
5. Guru harus bisa berkomunikasi secara baik dengan orang tua murid. Seorang guru harus
menjaga komunikasi yang baik dengan orang tua dan bisa membuat mereka selalu mengerti
tentang informasi yang sedang terjadi.
6. Guru mempunyai ekspektasi yang tinggi pada muridnya. Guru profesional memiliki
ekspektasi besar pada siswa serta memacu semua siswa untuk terus bekerja dan mengerahkan
potensi terbaik yang mereka miliki.
8. Mempunyai pengetahuan mengenai subyek yang diajarkan. Meskipun sudah jelas, namun
terkadang diabaikan. Guru profesional memiliki pengetahuan yang sangat baik dan antusiasme
terhadap subyek yang diajarkan. Guru tersebut selalu siap untuk menjawab semua pertanyaan
dan menyimpan berbahai bahan yang menarik bagi siswa.
9. Guru selalu memberikan yang paling baik bagi anak didik di dalam proses pengajaran. Ciri
guru profesional adalah selalu bergairah dalam mengajar dan bekerja bersama dengan anak didik.
Guru akan merasa gembira ketika bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupannya dan
memahami efek yang mereka miliki.
Menimbang : bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan
a. kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan
relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu
b. menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen
secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat
c. strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada huruf a sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang
bermartabat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
Menginga : 1. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
t huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301).
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi
bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau
dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat
kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru
atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus
oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh
Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai
imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas
dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami
bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan
nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip sebagai berikut:
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan
kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat
menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pasal 14
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan,
dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan
peraturan perundang-undangan;
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf
a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi,
tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai
guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada
guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada
guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah
dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan
penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,
ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai
agama dan etika; dan
Bagian Ketiga
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru
dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk
memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan
tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik,
maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan
pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik,
maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan
guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau
pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan
struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi
kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan
satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah
tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi
kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara
otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan
kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua)
tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru
pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus
selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-
menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai
guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru
yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan peraturan
Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas
dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan
tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan,
tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib
memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi,
dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
Bagian Kesembilan
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru
dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan
memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan
tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan
keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-
masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun;
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen-tidak tetap ditetapkan oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai
kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan
gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam
bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu
berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan
serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh
setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pasal 51
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf
a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan
profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang
terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada
dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
(1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada
dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh
Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan
penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan
fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,
ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama
dan etika; dan
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen
dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan
transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan
struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib
mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
a. meninggal dunia;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit
jasmani dan/atau rohani; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara
pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena:
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-
menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatannya, kecuali sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri
sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen
yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan peraturan Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen
pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan
penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua
belas) satuan kredit semester (SKS) dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi
keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat
provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam,
dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi
wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang
dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan
sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan
tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai
sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan
tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75
diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang
bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen
yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada
Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh)
tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus
diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ----
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ----
HAMID AWALUDIN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan
nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan.
Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang; (3) Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (4) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang; (5) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh
persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang
mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia
Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru
dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik
merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi
terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk
memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu,
kualifikasi akademik, dan kompetensi;
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk
meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk
meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan
pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan
dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional,
pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen; perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan
prinsip profesionalitas;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan
dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam
pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan
dosen sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan
sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan
pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain
sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi
peserta didik.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang
memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental
tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak
mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat,
golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai
komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki
sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai
kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam
bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik
dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik
dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 18
Ayat (1)
Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik
dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa
kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat
akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang
memungkinkan dosen dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental
tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai
tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus
sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat,
golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai
komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki
sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai
kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam
bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 18 ayat (3)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan
tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.
Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang
diperuntukkan dosen yang mendalami ilmu langka tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
1. Mengetahui maksud dari UUGD
2. Mengetahui perkembangan UUGD
3. Mengetahui kelemahan dan kelebihan UUGD
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN UUGD
Guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik bahwa
pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban
profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya
dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD No 14 tahun 2005 ditentukan bahwa
seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen
pembelajaran. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagodik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
a. Kompetensi Pedagogik
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Depdiknas
(2004:9) menyebut kompetensi ini dengan kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi
ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan
penilaian.
a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah
disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru dan dosen
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah
disusun. Guru dan dosen harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat,
apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang
lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa,
diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar,
penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil
belajar siswa.Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki
guru dan dosen dan dosen dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:
(1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan
pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3)
berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5)
melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran,
dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga
tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan
yang harus dimiliki guru dan dosen dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat
dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis,
menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.
b. Kompetensi Kepribadian
Guru dan dosen sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru dan dosen akan memberikan
teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru dan dosen akan
tampil sebagai sosok yang patut digugu (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan ditiru (di
contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru dan dosen dan dosen merupakan faktor
terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah
(2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia
menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat
dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dan dosen dalam
menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.
Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti
dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru dan dosen yang
fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain
itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam
pengamatan dan pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan dosen dikemukakan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini
sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru dan dosen yang diperlukan
agar dapat menjadi guru dan dosen yang baik.
Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan
pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat
(2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan
kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2)
pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan
tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar
terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan
kompetensi guru dan dosen dan dosen secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka,
berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi.
c. Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen , kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Surya
(2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang
diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru dan dosen dan dosen profesional.
Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan
bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa
kebersamaan dengan sejawat guru dan dosen dan dosen lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127)
merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi
profesional guru dan dosen mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat
menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan
menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu
menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat
menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan
media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program
pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi
peserta didik.
d. Kompetensi Sosial
Guru dan Dosen yang efektif adalah guru dan dosen yang mampu membawa siswanya
dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan
interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial
adalah kemampuan guru dan dosen dan dosen untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru dan dosen dan dosen, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah
kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan
tanggung jawab sosial.
Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, menjelaskan kompetensi sosial guru dan dosen adalah salah satu daya atau
kemampuan guru dan dosen untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi
kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan,
guru dan dosen harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk
menjadi guru dan dosen dan dosen yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat,
kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan
dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan
sebelum memilih jabatan guru dan dosen , dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk
meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
Isi Pokok UUGD
UU Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam
beberapa bagian.
Pertama, pasal-pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:
(a) Ketentuan Umum,
(b) Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan, dan
(c) Prinsip Profesionalitas.
Kedua, pasal-pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari
(a) Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi,
(b) Hak dan Kewajiban,
(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(e) Pembinaan dan Pengembangan,
(f) Penghargaan,
(g) Perlindungan,
(h) Cuti, dan
(h) Organisasi Profesi.
Ketiga, pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari
(a) Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik,
(b) Hak dan Kewajiban Dosen,
(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(e) Pembinaan dan Pengembangan,
(f) Penghargaan,
(g) Perlindungan, dan
(h) Cuti.
Kelima, bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 Pasal).
Dari seluruh pasal tersebut di atas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen
Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.
B. IMPLEMENTASI UUGD SAAT INI
Ternyata implementasi sertifikasi guru dan dosen dalam bentuk penilaian portofolio ini
kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para pengamat pendidikan yang menyangsikan
keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru dan dosen. Bahkan
ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan berdampak
sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru dan dosen dan dosen, apalagi dikaitkan dengan
peningkatan mutu pendidikan nasional.
Apa yang menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan
pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap
tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dan dosen dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang
mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang
amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang
menyetting berkas portofolio guru dan dosen di sekolahnya tidak mencapai batas angka
kelulusan. Mereka berharap guru-guru dan dosen tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi.
Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara
cuma-cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan
diterapkan di sekolah atau di kelas.
Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru dan dosen dan dosen,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru dan dosen dan dosen,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Hal yang akan terjadi jika UU Guru dan Dosen benar-benar diimplementasikan adalah
1. Guru dan dosen masa depan akan mempunyai kualitas dan kualifikasi (pasal 9) yang baik,
dan kesejahteraan (pasal 15) dengan gaji yang layak. Guru dan dosen juga memiliki, kompetensi
(pasal 10), sertifikasi (pasal 11), hak dan kewajiban jelas (pasal 14-20), pembinaan dan
pengembangan (pasal 32-35), penghargaan (pasal 36-37), perlindungan (pasal 39) dan organisasi
profesi (pasal 41) dan kode etik (pasal 43-44). mempunyai mempunyai kompetensi optimal
yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional Sehingga harkat, citra dan
martabat guru dan dosen terangkat.
2. Tanggung jawab profesi guru dan dosen sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih akan
meningkat. Karena kualitas dan mental guru dan dosen dan dosen yang membaik, mereka akan
sungguh-sungguh, bertanggung jawab dengan profesinya.
3. Dengan adanya kode etik profesi dan dosen memberikan pedoman bagi setiap anggota
profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan, merupakan sarana kontrol sosial bagi
masyarakat atas profesi yang bersangkutan, kode etik profesi mencegah campur tangan pihak
diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
4. Guru dan dosen masa depan akan memiliki komitmen yang tinggi, pemikiran yang serius
dan cermat (smart thinking), koordinasi dan sinergi, Networking dan Support dari semua
komponen terkait.
5. Memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru dan dosen.
6. Ada jaminan pasti tentang kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru dan dosen
dan dosen dan dosen.
7. Mutu pelayanan dan hasil pendidikan meningkat, karena komponen penting yaitu guru dan
dan dosen membaik.
8. Dengan adanya guru dan dosen yang berkualifikasi akademik baik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, akan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
9. Pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, (pasal 21). Dan pengangkatan,
penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen dan dosen secara obyektif dan
trasparan (pasal 63). Dalam keadaan darurat, untuk daerah khusus pemerintah dapat melakukan
wajib kerja untuk guru dan dosen dan atau warga Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi
akademik dan kompetensi, (pasal 61).
10. Sanksi pada guru dan dosen dan dosen dan dosen yang tidak berkompeten benar-benar
diterapkan, sesuai dengan perundangan, (pasal 77).
Tujuan dilaksanakannya sertifikasi guru dan dosen diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menentukan kelayakan guru dan dosen dan dosen dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c. Meningkatkan martabat guru dan dosen dan dosen
d. Meningkatkan profesionalitas guru dan dosen dan dosen
b. Kelemahan UUGD
1. Sertifikasi atau tunjangan untuk Guru dan Dosen belum merata, khususnya bagi Guru yang
hampir memasuki usia pensiun. Mereka belum mengerti benar akan sistematika program
sertifikasi dari pemerintah ini. Serta Guru tersebut harus mengikuti ujian-ujian yang dirasa sulit
untuk usia tersebut dan ujian itu menggunakan alat-alat IT seperti komputer dan Internet yang
belum tentu mereka kuasai.
2. UUGD cenderung menguntungkan guru dan dosen PNS, sementara itu di Indonesia guru
dan dosen non PNS jumlahnya sangat banyak serta mengemban tugas dan tanggung jawab yang
sama dengan guru dan dosen PNS.
3. Jumlah peminat profesi guru dan dosen meningkat demi mengejar status sertifikasi.
4. Sebagian guru dan dosen yang telah diberikan amanat penting oleh pemerintah justru
menyepelakan. Contohnya, ketika diadakan sidak banyak guru dan dosen yang tidak tertib, pada
jam kerja banyak pula PNS khususnya guru dan dosen yang jalan-jalan di pusat perbelanjaan
atau tempat rekreasi lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik bahwa
pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban
profesional. Sesuai yang tertera dalam UU No 14 tahun 2005 bahwa seorang pendidik harus
memiliki kompetensi yaitu, kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Profesional, dan Sosial.
Guru dan Dosen melakukan sesuai dengan UU tersebut dan merupakan tujuan
dilaksanakannya sertifikasi guru dan dosen maka,diharapkan akan membentuk guru dan dsen
yang ptofesional, menghasilkan mutu pendidikan baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://laylafiyyy.blogspot.com/2012/10/uugd-dan-permendiknas.html
http://www.sertifikasiguru.web.id/2013/05/sertifikasi-guru-tahun-2013.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2381900-undang-undang-guru-dan-
dosen/#ixzz2x1reKB7M
http://duniapendidikanfisekt08.blogspot.com/2011/02/kompetensi-guru-menurut-uu-no-
142005.html
Aziz Muhammad Abdul. Makalah Undang-Undang Guru Dan Dosen Dapat Meningkatkan
Kualitas Professional Guru, http://artikeltugaskuliah.blogspot.com/2011/11/makalah-undang-
undang-guru-dan-dosen.html 25 Maret 2014, pukul 19.43
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Aspek administrasi dari pelaksanaan proses belajar - mengajar adalah pengalokasian dan
pengaturan sumber-sumber yang ada di sekolah untuk memungkinkan proses belajar - mengajar
itu dapat dilakukan guru dengan seefektif mungkin. Sering kali sumber tersebut sangat terbatas
sehingga sangat mungkin dipergunakan pula oleh kelas lain dalam waktu yang bersamaan. Jika
hal ini terjadi guru harus dapat merealokasikan waktu atau tempat sehingga tidak mengganggu
program sekolah secara keseluruhan.
Dalam hal in kerja sama dan konsultasi dengan kepala sekolah merupakan syarat yang
harus dilakukan Di dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, guru harus selalu waspada
terhadap gangguan yang mungkin terjadi karna kesalahan perencanaan fasilitas serta sumber lain
yang mendukung proses belajar - mengajar tersebut. Pertemuan - pertemuan dengan guru lain
atau kepala sekolah dapat dipakai sebagai wahana untuk menghindari kesalahan perencanaan, di
samping untuk meningkatkan kemampuan profesional guru itu sendiri.
Peningkatan kemampuan profesional ini dapat dilakukan dengan pertukaran informasi
antara guru bidang studi yang sejenis. Komunikasi dengan guru bidang studi lain dimaksudkan
untuk menjaga kesinambungan mata pelajaran itu dengan mata pelajaran selanjutnya. Di
samping itu, juga untuk mendapatkan balikan tentang bagian - bagian mana dari bahan belajar
yang tidak atau sukar dikuasai oleh siswa. Komunikasi dengan guru bidang studi dimaksudkan
agar ada integrasi antara mata - mata pelajaran yang diberikan guru bidang studi dengan guru
bidang studi lain.
2. RUMUSAN MASALAH
Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang Guru dalam Proses Belajar Mengajar Ialah :
1. Masalah pengelolahan Kelas
2. Masalah Pendekatan / Pendekatan kekeluargaan
3. Masalah Media Sumber Belajar / alat bantu yang berguna dalam kegiatan Belajar Mengajar
4. Penggunaan Metode ( tidak hanya Ceramah )
5. Evaluasi
BAB II
ISI
1. PENGELOLAHAN KELAS
Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana
(kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Memberi
ganjaran dengan segera, mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa,
mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh kegiatan
mengelola kelas.
Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus
mampu:
1. Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok;
2. Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
3. Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang
dimaksud.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan dan yang bersifat
kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok seringkali menyatu dan
amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis
masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani
permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Masalah Perorangan
Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah
laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan
dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal
mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku
menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian
orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan. Keempat
tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik
perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
Seorang siswa yang gagak menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana
hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku
mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai
pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membikin onar, memperlihatkan
kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari
perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus
meminta bantuan orang lain.
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih
mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya
pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan
sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang
amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini
amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari
bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan,
penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas
atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini
akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya
dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak
secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-
anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak
patuh (suka menetang ).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu
berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah
terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada
dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak
tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri.
Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan
seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.
- Pertama, jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu
merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari
perhatian. ( attention getting behaviors).
- Kedua, jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan. (power seeking
behaviors).
- Ketiga, jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan
mungkin mengalami masalah menuntut balas. ( revenge seeking behaviors).
- Dan keempat, jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. (passive behaviors).
Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah
tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari
perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru
itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
Masalah Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
1. Kekurang-kompakan
6. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes
Jenis pendekatan pengelolaan kelas yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah
pengelolaan kelas.
1. Penggunaan pendekatan larangan dan anjuran
Dalam menghadapi masalah pengelolaan kelas ada berbagai macam pendekatan yang
sering dan sudah biasa digunakan oleh guru.Pendekatan yang pertama ialah pendekatan
pemberian sejumlah larangan dan anjuran.Yang dimaksud dengan pemberian larangan dan
anjuran adalah berupa peraturan mengenai hal-hal yang tidak boleh yang dilakukan dan juga
berupa anjuran atau saran mengenai hal-hal dan tingkah laku yang semestinya dilakukan oleh
siswa.
a. Penghukuman atau pengancaman
Tindakan penghukuman atau pengancaman adalah tindakan berupa pemberian hukuman
atau ancaman baik fisik ataupun nonfisik yang digunakan saat membuat masalah ataupun untuk
mencegah siswa membuat masalah.Tindakan ini mungkin dapat menghentikan tingkah laku
buruk siswa, tetapi sifatnya sesaat dan hanya menyinggung aspek-aspek yang bersifat permukaan
belaka.Sayangnya lagi tindakan itu biasanya diikuti oleh tingkah laku negatif pada diri siswa
termasuk di dalamya tindakan kekerasan. Adapun contoh tindakan penghukuman atau
pengancaman di antaranya :
2. Dalam memberikan peringatan kepada siswa jangan mempergunakan nada suara yang
tinggi.
berlangsung di lingkungan.
Pada umumnya penguatan itu berupa ganjaran yang diberikan kepada siswa yang
menampilkan tingkah laku yang baik dengan harapan agar tingkah laku itu diteruskan.Pemberian
ganjaran terhadap tingkah laku yang telah dikuasai oleh siswa itu disebut penguatan
positif.Sebaliknya, penguatan negatif ialah penguatan yang dilakukan dengan jalan dikuranginya
(atau ditiadakannya) hal-hal (perangsang) yang tidak menyenangkan (yang dikenakan terhadap
siswa).
Penghukuman merupakan penggunaan perangsang yang tidak menyenangkan untuk
meniadakan tingkah laku yang tidak disukai, walaupun masih diperdebatkan keefektifannya.
a. Pendekatan iklim sosio-emosional
Dibangun atas dasar pandangan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari
hubungan yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Hubungan guru-siswa
sangat besar dipengruhi oleh:
Sumber belajar adalah tempat asal-usulnya bahan ajar diperoleh (misalnya buku
kumpulan puisi/cerpen, dan sejenisnya) atau tempat yang memungkinkan siswa memperoleh
pengalaman belajar (misalnya alam sekitar dan manusia sumber). Ketersediaan buku kumpulan
cerpen/puisi mengkondisikan siswa dapat membaca karya sastra untuk memulai proses apresiasi.
Pada kesempatan yang lain, untuk menulis wacana deskripsi, misalnya, siswa dapat diajak
mengamati objek di sekitar kelas atau sekolah. Objek di sekitar kelas atau sekolah itu merupakan
sumber belajar, yakni memungkinkan terjadi proses belajar menulis wacana deskripsi. Melalui
kegiatan mengamati objek, siswa dapat berproses memunculkan gagasan untuk dituangkan
dalam kalimat dan paragraf.
Pemilihan alat bantu/media/sumber belajar harus benar-benar didasarkan atas
pertimbangan fungsi dan bukan sekedar untuk memenuhi gengsi. Artinya, kehadiran alat
bantu/media/sumber belajar harus benar-benar untuk dimanfaatkan secara optimal dalam rangka
membantu siswa untuk belajar dengan sebaik-baiknya. Kehadiran sumber belajar yang berupa
film, misalnya, bukan sekedar untuk dinikmati begitu saja, tetapi lebih dari itu, film
dimanfaatkan untuk belajar melakukan apresiasi film atau bahkan siswa mungkin dapat belajar
bagaimana seorang sutradara bekerja dengan baik untuk menghasilkan film yang baik.
Alat bantu/media/sumber belajar yang diperlukan harus ditulis secara rinci dan jelas
misalnya untuk sumber belajar yang berupa buku perlu dicantumkan judul buku, pengarang,
penerbit dan nomor halaman agar pihak lain yang membutuhkan dapat melacak dan menemukan
dengan mudah. Informasi yang jelas mengenai alat bantu/media/sumber belajar yang digunakan
dalam RPP juga menunjukkan bahwa pembuat RPP sangat bertanggung jawab terhadap sumber-
sumber yang digunakan.
1. Tujuan Pemilihan
Memilih media harus dengan maksud dan tujuan yang jelas.
3. Alternatif Pilihan
Guru harus mampu menetapkan atau memutuskan media yang tepat dan sesuai dengan
materi pelajaran.
Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan Media
Disamping harus memenuhi prinsip pemilihan dalam penggunaan media juga harus
memperhatikan faktor faktor :
a. Objektivitas
b. Program Pengajaran
c. Sasaran Program
d. Situasi dan kondisi
e. Kualitas Teknik
f. Keefektifan dan Efisiensi penggunaan.
4. PENGGUNAAN METODE
1. Metode Belajar Mengajar Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan secara
lisan oleh seseorang guru terhadap kelasnya. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan
urainnya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti gambar- gambar dan yang paling
utama adalah bahasa lisan.
Metode ceramah adalah metode mengajar yang sampai saat ini masih mendominasi atau
paling banyak di gunakan guru dalam dunia pendidikan.
2. Metode Belajar Mengajar Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab, terutama dari guru ke siswa dan begitu juga sebaliknya.
Metode ini banyak digunakan dalam proses belajar mengajar, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat maupun sekolah. Dan metode ini merupakan salah satu teknik mengajar yang dapat
membantu kekurangan- kekurangan pada metode ceramah, dikarenakan apabila suatu penjelasan
guru yang belum dimengerti, maka siswa/anak didik dapat langsung menanyakan pada guru.
3. Metode Belajar Mengajar Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar di mana guru
memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggung
jawabkan kepada guru. Dalam hal ini guru memberikan tugas pada murid untuk maju ke depan
kelas untuk medemonstrasikan apa yang diajarkan guru.
Dalam pendidikan agama sering digunakan metode ini terutama dalam hal yang bersifat
praktis, sehingga siswa mempunyai gambaran yang jelas tentang materi pelajaran yang telah
diterimanya.
4. Metode Belajar Mengajar Demostrasi/Praktek
Metode Demostrasi atau praktik adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan
untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu
kepada anak didik.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang
berhubungan dengan proses yang bersifat praktis, misalnya : Bagaimana cara yang benar dalam
melaksanakan ibadah sholat, baik cara memulai, mengerjakan maupun cara mengakhiri shalat
serta apa saja yang disunnahkan dan membatalkannya.
5. EVALUASI
Mengapa Guru Perlu Melakukan Evaluasi Proses Pengajaran
Guru adalah orang yang paling penting statusnya di dalam kegiatan belajar-mengajar
karena guru memegang tugas yang amat penting, yaitu mengatur dan mengemudikan bahtera
kehidupan kelas. Bagaimana kelas berlangsung merupakan hasil dari kerja guru.
Di dalam melaksanakan tugas yang penting menciptakan suasana kelas tersebut guru berupaya
sekuat tenaga agar kehidupan kelas dapat berjalan mulus. Siswa dapat belajar tanpa hambatan
dan dapat menguasai apa yang diajarkan oleh guru dengan nilai yang baik. Jika ternyata nilainya
tidak baik, guru tentu ingin menelusuri apa penyebab nilai yang tidak baik itu. Jika guru tidak
mengetahui apa dan bagaimana evaluasi proses pengajaran, ia tidak akan mampu melaksanakan
tugas penelusuran penyebab tidak baik. Agar ia mampu melakukan tugas dengan sempurna,
harus bersedia mempelajari evaluasi proses pengajaran.
Orang yang melakukan evaluasi (evaluator) dalam kegiatan proses pengajaran dapat berasal dari
dalam (yang ikut terlibat di dalam kegiatan), dan dapat pula orang dari luar (yang tidak ikut
terlibat dalam kegiatan), masing-masing evaluator mempunyai kelemahan.
a. Lingkungan Manusia
Yang dapat digolongkan sebagai masukan lingkungan manusia bukan hanya kepala
sekolah, guru-guru, dan pegawai tata usaha di sekolah itu, tetapi siapa saja yang dengan sengaja
akan tidak berpengaruh terhadap tingkat hasil belajar siswa.
b. Lingkungan non-Manusia
Yaitu segala hal yang berada di lingkungan siswa, yang secara langsung tidak
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa misalnya suasana sekolah, halaman sekolah, keadaan
gedung, dan lain-lain.
1. Mengetahui kemampuan dan perkembangan anak didik setelah mengetahui atau melakukan
kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
2. Mengetahui sampai dimana keberhasilan suatu metode sistem pengajaran yang dipergunakan.
3. Dengan mengetahui kekurangan serta keburukan yang diperoleh dari hasil dari evaluasi itu,
selanjutnya kita dapat berusaha untuk mencari perbaikan.
Sedangkan tujuan daripada evaluasi proses pengajaran itu sendiri adalah untuk
mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan
keberhasilan murid dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Disamping itu juga dapat
digunakan bagi guru-guru atau supervisor untuk mengukur atau menilai sampai dimana
keefektifan dan keefisiensian pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan belajar dan metode-
metode yang digunakan, sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan
pelaksanaannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam kapasitasnya sebagai penglola kelas, seorang guru dituntut untuk bisa menjadikan
suasana kelas menjadi kondusif sehingga proses belajar mengajaran atau penyampaian
pengetahuan dari guru ke murid atau proses pertukaran ilmu dan pengetahuan diantara siswa
yang satu dengan yang lainnya bisa berjalan dengan baik.
Pendekatan kekeluargaan juga harus dilakukan agar Suatu gejala yang dianggap sebagai
masalah dapat diselesaikan dan dipecahkan. Karena proses itu bisa mempengaruhi proses belajar
yang lain atau sesuatu yang baru bisa terjadi bila tidak diatasi yang akan mengubah gejala
tingkah laku peserta didik, yang nantinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar.
Pada umumnya, seorang guru hanya melakukan metode ceramah saja. Namun agar siswa
ikut aktif dalam proses belajar harus dibagi beberapa metode. Misalnya metode Tanya jawab.
Juga agar peserta didik tidak merasakan kejenuhan atau bosan.
Setiap kegiatan belajar mengajar hendaknya guru senantiasa melakukan evaluasi atau
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
Saran
Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran pendidik tidak hanya
berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga
berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan dari pengalaman
dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam, sehingga dengan pementapan
adanya tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan proses belajar
mengajar diharapkan guru dapat mengetahui tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan
diharapkan terjalinnya hubungan yang harmonis dengan para peserta didiknya sehingga harapan
tercapainya tujuan pendidikan bisa dengan mudah terwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, Anas. 2005, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press.
Arikunto, Suharsimi. 2005, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Jakarta: Bumi
Aksara.
(1) http://suediguru.blogspot.com/2009/06/media-pembelajaran-alat-peraga-dan-alat.html
(2) http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/26/makalah-ilmu-pendidikan-tentang-
penggunaan-media-sumber-belajar-dalam-proses-belajar-mengajar/
(3) http://students.blog.unnes.ac.id/4n43k4/2009/05/06/penggunaan-media-sebagai-sumber-
belajar/
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek
Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
: http://kafeilmu.com/2012/02/beberapa-metode-belajar-mengajar.html#ixzz1s5Ushmrq
H. Emil Rosmali, SE. Tugas dan Peran Guru. http://www.alfurqon.or.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=58&Itemid=110
3. orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak. (Depdiknas,
2001:19)
2. memupuk pengertian orang tua tentang cara mendidik anak yang baik,
dengan harapan mereka mampu memberikan bimbingan yang tepat bagi
anak-anaknya dalam mengikuti pelajaran.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelengaraan pendidikan.
kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
5 Votes
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Sayangnya, ungkapan bijak tersebut sampai saat ini lebih banyak bersifat slogan dan masih jauh
dari harapan yang sebenarnya. Boleh di katakan tanggung jawab masing-masing masih belum
optimal, terutama peran serta masyarakat yang sampai saat ini masih di rasakan belum banyak di
berdayakan.
Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 54 di
kemukakan:
1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Secara lebih spesifik, pada pasal 56 di sebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan
komite sekolah atau komite madrasah, yang berperan sebagai berikut:
1. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi
perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan
dan komite sekolah/madrasah.
2. Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri di bentuk dan berperan dalam peningkatan
mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan
tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi
dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis.
Atas dasar untuk pemberdayaan masyarakat itulah, maka di gulirkan konsep komite sekol;ah
sebagaimana di kemukakan di atas. Berdasarkan Keputusan Mendiknas No.044/U/2000,
keberadaan komite sekolah berpean sebagai berikut:
2. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan.
Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat
membina kerja sama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan
menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah) mengandung makna sebagai manajemen partisipatif yang
melibatkan peran serta masyarakat sehingga semua kebijakan dan keputusan yang di ambil
adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencaai keberhasilan bersama
(Hasbullah,2006:91-93). Dengan demikian, prinsip kemandirian dalam MBS adalah kemandirian
dalam nuansa kebersamaan. Hal ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang di sebut
sebagai total quality management, melalui suatu mekanisme yang di kenal dengan konsepsi total
football dengan menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada satu
tujuan,yaitu peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan pengembangan masyarakat
(Hamzah,2007:93).
Sementara itu, komite sekolah juga berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut:
5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpatisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
Daftar Pustaka
anyak pertanyaan yang timbul disetiap sekolah dan lembaga pendidikan akan keterkaitan antara
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, berikut di paparkan mengapa Dewan Pendidikan Serta
Komite Sekolah dibentuk:
LATAR BELAKANG
Tujuan dikeluarkannya Undang Undang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1999 adalah
untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada Daerah dan
masyarakat sehingga memberi peluang kepada Daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur
dan melaksanakan kewenangannya atas prakasa sendin sesuai dengan kepentingan masyarakat
setempat dan potensi setiap daerah.
Keberpihakan konkret itu perlu disalurkan secara politis menjadi suatu gerakan bersama
(collective action) yang diwadahi Dewan Pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan
komite Sekolah ditingkat satuan pendidikan.
SIFAT
Dewan Pendidikan merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan
hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan
Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya
mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.
TUJUAN
Tujuan dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:
2. Menigkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan.
PERAN
Peran yang dijalankan Dewan Pendidikan adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai
pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan. Di samping itu juga Dewan Pendidikan berperan sebagai pengontrol dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, serta sebagai mediator
antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) dengan
masyarakat.
FUNGSI
Untuk menJalankan perannya itu, Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah memiliki fungsi
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu. Badan itu juga melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik
perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia industri, pemerintah, dan DPRD berkenan
dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan
menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan
oleh masyarakat.
Di samping itu, fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah memberikan masukan,
pertimbangan dan rekomendasi kepada pernerintah daerah/DPPD dan kepada satuan pendidikan
mengenai kebijakan dan program pendidikan; kriteria kinerja daerah dalam bidang pendidikan,
kriteria tanaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan kepala satuan pendidikan; kriteria
fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
Terakhir fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah mendorong orang tua dan
masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
KEANGGOTAAN
Anggota Dewan Pendidikan terdiri atas unsur masyarakat dan dapat ditambah dengan unsur
birokrasi/legislatif. Unsur masyarakat dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
bidang pendidikan; tokoh masyarakat (Ulama, budayawan, pemuka adat, dll); anggota
masyarakat yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan atau yang dijadikan
figur di daerah: tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu
pendidikan; yayasan penyelenggara pendidikan (sekolah, luar sekolah, madrasah, pesantren);
dunia usaha/industri/asosiasi profesi (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); organisasi
profesi tenaga kependidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain); dan perwakilan dari Komite
Sekolah yang disepakati. Unsur birokrasi. misalnya dari unsur dinas pendidikan setempat dan
dan unsur legislatif yang membidangi pendidikan, dapat diiibatkan sebagai anggota Dewan
Pendidikan maksimal 4-5 orang. Jumlah anggota Dewan Pendidikan berjumlah 25 orang dan
jumlahnya harus gasal Syarat-syarat, hak dan kewajiban, serta masa bakti keanggotaan Dewan
Pendidikan ditetapkan di dalam AD/ART.
KEPENGURUSAN
Pengurus Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang
sekurang-kurangnya terdiri alas seorang ketua, sekretaris, bendahara. Apabila dipandang perlu,
kepengurusan dapat dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan. Selain itu dapat
pula diangkat petugas khusus yang menangani administrasi.
Pengurus dewan dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua Dewan
Pendidikan bukan berasal dari unsur pemerintahan daerah dan DPRD dan ketua Komite Sekolah
bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa bakti
kepengurusan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART
PEMBENTUKAN
Pembentukan Dewan Pendidikan den Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa Kornite Sekolah harus
dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan
panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi
calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan
dilakukan secara akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknva menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan. Dilakukan secara
demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan annggota dan pengurus dilakukan dengan
musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu permilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan
melalui pemungutan suara.
Pembentukan Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia
pesiapan yang dibentuk, oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh masyarakat. Panitia
persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi
pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, pemerhati
pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri),
dan orang tua peserta didik.
Berdasarkan dari proses pembentukan dari Dewan Pendidikan Dan Komite sekolah di atas,
timbulah beberapa pertanyaan yang berkenaan kepada keduanya, yaitu:
1. Nama lembaga yang disebutkan dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) adalah Dewan Sekolah dan Komite Sekolah. Mengapa nama
itu menjadi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Kepmen 004/U/2002 dan bahkan
dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional?
Memang benar. Nama Dewan Sekolah dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Peopenas) diubah menjadi Dewan Pendidikan dalam Kepmendiknas
044/U/2002 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
terkandung maksud agar cakupannya menjadi luas, bukan hanya jalur pendidikan sekolah tetapi
juga pendidikan luar sekolah. Adapun nama Komite Sekolah masih tetap digunakan, meskipun
tidak menutup kemungkinan berlaku untuk satuan pendidikan luar sekolah. Perlu ditegaskan
disini, bahwa nama Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dikenal sebagai nama generik, yakni
nama yang bersifat umum, yang dalam praktik sehari-hari di lapangan, nama lembaga dapat
menggunakan nama lain, berdasarkan kesepakatan rapat pengurus Dewan Pendidikan. Itulah
sebabnya, maka Komite Sekolah di Propinsi Jawa Barat disebut "Dewan Sekolah".
2. Apakah boleh sekolah menggunakan nama Majelis Sekolah untuk Komite Sekolah ?
Boleh-boleh saja. Madrasah-madrasah di bawah pembinaan Departemen Agama menggunakan
nama Majelis Sekolah atau Majelis Madrasah. Komite Sekolah di daerah Jawa Barat diberi nama
Dewan Sekolah. Sekali lagi, Komite Sekolah adalah nama generik yang dapat disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah atau sekolah. Ibarat nama air mineral sebagai nama
generik, maka dapat diberi nama sesuai dengan merek perusahaan yang memproduksi air mineral
itu.
3. Bagaimana dengan kedudukan Majelis Sekolah pada semua SMK sekarang ini? Apakah
Majelis Sekolah Kejuruan tersebut masih dapat diteruskan?
Dapat saja. Sebagaimana kita ketahui nama Komite Sekolah pada hakikatnya adalah nama
generik. Nama itu dapat disebut apa saja sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Nama itu
dapat saja sebagai Komite Sekolah. Dewan Sekolah, atau Majelis Sekolah, atau nama lainnya,
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Perbedaan yang menonjol antara Komite Sekolah
dengan Majelis Sekolah Kejuruan, karena ada unsur kunci yang utama dalam Majelis Sekolah
Kejuruan, yakni perusahaan atau dunia usia dan dunia industri, yang salah satu tugasnya adalah
sebagai assessor atau penguji, atau lembaga yang akan melaksanakan sertifikasi lulusan. Dalam
konteks ini, jika semua SMK telah memiliki majelis Sekolah Menengah Kejuruan, yang
keanggotaannya telah memenuhi kriteria dalam pedoman itu, peran dan fungsinya relatif sama
dengan Majelis Sekolah Menengah Kejuruan dapat saja disepakati menjadi nama untuk Komite
Sekolah di SMK Kejuruan.
4. Bagaimana kedudukan, peran, dan fungsi Komite Kabupaten dan Komite Sekolah Pola
Jaringan Pengaman Ssosial (JPS), setelah terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 atau
setelah terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional?
Komite Kabupaten dan Komite Sekolah Pola JPS adalah badan ad-hoc yang dibentuk untuk
kepentingan pelaksanaan proyek, seperti proyek JPS, rehabilitasi gedung, dana bantuan
operasional (DBO), dsb. Badan ini secara otomatis akan bubar dengan sendirinya jika proyek itu
berakhir. Badan tersebut berbeda dengan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan
Komite Sekolah berdasarkan Kepmendiknas ini, karena badan ini bersifat tetap dan mandiri yang
mempunyai tugas jauh lebih luas dibandingkan dengan Komite Kabupaten dan Komite Sekolah
Pola JPS tersebut.
5. Apakah perbedaan peran antara Dewan Pendidikan dengan DPRD Komisi Pendidikan?
Tabel berikut dapat digunakan untuk membendakan peran Dewan Pendidikan dan DPRD
(Komisi Pendidikan)
6. Pelaksanaan peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sekarang ini masih
amat variatif. Ada Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang sering disebut hanya sebagai
stempel dan sebaliknya yang memerankan diri sebagai eksekutor? Apakah maksudnya, dan
bagaimana sebaiknya?
Pendirian Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah disambut positif oleh sebagian besar
masyarakat dengan harapan yang tinggi. Namun demikian, pada tahun-tahun pertama harapan
yang tinggi itu ternyata banyak yang pupus. Pelaksanaan peran dan fungsi Dewan Pendidikan
dan Komite sekolah sangat variatif. Ada yang masih melanjutkan peran dan fungsi BP3 sebagai
stempel kepala sekolah. Artinya, Komite Sekolah seperti ini hanya mengekor kepala sekolah,
tidak memiliki ide dan peran apa-apa. Program kepala sekolah itulah yang menjadi program
Komite Sekolah. Sebaliknya ada Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah yang benar-benar
ditakuti oleh dinas pendidikan atau kepala sekolah. Kedudukan sebagai kepala dinas atau kepala
sekolah sering menjadi incaran Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah, jika dalam
melaksanakan tugasnya menyeleweng. Jika kepala dinas pendidikan diindikasikan menyeleweng,
maka Dewan Pendidikan ini tidak segan-segan lagi mengajukan rekomendasi kepada bupati atau
walikota agar bupati atau walikota mengganti kepala dinas itu. Atau jika kepala sekolah
diindikasi telah melakukan penyimpangan, Komite Sekolah tidak segan-segan mengajukan
rekomendasi kepada kepala dinas untuk mengganti kepala sekolah itu. Peran moderat Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah bukan sebagai stempel dan juga bukan sebagai eksekutor,
melainkan empat peran utama: (1) pemberi pertimbangan, (2) pendukung, (3) pengawas, dan (4)
mediator.
7. Ada dilema independensi tentang kedudukan dan peran Dewan Pendidikan dengan pemerintah
di samping kedudukan dan peran Komite Sekolah dengan kepala sekolah. Apa yang dimaksud
dan bagaimana mengatasinya?
Dinyatakan secara tegas bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan lembaga
mandiri atau yang bersifat independen dari pengaruh Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah.
Namun demikian, independensi kedudukan dan peran tersebut menjadi terganggu karena salah
satu sumber anggaran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah mungkin dapat dianggarkan
dalam RAPBD. Dengan tersedianya anggaran dalam RAPBD tersebut, seakan-akan Dewan
Pendidikan menjadi lembaga birokrasi yang berada di bawah bupati atau walikota, bahkan di
bawah kepala dinas pendidikan. Padahal, penyediaan anggaran Dewan Pendidikan dalam
RAPBD tidak berarti harus mengorbankan indepensi dalam kedudukan dan peran Dewan
Pendidikan, karena anggaran itu bukan dari bupati atau walikota, tetapi sesungguhnya dari uang
rakyat.
8. Apakah DP atau KS dapat berperan sebagai developer atau pemborong proyek?
Tidak boleh, karena Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak memiliki peran sebagai
pelaksana proyek. Untuk melaksanakan proyek dengan sistem swakelola tersebut, Dewan
Pendidikan atau Komite Sekolah harus membentuk kepanitian yang akan melaksanakan tugas
tersebut. Panitia inilah yang akan melaksanakan, bukan Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah.
Panitia inilah yang akan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya kepada Dewan Pendidikan
atau Komite Sekolah.
9. Bagaimana kedudukan BP3 setelah terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, sementara
Komite Sekolah terbentuk?
Secara tersurat, berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 kedudukan BP3 secara otomatis
bubar. Namun demikian, selama Komite Sekolah belum dibentuk, sesuai dengan konsep
Manajemen Berbasis Sekolah, kepada BP3 untuk melaksanakan peran dan fungsi sebagaimana
biasa, dan secara berangsur-angsur badan ini dapat dikembangkan menjadi Komite Sekolah
dengan mengacu kepada Kepmendiknas Nomor 044/U/2002.
10. Mana yang harus dibentuk terlebih dahulu, Dewan Pendidikan (DP) atau Komite Sekolah
(KS)? Apakah tidak sebaiknya KS, karena KS termasuk dalam keanggotaan DP?
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa antara DP dan KS tidak memiliki hubungan hierarkis.
Selain itu, DP bukanlah gabungan dari KS, yang setiap KS harus memiliki keterwakilan di DP.
Jika ada KS yang telah dibentuk, pengurus KS dapat dimasukkan ke dalam keanggotaan DP.
Oleh karena itu, pembentukan DP tidak harus menunggu pembentukan semua KS.
11. Kalau ada kabupaten/kota atau sekolah yang telah membentuk Dewan Pendidikan atau
Komite Sekolah sebelum terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, apakah badan tersebut
harus dibubarkan dahulu dan kemudian membentuk badan baru lagi?
Sama sekali tidak perlu dibubarkan. Seperti yang terjadi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)
Kota Malang, sekolah itu telah membentuk badan yang dinamakan Dewan Sekolah. Badan ini
tetap eksis, dan kalau dipandang perlu dapat saja menyesuaikan diri secara berangsur-angsur
dengan ketentuan yang termaktub dalam Kepmendiknas. Komite Sekolah yang belum
sepenuhnya sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dapat melakukan perluasan peran,
fungsi, dan keanggotaan, sehingga akhirnya badan tersebut selaras dengan Kepmendiknas.
12. Bagaimana status BP3 setelah terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002?
Dengan terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah, maka secara yuridis formal Kepmendikbud Nomor 0293/U/1993 tentang Badan
Pembantu. Penyelenggara Pendidikan tidak berlaku lagi (Pasal 3).
13. Siapa yang harus memprakarsai pembentukan Komite Sekolah?
Anggota BP3 yang aktif pada umumnya akan dilibatkan oleh kepala sekolah dalam
Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tersebut bahwa kepala satuan pendidikan dan atau
masyarakat membentuk panitia persiapan dalam rangka pembentukan Komite Sekolah. Dalam
hal ini, anggota BP3 dapat mewakili kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam pembentukan
Komite Sekolah.
14. Bagaimana sesungguhnya mekanisme pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah?
Tujuh langkah mekanisme pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ini telah
dijelaskan dalam buku Pedoman Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dan buku Acuan
Operasional dan Indikator Kinerja Dewan Pendidikan, serta buku Acuan Operasional dan
Indikator Kinerja Komite Sekolah.
15. Apa rasional adanya persayaratan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
untuk penyaluran dana block grant dari pusat?
Pembentukan Komite Sekolah sebagai persyaratan penerimaan dana bantuan block grant dari
pemerintah pusat memang diberlakukan dengan beberapa pertimbangan dan tujuan. Pertama,
agar pengelolaan block grant memperoleh akuntabilitas publik, karena komite sekolah adalah
merupakan representasi masyarakat. Dari kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dana
rehabilitasi gedung yang disalurkan melalui komite sekolah secara swakelola jauh lebih baik
dibandingkan jika dilaksanakan dengan sistem kontraktual. Kedua, dengan adanya persyaratan
tersebut, proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diharapkan menjadi lebih
cepat. Namun demikian, proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah jangan
sampai terjadi hanya secara formalistis. Aturan main dalam mekanisme pembentukan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah harus diikuti.
16. Apakah penyaluran dana tersebut akan terus menggunakan persyaratan adanya komite
sekolah?
Ya. Penyaluran dana bantuan dari pusat akan terus menggunakan persyaratan terbentuknya
komite sekolah. Sudah barang tentu, bukan hanya asalan, karena akan menerima dana bantuan.
Komite sekolah yang dibentuk tidak melalui mekanisme yang sesuai dengan prinsip demokratis,
transparan, dan akuntabel akan menjadi komite sekolah yang tidak memiliki wibawa.
17. Apakah keuntungan adanya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bagi pemerintah?
Pada hakikatnya keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah amat membantu
pemerintah, karena Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah akan menentukan arah dan kebijakan
pendidikan, memberikan saran dan masukan. Sehingga pihak pemberi layanan pendidikan
mempunyai mitra untuk diajak kerjasama.
18. Apakah dengan adanya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 bukan berarti telah mengurangi
semangat otonomi daerah, karena merupakan campur tangan pemerintah pusat terhadap hak dan
kewenangan daerah, ataukan memang Kepmendiknas itu justru merupakan satu bentuk
resentraliasasi?
Bukan. Sama sekali bukan bermaksud untuk mengurangi semangat otonomi. Kepmendiknas itu
memberikan acuan atau pedoman, bukan sebagai petunjuk yang harus diikuti. Daerah dan
sekolah telah diberikan keleluasan seluas-luasnya untuk berimprovisasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi dan latar belakang daerah dan sekolahnya masing-masing. Buku pegangan ini
pun kurang lebih juga mengandung makna yang sama, yakni sebagi acuan dan pedoman, justru
menjadi bahan yang dapat dikembangkan oleh masing-masing daerah, buku pedoman ini lebih
menjadi bahan perbandingan dan bahan pelajaran. Daerah dan sekolah sama sekali tidak dilarang
untuk dapat menciptakan dan mengembangkan model yang lebih baik lagi dibandingkan dengan
beberapa contoh dalam buku pegangan ini.
19. Mengapa terjadi opini masyarakat bahwa pembentukan Komite Sekolah dipandang sebagai
penyebab naiknya biaya pendidikan? Apakah memang demikian?
Opini tersebut terbentuk karena pelaksanaan peran Komite Sekolah belum optimal, terutama
karena Komite Sekolah masih berperan sebagai stempel saja. Akibatnya, kebutuhan anggaran
yang diajukan oleh kepala sekolah kepada kepada Komite Sekolah diterima apa adanya, dan
kemudian diteruskan kepada orangtua siswa dan masyarakat. Akibatnya, masyarakat menjadi
berteriak karena biaya pendidikan yang harus ditanggungnya menjadi lebih tinggi. Seyogyanya
hal ini tidak terjadi, apabila Komite Sekolah dapat menerapkan konsep subsidi silang. Jika
konsep ini dilaksanakan, maka orangtua yang mampu diberikan kesempatan yang luas untuk
memberikan bantuan untuk orangtua yang tidak mampu. Jika konsep ini dapat diterapkan, Insya-
Allah opini negatif tersebut tidak akan terjadi.
20. Apakah dampak negatif yang ditimbulkan jika pembentukan DP dan KS dijadikan sebagai
persyaratan untuk memperoleh BLOCK GRANT?
Jika pembentukan DP dan KS digunakan sebagai persyaratan untuk memperoleh block grant,
maka pada umumnya akan terjadi penyimpangan dalam proses pembentukan DP dan KS. Proses
pembentukan DP dan KS hanya akan menjadi proforma belaka. Tujuh langkah dalam
pembentukan DP dan KS sama sekali tidak dilakukan. Main tunjuk dan main dekat dilakukan
dengan tujuan agar DP dan KS segera terbentuk, dan kalau sudah dibentuk maka akan diperoleh
block grant yang dijanjikan. Memang, persyaratan tersebut dapat mendorong pembentukan DP
dan KS secara lebih massal. Artinya, banyak kabupaten/kota segera dapat membentuk DP, dan
banyak sekolah yang segera dapat membentuk KS. Tetapi proses massal ini menjadi tidak baik,
karena proses pembentukannya tidak melalui langkah-langkah yang demokratis, transparan, dan
akuntabel.
21. Apakah Dewan Pendidikan dapat membentuk Koordinator Komite Sekolah Tingkat
Kecamatan?
Dalam struktur organisasi sebagaimana dicontohkan dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002,
tidak ada yang namanya Koordinator Komite Sekolah Kecamatan. Demikian pula dalam Pasal
56 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang secara garis besar
menyebutkan adanya Dewan Pendidikan pada tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan
Komite Sekolah. Namun demikian, jika karena alasan kondisi geografis yang amat luas, serta
alasan lain yang dimungkinkan, serta jika dikehendaki demikian oleh Komite Sekolah di daerah
tersebut, maka pembentukan Koordinator Komite Sekolah tingkat kecamatan dapat saja
diadakan.
22. Bagaimana jika SK Komite Sekolah diterbitkan oleh Dewan Pendidikan?
Dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
disebutkan bahwa untuk pertama kalinya Kepala Sekolah dapat menerbitkan SK Komite
Sekolah. Dengan demikian, untuk selanjutnya ketentuan tentang hal tersebut harus tertuang
dalam AD dan ART. Ini berarti bahwa apakah SK pembentukan Komite Sekolah akan diterbitkan
oleh Dewan Pendidikan atau dengan cara lain, semua itu amat tergantung kepada ketentuan
dalam AD dan ART Komite Sekolah yang bersangkutan.
23. Bagaimana jika penetapan DP dan KS berdasarkan Akta Pendirian dari Notaris?
Beberapa daerah kabupaten/kota ada yang tidak terlalu happy jika proses pembentukan DP-nya
ditetapkan berdasarkan SK Bupati/Walikota. Ada juga beberapa Komite Sekolah yang merasakan
hal yang sama, jika pembentukan KS-nya ditetapkan berdasarkan SK Kepala Sekolah, meski
untuk pertama kalinya. Hal demikian mungkin terkait dengan prinsip kemandirian organisasi ini.
Mereka menghendaki SK pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat ditetapkan
berdasarkan Akta Notaris. Ketentuan mengenai hal tersebut sudah barang tentu dapat dilakukan,
asal ditetapkan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga DP dan KS.
24. Apakah Pasal 56 dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 nanti akan dijabarkan lebih lanjut ke
dalam PP?
Ya, sudah pasti, karena dalam Pasal 56 (4) dinyatakan bahwa Ketentuan mengenai pembentukan
dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Berkenaan dengan hal itu, maka
semua banyak pertanyaan dan jawaban dalam buku ini nanti secara legal formal akan dijelaskan
di dalam PP tersebut. Buku tanya jawab ini diterbitkan sebagai panduan sementara untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sebelum PP yang mengatur tentang masalah tersebut
diterbitkan.
25. Jika DP dan KS tidak dapat disebut sebagai lembaga birokrasi baru, maka apakah DP dan
KS perlu ketentuan yang mengatur tentang kepengurusan, keanggotaan, dan bahkan AD dan
ART?
Ya, sudah tentu. Organisasi DP dan KS justru memerlukan satu ketentuan yang mengatur tentang
kepengurusan, keanggotaan, peran dan fungsinya, serta ketentuan lain yang diatur di dalam AD
dan ART. Berbeda dengan instansi birokrasi dalam pemerintahan, semua itu telah diatur dalam
ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
26. Mengapa perlu ada bendahara dalam struktur Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
Apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang juga akan berkecimpung dalam urusan
keuangan?
Salah satu peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah menggalang dana masyarakat
dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di kabupaten/kota dan satuan
pendidikan. Oleh karena itu, maka badan ini perlu mempunyai petugas yang mengurus keuangan
yang telah berhasil digalang dari masyarakat. Petugas inilah yang disebut Bendahara. Selain itu,
pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah khususnya bendahara harus membuat
pertanggungjawaban penggunaan dana masyarakat tersebut.
27. Apakah guru dapat dipilih menjadi bendahara Komite Sekolah?
Dapat Namun, jangan guru yang telah bertugas sebagai bendahara rutin sekolah, karena seorang
tidak dapat memegang dua jabatan yang sama (misalnya bendahara rutin dan bendahara Komite
Sekolah). Berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Ketua Komite Sekolah harus dijabat
oleh dari wakil masyarakat, bukan dari unsur birokrasi, jadi bukan kepala sekolah atau guru.
28. Apakah Pegawai Negeri Sipil (PNS), seperti guru, dosen, pegawai di kantor pemerintah,
dsb. Dapat dipilih menjadi Ketua Komite Sekolah?
Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 adalah menyatakan bahwa kepala satuan pendidikan
tidak dapat menjadi ketua Komite Sekolah. Selain itu, guru PNS secara tegas dinyatakan dapat
menjadi anggota Komite Sekolah, asal bukan ketua. Lebih dari itu dijelaskan mengenai
ketentuan tentang ketua Dewan Pendidikan dinyatakan bahwa unsur birokrasi dan DPRD tidak
dapat menjadi ketua Dewan Pendidikan. Sehubungan dengan ketentuan tersebut, dalam
Kepmendiknas tidak secara eksplisit disebutkan bahwa PNS seperti guru atau dosen dapat
dipilih sebagai ketua Komite Sekolah. Yang secara tegas dinyatakan adalah unsur birokrasi dan
DPRD. Sementara itu, apakah guru dapat dikategorikan sebagai unsur birokrasi masih kurang
begitu jelas, karena birokrasi menunjuk kepada jabatan dalam struktur pemerintahan, seperti
kepala dinas, dsb. Jadi, apakah PNS, khususnya guru, dapat dipilih menjadi ketua Komite
Sekolah, pertimbangannya lebih bersifat kondisional, atau bersifat perkecualian, misalnya jika di
daerah terpencil tidak ada lagi elemen masyarakat yang dapat dipilih menjadi ketua Komite
Sekolah. Termasuk dalam hal ini, jika Gubernur pada suatu provinsi yang telah memilih seorang
Rektor Perguruan Tinggi untuk menjadi Ketua Dewan Pendidikan Provinsi yang bersangkutan.
Yang paling prinsip kemudian adalah agar proses pemilihan ketua dan pengurus DP dan KS
harus benar-benar dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan akuntabel.
29. Apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat mengangkat petugas sekretariat?
Dapat. Kalau memerlukan, ketentuan tentang pengangkatan petugas sekretariat harus
dicantumkan di dalam AD dan ART, sehingga kebijakan tentang pengangkatan petugas
sekretariat bukan hanya kehendak Ketua, melainkan kehendak seluruuh anggota.
30. Apakah ketua dan anggota Komite Sekolah dapat dijabat oleh seorang yang masih aktif
sebagai ketua dan anggota suatu partai politik?
Dalam Kepmendiknas hal tersebut tidak diatur secara rinci. Namun, secara prinsip, pemilihan
pengurus dan anggota Komite Sekolah harus dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan
akuntabel. Untuk dapat melaksanakan prinsip tersebut, maka Panitia Persiapan harus benar-benar
melaksanakan 7 (tujuh) langkah mekanisme pembentukan Komite Sekolah.
31. Apakah ketua dan anggota Komite Sekolah dapat dijabat oleh seorang yang masih aktif
sebagai ketua dan anggota suatu partai politik?
Dalam Kepmendiknas hal tersebut tidak diatur secara rinci. Namun, secara prinsip, pemilihan
pengurus dan anggota Komite Sekolah harus dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan
akuntabel. Untuk dapat melaksanakan prinsip tersebut, maka Panitia Persiapan harus benar-benar
melaksanakan 7 (tujuh) langkah mekanisme pembentukan Komite Sekolah.
Apabila mekanisme tersebut telah dilaksanakan dengan benar, siapapun yang akan terpilih
menjadi ketua Komite Sekolah sebenarnya tidak perlu dipersoalkan lagi. Yang lebih penting
adalah apakah pengurus dan anggota komite sekolah tersebut dapat melaksanakan program
kerjanya secara produktif. Kalau tidak, pengurus komite sekolah dapat diganti melalui
musyawarah anggota.
32. Apakah anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus berkedudukan di wilayah
yang bersangkutan?
Tidak. Anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak harus berkedudukan di wilayah
yang bersangkutan. Sebagai missal, para perantau Minang dapat menjadi anggota Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah di daerah Sumatera Barat.
33. Tentang keterwakilan masyarakat dalam keanggotaan Komite Sekolah. Apa dasar dan
rasional untuk menentukan jumlah anggota yang representative dari masing-masing unsur
masyarakat?
Untuk anggota Komite Sekolah, unsur orangtua atau wali siswa sudah barang tentu akan
memiliki keterwakilan yang mestinya lebih banyak, dengan pertimbangan karena untuk
kepentingan anak-anaknya. Sudah barang tentu, keterwakilan pengurus dan anggota Komite
Sekolah, tidak hanya ditentukan oleh jumlah yang harus diwakili. Namun perlu diperhitungkan
juga segi kepeduliannya terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan.
34. Mengapa harus ada AD/ART dalam pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
AD dan ART sebenarnya diperlukan bukan hanya untuk organisasi yang bersifat badan usaha
saja. Organisasi apa pun sebenarnya memerlukan pedoman dan aturan main dalam
penyelenggaraan roda organisasinya, termasuk badan seperti Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah. Anggaran Dasar (AD) adalah pedoman atau aturan main yang bersifat umum atau garis
besar, sedang Anggaran Rumah Tangga (ART) adalah pedoman dan atau merupakan penjabaran
dari Anggaran Dasar, Istilah untuk pedoman atau aturan main itu pun tidak harus menggunakan
istilah AD dan ART. Board of Education di Canada, sebagai misal menggunakan istilah
constitution atau konstitusi.
35. Siapa yang menyusun AD dan ART?
Yang menyusun AD dan ART dapat saja dilakukan oleh Panitia Persiapan atau Pengurus dan
Anggota Komite Sekolah yang telah dibentuk. Hal ini amat tergantung pada apa saja tugas yang
diberikan kepada Panitia Persiapan. Bisa saja tugas Panitia Persiapan itu tidak hanya sampai
kepada proses pembentukan Komite Sekolah, tetapi sampai dengan menyusun AD dan ART-nya.
Yang jelas, proses penyusunan AD dan ART akan menjadi ajang diskusi yang cukup hangat di
antara anggota Panitia Persiapan atau Pengurus dan Anggota Komite Sekolah.
36. Berapa masa jabatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
Masa jabatan pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditentukan dalam AD dan ART.
Masa jabatan itu sama sekali tidak harus sama dengan masa jabatan BP3. Hal ini tergantung
kepada hasil kesepakatan dalam rapat penyusunan AD dan ART. Dengan kata lain, AD dan ART
disusun dan ditetapkan oleh, dari, dan untuk masyarakat atau stakeholder pendidikan.
37. Bagaimana keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan dalam BPP?
Ada tidaknya keberadaan BPK (badan pemeriksa keuangan) juga ditemukan dalam AD dan ART-
nya. Sekali lagi hal itu amat tergantung dalam AD dan ART Komite Sekolah. Besar kecilnya
komposisi organisasi Komite Sekolah ditentukan oleh besar kecilnya beban kerja yang akan
dipikul bersama. Jumlah anggota Komite Sekolah 9 orang adalah jumlah minimal. Selain itu,
Komite Sekolah dapat dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berada dalam satu
kompleks, atau beberapa sekolah yang didirikan oleh lembaga penyelenggara pendidikan.
Dengan demikian, komposisi dan keanggotaannya dapat bervariasi tergantung pada kondisi dan
kebutuhan sekolah yang bersangkutan.
38. Pada masa berlakunya BP3, kepala sekolah berkedudukan sebagai pembina BP3. Apakah
hal ini juga berlaku pada Komite Sekolah?
Sekolah dan Komite Sekolah mempunyai hubungan sebagai patner, dan tidak memiliki
hubungan hierarkis dan instruktif. Hubungan kerjanya adalah koordinatif. Antara keduanya tidak
mempunyai hubungan hierarkhis. Dengan demikian, kepala sekolah tidak lagi dapat disebut
sebagai pembina, penasihat, atau pun namanya.
39. Mengapa semangat kerelawanan atau voluntir bagi pengurus Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah amat diperlukan?
Pertama, organisasi ini merupakan organisasi yang mandiri. Kalau perlu ketua dan pengurus
dalam organisasi ini bersifat pengabdian, bukan untuk mencari kehidupan. Kedua, jika motivasi
untuk menjadi ketua atau pengurus tidak dilatarbelakangi oleh adanya motivasi pengabdian,
maka kepengurusan DP dan KS dipandang sebagai obyek yang diproyekkan.
40. Mengapa di beberapa daerah terjadi adanya pengurus tandingan DP?
Terjadinya pengurus tandingan DP dan KS di beberapa daerah tidak ada lain kecuali disebabkan
oleh proses pembentukan DP dan KS yang tidak melalui tujuh langkah yang telah ditetapkan.
41. Bagaimana jika ketua DP dirangkap oleh Kepala Dinas atau ketua KS dirangkap oleh
Kasek?
Tidak bisa. Mengapa? Karena Ketua DP diharapkan menjadi partner / mitra bagi Kepala Dinas,
dan Ketua KS menjadi mitra bagi Kepala Sekolah. Jika dalam kasus yang amat khusus di daerah
tersebut tidak ada tokoh yang diharapkan untuk menjadi ketua dan pengurus DP dan KS, maka
hal itu hanya merupakan perkecualian belaka.
42. Bagaimana jika ada DP belum memiliki AD dan ART?
Setiap organisasi harus memiliki AD dan ART. Oleh karena itu, jika ada DP dan KS yang belum
memiliki AD dan ART agar segera menyusun konsepnya berdasarkan contoh yang ada, dan
kemudian membahasnya dalam rapat pleno pengurus DP dan KS. AD dan ART tersebut segera
disepakati oleh semua pengurus dan anggotanya.
43. Ibarat bayi yang baru lahir yang memerlukan susu untuk pertumbuhan dan
perkembangannya, dari mana anggaran yang diperlukan untuk membangun Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah yang sesuai dengan harapan masyarakat?
Minimal ada tiga sumber anggaran yang mungkin dapat diperoleh Dewan Pendidikan. Pertama,
dana subsidi sebagai stimulan dari pemerintah pusat (Departemen Pendidikan Nasional). Sebagai
subsidi stimulan, maka dana ini tidak terlalu besar untuk mendorong Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah yang baru dibentuk segera dapat menjalankan roda organisasinya. Dengan dana
yang sedikit ini, diharapkan agar Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah agar dapat
melaksanakan program dan kegiatan operasionalnya. Untuk melaksanakan program dan kegiatan
operasional ini, Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah menyusun
buku Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Dewan Pendidikan dan Acuan Operasional dan
Indikator Kinerja Komite Sekolah. Kedua, dana dari APBD diharapkan akan menjadi dana
pendukung untuk meningkatkan kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Ketiga, dana
dari masyarakat dunia usaha dan dunia industri. Untuk menggalang dana dari masyarakat dunia
usaha dan dunia industri, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah pasti harus dapat
menyusun program yang inovatif. Sebagai contoh, Dewan Pendidikan Kota Batam memiliki satu
program inovatif yang diberi nama SABAS (Siap Aktif Bantu Sekolah).
44. Bagaimana penggunaan keuangan dalam Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah? Apakah
sama dengan penggunaan keuangan dalam BP 3?
Semua bentuk penggunaan keuangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sepenuhnya
ditemukan dalam AD dan ART atau kesepakatan rapat pleno anggota. Penggunaan keuangan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sama sekali tidak harus sama dengan prosentase
penggunaan keuangan pada BP 3. Dari mana uang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
berasal, dan untuk apa uang itu digunakan perlu dibuatkan rambu-rambu dalam AD dan ART.
Penggunaan keuangan itu dilaporkan secara tertulis dalam rapat pleno anggota. Pendek kata,
prinsip transparansi dan akuntabilitas harus dapat diterapkan oleh Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
45. Apakah anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berhak mendapat gaji (atau
kontraprestasi)?
Secara umum, pengurus dan anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan tenaga
voluntir atau sukarela, jadi sebenarnya tidak memperoleh gaji. Namun demikian, anggota Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah dapat saja memperoleh biaya untuk perjalanan atau biaya lain,
jika hal tersebut diatur dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).
46. Apakah DP dan KS perlu memiliki kantor dan fasilitas kantor sendiri?
Perlu sekali. Untuk tahap awal berdirinya, mungkin kantor tersebut memang belum dipandang
perlu. Namun, jika DP dan KS ini telah dapat menjalankan roda organisasi, maka fasilitas kantor
dan peralatannya menjadi semakin perlu. Jika pada tahap awal Dinas Pendidikan telah dapat
menyediakan ruang kantor, atau kepala sekolah dapat menyediakan satu ruang kantor untuk KS,
maka hal itu sudah cukup memadai. Alangkah baiknya memang jika kantor tersebut dapat
disediakan oleh pemerintahdaerah kabupaten/kota.
Peran aktif dari masyarakat dalam memajukan pendidikan sangat penting. Peran
aktif masyarakat ini merupakan bentuk demokrasi berkeadilan yang bermakna,
artinya masyarakat tidak hanya mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu namun masyarakat juga berkewajiban untuk ikut serta dalam
menyediakan dana pengadaan, pengembangan, pemeliharaan sarana dan
prasarana pendidikan serta peran dalam memberikan sumbangan berupa pikiran
sesuai keahlian yang diperlukan untuk penyusunan program. Aspirasi dan kontribusi
dari masyarakat ini pada di tingkat kabupaten/kota dapat disalurkan melalui Dewan
Pendidikan, sedangkan pada tingkat sekolah melalui Komite Sekolah.
Berdasarkan tujuan dan perannya, Dewan Pendidikan memiliki peran yang strategis
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sekarang ini yang menjadi permasalahan
adalah pemikiran, pertimbangan, saran, dan kontrol yang telah dilakukan kurang
mendapatkan respon atau hanya dianggap sebagai pelengkap saja oleh pengambil
kebijakan. Apalagi tidak adanya sanksi tegas untuk eksekutif maupun birokrat jika
tidak menjalankan saran dari Dewan Pendidikan. Akhirnya saran dan pertimbangan
hanyalah sebagai dokumen di atas meja bagi pengambil kebijakan pendidikan di
pemkab/pemkot. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kibijakan yang di ambil oleh
stake holder pendidikan kurang memihak pada masyarakat.
Permasalahan lain yang muncul adalah bahwa Dewan Pendidikan dianggap belum
menjalankan peran dan fungsinya secara maksimal. Masih lemahnya peran dan
fungsi Dewan Pendidikan mungkin karena Dewan Pendidikan merupakan lembaga
baru atau karena sebab lain misalnya keanggotaan dan kualitas sumber daya
manusianya masih kurang memadai. Akibatnya banyak persoalan pendidikan
dewasa ini yang belum dicermati bahkan belum tersentuh oleh Dewan Pendidikan.
Pada hal masyarakat sangat menaruh harapan yang besar terhadap lembaga ini
agar dapat memperbaiki kualitas pendidikan yang rendah. Berkaitan dengan hal
tersebut sering muncul pertanyaan sanggupkah Dewan Pendidikan menjalankan
peran dan fungsinya secara benar? Hal ini tentunya memerlukan proses dan kerja
keras para anggota Dewan Pendidikan serta dukungan dari berbagai komponen
masyarakat untuk mewujudkan.
Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat.
Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari komponen-
komponen sebagai berikut perwakilan orang tua/wali, tokoh masyarakat, anggota
masyarakat yang mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan,
pejabat pemerintah setempat, dunia usaha/industri pakar pendidikan yang
mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan, organisasi profesi tenaga
pendidikan, perwakilan siswa, serta perwakilan forum alumni /SMU SD/SLTP /SMK
yang telah dewasa dan mandiri.
Peran yang dijalankan Komite Sekolah tidak jauh berbeda dengan Dewan
Pendidikan. Perbedaanya hanya terletak pada ruang lingkup atau cakupan. Komite
Sekolah lingkupnya lebih kecil yaitu di satuan pendidikan (sekolah). Peran Komite
Sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), pendukung
(supporting agency), pengontrol (controlling agency), mediator antara pemerintah
(eksekutif) dengan masyarakat pada lingkup satuan pendidikan (sekolah).
Permasalahaan yang muncul atas peran Komite Sekolah saat ini lebih kompleks
karena bersentuhan langsung dengan penyelenggaraan pendidikan di tingkat
sekolah. Warga sekolah sangat menaruh harapan yang besar terhadap peran dan
fungsi lembaga ini disisi lain mereka meragukan kinerjanya, sebab sejak berdirinya
satu tahun yang lalu lembaga ini belum dapat merubah dan mewarnai
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Pada suatu hari penulis mendengar celetukan seorang sahabat Komite Sekolah
nama cukup keren, kerjamu banyak rintangan dan meragukan Dalam ucapan
sahabat tersebut tersirat suatu harapan dan sikap pesimis atas kinerja Komite
Sekolah. Oleh karena itu, tidaklah mengheran jika sering muncul pertanyaan apakah
Komite Sekolah sekarang ini telah melaksanakan perannya atau sebaliknya hanya
sebagai penghias dan pengukuhan kebijakan yang dibuat oleh pimpinan sekolah
seperti yang dialami BP3 dulu.
Langkah pertama yang harus segera dijalankan oleh Komite Sekolah adalah
menyerap aspirasi dari masyarakat (orang tua) dan seluruh warga sekolah untuk
mengidentifikasi permasalahan dan kemauan dalam memajukan sekolah. Di
samping itu juga masalah menejemen dan transparansi keuangan, ini merupakan
masalah pokok yang mendesak untuk dibenahi. Transparansi penggunaan finansial
merupakan masalah yang sering memicu terjadinya ketidakadilan dan
ketidakompakan yang menjurus pada permusuhan antar warga sekolah. Hal ini
perlu segera ditindak lanjuti mengingat problem yang ada disekolah akan
berdampak pada kualitas pendidikan
Empat Belas Prinsip Pembelajaran
Kurikulum 2013
Posted on August 22, 2013 by admin in PEMBELAJARAN, TOPIK UTAMA with 9 Comments
1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu; pembelajaran mendorong siswa
menjadi pembelajar aktif, pada awal pembelajaran guru tidak berusaha untuk meberitahu
siswa karena itu materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk final. Pada awal
pembelajaran guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu fenomena atau
fakta lalu mereka merumuskan ketidaktahuannya dalam bentuk pertanyaan. Jika biasanya
kegiatan pembelajaran dimulai dengan penyampaian informasi dari guru sebagai sumber
belajar, maka dalam pelaksanaan kurikulum 2013 kegiatan inti dimulai dengan siswa
mengamati fenomena atau fakta tertentu. Oleh karena itu guru selalu memulai dengan
menyajikan alat bantu pembelajaran untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa dan
dengan alat bantu itu guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya.
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber; pembelajaran berbasis sistem lingkungan. Dalam kegiatan pembelajaran
membuka peluang kepada siswa sumber belajar seperti informasi dari buku siswa,
internet, koran, majalah, referensi dari perpustakaan yang telah disiapkan. Pada metode
proyek, pemecahan masalah, atau inkuiri siswa dapat memanfaatkan sumber belajar di
luar kelas. Dianjurkan pula untuk materi tertentu siswa memanfaatkan sumber belajar di
sekitar lingkungan masyarakat. Tentu dengan pendekatan ini pembelajaran tidak cukup
dengan pelaksanaan tatap muka dalam kelas.
12. Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
siswa, dan di mana saja adalah kelas. Prinsip ini menadakan bahwa ruang belajar siswa
tidak hanya dibatasi dengan dinding ruang kelas. Sekolah dan lingkungan sekitar adalah
kelas besar untuk siswa belajar. Lingkungan sekolah sebagai ruang belajar yang sangat
ideal untuk mengembangkan kompetensi siswa. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya
dapat mengembangkan sistem yang terbuka.
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa; cita-cita,
latar belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara pandang, cara belajar,
cara berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu pembelajaran harus melihat
perbedaan itu sebagai kekayaan yang potensial dan indah jika dikembangkan menjadi
kesatuan yang memiliki unsur keragaman. Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi,
dan biarkan siswa tumbuh menurut potensinya masing-masing dalam kolobarasi
kelompoknya.
Demikian materi tentang prinsip pembelajaran yang disarikan dari materi pelatihan implementasi
kurikulum 2013.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agsasman3yk/14-prinsip-pembelajaran-menurut-
kurikulum-2013-akan-konsistenkah_54f77c6fa33311d56d8b4567
Jika Anda sempat menelaah isi buku PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD XXI
yang diterbitkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) atau membaca isi Pemendikbud
No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, Anda akan menemukan sejumlah prinsip
pembelajaran sebagai acuan dasar berpikir dan bertindak guru dalam mengembangkan proses
pembelajaran.
BNSP merumuskan 16 prinsip pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan abad
ke-21. Sedangkan Pemendikbud No. 65 tahun 2013 mengemukakan 14 prinsip pembelajaran,
terkait dengan implementasi Kurikulum 2013. Sementara itu, Jennifer Nichols
menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip, yaitu: (1) instruction should be student-centered; (2)
education should be collaborative; (3) learning should have context; dan (4) schools should be
integrated with society.
Keempat prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 yang digagas Jennifer Nichols tersebut
dapat dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut ini:
Pembelajaran berpusat pada siswa bukan berarti guru menyerahkan kontrol belajar kepada siswa
sepenuhnya. Intervensi guru masih tetap diperlukan. Guru berperan sebagai fasilitator yang
berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki siswa
dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Memberi kesempatan siswa untuk belajar sesuai
dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab
atas proses belajar yang dilakukannya. Selain itu, guru juga berperan sebagai pembimbing, yang
berupaya membantu siswa ketika menemukan kesulitan dalam proses mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya.
Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan
orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali
informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-
teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana
menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
Begitu juga, sekolah (termasuk di dalamnya guru) seyogyanya dapat bekerja sama dengan
lembaga pendidikan (guru) lainnya di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan
penglaman tentang praktik dan metode pembelajaran yang telah dikembangkannya. Kemudian,
mereka bersedia melakukan perubahan metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di
luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung
dengan dunia nyata (real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan
keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata.
Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah
seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya,
mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan
melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai
pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan,
lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti
asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.
Dengan kekuatan teknologi dan internet, siswa saat ini bisa berbuat lebih banyak lagi. Ruang
gerak sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat
menjangkau lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu
siswa menjadi warga digital yang bertanggung jawab.
Sumber:
Refleksi:
Untuk menterjemahkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas ke dalam praktik tentu bukan hal
yang mudah. Tetapi itulah tantangan nyata dunia pendidikan kita saat ini, yang suka atau tidak
suka kita harus sanggup menghadapinya. Kita tidak menginginkan putera-puteri kita kelak
menjadi orang-orang yang tidak berdaya, habis tergilas oleh jamannya