Anda di halaman 1dari 112

Ciri-Ciri Guru Profesional

Oktober 25, 2011fzil Makalah 5 Komentar

3 Votes

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam menjalankan tugas guru memiliki cara penyampaian dan kepribadian yang berbeda.
Apabila guru telah menemukan prinsip dan tabiatnya, profil yang dimiliki tidak bisa disamakan
dengan profil guru yang lain. Dalam mengajar guru yang profesional mampu menyampaikan
ilmu pengetahuan, keterampilan dan menggunakan cara tertentu sebagai pengetahuan tersebut
yang dapat dimiliki orang lain.

Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat 1 ciri-ciri
guru profesional sebagai berikut:

1. Mempunyai kompetensi pedagogik

Yaitu meyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang


dimaksudkan tidak terlepas dari tugas pokok yang harus dikerjakan guru. Tugas-tugas tersebut
menyangkut: Merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil
pembelajaran. Selain tugas pokok dalam pengelolaan pembelajaran, guru juga melakukan
bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakulikuler, serta melaksanakan tugas tambahan yang
diamanahkan oleh lembaga pendidikan.

2. Mempunyai kompetensi kepribadian

Yaitu menyangkut kepribadian yang mantap, berahlak mulia, arif, berwibawa dan menjadi
teladan bagi peserta didik.

3. Mempunyai kompetensi profesi

Yaitu menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Sebagai tenaga
pendidik dalam bidang tertentu sudah merupakan kewajiban untuk menguasai materi yang
menyangkut bidang tugas yang diampu. Apabila seorang guru tidak menguasai materi secara luas
dan mendalam, bagaimana mungkin mampu memahami persoalan pembelajaran yang dihadapi
di sekolah. Oleh karena itu, untuk menjadi profesional dalam bidang tugas yang diampu harus
mempelajari perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut.

4. Mempunyai kompetensi sosial

Yaitu menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik,
sesama guru, wali murid dan masyarakat. Kemampuan berkomunikasi dengan baik merupakan
salah satu penentu keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Komunikasi dan interaksi yang
diharapkan muncul antara guru dengan siswa berkaitan dengan interaksi yang akrab dan
bersahabat. Dengan demikian diharapkan peserta didik memiliki keterbukaan dengan gurunya.

BAB II

PEMBAHASAN

CIRI-CIRI GURU PROFESIONAL

A. PISIK DAN MENTAL PENDIDIK

Guru adalah profesi yang paling sehat di antara semua profesi yang ada, termasuk pengacara,
dokter, pengusaha, dan lainnya. Kesehatan mental guru paling tinggi di antara semua profesi.

Peneliti dari South Florida mengatakan hal itu dikarenakan profesi guru lebih dari sekedar
pekerjaan, tapi merupakan sebuah panggilan. Para guru mengatakan bahwa apa yang mereka
lakukan adalah hal yang menyenangkan karena langsung berhubungan dengan masyarakat dan
lingkungan sekitar.

The Gallup-Healthways Well-Being Index melakukan survei skala besar untuk mengetahui
hubungan antara profesi dan tingkat kesehatan. Dengan menggunakan definisi sehat dari badan
kesehatan dunia (WHO) yaitu keadaan fisik, mental, dan sosial yang sehat dan sejahtera, peneliti
menemukan bahwa guru adalah profesi yang paling sehat.

Kami juga melalui saat-saat yang sulit di bidang pendidikan. Tapi seorang guru yang baik selalu
punya alasan untuk terus menjalankan profesinya tanpa bisa dimengerti oleh orang lain, kata
Ned Oistacher, seorang guru dari Pompano Beach High School business seperti dikutip
Sunsentinel.
Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa guru adalah profesi yang memiliki tingkat kesehatan
mental dan kelakuan yang paling tinggi, yaitu dengan skor 71,7 persen. Rahasia yang membuat
guru tetap sehat adalah lingkungannya yang selalu berhubungan dengan orang-orang muda.

Selain harus memiliki standar atau kompetensi profesional, seorang guru atau calon guru juga
perlu memiliki standar mental, spiritual, intekektual, fisik dan psikis, sebagai berikut. [1]

1. Standar mental; guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan
memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.

2. Standar moral; guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.

3. Standar sosial; guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul
dengan masyarakat lingkungannya.

4. Standar spiritual; guru harus beriman dan bertakwa kepada Allah swt. yang diwujudkan
dalam ibadah dalam kehidupan sehari-hari.

5. Standar intelektual; guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.

6. Standar fisik; guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit
menular yang membahayakan diri, peserta didik, dan lingkungannya.

7. Standar psikis; guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun
kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesinya.

B. KEILMUAN DAN PENGALAMAN

Sebagai guru yang professional, guru perlu mempunyai ciri-ciri professional seperti
berkemahiran. Antara kemahiran yang mesti dikuasi oleh guru adalah kemahiran berfikir;
kemahiran interpersonal, kemahiran komunikasi, kemahiran memimpin, serta kemahiran
berilmu.

1. Kemahiran Berfikir

Pemikiran melibatkan pengelolaan operasi-operasi mental tertentu yang berlaku dalam sistem
kognitif seseorang yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah. Pemikiran dilihat sebagai
aktiviti psikologikal yang membolehkan manusia melihat proses yang dialami dari berbagai
perspektif bagi menyelesaikan masalah dalam situasi yang sukar, (Dewey (1933) Edward de
Bono (1976)). Dari pandangan Islam, berfikir ialah fungsi akal yang memerhatikan tenaga
supaya otak manusia dapat bekerja dan beroperasi.

Ada dua kemahiran berfikir yang harus dimiliki seorang pendidik, yaitu:
1. Kemahiran Berfikir Secara Kritis

Dewey (1933), menyifatkan pemikiran kritis sebagai pemikiran reflektif yaitu memikir dengan
mendalam dan memberi pertimbangan yang serius tentang sesuatu. Pemikiran kritis melibatkan
tiga jenis aktiviti mental yaitu analisis, sintesis, dan penilaian; (Taksonomi Bloom, 1956). Ennis
mentakrifkan pemikiran kritis sebagai pemikiran reflektif yang bertumpu kepada memutuskan
sama ada sesuatu kritis menggalakkan individu menganalisis penyataan-penyataan dengan
berhati-hati, mencari bukti yang sah sebelum membuat kesimpulan.

1. Kemahiran Berfikir Secara Kreatif

Pemikiran kreatif ditakrifkan sebagai kebolehan menggabungkan idea-idea bagi memenuhi


sesuatu keperluan, (Halpern,1984). Sebagai agen penggerak tamadun bangsa, guru perlu sentiasa
mencari ruang untuk merekayasa amalan mereka dalam menjamin kualiti pendidikan.

Kreativiti wujud hasil daripada peleburan masa, penyediaan atau ketekunan memerlukan
kosentrasi dan keazaman yang kuat. Selain usaha dan masa, individu kreatif berani mengambil
resiko mencapai matlamat mereka dan menolak alternatif-alternatif yang ternyata karena mereka
ingin mencari yang lain dan luar biasa. Pemikiran kreatif melibatkan kebolahan fleksibiliti
(kelenturan) dan keaslian.

1. Kemahiran Interpersonal

Oleh karena guru merupakan teras penting dalam aspek pembangunan pendidikan negara, guru
seharusnya mempunyai berbagai ciri dan kemahiran-kemahiran profesional. Antaranya ialah
kemahiran interpersonal. Kemahiran Interpersonal merupakan kemahiran antara insan.

Abdullah Hassan & Ainon, memfokuskan kemahiran interpersonal guru kepada kemahiran
berkomunikasi, kemahiran mendengar, kemahiran bertanya, kemahiran berucap, maklum balas,
unsur bahasa, mengubah sikap dan tingkahlaku, penampilan dan komunikasi bukan lisan.[2]
Hubungan interpersonal adalah aspek penting yang perlu diketahui oleh guru. Persoalannya
sejauh manakah guru menguasainya adalah sesuatu yang subjektif walaupun terdapat kaedah-
kaedah serta panduan-panduan tertentu yang boleh dipelajari oleh guru untuk menguasai
kemahiran ini.

Menurut Sarina dan Yusmini 2007, kepentingan kemahiran interpersonal ialah ianya dapat
melahirkan persefahaman yang baik antara guru dan pelajar serta wujud rasa percaya
mempercayai di kalangan mereka serta dapat memberi kesan positif kepada proses pengajaran
dan pembelajaran.

1. Kemahiran Komunikasi

Seorang guru yang profesional seharusnya memiliki atau mempunyai kemahiran komunikasi
yang baik. Komunikasi ialah satu asas perhubungan yang bertujuan menyampaikan khabar,
berita , mesej, pendapat atau maklumat kepada pendengar.
Interaksi dan komunikasi yang hanya menggunakan akal atau hanya menggunakan perasaan
akan menjadi tidak berkesan. Guru atau siapa yang berkomunikasi dengan berkesan akan
menggunakan ke semua indera manusia dengan bijaksana. Konsep ini adalah selaras dengan
falsafah eksistensialisme yang mengutamakan pengalaman yang diperoleh daripada indera
seperti penglihatan, rasa, dan sebagainya. Oleh karena itu selaras dengan tujuan faham mazhab
eksistensialisme adalah membolehkan setiap individu yakni guru dan pelajar
memperkembangkan sepenuhnya potensi yang dimiliki demi mencapai objektif pengajaran dan
pembelajaran.

1. Kemahiran Memimpin

Di dalam organisasi sebuah kelas di sekolah posisi guru berada di atas sekali. Guru memainkan
peranan sebagai guru kelas untuk membimbing para pelajar ke arah kecemerlangan dari segi
akademik, sahsiah, dan jasmani. Oleh karena itu kemahiran dari segi memimpin perlu ada dalam
diri seorang guru. Menurut Kamus Dewan Edisi Empat definisi memimpin ialah melatih,
mendidik atau mengasuh supaya boleh berfikir sendiri. Kepimpinan boleh dimaksudkan sebagai
seni atau proses mempengaruhi kegiatan manusia yang berkaitan dengan tugas mereka, supaya
mereka terlibat dan berusaha ke arah keberkesanan dan pencapaian matlamat organisasi (Rahmad
2005).

1. Kemahiran Berilmu

Kehidupan seorang guru adalah sinonim dengan ilmu. Lazimnya masyarakat mengaitkan guru
dengan tanggungjawab memberi ilmu tetapi hakikatnya guru bukan sahaja bertanggungjawab
mencurahkan ilmu kepada para pelajarnya malah meningkatkan ilmu merupakan salah satu
kemahiran yang perlu ada di dalam diri setiap guru sebelum ilmu yang ada itu dicurahkan kepada
para pelajarnya.

Ilmu dan pengetahuan guru sebagai seorang yang berautoriti tidak boleh dipersoalkan. Oleh yang
demikian, guru mesti menguasai ilmu dengan baik (Abu Bakar & Ikhsan, 2008). Sikap proaktif,
berdaya saing dan bersemangat kental dalam melengkapkan diri dengan pelbagai disiplin ilmu
dan berketerampilan perlu menjadi amalan dan budaya hidup seorang pendidik (Wan Marzuki,
2008). Guru sebagai penyebar sumber ilmu perlu memahami konsep ilmu yang sentiasa
berkembang dan pencarian ilmu baru di kalangan guru mesti diteruskan tanpa henti (Lokman,
2004).

Menurut Uzer Usman, Kompetensi profesional yang harus dipenuhi atau dimiliki seorang guru
atau calon guru adalah,[3]

1. Menguasai landasan pendidikan, yakni mengenal tujuan pendidikan nasional untuk


mencapai tujuan pendidikan nasional, mengenal fungsi sekolah dalam masyarkat,
mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses
belajar mengajar,

2. Menguasai bahan pengajaran, yakni menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan


dasar dan menengah, menguasai bahan pengayaan,
3. Menyusun program pengajaran, yakni menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan
mengembangkan bahan pembelajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar
mengajar,memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai, memilih dan
memanfaatkan sumber belajar,

4. Melaksanakan program pengajaran, yakni menciptakan iklim belajar yang tepat,


mengatur ruangan belajar, mengelola interaksi belajar mengajar,

5. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, yakni menilai prestasi
murid untuk kepentingan pengajaran, menilai proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan.

C. KEMAMPUAN DAN KETERAMPILAN SERTA SERTIFIKAT

1. Kemampuan

Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki minimal lima hal sebagai berikut. [4]

1. Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya.

2. Menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarnya kepada peserta didik.

3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara evaluasi.

4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan cara belajar dari
pengalamannya.

5. Seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

2. Keterampilan

Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian
seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau
suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek
adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk
bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang
(like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari
sesuatu.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat
atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan
penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas

a. Komponen kognitif

Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal
tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.

b. Komponen afektif

Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan
tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan
hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen
afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (Azwar,
2000:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap
sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila
dikaitkan dengan sikap.

c. Komponen kognitif

Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek
sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas
merupakan komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling
berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang
menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi
pemahaman terhadap objek sikap.

Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu:

1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat.

Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai
tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana
dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya,
maka orang akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek
sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek
sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai sejauh mana manfaat
objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya
sikap yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya.

2) Fungsi pertahanan ego

Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya.
Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya
atau egonya, maka dalam keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan ego.
3) Fungsi ekspresi nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai
yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan
dan dapat menunjukkan keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat
menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.

4) Fungsi pengetahuan

Fungsi ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu.
Dengan pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan
disusun kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga menjadi konsisten. Ini berarti bila
seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan
orang tersebut objek sikap yang bersangkutan.

3. Sertifikat

Untuk mendapatkan pengakuan atas keprofesionalannya, maka seorang tenaga pengajar dapat
mengikuti sertifikasi. Sertifikasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
Sertifikasi di sini dapat diartikan sebagai usaha pemberian pengakuan bahwa seseorang telah
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi
adalah uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang
sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.

Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional.


Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian yang esensial dalam rangka
memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Representasi
pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi adalah sertifikat
kompetensi pendidik.

Wibowo (Mulyasa, 2008:35), mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai
berikut.

1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga pendidikan.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra
pendidik dan tenaga pendidikan.

3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan


rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.

4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan.


5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

Kerangka pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi guru, baik untuk lulusan strata satu (S1)
kependidikan maupun lulusan S1 nonkependidikan dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, lulusan program Sarjana kependidikan sudah mengalami pembentukan kompetensi


belajar (PKM). Oleh karena itu, mereka hanya memerlukan uji kompetensi yang dilaksanakan
oleh perpendidikan tinggi yang memiliki PPTK (Program Pengadaan Tenaga Kependidikan)
terakreditasi dan ditunjuk oleh Ditjen Dikti, Depdiknas.

Kedua, lulusan Sarjana nonkependidikan harus terlebih dahulu mengikuti proses pembentukan
kompetensi mengajar pada perguruan tinggi yang memiliki PPTK secara terstruktur. Setelah
dinyatakan lulus dalam pembentukan kompetensi mengajar, baru lulusan sarjana
nonkependidikan boleh mengikuti uji sertifikasi. Sedangkan lulusan program Sarjana
kependidikan tentu sudah mengalami proses pembentukan kompetensi mengajar, tetapi tetap
diwajibkan mengikuti uji kompetensi untuk mempeoleh serifikat kompetensi.

Ketiga, penyelenggaraan program PKM dipersyaratkan adanya status lembaga pendidikan tenaga
kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan untuk pelaksanaan uji kompetensi sebagai bentuk
audit atau evaluasi kompetensi mengajar guru harus dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh Dirjen Dikti, Depdiknas .

Keempat, peserta uji kompetensi yang telah dinyatakan lulus, baik yang berasal dari lulusan
Sarjana pendidikan maupun nonkependidikan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bukti yang
bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan praktik dalam bidang profesi guru pada
jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

Kelima, peseta uji kompetensi yang berasal dari guru yang sudah melaksanakan tugas dalam
interval waktu tertentu (10-15 tahun) sebagai bentuk kegiatan penyegaran dan pemutakhiran
kembali sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta persyaratan
dunia kerja. Di samping itu, kompetensi juga diperlukan bagi yang tidak melakukan tugas
profesinya sebagai guru dalam jangka waktu tertentu.

Proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus dibarengi
dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekruitmen guru, pembinaan, dan peningkatan karir
guru. Kesejahteraan guru dapt diukur dari gaji dan insentif yang diperolehnya. Gaji guru di
Indonesia ini masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Rendahnya
tunjangan kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja guru, semangat pengabdian, dan juga
upaya mengembangkan profesionalismenya.

Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas.[5] Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan setifikat
kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar,
diskusi panel, lokakarya, dan simposium. Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari
penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan
ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun nonkependidikan yang ingin
memasuki profesi guru.

Menumbuhkembangkan kesadaran guru terhadap kode etik sebagai guru profesional, serta
mencintai tugasnya, dan bertanggung jawab untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.

Pengembangan karir guru terkait dengan profesionalisme dan daya tarik jabatan guru
memerlukan kebijakan sebagai berikut:[6]

1. Menumbuhkembangkan kesadaran guru terhadap kode etik sebagai guru profesional,


serta mencintai tugasnya, dan bertanggung jawab untuk mencapai hasil yang sebaik-
baiknya.

2. Menyederhanakan prosedur dan penilaian kenaikan jabatan fungsional guru, dan sedapat
mungkin masyarakat dapat dimintai pendapatnya, agar hasilnya lebih objektif.

3. Beban yang tidak terkait dengan fungsi dan tugas guru sebaiknya dihilangkan, karena
akan mengganggu perhatian guru terhadap tugasnya.

4. Pengangkatan kepala sekolah perlu dilakukan melalui seleksi yang ketat dan adil,
mempertimbangkan latar belakang mental dan prestasi kerja, serta melibatkan orang tua
murid dan masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah atau madrasah.

5. Pengawasan kepada semua jenjang pendidikan harus dilaksanakan secara teratur,


terkendali, dan terus menerus dengan menggunakan paradigma penilaian yang akademik.

Proses sertifikasi selain dilakukan oleh LPTK dengan memberikan sertifikat kompetensi, juga
dilakukan dengan cara pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh lembaga uji kompetensi.
Tujuan dari pendidikan dan latihan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan
administrasi siswa dan pengelolaan kegiatan belajar di kelas. Akhir dari kegiatan pendidikan dan
latihan tersebut tentunya dilihat dari nilai akhir yang diperoleh setelah dilakukan penilaian oleh
asesor. Uji sertifikasi dengan uji kompetensi dan diklat, keduanya sama-sama bertujuan untuk
membentuk seorang guru atau calon guru yang profesional, yang mengabdikan diri sepenu hati
demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.

BAB III

PE N UTU P

A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dpat diambil kesimpulan bahwa guru professional harus memiliki kesehatan
jasmani dan rohani, mempunyai kemampuan pisik dan intelektual yang kuat, berwawasan luas,
memiliki teknik mengajar yang berpengalaman, dan diakui sebagai pendidik yang telah
disertifikasi.

B. KRITIK DAN SARAN

Dari panjang lebar penjelasan pada pembahasan sebelumnya, tentu tidak lepas dari kekurangan
dan kekhilafan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
mendukung makalah ini.

1] Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. Halaman 28

[2] Abdullah Hassan & Ainon Mohamad. 2002. Kemahiran Interpersonal Guru dalam
Perkembangan Psikologi Kanak-Kanak., Kemahiran Interpersonal Guru. Bentong, Pahang: PTS
Professional Publishing Sdn. Bhd

[3] Usman, Moh. Uzer. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
halaman 17

[4] Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya halaman 11

[5] Mulyasa. Op. cit. hal 39

[6] Mulyasa. Op. Cit. hal 39

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah Hassan & Ainon Mohamad. 2002. Kemahiran Interpersonal Guru dalam
Perkembangan Psikologi Kanak-Kanak., Kemahiran Interpersonal Guru. Bentong, Pahang: PTS
Professional Publishing Sdn. Bhd

Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Usman, Moh. Uzer. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Ciri Guru Profesional - Guru yang sudah sertifikasi maka menjadi guru profesional adalah hal
yang wajib. Berikut ini merupakan beberapa dari ciri guru profesional yang mungkin bisa
menjadi panutan bagi yang ingin mengembangkan diri agar benar-benar menjadi guru
profesional.

1. Guru harus selalu mempunyai tenaga untuk siswanya. Guru yang baik akan memberi perhatian
pada siswa di setiap obrolan atau diskusi yang dilakukan dan punya kemampuan mendengar
dengan seksama.

2. Seorang guru harus mempunyai tujuan yang jelas. Ciri guru profesional adalah menetapkan
tujuan setiap pelajaran secara jelas dan bekerja guna memenuhi tujuan dalam setiap kelas.

3. Mempunyai keterampilan untuk mendidik agar murid disiplin. Guru harus mempunyai
keterampilan disiplin yang efektif. Hal ini agar bisa memberi promosi atas perubahan perilaku
positif di dalam kelas.

4. Mempunyai keterampilan manajemen di dalam kelas yang baik. Guru harus mempunyai
keterampilan manajemen di dalam
kelas yang baik serta bisa memastikan agar perilaku
siswa menjadi baik saat siswa belajar dan bekerja sama.

5. Guru harus bisa berkomunikasi secara baik dengan orang tua murid. Seorang guru harus
menjaga komunikasi yang baik dengan orang tua dan bisa membuat mereka selalu mengerti
tentang informasi yang sedang terjadi.

6. Guru mempunyai ekspektasi yang tinggi pada muridnya. Guru profesional memiliki
ekspektasi besar pada siswa serta memacu semua siswa untuk terus bekerja dan mengerahkan
potensi terbaik yang mereka miliki.

7. Mempunyai pengetahuan perihal kurikulum. Guru harus mempunyai pengetahuan yang


mendalam mengenai kurikulum sekolah dan standar yang lain. Guru dengan sekuat tenaga akan
memastikan bahwa pengajaran yang mereka lakukan sudah memenuhi standar-standar tersebut.

8. Mempunyai pengetahuan mengenai subyek yang diajarkan. Meskipun sudah jelas, namun
terkadang diabaikan. Guru profesional memiliki pengetahuan yang sangat baik dan antusiasme
terhadap subyek yang diajarkan. Guru tersebut selalu siap untuk menjawab semua pertanyaan
dan menyimpan berbahai bahan yang menarik bagi siswa.

9. Guru selalu memberikan yang paling baik bagi anak didik di dalam proses pengajaran. Ciri
guru profesional adalah selalu bergairah dalam mengajar dan bekerja bersama dengan anak didik.
Guru akan merasa gembira ketika bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupannya dan
memahami efek yang mereka miliki.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan
a. kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan
relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu
b. menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen
secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat
c. strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada huruf a sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang
bermartabat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
Menginga : 1. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
t huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi
bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.

6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan


pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.

7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau
dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat
kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru
atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.

10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.

12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional.

13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus
oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.

14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh
Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.

15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai
imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas
dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.

17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami
bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.

18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.

20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan
nasional.

BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 3

(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 4

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional.

Pasal 5

Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional.

Pasal 6

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS

Pasal 7

(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;


b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan


belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.

(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan
kode etik profesi.

BAB IV
GURU

Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi

Pasal 8

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 9

Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat.

Pasal 10

(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat
menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.

Pasal 13

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;

e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang


kelancaran tugas keprofesionalan;

f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan,
dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan
peraturan perundang-undangan;

g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;

h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;

i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;

j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan


kompetensi; dan/atau

k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf
a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi,
tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai
guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 16

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada
guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 18

(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada
guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah
dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan
penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai


dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan


sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,
ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai
agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;

Bagian Ketiga

Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 21

(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru
dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk
memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan
tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pasal 24

(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik,
maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan
pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik,
maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan
guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan.

Pasal 25

(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau
pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 26

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan
struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 27

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi
kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan
satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah
tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi
kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara
otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.

(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan
kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua)
tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru
pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30

(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru karena:

a. meninggal dunia;

b. mencapai batas usia pensiun;

c. atas permintaan sendiri;

d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus
selama 12 (dua belas) bulan; atau

e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan.

(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:

a. melanggar sumpah dan janji jabatan;

b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau

c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-
menerus.

(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai
guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 31

(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru
yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 32

(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

Pasal 33

Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan peraturan
Menteri.

Pasal 34

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas
dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 35

(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan
tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Penghargaan

Pasal 36

(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 37

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan,
tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Perlindungan

Pasal 39

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib
memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi,
dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan

Cuti

Pasal 40

(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesembilan

Organisasi Profesi dan Kode Etik

Pasal 41

(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.


(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Pasal 42

Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:

a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;

b. memberikan bantuan hukum kepada guru;

c. memberikan perlindungan profesi guru;

d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan

e. memajukan pendidikan nasional.

Pasal 43

(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru
dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

Pasal 44

(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.


(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi
pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik
oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif,
tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).

BAB V

DOSEN

Bagian Kesatu

Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik

Pasal 45

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan
memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 46

(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan
tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:

a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan

b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan
keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-
masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.

Pasal 47

(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi
syarat sebagai berikut:

a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun;

b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan

c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 48

(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen-tidak tetap ditetapkan oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai
kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan
gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam
bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50

(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu
berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan
serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh
setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban

Pasal 51

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi,


sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;

f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan

g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 52

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf
a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan
profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang
terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 53

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada
dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 54

(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
(1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.

Pasal 55

(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada
dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56

(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh
Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 57

(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan
penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 58

Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 59

(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan
fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.

Pasal 60

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:

a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;

b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil


pembelajaran;

c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan


sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku,
ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama
dan etika; dan

f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.


Bagian Ketiga

Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 61

(1) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen
dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 62

(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pasal 63

(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan
transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

Pasal 64

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan
struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 65

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib
mematuhi peraturan perundang-undangan.

Pasal 66

Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67

(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:

a. meninggal dunia;

b. telah mencapai batas usia pensiun;

c. atas permintaan sendiri;

d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit
jasmani dan/atau rohani; atau

e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara
pendidikan.

(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena:

a. melanggar sumpah dan janji jabatan;

b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau

c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-
menerus.

(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatannya, kecuali sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri
sipil.

Pasal 68

(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen
yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 69

(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

Pasal 70

Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan peraturan Menteri.

Pasal 71

(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen
pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

Pasal 72

(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan
penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua
belas) satuan kredit semester (SKS) dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Penghargaan

Pasal 73

(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 74

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi
keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat
provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam,
dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh

Perlindungan

Pasal 75

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi
wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang
dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan
sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedelapan

Cuti

Pasal 76

(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

SANKSI

Pasal 77

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. teguran;

b. peringatan tertulis;

c. penundaan pemberian hak guru;

d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau

f. pemberhentian tidak dengan hormat.

(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan
tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai
sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) mempunyai hak membela diri.

Pasal 78

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. teguran;

b. peringatan tertulis;

c. penundaan pemberian hak dosen;

d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;

e. pemberhentian dengan hormat; atau

f. pemberhentian tidak dengan hormat.

(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan
tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
mempunyai hak membela diri.

Pasal 79

(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75
diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:

a. teguran;

b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau

d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80

(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:

a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang
bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen
yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah.

Pasal 81

Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 82

(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada
Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh)
tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.

Pasal 83

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus
diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.

Pasal 84

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ----

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOESILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ----

MENTERI HUKUM DAN HAM

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN

I. UMUM

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan
nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan.
Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang; (3) Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (4) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang; (5) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh
persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang
mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia
Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru
dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik
merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi
terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk
memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:

1. mengangkat martabat guru dan dosen;

2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;

3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen;

4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen;

5. meningkatkan mutu pembelajaran;

6. meningkatkan mutu pendidikan nasional;

7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu,
kualifikasi akademik, dan kompetensi;

8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan

9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk
meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk
meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.

Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan
pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan
dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional,
pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen; perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:

1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi


profesional;

2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan
prinsip profesionalitas;

3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan


pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik,
maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan;

4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan
dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;

5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam
pelaksanaan tugas profesional;

6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;

7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;

8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan
dosen sebagai tenaga profesional; dan

9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.

Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan
sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan
pemerintahan daerah.

Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)

Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain
sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi
peserta didik.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang
memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental
tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik.

Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak
mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam.

Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

huruf a

Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas

huruf d

Cukup jelas.

huruf e

Cukup jelas.

huruf f
Cukup jelas.

huruf g

Cukup jelas.

huruf h

Cukup jelas.

huruf i

Cukup jelas.

huruf j

Cukup jelas.

huruf k

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat,
golongan, dan masa kerja.

Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai
komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.

Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki
sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.

Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai
kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.

Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam
bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik
dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik
dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 18

Ayat (1)

Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik
dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa
kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat
akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.
Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang
memungkinkan dosen dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental
tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai
tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.

Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus
sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.
Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 51

Ayat (1)

huruf a

Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Cukup jelas.

huruf e

Cukup jelas.
huruf f

Cukup jelas.

huruf g

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat,
golongan, dan masa kerja.

Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai
komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.

Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki
sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.

Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai
kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.

Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam
bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 18 ayat (3)

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan
tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.

Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang
diperuntukkan dosen yang mendalami ilmu langka tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.
Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,


mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, guru dan dosen dan dosen
profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-
IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat
pendidik, dan mewujudkan pendidikan yang bermutu.
Guru dan Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jalur pendidikan
formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Kinerja dan kompetensi guru dan dosen memikul tanggung jawab utama dalam transformasi
orientasi peserta didik dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketergantungan menjadi mandiri,
dari tidak terampil manjadi terampil, dengan metode-metode pembelajaran bukan lagi
mempersiapkan peserta didik yang pasif, melainkan peserta didik berpengetahuan yang senan-
tiasa mampu menyerap dan menyesuaikan diri dengan informasi baru dengan berfikir, bertanya,
menggali, mencipta dan mengembangkan cara-cara tertentu dalam memecahkan masalah yang
berkaitan dengan kehidupannya.
Oleh karena itu, kajian tentang Undang- Undang guru dan dosen akan dibahas di dalam
makalah ini, untuk lebih mengetahui tentang UUGD yang di terapkan saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan UUGD?
2. Bagaimana Implikasi UUGD saat ini?
3. Apa Kelemahan dan Kelebihan UUGD?

C. Tujuan
1. Mengetahui maksud dari UUGD
2. Mengetahui perkembangan UUGD
3. Mengetahui kelemahan dan kelebihan UUGD

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN UUGD
Guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik bahwa
pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban
profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya
dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD No 14 tahun 2005 ditentukan bahwa
seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen
pembelajaran. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagodik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
a. Kompetensi Pedagogik
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Depdiknas
(2004:9) menyebut kompetensi ini dengan kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi
ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan
penilaian.
a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran

Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup


kemampuan:

1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,

2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,

3) merencanakan pengelolaan kelas,

4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan

5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran


meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu
mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu
menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat
penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan
waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi
guru dan dosen dan dosen mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran
berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan,
merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan
merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

b. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah
disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru dan dosen
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah
disusun. Guru dan dosen harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat,
apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang
lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa,
diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar,
penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil
belajar siswa.Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki
guru dan dosen dan dosen dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:
(1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan
pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3)
berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5)
melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran,
dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga
tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan
yang harus dimiliki guru dan dosen dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat
dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis,
menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.
b. Kompetensi Kepribadian
Guru dan dosen sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru dan dosen akan memberikan
teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru dan dosen akan
tampil sebagai sosok yang patut digugu (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan ditiru (di
contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru dan dosen dan dosen merupakan faktor
terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah
(2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia
menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat
dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dan dosen dalam
menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.
Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti
dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru dan dosen yang
fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain
itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam
pengamatan dan pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan dosen dikemukakan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini
sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru dan dosen yang diperlukan
agar dapat menjadi guru dan dosen yang baik.
Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan
pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat
(2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan
kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2)
pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan
tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar
terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan
kompetensi guru dan dosen dan dosen secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka,
berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi.
c. Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen , kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Surya
(2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang
diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru dan dosen dan dosen profesional.
Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan
bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa
kebersamaan dengan sejawat guru dan dosen dan dosen lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127)
merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi
profesional guru dan dosen mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat
menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan
menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu
menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat
menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan
media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program
pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi
peserta didik.
d. Kompetensi Sosial
Guru dan Dosen yang efektif adalah guru dan dosen yang mampu membawa siswanya
dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan
interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial
adalah kemampuan guru dan dosen dan dosen untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru dan dosen dan dosen, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah
kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan
tanggung jawab sosial.
Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, menjelaskan kompetensi sosial guru dan dosen adalah salah satu daya atau
kemampuan guru dan dosen untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi
kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan,
guru dan dosen harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk
menjadi guru dan dosen dan dosen yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat,
kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan
dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan
sebelum memilih jabatan guru dan dosen , dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk
meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
Isi Pokok UUGD

UU Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam
beberapa bagian.

Pertama, pasal-pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:
(a) Ketentuan Umum,
(b) Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan, dan
(c) Prinsip Profesionalitas.

Kedua, pasal-pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari
(a) Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi,
(b) Hak dan Kewajiban,
(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(e) Pembinaan dan Pengembangan,
(f) Penghargaan,
(g) Perlindungan,
(h) Cuti, dan
(h) Organisasi Profesi.

Ketiga, pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari
(a) Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik,
(b) Hak dan Kewajiban Dosen,
(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(e) Pembinaan dan Pengembangan,
(f) Penghargaan,
(g) Perlindungan, dan
(h) Cuti.

Keempat, pasal-pasal yang membahas tentang sanksi (3 pasal).

Kelima, bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 Pasal).
Dari seluruh pasal tersebut di atas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen
Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.
B. IMPLEMENTASI UUGD SAAT INI
Ternyata implementasi sertifikasi guru dan dosen dalam bentuk penilaian portofolio ini
kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para pengamat pendidikan yang menyangsikan
keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru dan dosen. Bahkan
ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan berdampak
sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru dan dosen dan dosen, apalagi dikaitkan dengan
peningkatan mutu pendidikan nasional.
Apa yang menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan
pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap
tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dan dosen dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang
mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang
amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang
menyetting berkas portofolio guru dan dosen di sekolahnya tidak mencapai batas angka
kelulusan. Mereka berharap guru-guru dan dosen tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi.
Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara
cuma-cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan
diterapkan di sekolah atau di kelas.
Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru dan dosen dan dosen,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru dan dosen dan dosen,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Hal yang akan terjadi jika UU Guru dan Dosen benar-benar diimplementasikan adalah
1. Guru dan dosen masa depan akan mempunyai kualitas dan kualifikasi (pasal 9) yang baik,
dan kesejahteraan (pasal 15) dengan gaji yang layak. Guru dan dosen juga memiliki, kompetensi
(pasal 10), sertifikasi (pasal 11), hak dan kewajiban jelas (pasal 14-20), pembinaan dan
pengembangan (pasal 32-35), penghargaan (pasal 36-37), perlindungan (pasal 39) dan organisasi
profesi (pasal 41) dan kode etik (pasal 43-44). mempunyai mempunyai kompetensi optimal
yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional Sehingga harkat, citra dan
martabat guru dan dosen terangkat.
2. Tanggung jawab profesi guru dan dosen sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih akan
meningkat. Karena kualitas dan mental guru dan dosen dan dosen yang membaik, mereka akan
sungguh-sungguh, bertanggung jawab dengan profesinya.
3. Dengan adanya kode etik profesi dan dosen memberikan pedoman bagi setiap anggota
profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan, merupakan sarana kontrol sosial bagi
masyarakat atas profesi yang bersangkutan, kode etik profesi mencegah campur tangan pihak
diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
4. Guru dan dosen masa depan akan memiliki komitmen yang tinggi, pemikiran yang serius
dan cermat (smart thinking), koordinasi dan sinergi, Networking dan Support dari semua
komponen terkait.
5. Memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru dan dosen.
6. Ada jaminan pasti tentang kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru dan dosen
dan dosen dan dosen.
7. Mutu pelayanan dan hasil pendidikan meningkat, karena komponen penting yaitu guru dan
dan dosen membaik.
8. Dengan adanya guru dan dosen yang berkualifikasi akademik baik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, akan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
9. Pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, (pasal 21). Dan pengangkatan,
penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen dan dosen secara obyektif dan
trasparan (pasal 63). Dalam keadaan darurat, untuk daerah khusus pemerintah dapat melakukan
wajib kerja untuk guru dan dosen dan atau warga Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi
akademik dan kompetensi, (pasal 61).
10. Sanksi pada guru dan dosen dan dosen dan dosen yang tidak berkompeten benar-benar
diterapkan, sesuai dengan perundangan, (pasal 77).

Tujuan dilaksanakannya sertifikasi guru dan dosen diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menentukan kelayakan guru dan dosen dan dosen dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c. Meningkatkan martabat guru dan dosen dan dosen
d. Meningkatkan profesionalitas guru dan dosen dan dosen

Sedangkan manfaat diselenggarakannya sertifikasi guru dan dosen adalah :


a. Melindungi profesi guru dan dosen dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat
merusak citra profesi guru dan dosen.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak
profesional.
C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
a. Kelebihan UUGD
1. Kesejahteraan guru dan dosen terjamin.
2. Guru dan dosen mendapatkan penghargaan yang layak untuk pengabdiannya terhadap bangsa
dan Negara Indonesia.
3. Meningkatnya kualitas tenaga pendidik guru dan dosen karena harus memenuhi standar yang
telah ditetapkan.
4. Guru dan dosen bisa lebih professional dengan tanggung jawab yang besar.

b. Kelemahan UUGD
1. Sertifikasi atau tunjangan untuk Guru dan Dosen belum merata, khususnya bagi Guru yang
hampir memasuki usia pensiun. Mereka belum mengerti benar akan sistematika program
sertifikasi dari pemerintah ini. Serta Guru tersebut harus mengikuti ujian-ujian yang dirasa sulit
untuk usia tersebut dan ujian itu menggunakan alat-alat IT seperti komputer dan Internet yang
belum tentu mereka kuasai.
2. UUGD cenderung menguntungkan guru dan dosen PNS, sementara itu di Indonesia guru
dan dosen non PNS jumlahnya sangat banyak serta mengemban tugas dan tanggung jawab yang
sama dengan guru dan dosen PNS.
3. Jumlah peminat profesi guru dan dosen meningkat demi mengejar status sertifikasi.
4. Sebagian guru dan dosen yang telah diberikan amanat penting oleh pemerintah justru
menyepelakan. Contohnya, ketika diadakan sidak banyak guru dan dosen yang tidak tertib, pada
jam kerja banyak pula PNS khususnya guru dan dosen yang jalan-jalan di pusat perbelanjaan
atau tempat rekreasi lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN

Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik bahwa
pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban
profesional. Sesuai yang tertera dalam UU No 14 tahun 2005 bahwa seorang pendidik harus
memiliki kompetensi yaitu, kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Profesional, dan Sosial.
Guru dan Dosen melakukan sesuai dengan UU tersebut dan merupakan tujuan
dilaksanakannya sertifikasi guru dan dosen maka,diharapkan akan membentuk guru dan dsen
yang ptofesional, menghasilkan mutu pendidikan baik.
DAFTAR PUSTAKA

http://laylafiyyy.blogspot.com/2012/10/uugd-dan-permendiknas.html
http://www.sertifikasiguru.web.id/2013/05/sertifikasi-guru-tahun-2013.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2381900-undang-undang-guru-dan-
dosen/#ixzz2x1reKB7M
http://duniapendidikanfisekt08.blogspot.com/2011/02/kompetensi-guru-menurut-uu-no-
142005.html
Aziz Muhammad Abdul. Makalah Undang-Undang Guru Dan Dosen Dapat Meningkatkan
Kualitas Professional Guru, http://artikeltugaskuliah.blogspot.com/2011/11/makalah-undang-
undang-guru-dan-dosen.html 25 Maret 2014, pukul 19.43

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Aspek administrasi dari pelaksanaan proses belajar - mengajar adalah pengalokasian dan
pengaturan sumber-sumber yang ada di sekolah untuk memungkinkan proses belajar - mengajar
itu dapat dilakukan guru dengan seefektif mungkin. Sering kali sumber tersebut sangat terbatas
sehingga sangat mungkin dipergunakan pula oleh kelas lain dalam waktu yang bersamaan. Jika
hal ini terjadi guru harus dapat merealokasikan waktu atau tempat sehingga tidak mengganggu
program sekolah secara keseluruhan.

Dalam hal in kerja sama dan konsultasi dengan kepala sekolah merupakan syarat yang
harus dilakukan Di dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, guru harus selalu waspada
terhadap gangguan yang mungkin terjadi karna kesalahan perencanaan fasilitas serta sumber lain
yang mendukung proses belajar - mengajar tersebut. Pertemuan - pertemuan dengan guru lain
atau kepala sekolah dapat dipakai sebagai wahana untuk menghindari kesalahan perencanaan, di
samping untuk meningkatkan kemampuan profesional guru itu sendiri.
Peningkatan kemampuan profesional ini dapat dilakukan dengan pertukaran informasi
antara guru bidang studi yang sejenis. Komunikasi dengan guru bidang studi lain dimaksudkan
untuk menjaga kesinambungan mata pelajaran itu dengan mata pelajaran selanjutnya. Di
samping itu, juga untuk mendapatkan balikan tentang bagian - bagian mana dari bahan belajar
yang tidak atau sukar dikuasai oleh siswa. Komunikasi dengan guru bidang studi dimaksudkan
agar ada integrasi antara mata - mata pelajaran yang diberikan guru bidang studi dengan guru
bidang studi lain.

2. RUMUSAN MASALAH

Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang Guru dalam Proses Belajar Mengajar Ialah :
1. Masalah pengelolahan Kelas
2. Masalah Pendekatan / Pendekatan kekeluargaan
3. Masalah Media Sumber Belajar / alat bantu yang berguna dalam kegiatan Belajar Mengajar
4. Penggunaan Metode ( tidak hanya Ceramah )
5. Evaluasi

BAB II
ISI

1. PENGELOLAHAN KELAS
Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana
(kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Memberi
ganjaran dengan segera, mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa,
mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh kegiatan
mengelola kelas.
Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus
mampu:

1. Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok;

2. Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.

3. Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang
dimaksud.

Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan dan yang bersifat
kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok seringkali menyatu dan
amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis
masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani
permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya.

Masalah Perorangan

Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah
laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan
dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal
mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku
menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian
orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan. Keempat
tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik
perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
Seorang siswa yang gagak menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana
hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku
mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai
pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membikin onar, memperlihatkan
kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari
perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus
meminta bantuan orang lain.
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih
mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya
pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan
sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang
amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini
amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari
bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan,
penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas
atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini
akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya
dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak
secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-
anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak
patuh (suka menetang ).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu
berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah
terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada
dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak
tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri.
Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan
seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.
- Pertama, jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu
merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari
perhatian. ( attention getting behaviors).
- Kedua, jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan. (power seeking
behaviors).
- Ketiga, jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan
mungkin mengalami masalah menuntut balas. ( revenge seeking behaviors).
- Dan keempat, jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. (passive behaviors).
Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah
tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari
perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru
itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.

Masalah Kelompok

Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:

1. Kekurang-kompakan

2. Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok

3. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok

4. Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang


5. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan,
berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya
saja

6. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes

7. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan

Kekurang-kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik)


diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis
kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat
dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang
diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan
merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan
kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang
telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti
peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu
padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu
kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-
masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang
dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota
kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat
kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap menyimpang ini kemudian dipaksa oleh
kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok
itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang
dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-
olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang lucu tentang guru. Jika
hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah
kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran
kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang
sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran
kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan
karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh
ketidaktentuan dan kekhawatiran.
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak
mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.
Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa
mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas
karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau
keengganan bekerja.
Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan
penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas)
mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian
keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan
jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa
(anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap
perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling
sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal
biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.

Jenis pendekatan pengelolaan kelas yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah
pengelolaan kelas.
1. Penggunaan pendekatan larangan dan anjuran
Dalam menghadapi masalah pengelolaan kelas ada berbagai macam pendekatan yang
sering dan sudah biasa digunakan oleh guru.Pendekatan yang pertama ialah pendekatan
pemberian sejumlah larangan dan anjuran.Yang dimaksud dengan pemberian larangan dan
anjuran adalah berupa peraturan mengenai hal-hal yang tidak boleh yang dilakukan dan juga
berupa anjuran atau saran mengenai hal-hal dan tingkah laku yang semestinya dilakukan oleh
siswa.
a. Penghukuman atau pengancaman
Tindakan penghukuman atau pengancaman adalah tindakan berupa pemberian hukuman
atau ancaman baik fisik ataupun nonfisik yang digunakan saat membuat masalah ataupun untuk
mencegah siswa membuat masalah.Tindakan ini mungkin dapat menghentikan tingkah laku
buruk siswa, tetapi sifatnya sesaat dan hanya menyinggung aspek-aspek yang bersifat permukaan
belaka.Sayangnya lagi tindakan itu biasanya diikuti oleh tingkah laku negatif pada diri siswa
termasuk di dalamya tindakan kekerasan. Adapun contoh tindakan penghukuman atau
pengancaman di antaranya :

1. Menghukum dengan kekerasan, larangan dan pengusiran.

2. Menerapkan ancaman atau memaksakan berlakunya larangan-larangan.

3. Menghardik, mengasari dengan kata, mencemooh, menertawakan.

4. Menghukum seorang di antara siswa sebagai contoh bagi siswa-siswa lainnya.

5. Memaksa siswa untuk minta maaf atau memaksakan tututan-tuntutan lainnya.

b. Pengalihan atau Pemasa bodohan


Pemasa bodohan adalah suatu tindakan berupa ketidakpedulian guru terhadap masalah yang
terjadi selama proses pembelajaran dengan menganggap masalah selesai dengan sendirinya
sedangkan Pengalihan adalah memberikan kegiatan atau melakukan cara-cara tertentu utuk
mengalihkan tingkah laku buruk siswa. Tindakan ini dapat menimbulkan semangat yang rendah
pada siswa, ketidak tenangan, kecendrungan mencari kambing hitam, agresi dan tindakan
kekerasan lainnya. Adapun contohnya, antara lain :

1. Meremehkan suatu kejadian atau tidak melakukan apa-apa sama sekali.

2. Menukar susunan kelompok dengan mengganti atau mengeluarkan anggota tertentu.

3. Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada tanggung jawab seseorang anggota

4. Menukar kegiatan untuk menghindari tingkah laku tertentu dari siswa.

5. Mengalihkan tingkah laku siswa dengan cara-cara lain.

c. Tindakan penguasaan atau penekanan


Tindakan penguasaan atau penekanan adalah tindakan menunjukan kekuasaan atau
menunjukkan orang yang berkuasa untuk memberikan tekanan terhadap siswa. Tindakan ini akan
menghasilkan sikap pura-pura contohnya, yaitu:patuh, diam-diam dan bahkan mungkin tindakan
kekerasan. Contoh dari tindakan penguasaan dan penekanan adalah :

1. Memerintah, memarahi, mengomel

2. Memakai pengaruh orang-orang yang berkuasa

3. Menyatakan ketidaksetujuan dengan mempergunakan kata- kata, tindakan, atau


pandangan.

4. Melakukan tindakan kekerasan sebagai pelaksanaan dari ancaman-ancaman yang pernah


dijanjikan.

5. Mempergunakan hadiah sebagai perbandingan terhadap hukuman bagi para pelanggar.

6. Mendelegasikan wewenang kepada siswa untuk memaksakan penguasaan kelas.

Dalam menerapkan pendekatan ini sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya:

1. Jangan menegur siswa di hadapan kawan-kawannya

2. Dalam memberikan peringatan kepada siswa jangan mempergunakan nada suara yang
tinggi.

3. Bersikaplah tegas dan adil terhadap semua siswa.

4. Jangan pilih kasih.


5. Sebelum menghukum siswa, buktikanlah bahwa siswa itu bersalah.

6. Patuhlah pada aturan-aturan yang sudah anda tetapkan.

2. Pendekatan pengubahan tingkah laku


Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa semua tingkah laku, baik tingkah laku yang
disukai ataupun yang tidak disukai, adalah hasil belajar. Mereka yang percaya pada teori ini
berpendapat bahwa :
Penguatan positif, penguatan negatif, hukuman dan penghilangan berlaku bagi proses belajar

pada semua tigkatan umur dan dalam semua keadaan.


Proses belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang

berlangsung di lingkungan.
Pada umumnya penguatan itu berupa ganjaran yang diberikan kepada siswa yang
menampilkan tingkah laku yang baik dengan harapan agar tingkah laku itu diteruskan.Pemberian
ganjaran terhadap tingkah laku yang telah dikuasai oleh siswa itu disebut penguatan
positif.Sebaliknya, penguatan negatif ialah penguatan yang dilakukan dengan jalan dikuranginya
(atau ditiadakannya) hal-hal (perangsang) yang tidak menyenangkan (yang dikenakan terhadap
siswa).
Penghukuman merupakan penggunaan perangsang yang tidak menyenangkan untuk
meniadakan tingkah laku yang tidak disukai, walaupun masih diperdebatkan keefektifannya.
a. Pendekatan iklim sosio-emosional
Dibangun atas dasar pandangan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari
hubungan yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Hubungan guru-siswa
sangat besar dipengruhi oleh:

1. Keterbukaan atau sikap tidak berpura-pura di depan guru.

2. Penerimaan dan kepercayaan guru terhadap siswa-siswanya, dan

3. Empati guru terhadap siswa-siswanya.

Pendekatan iklim sosio-emsional berakar dari pandangan yang mengutamakan hubungan


guru-siswa yang penuh empati dan saling menerima. Apabila siswa bertingkah laku menyimpang
maka guru bertindak memisahkan kesalahan dengan orang yang berbuat salah, artinya guru tetap
menerima siswa yang bersangkutan sambil sekaligus menolak perbuatan yang menyimpang itu.
b. Pendekatan proses kelompok
Penggunaan Pendekatan proses kelompok dalam pengelolaan kelas didasarkan atas
prisip-prisip psikologi sosial dan dinamika kelompok. Penggunaan pendekatan proses kelompok
menekankan pentingnya ciri-ciri kelompok yang ada didalam kelompok kelas dan saling
berhubungan antar siswa yang menjadi anggota kelompok kelas itu. Dalam hal ini peranan guru
yang paling utama adalah mengembangkan dan mepertahankan keeratan hubungan antar siswa,
semangat produktivitas, dan orientasi pada tujuaan dari kelompok kelas ini.
c. Pendekatan Elektis (Electic approach)
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan inisiatif guru dalarn
memilih berbagai pendekatan dalam satu situasi yang dihadapinya.Penggunaan pendekatan
elektis memungkinkan digunakannya dua atau lebih pendekatan dalam satu situasi
pembelajaran.Penggunaan pendekatan ini menuntut pula kemampuan guru untuk berimprovisasi
dalam menghadapi masalah yang dihadapi siswa. Guru tidak hanya terpaku pada penerapan salah
satu pendekatan dalam perbaikan tingkah laku siswa, tetapi dalam melaksanakan tugasnya
hendaknya mampu menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut secara bersamaan dua atau tiga
pendekatan.

2. PENDEKATAN / PENDEKATAN KEKELUARGAAN


1. Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan ini berusaha memahami apa yang terjadi dan mengapa sampai timbul atau
terjadi keadaan seperti itu. Memahami latar belakang terjadinya sesuatu permasalahan dapat
dipergunakan untuk menentukan langkah-langkah untuk memperbaiki, membina dan
mengarahkan, agar terjadi perubahan sesuai dengan yang diharapkan.
Pendekatan ini akan memberi jawaban mengenai "apa", "mengapa", "bagaimana"
terjadinya suatu masalah, (misalnya mengenai disharmoni dalam keluarga) dan "dengan cara
apa" dapat diatasi.
2. Pendekatan Behavioristik
Suatu pendekatan yang menitik beratkan pada usaha mengatasi gejala (tingkah
laku/psikis) yang ada, yang terlihat, tanpa perlu memperhitungkan proses terjadinya atau
"mengapanya" tetapi secara langsung untuk mengatasi gejala tersebut. Dalam hal ini perlu
dikaitkan dengan prinsip-prinsip dalam dunia pendidikan atau proses belajar dan perubahan-
perubahannya yang diharapkan terjadi. Suatu gejala dianggap sebagai sesuatu produk dari proses
belajar sebelumnya yang mempengaruhi. Karena itu proses ini bisa dipengaruhi oleh sesuatu
proses belajar yang lain atau sesuatu yang baru untuk mengatasi atau mengubah gejala tingkah
laku, sesuai dengan yang diharapkan.
3. Pendekatan Gestalt
Pendekatan yang menitikberatkan pada keseluruhan, pada kepribadian sebagai totalitas
yang melebihi jumlah aspek-aspeknya. Meskipun masalahnya terdapat pada sesuatu Aspek atau
beberapa aspek kepribadian saja, namun tidak bisa dilihat, hanya pada satu aspek tertentu saja.
Melainkan harus dilakukan terhadap pribadi sebagai kesatuan atau keseluruhan.
4. Pendekatan Konseling
Melalui hubungan atau percakapan yang terus menerus, seseorang bisa diarahkan unutk
berfikir atau bertingkahlaku sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai proses peniruan (imitasi),
sugesti, suportif bahkan pelegaan melalui pengungkapan dari keadaan perasaan seseorang
(catharsis).
5. Pendekatan melalui agama
Iman dan kepercayaan yang kuat merupakan sumber kekuatan untuk mengatasi atau
menghadapi hal-hal yang tidak baik. Agama juga menjadi dasar dan patokan dari semua
tingkahlaku agar orang tidak kacau, ragu-ragu dan mudah terpengaruh oleh rangsangan-
rangsangan negatif yang datang dari luar.
3. MEDIA SUMBER BELAJAR

Sumber belajar adalah tempat asal-usulnya bahan ajar diperoleh (misalnya buku
kumpulan puisi/cerpen, dan sejenisnya) atau tempat yang memungkinkan siswa memperoleh
pengalaman belajar (misalnya alam sekitar dan manusia sumber). Ketersediaan buku kumpulan
cerpen/puisi mengkondisikan siswa dapat membaca karya sastra untuk memulai proses apresiasi.
Pada kesempatan yang lain, untuk menulis wacana deskripsi, misalnya, siswa dapat diajak
mengamati objek di sekitar kelas atau sekolah. Objek di sekitar kelas atau sekolah itu merupakan
sumber belajar, yakni memungkinkan terjadi proses belajar menulis wacana deskripsi. Melalui
kegiatan mengamati objek, siswa dapat berproses memunculkan gagasan untuk dituangkan
dalam kalimat dan paragraf.
Pemilihan alat bantu/media/sumber belajar harus benar-benar didasarkan atas
pertimbangan fungsi dan bukan sekedar untuk memenuhi gengsi. Artinya, kehadiran alat
bantu/media/sumber belajar harus benar-benar untuk dimanfaatkan secara optimal dalam rangka
membantu siswa untuk belajar dengan sebaik-baiknya. Kehadiran sumber belajar yang berupa
film, misalnya, bukan sekedar untuk dinikmati begitu saja, tetapi lebih dari itu, film
dimanfaatkan untuk belajar melakukan apresiasi film atau bahkan siswa mungkin dapat belajar
bagaimana seorang sutradara bekerja dengan baik untuk menghasilkan film yang baik.
Alat bantu/media/sumber belajar yang diperlukan harus ditulis secara rinci dan jelas
misalnya untuk sumber belajar yang berupa buku perlu dicantumkan judul buku, pengarang,
penerbit dan nomor halaman agar pihak lain yang membutuhkan dapat melacak dan menemukan
dengan mudah. Informasi yang jelas mengenai alat bantu/media/sumber belajar yang digunakan
dalam RPP juga menunjukkan bahwa pembuat RPP sangat bertanggung jawab terhadap sumber-
sumber yang digunakan.

1. PERAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


Sumber belajar dikatakan alat peraga jika hal tersebut fungsinya hanya sebagai alat bantu.
Hal tersebut dikatakan media jika sumber belajar itu merupakan bagian yang integral dari
seluruh kegiatan belajar.
Jika melihat hal tersebut maka media memiliki tugas sebagaimana guru menjadi sumber
belajar bagi siswa. Jadi media merupakan sumber belajar yang bukan manusia. Dengan demikian
media memiliki peran utama dalam keberhasilan pendidikan sedang alat bantu hanya menjadi
perantara dalam memudahkan penyampaian informasi.
Alat bantu opsional atau pengayaan. Alat dapat dipilih guru sesuai kehendaknya sendiri asalkan
cukup waktu dan biaya. Alat bantu esensial (diperlukan atau harus digunakan). Alat ini harus
digunakan oleh guru untuk membantu pelajar dalam mencapai tujuan-tujuan belajar dari tugas
yang diberikan. Alat juga memerlukan waktu dan biaya.
Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah sebagai suatu kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri, karena memang gurulah yang menghendakinya untuk membantu
tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang di berikan oleh guru
kepada anak didik.
Sasaran penggunaan media adalah agar anak didik mampu mencipatakan sesuatu yang
baru dan mampu memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk dipergunakan dengan bentuk dan
variasi lain yang berguna dalam kehidupannya,. Dengan demikian mereka dengan mudah
mengerti dan mamahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kepada mereka.

2. MACAM-MACAM MEDIA/ALAT BANTU PEMBELAJARAN


Udin Saripudin dan Winataputra (199;65) mengelompokkan sumber belajar menjadi lima
kategori yaitu : manusia, buku / perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan media
pendidikan.
1) Dilihat dari jenisnya, Media dibagi ke dalam :
a. Media Auditif
Adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti : radio, cassette
recorder, piringan hitam media ini tidak cocok untuk orang yang mempuyai kelainan dalam
pendengaran.
b. Media Visual
Adalah media yang mengandalkan indra penglihatan. Media ini menampilkan gambar
diam seperti film, rangkai foto, gambar atau lukisan, cetakan dan juga yang menampilkan
gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun.
c. Media Audiovisual
Adalah media yang mempunyai unsur rupa dan gambar. Media ini dibagi ke dalam :
1. Audiovisual diam
2. Audiovisual gerak

1) Dilihat dari daya liputnya, Media dibagi ke dalam :


a. Media dan daya liput luas dan serentak.
Contoh : radio dan televisi.

b. Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat.


Contoh : film, soun slide, film rangkai.

c. Media untuk pengajaran individual


Media ini digunakan hanya untuk seorang diri
Contoh : modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.

1) Dilihat dari bahan pembatannya, Media dibagi :


a. Media sederhana
b. Media kompleks
3. PRINSIP PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN MEDIA/ALAT BANTU
PEMBELAJARAN
Drs. Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran.

1. Tujuan Pemilihan
Memilih media harus dengan maksud dan tujuan yang jelas.

2. Karakteristik Media Pengajaran


Setiap media mempunyai karakteristik tertentu jadi pemahaman. Karakteristik media
sangat diperlukan dalam penetapan penggunaan media.

3. Alternatif Pilihan
Guru harus mampu menetapkan atau memutuskan media yang tepat dan sesuai dengan
materi pelajaran.
Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan Media
Disamping harus memenuhi prinsip pemilihan dalam penggunaan media juga harus
memperhatikan faktor faktor :
a. Objektivitas
b. Program Pengajaran
c. Sasaran Program
d. Situasi dan kondisi
e. Kualitas Teknik
f. Keefektifan dan Efisiensi penggunaan.

4. PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN MEDIA/ALAT BANTU PEMBELAJARAN


Peranan media akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya. Ketika fungsi-fungsi media
pelajaran diaplikasikan ke dalam proses belajar mengajar maka akan terlihat peranannnya
sebagai berikut :
1. Media yang digunakan guru sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru
sampaikan.
2. Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para
siswa.
3. Media sebagai sumber belajar bagi siswa.
Bertolak dari fungsi dan peranan media diharapkan pemahaman guru terhadap media
menjadi lebih jelas, sehingga tidak memanfaatkan media secara sembarangan. Guru dapat
mengembangkan media sesuai kemampuannya dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip dan
faktor-faktor dalam memilih dan menentukan media yang akan digunakan dalam proses belajar
mengajar.
Langkah-langkah dalam pemanfaatan media.
i. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media.
ii. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan memanfaatkan media massa yang
akan dimanfaatkan guna mencapai tujuan.
iii. Persiapan kelas. Siswa atau kelas harus mempunyai persiapan dalam menerima
pelajaran dengan menggunakan media tertentu.
iv. Langkah penyajian dan pemanfaatan media. Pada fase ini penyajian bahan pelajaran
dengan memanfaatkan media pengajaran.
v. Langkah kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan memanfaatkan
media pengajaran.
vi. Langkah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar di evaluasi sampai
sejauh mana tujuan pengajaran tercapai, yang sekaligus dapat dinilai sejauh mana pengaruh
media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan proses belajar siswa
Paling mutakhir, media komputer berbasis internet menjadi sumber belajar acuan yang
cukup digemari sekarang ini. Selain berfungsi sebagai sumber informasi melalui situs-situs yang
menyediakan beragam materi, internet adalah media diskusi ilmiah online. Dengan internet,
diskusi yang diadakan dapat berlangsung kapan saja dan oleh siapa saja yang tidak berada dalam
satu lokasi.
Sebelum memutuskan untuk memanfaatkan media dalam kegiatan pembelajaran di dalam
kelas, hendaknya guru melakukan seleksi terhadap media pembelajaran mana yang akan
digunakan untuk mendampingi dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya. Berikut ini
disajikan beberapa tips atau pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan guru dalam
melakukan seleksi terhadap media pembelajaran yang akan digunakan.
1. Menyesuaikan Jenis Media dengan Materi Kurikulum
Sewaktu akan memilih jenis media yang akan dikembangkan atau diadakan, maka yang
perlu diperhatikan adalah jenis materi pelajaran yang mana yang terdapat di dalam kurikulum
yang dinilai perlu ditunjang oleh media pembelajaran. Kemudian, dilakukan telaah tentang jenis
media apa yang dinilai tepat untuk menyajikan materi pelajaran yang dikehendaki tersebut.
Karena salah satu prinsip umum pemilihan/pemanfaatan media adalah bahwa tidak ada satu jenis
media yang cocok atau tepat untuk menyajikan semua materi pelajaran.
Sebagai contoh misalnya, pelajaran bahasa Inggris. Untuk kemampuan berbahasa
mendengarkan atau menyimak (listening skill), media yang lebih tepat digunakan adalah media
kaset audio. Sedangkan untuk kemampuan berbahasa menulis atau tata bahasa, maka media yang
lebih tepat digunakan adalah media cetak. Sedangkan untuk mengajarkan kepada peserta didik
tentang cara-cara menggunakan organs of speech untuk menuturkan kata atau kalimat
(pronunciation), maka media video akan lebih tepat digunakan.
Contoh lain untuk pelajaran Biologi. Untuk mengajarkan bagaimana terjadinya proses
peredaran darah atau pencernaan makanan di dalam tubuh manusia, maka media video dinilai
lebih tepat untuk menyajikannya. Dengan menggunakan teknik animasi, maka media video dapat
memperlihatkan atau memvisualisasikan proses yang tidak dapat dilihat dengan mata materi
pelajaran yang berkaitan dengan proses. Melalui visualisasi yang disajikan media video, maka
peserta didik akan lebih mudah memahami materi pelajaran tentang proses peredaran darah atau
pencernaan makanan di dalam tubuh manusia. Demikian juga halnya dalam menjelaskan profil
kehidupan binatang buas, maka media video merupakan jenis media yang lebih tepat untuk
menyajikannya.
2. Keterjangkauan dalam Pembiayaan
Dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga
mempertimbangkan ketersediaan anggaran yang ada. Kalau seandainya guru harus membuat
sendiri media pembelajaran, maka hendaknya dipikirkan apakah ada di antara sesama guru yang
mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan media pembelajaran yang
dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajagi berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk
pembuatan medianya jika harus dikontrakkan kepada orang lain. Namun sebelum dikontrakkan
kepada orang lain, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah media pembelajaran yang
dibutuhkan tersebut tidak tersedia di pasaran. Seandaianya tersedia di pasaran, apakah tidak lebih
cepat, mudah dan juga murah kalau langsung membelinya daripada mengkontrakkan
pembuatannya?
Pilihan lain adalah apabila kebutuhan media pembelajaran itu masih berjangka panjang
sehingga masih memungkinkan untuk mengirimkan guru mengikuti pelatihan pembuatan media
yang dikehendaki. Dalam kaitan ini, perlu dipertimbangkan mengenai besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengirimkan guru mengikuti pelatihan pengembangan media pembelajaran
yang dikehendaki. Selain itu, perlu juga dipikirkan apakah guru yang akan dikirimkan mengikuti
pelatihan tersebut masih mempunyai waktu memadai untuk mengembangkan media
pembelajaran yang dibutuhkan sekolah. Apakah fasilitas pemanfaatannya sudah tersedia di
sekolah? Kalau belum, berapa biaya pengadaan peralatannya dalam jumlah minimal misalnya.
3. Ketersediaan Perangkat Keras untuk Pemanfaatan Media Pembelajaran
Tidak ada gunanya merancang dan mengembangkan media secanggih apapun kalau tidak
didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di kelas. Apa artinya tersedia media
pembelajaran online apabila di sekolah tidak tersedia perangkat komputer dan fasilitas koneksi
ke internet yang juga didukung oleh Local Area Network (LAN).
Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana (seperti misalnya: media kaset audio)
untuk dirancang dan dikembangkan akan sangat bermanfaat karena peralatan/fasilitas
pemanfaatannya tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat. Selain itu, sumber
energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan media sederhana juga
cukup mudah yaitu hanya dengan menggunakan baterai kering. Dari segi ekspertis atau
keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana seperti media
kaset audio atau transparansi misalnya tidaklah terlalu sulit untuk mendapatkannya. Tidaklah
juga terlalu sulit untuk mempelajari cara-cara perancangan dan pengembangan media sederhana.
4. Ketersediaan Media Pembelajaran di Pasaran
Karena promosi dan peragaan yang sangat mengagumkan/mempesona atau menjanjikan
misalnya, sekolah langsung tertarik untuk membeli media pembelajaran yang ditawarkan.
Namun sebelum membeli media pembelajarannya (program), sekolah harus terlebih dahulu
membeli perangkat keras untuk pemanfaatannya. Setelah peralatan pemanfaatan media
pembelajarannya dibeli ternyata di antara guru tidak ada atau belum tahu bagaimana cara-cara
mengoperasikan peralatan pemanfaatan media pembelajaran yang akan diadakan tersebut. Di
samping itu, media pembelajarannya (program) sendiri ternyata sulit didapatkan di pasaran sebab
harus dipesan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu.
Kemudian, dapat saja terjadi bahwa media pembelajaran yang telah dipesan dan
dipelajari, kandungan materi pelajarannya sedikit sekali yang relevan dengan kebutuhan peserta
didik (sangat dangkal). Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa materi yang dikemas di dalam
media pembelajaran sangat cocok danmembantu mempermudah siswa memahami materi
pelajaran. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa media pembelajaran tersebut sulit
didapatkan di pasaran.

5. Kemudahan Memanfaatkan Media Pembelajara.


Aspek lain yang juga tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan dalam
pengembangan atau pengadaan media pembelajaran adalah kemudahan guru atau peserta didik
memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila media pembelajaran yang
dikembangkan sendiri atau yang dikontrakkan pembuatannya ternyata tidak mudah
dimanfaatkan, baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Media yang dikembangkan atau dibeli
tersebut hanya akan berfungsi sebagai pajangan saja di sekolah. Atau, dibutuhkan waktu yang
memadai untuk melatih guru tertentu sehingga terampil untuk mengoperasikan peralatan
pemanfaatan medianya
Permasalahan yang sering muncul berkenaan dengan penggunaan media pembelajaran,
yakni ketersediaan dan pemanfaatan. Ketersediaan media, masih sangat kurang sehingga
parapengajar menggunakan media secara minimal. Media yang sering digunakan adalah media
cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar, dan sebagainya), dan didukung
dengan alat bantu sederhana yang masih tetap digunakan seperti papan tulis/white board dan
kapur/spidol.
Sedangkan media audio dan visual (kaset audio, siaran TV/Radio, overhead
transparency,video/film,), dan media elektronik (komputer, internet) masih belum secara intensif
dimanfaatkan.
Masalah kedua, pemanfaatan media. Media cetak merupakan media yang paling sering
digunakan oleh pengajar, karena mudah untuk dikembangkan maupun dicari dari berbagai
sumber. Namun, kebanyakan media cetak sangat tergantung pada verbal symbols (kata-kata)
yang bersifat sangat abstrak, sehingga menuntut kemampuan abstraksi yang sangat tinggi dari
pebelajar, hal inilah yang dapat menyulitkan mereka. Karena itu dalam pemanfaatan media ini,
diperlukan kreativitas pengajar juga pertimbangan instruksional yang matang dari pengajar.
Kenyataan yang sering terlihat adalah, banyak pengajar menggunakan media pembelajaran
seadanya tanpa pertimbangan pembelajaran (instructional consideration), dan ada pula
pengajar yang menggunakan media canggih walaupun sesungguhnya tidak diperlukan dalam
pembelajaran.

4. PENGGUNAAN METODE
1. Metode Belajar Mengajar Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan secara
lisan oleh seseorang guru terhadap kelasnya. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan
urainnya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti gambar- gambar dan yang paling
utama adalah bahasa lisan.
Metode ceramah adalah metode mengajar yang sampai saat ini masih mendominasi atau
paling banyak di gunakan guru dalam dunia pendidikan.
2. Metode Belajar Mengajar Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab, terutama dari guru ke siswa dan begitu juga sebaliknya.
Metode ini banyak digunakan dalam proses belajar mengajar, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat maupun sekolah. Dan metode ini merupakan salah satu teknik mengajar yang dapat
membantu kekurangan- kekurangan pada metode ceramah, dikarenakan apabila suatu penjelasan
guru yang belum dimengerti, maka siswa/anak didik dapat langsung menanyakan pada guru.
3. Metode Belajar Mengajar Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar di mana guru
memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggung
jawabkan kepada guru. Dalam hal ini guru memberikan tugas pada murid untuk maju ke depan
kelas untuk medemonstrasikan apa yang diajarkan guru.
Dalam pendidikan agama sering digunakan metode ini terutama dalam hal yang bersifat
praktis, sehingga siswa mempunyai gambaran yang jelas tentang materi pelajaran yang telah
diterimanya.
4. Metode Belajar Mengajar Demostrasi/Praktek
Metode Demostrasi atau praktik adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan
untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu
kepada anak didik.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang
berhubungan dengan proses yang bersifat praktis, misalnya : Bagaimana cara yang benar dalam
melaksanakan ibadah sholat, baik cara memulai, mengerjakan maupun cara mengakhiri shalat
serta apa saja yang disunnahkan dan membatalkannya.
5. EVALUASI
Mengapa Guru Perlu Melakukan Evaluasi Proses Pengajaran
Guru adalah orang yang paling penting statusnya di dalam kegiatan belajar-mengajar
karena guru memegang tugas yang amat penting, yaitu mengatur dan mengemudikan bahtera
kehidupan kelas. Bagaimana kelas berlangsung merupakan hasil dari kerja guru.
Di dalam melaksanakan tugas yang penting menciptakan suasana kelas tersebut guru berupaya
sekuat tenaga agar kehidupan kelas dapat berjalan mulus. Siswa dapat belajar tanpa hambatan
dan dapat menguasai apa yang diajarkan oleh guru dengan nilai yang baik. Jika ternyata nilainya
tidak baik, guru tentu ingin menelusuri apa penyebab nilai yang tidak baik itu. Jika guru tidak
mengetahui apa dan bagaimana evaluasi proses pengajaran, ia tidak akan mampu melaksanakan
tugas penelusuran penyebab tidak baik. Agar ia mampu melakukan tugas dengan sempurna,
harus bersedia mempelajari evaluasi proses pengajaran.
Orang yang melakukan evaluasi (evaluator) dalam kegiatan proses pengajaran dapat berasal dari
dalam (yang ikut terlibat di dalam kegiatan), dan dapat pula orang dari luar (yang tidak ikut
terlibat dalam kegiatan), masing-masing evaluator mempunyai kelemahan.

a. Evaluator Dalam (Internal Evaluator)


sangat memahami seluk-beluk kegiatan, tetapi ada kemungkingan dapat dipengaruhi oleh
keinginan untuk dapat dikatakan bahwa prosesnya berhasil. Dengan kata lain, evaluator dalam
dapat diganggu oleh unsur subjektivitas. Jika hal itu terjadi, data yang terkumpul kurang benar
dan kurang akurat meskipun barang kali cukup lengkap.
b. Evaluator Luar (External Evaluator)
mungkin menjumpai kesulitan dalam memperoleh data yang lengkap karena ada hal-hal
yang disembunyikan oleh para pelaksana proses. Namun, karena evaluator tidak
berkepentingan akan nama baik proses/program, maka data yang terkumpul dapat lebih
objektif.
Sebagai pelaksana yang mengetahui betul apa yang terjadi di dalam proses belajar-
mengajar, guru berkepentingan atas kualitas pengajaran. Untuk memperbaiku proses pengajaran
yang akan dilaksanakan lain waktu, guru perlu mengetahui seberapa tinggi tingkat pencapaian
dari tugas-tugas yang telah dikerjakan setelah kurun waktu tertentu.

Objek atau Sasaran Evaluasi Proses Pengajaran


Sebelum mengenal sasaran evaluasi secara cermat, kita perlu memusatkan perhatian pada
aspek-aspek yang bersangkutan dengan kegiatan belajar-mengajar, yakni kita perlu mengenal
model transformasi proses pendidikan. Di dalam prosese transformasi, siswa yang baru masuk
mengikuti proses pendidikan dipandang sebagai bahan mentah yang akan diolah melaluui proses
pengajaran. Siswa yang baru masuk (input) ini memiliki karakteristik untuk kekhusussan sendiri-
sendiri, yang banyak mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Di samping itu ada masukan
lain yang juga berpengaruh. Yaitu, masukan Instrumental dan masukan lingkungan.dan siswa
yang sudah di transformasi di sebut bahan jadi atau dikenal dengan hasil atau keluaran (output).
Objek untuk sasaran evaluasi proses pengajaran adalah komponen-komponen sistem
pengajaran itu sendiri, baik yang berkenaan dengan masukan proses (input). Maupun dengan
keluaran (output), dengan semua dimensix.
Komponen masukan dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yakni:
1. Masukan Mentah (Raw input)
Yaitu para siswa penelitian terhadap masukan mentah yakni siswa sebagai objek belajar,
mencakup aspek-aspek berikut:
a. Kemampuan Siswa.
Penelitian terhadap kemampuan siswa idealnya menggunakan pengukuran Intelegensia
atau potensi yang dimilikinya. Namun, mengingat sulitnya hal itu, maka guru dapat melakukan
penilaian ini dengan mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang di
tunjukkannya, misalnya analisis terhadap hasil tes seleksi masuk, nilai STTB, Raport, hasil
Ulangan. Analisis kemampuan ini sangat bermanfaat bagi guru dalam menentukan strategi
pengajaran sesuai dengan kemampuan siswa.
b. Minat, Perhatian dan Motivasi Belajar Siswa.
Keberhasilan belajar siswa tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan yang
dimilikinya, tetapi juga di tentukan oleh minat, perhatian, dan motivasi belajarnya. Sering
ditemukan siswa yang mempunyai kemampuan yang tinggi gagal dalam belajarnya di sebabkan
oleh kurangnya minat, perhatian dan motivasinya. Minat, perhatian dan motivasi pada
hakikatnya merupakan usaha siswa dalam mencapai kebutuhan belajarnya. Berbagai alat
penilaiaan yang dapat di gunakan untuk menumbuhkan kesemuanya tadi adalah : pengamatan
terhadap kegiatan belajar siswa, wawancara kepada siswa, studi data pribadi siswa, kunjungan
rumah, dialog dengan orang tuanya dan lain sebagainya.
c. Kebiasaan Belajar Siswa.
Kebiasaan belajar baik dari segi cara belajar, waktu belajar, keteraturan belajar, suasana
belajar, dan lain-lain merupakan faktor penunjang keberhasilan belajar siswa. Kebiasaan belajar
yang salah harus di perbaiki dan di tinggalkan, dan guru mencoba mengembangkan kebiasaan
belajar baru yang lebih bermakna. Untuk memperoleh informasi mengenai kebiasaan belajar para
siswa, gguru dapat menggunakan teknik abservasi atau pengamatan terhadap cara belajar siswa,
misalnya cara membaca buku, mengerjakan tugas, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah,
cara diskusi.
d. Karateristik Siswa.
Karakteristik pribadi siswa berbeda satu sama lain, hal ini mempengaruhi siswa dalam
proses belajarnya. Sikap dan pendekatan guru dalam menghadapi siswa harus memperhitungkan
karakteristik tersebut. Untuk mengetahui karakteristik siswa, guru perlu mengamati tingkah laku
siswa dalam berbagai situasi, analisis, wawancara, dan memberikan kuisoner.
Aspek-aspek yang dikemukakan diatas minimal harus diketahui oleh guru agar ia dapat
menyatukan strategi pengajaran sesuai dengan kondisi pada siswa.

2. Masukan Alat (Instrumental Input)


Yakni unsur manusia dan non-manusia yang mempengaruhi terjadinya proses penilaian
terhadap masukan instrumental mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut:
a. Materi atau Kurikulum.
Kurikulum adalah program belajar untuk siswa, terdiri dari pengetahuan ilmiah,
pengalaman, dan kegiatan belajar anak yang telah disusun secara sistematis untuk mencapai
tujuan pendidikan. Penilaian terhadap kurikulum penting dilakukan oleh guru, penilaian tersebut
dapat dilakukan melalui kajian dan analisis GBPP bukan pedoman guru, buku pelajaran, dan
kemampuan guru itu sendiri (introspeksi) dalam melaksanakan kurikulum tersebut.
b. Guru atau Kemampuan Guru Mengajar.
Kemampuan guru mengajar merupakan dimensi paling utama untuk dilakukan penilaian
monitoring sendiri adalah oleh Kepala Sekolah. Dengan penilaian ini diharapkan ada usaha dari
guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengajaran.
c. Metode adalah Pendekatan dalam Mengajar.
Evaluasi terhadap metode mengajar merupakan kegiatan guru untuk meninjau kembali
tentang metode mengajar, pendekatan, atau strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru
dalam menyampaikan materi kurikulum kepada siswa.
d. Sarana : Alat Pelajaran adalah Media Pendidikan.
Sasaran evaluasi yang berkenaan dengan sarana pendidikan antara lain kelengkapannya,
ragam jenisnya, modelnya, kemudahannya untuk digunakan. Mudah dan sukarnya untuk
diperoleh, kecocokan dengan materi, jumlah evaluasinya dilakukan melalui observasi,
monitoring, wawasan dan lain-lain.
3. Masukan Lingkungan (Environmental Input)
Masukan lingkungan ini ada yang hadir disekitar proses belajar-mengajar, bukan
merupakan sesuatu yang terkait dengan dan berpengaruh langsung pada prestasi belajar.
Ada dua macam masukan lingkungan yaitu:

a. Lingkungan Manusia
Yang dapat digolongkan sebagai masukan lingkungan manusia bukan hanya kepala
sekolah, guru-guru, dan pegawai tata usaha di sekolah itu, tetapi siapa saja yang dengan sengaja
akan tidak berpengaruh terhadap tingkat hasil belajar siswa.

b. Lingkungan non-Manusia
Yaitu segala hal yang berada di lingkungan siswa, yang secara langsung tidak
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa misalnya suasana sekolah, halaman sekolah, keadaan
gedung, dan lain-lain.

Fungsi dan Tujuan Evaluasi Proses Pengajaran


Pada umumnya evaluasi terhadap proses pengajaran itu dilakukan sebagai bagian integral
dari pengajaran itu sendiri. Artinya evaluasi harus tidak terpisah dalam penyusunan dan
pelaksanaan pengajaran. Evaluasi proses pengajaran berfungsi untuk:

1. Mengetahui kemampuan dan perkembangan anak didik setelah mengetahui atau melakukan
kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
2. Mengetahui sampai dimana keberhasilan suatu metode sistem pengajaran yang dipergunakan.
3. Dengan mengetahui kekurangan serta keburukan yang diperoleh dari hasil dari evaluasi itu,
selanjutnya kita dapat berusaha untuk mencari perbaikan.

Sedangkan tujuan daripada evaluasi proses pengajaran itu sendiri adalah untuk
mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan
keberhasilan murid dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Disamping itu juga dapat
digunakan bagi guru-guru atau supervisor untuk mengukur atau menilai sampai dimana
keefektifan dan keefisiensian pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan belajar dan metode-
metode yang digunakan, sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan
pelaksanaannya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam kapasitasnya sebagai penglola kelas, seorang guru dituntut untuk bisa menjadikan
suasana kelas menjadi kondusif sehingga proses belajar mengajaran atau penyampaian
pengetahuan dari guru ke murid atau proses pertukaran ilmu dan pengetahuan diantara siswa
yang satu dengan yang lainnya bisa berjalan dengan baik.
Pendekatan kekeluargaan juga harus dilakukan agar Suatu gejala yang dianggap sebagai
masalah dapat diselesaikan dan dipecahkan. Karena proses itu bisa mempengaruhi proses belajar
yang lain atau sesuatu yang baru bisa terjadi bila tidak diatasi yang akan mengubah gejala
tingkah laku peserta didik, yang nantinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar.
Pada umumnya, seorang guru hanya melakukan metode ceramah saja. Namun agar siswa
ikut aktif dalam proses belajar harus dibagi beberapa metode. Misalnya metode Tanya jawab.
Juga agar peserta didik tidak merasakan kejenuhan atau bosan.
Setiap kegiatan belajar mengajar hendaknya guru senantiasa melakukan evaluasi atau
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.

Saran
Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran pendidik tidak hanya
berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga
berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan dari pengalaman
dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam, sehingga dengan pementapan
adanya tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan proses belajar
mengajar diharapkan guru dapat mengetahui tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan
diharapkan terjalinnya hubungan yang harmonis dengan para peserta didiknya sehingga harapan
tercapainya tujuan pendidikan bisa dengan mudah terwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, Anas. 2005, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press.

Purwanto, M. Ngalim. 1996, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung:


Remadja Karya CV.

Arikunto, Suharsimi. 2005, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Jakarta: Bumi
Aksara.

(1) http://suediguru.blogspot.com/2009/06/media-pembelajaran-alat-peraga-dan-alat.html
(2) http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/26/makalah-ilmu-pendidikan-tentang-
penggunaan-media-sumber-belajar-dalam-proses-belajar-mengajar/
(3) http://students.blog.unnes.ac.id/4n43k4/2009/05/06/penggunaan-media-sebagai-sumber-
belajar/
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek
Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

: http://kafeilmu.com/2012/02/beberapa-metode-belajar-mengajar.html#ixzz1s5Ushmrq
H. Emil Rosmali, SE. Tugas dan Peran Guru. http://www.alfurqon.or.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=58&Itemid=110

KOMITE SEKOLAH DAN DEWAN PENDIDIKAN


Konsep Dasar Komite Sekolah
Komite Sekolah merupakan nama baru pengganti Badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan (BP3). Secara substansial kedua istilah tersebut tidak begitu mengalami
perbedaan. Hal yang membedakan hanya terletak pada pengoptimalan peran serta
masyarakat dalam mendukung dan mewujudkan mutu pendidikan, keanggotaannya
serta pemilihan dan pembentukan kepengurusan.
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan
sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah. (Kepmendiknas nomor:
044/U/2002). Badan ini bersifat mandiri, tidak memiliki hubungan hirarkis dengan
sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya.
Komite Sekolah merupakan penyempurnaan dan perluasan badan kemitraan dan
komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Sampai tahun 1994 mitra sekolah
hanya terbatas dengan orang tua peserta didik dalam wadah yang disebut dengan
POMG (Persatuan Orang Tua dan Guru), tahun 1994 sampai pertengahan 2002
dengan perluasan peran menjadi BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan
Pendidikan) yang personilnya terdiri atas orang tua dan masyarakat luas yang
peduli terhadap pendidikan yang tidak hanya di sekitar sekolah.
Keanggotaan dalam komite sekolah terdiri atas tokoh masyarakat, dunia usaha/
industri/ asosiasi profesi/ organisasi profesi tenaga kependidikan, perwakilan dari
orangtua siswa yang disepakati, pakar pendidikan dan anggota masyarakat yang
mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan, unsur pemerintah
setempat, perwakilan siswa, perwakilan forum alumni.

Tujuan Pembentukan Komite Sekolah


Tujuan Pembentukan Komite Sekolah sebagai berikut.
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.

2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam


penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis


dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan
pendidikan (Kepmendiknas nomor : 044/U/2002)

Fungsi Komite Sekolah


Adapun fungsi Komite Sekolah, sebagai berikut.

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap


penyelenggaraan pendidikan yang bermutu

2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia


usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai


kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan


pendidikan mengenai :

Kebijakan dan program pendidikan

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)

Kriteria kinerja satuan pendidikan

Kriteria tenaga kependidikan

Kriteria fasilitas pendidikan,

Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan

5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna


mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan di
satuan pendidikan
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan .
(Kepmendiknas nomor : 044/U/2002)

Peranan Komite Sekolah


Adapun Peranan Komite Sekolah secara kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanan


kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran,


maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas


penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

4. Mediator (mediator agency) antara pemerintah (eksekutif) dengan


masyarakat di satuan pendidikan. (Kepmendiknas nomor : 044/U/2002)

Depdiknas dalam bukunya Partisipasi Masyarakat, menguraikan tujuh peranan


Komite Sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni :

1. membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar-


mengajar di sekolah baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan.

2. melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa. Membantu usaha


pemantapan sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak dini
(kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara,
kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan), keterampilan dan
kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolah raga, daya kreasi dan cipta,
serta apresiasi seni dan budaya.

3. mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu.

4. melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum,


baik intra maupun ekstrakurikuler dan pelaksanaan manajemen sekolah,
kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan.

5. memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah.

6. melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan


dan Belanja Sekolah (RAPBS).

7. meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu


(Depdiknas,2001:17).
Mengacu pada peranan Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan,
sudah barang tentu memerlukan dana. Dana dapat diperoleh melalui iuran anggota
sesuai kemampuan, sumbangan sukarela yang tidak mengikat, usaha lain yang
tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan pembentukan Komite Sekolah.

Hubungan Sekolah dengan Komite Sekolah


Sekolah bukanlah suatu lembaga yang terpisah dari masyarakat. Sekolah
merupakan lembaga yang bekerja dalam konteks sosial. Sekolah mengambil
siswanya dari masyarakat setempat, sehingga keberadaannya tergantung dari
dukungan sosial dan finansial masyarakat. Oleh karena itu, hubungan sekolah dan
masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam keseluruhan kerangka
penyelenggaraan pendidikan.
Adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dan masyarakat yang diwadahi
dalam organisasi Komite Sekolah, sudah barang tentu mampu mengoptimalkan
peran serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan,
dalam bentuk:

1. orang tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas pendidikan,


memberikan bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan
sekolah.

2. orang tua memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang


dimiliki anaknya

3. orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak. (Depdiknas,
2001:19)

Berkenaan dengan peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat, subtansi


pembinaannya harus diarahkan kepada meningkatkan kemampuan seluruh personil
sekolah dalam:

1. memupuk pengertian dan pengetahuan orang tua tentang pertumbuhan


pribadi anak.

2. memupuk pengertian orang tua tentang cara mendidik anak yang baik,
dengan harapan mereka mampu memberikan bimbingan yang tepat bagi
anak-anaknya dalam mengikuti pelajaran.

3. memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan


yang sedang dikembangkan di sekolah.

4. memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang hambatan-


hambatan yang dihadapi sekolah.

5. memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta


memajukan sekolah.
6. mengikutsertakan orang tua dan tokoh masyarakat dalam merencanakan dan
mengawasi program sekolah. (Depdiknas, 2001:20)

Konsep Dasar Dewan Pendidikan


Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan.
Dewan Pendidikan merupakan organisasi masyarakat pendidikan yang mempunyai
komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas pendidikan di
daerah. Dewan Pendidikan yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan
berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan
yang dibangun sesuai potensi daerah setempat. Oleh karena itu, Dewan Pendidikan
yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat di
daerah secara kolektif, Artinya, Dewan Pendidikan mengembangkan konsep yang
berorientasi kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan (power sharing
and advocacy model) dan kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada
peningkatan mutu pelayanan pendidikan di daerah.
Dewan Pendidikan memiliki nama generik yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan daerah. Ruang lingkupnya meliputi prasekolah, sekolah dan luar sekolah.

Tujuan Dewan Pendidikan


Dewan Pendidikan bertujuan untuk:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam


melahirkan kebijakan dan program pendidikan.

2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelengaraan pendidikan.

3. Menciptakan suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan


demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang
bermutu.

Peran Dewan Pendidikan


Keberadaan Dewan Pendidikan harus bertumpu pada landasan partisipasi
masyarakat dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di daerah.
Oleh karena itu, pembentukannya harus memperhatikan pembagian peran sesuai
posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang dijalankan Dewan Pendidikan
adalah sebagai berikut.

1. Pemberi pertimbangan (advisory body) dalam penentuan dan pelaksanaan


kebijakan pendidikan.

2. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran


maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.

4. Mediator (links) antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah (legislatif) dengan masyarakat.

Fungsi Dewan Pendidikan


Untuk menjalankan perannya itu, Dewan Pendidikan memiliki fungsi sebagai
berikut.

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap


penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi),


pemerintah dan DPRD berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai


kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah


daerah DPRD mengenai :

kebijakan dan program pendidikan;

kriteria kinerja daerah dalam bidang pendidikan;

kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan kepala satuan


pendidikan;

kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan.


6. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan
keluaran pendidikan.
Dengan mencermati peran dan fungsi tersebut, nampak bahwa keberadaan
Dewan Pendidikan itu sesungguhnya sangat strategis sebagai mitra Dinas
Pendidikan.

Anggota Dewan Pendidikan


Anggota Dewan Pendidikan terdiri atas unsur masyarakat dan unsur birokrasi.
Jumlah anggota keseluruhan maksimal 17 orang.
Unsur masyarakat:
LSM peduli pendidikan
Tokoh masyarakat
Tokoh pendidikan
Yayasan penyelenggara pendidikan
DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri)
Organisasi profesi tenaga kependidikan
Komite Sekolah
Unsur birokrasi:
Birokrasi dapat dilibatkan, maksimal 4-5 orang

Peran dan Fungsi Komite Sekolah


April 8, 2012 Binham Pendidikankomite sekolah, organisasi kemasyarakatan, pemberdayaan
masyarakat, pengawasan, sistem pendidikan nasional

5 Votes

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Sayangnya, ungkapan bijak tersebut sampai saat ini lebih banyak bersifat slogan dan masih jauh
dari harapan yang sebenarnya. Boleh di katakan tanggung jawab masing-masing masih belum
optimal, terutama peran serta masyarakat yang sampai saat ini masih di rasakan belum banyak di
berdayakan.

Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 54 di
kemukakan:

1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana,dan pengguna hasil


pendidikan.

Secara lebih spesifik, pada pasal 56 di sebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan
komite sekolah atau komite madrasah, yang berperan sebagai berikut:
1. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi
perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan
dan komite sekolah/madrasah.

2. Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri di bentuk dan berperan dalam peningkatan
mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan
tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi
dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis.

3. Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri di bentuk dan berperan dalam


peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.

Atas dasar untuk pemberdayaan masyarakat itulah, maka di gulirkan konsep komite sekol;ah
sebagaimana di kemukakan di atas. Berdasarkan Keputusan Mendiknas No.044/U/2000,
keberadaan komite sekolah berpean sebagai berikut:

1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan


pendidikan di satuan pendidikan.

2. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan.

3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas


penyelenggaraan dan keluaran pendidikan disatuan pendidikan.

4. Mediator antara pemerintah (eksklusif) dan dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat
membina kerja sama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan
menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah) mengandung makna sebagai manajemen partisipatif yang
melibatkan peran serta masyarakat sehingga semua kebijakan dan keputusan yang di ambil
adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencaai keberhasilan bersama
(Hasbullah,2006:91-93). Dengan demikian, prinsip kemandirian dalam MBS adalah kemandirian
dalam nuansa kebersamaan. Hal ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang di sebut
sebagai total quality management, melalui suatu mekanisme yang di kenal dengan konsepsi total
football dengan menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada satu
tujuan,yaitu peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan pengembangan masyarakat
(Hamzah,2007:93).

Sementara itu, komite sekolah juga berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut:

1. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan


pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan upaya kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan.


pendidikan yang di ajukan oeh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan


mengenai:

1. Kebijakan dan program pendidikan.

2. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS).

3. Kriteria kinerja satuan pendidikan.

4. Kriteria tenaga pendidikan.

5. Kriteria fasilitas pendidikan.

6. Hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan.

5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpatisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaaan penyelenggaraan pendidikan di


satuan pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijkan, program,penyelenggaraan, dan


keluaran pendidikan di satuan pendidikan (Hasbullah,2006:93-94)

Daftar Pustaka

Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT.Grafindo

Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT.Bumi Aksara.

anyak pertanyaan yang timbul disetiap sekolah dan lembaga pendidikan akan keterkaitan antara
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, berikut di paparkan mengapa Dewan Pendidikan Serta
Komite Sekolah dibentuk:

LATAR BELAKANG

Tujuan dikeluarkannya Undang Undang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1999 adalah
untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada Daerah dan
masyarakat sehingga memberi peluang kepada Daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur
dan melaksanakan kewenangannya atas prakasa sendin sesuai dengan kepentingan masyarakat
setempat dan potensi setiap daerah.

Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan masyarakat yang memadai. Sebagat langkah


alternatif dalam mengupayakan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini adalah
dengan menumbuhkan keberpihakan yang bermutu, mulai dari pimpinan negara, sampai aparat
yang paling rendah. termasuk masyarakat yang bergerak dalam sektor swasta dan industri.

Keberpihakan konkret itu perlu disalurkan secara politis menjadi suatu gerakan bersama
(collective action) yang diwadahi Dewan Pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan
komite Sekolah ditingkat satuan pendidikan.

SIFAT

Dewan Pendidikan merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan
hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan
Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya
mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.

TUJUAN

Tujuan dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan


kebijakan dan program pendidikan di Propinsi atau daerah setempat

2. Menigkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan.

3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalarm


penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di daerah kabupaten/kota dan
satuan pendidikan.

PERAN

Peran yang dijalankan Dewan Pendidikan adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai
pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan. Di samping itu juga Dewan Pendidikan berperan sebagai pengontrol dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, serta sebagai mediator
antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) dengan
masyarakat.
FUNGSI

Untuk menJalankan perannya itu, Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah memiliki fungsi
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu. Badan itu juga melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik
perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia industri, pemerintah, dan DPRD berkenan
dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan
menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan
oleh masyarakat.

Di samping itu, fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah memberikan masukan,
pertimbangan dan rekomendasi kepada pernerintah daerah/DPPD dan kepada satuan pendidikan
mengenai kebijakan dan program pendidikan; kriteria kinerja daerah dalam bidang pendidikan,
kriteria tanaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan kepala satuan pendidikan; kriteria
fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

Terakhir fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah mendorong orang tua dan
masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

KEANGGOTAAN

Anggota Dewan Pendidikan terdiri atas unsur masyarakat dan dapat ditambah dengan unsur
birokrasi/legislatif. Unsur masyarakat dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
bidang pendidikan; tokoh masyarakat (Ulama, budayawan, pemuka adat, dll); anggota
masyarakat yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan atau yang dijadikan
figur di daerah: tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu
pendidikan; yayasan penyelenggara pendidikan (sekolah, luar sekolah, madrasah, pesantren);
dunia usaha/industri/asosiasi profesi (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); organisasi
profesi tenaga kependidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain); dan perwakilan dari Komite

Sekolah yang disepakati. Unsur birokrasi. misalnya dari unsur dinas pendidikan setempat dan
dan unsur legislatif yang membidangi pendidikan, dapat diiibatkan sebagai anggota Dewan
Pendidikan maksimal 4-5 orang. Jumlah anggota Dewan Pendidikan berjumlah 25 orang dan
jumlahnya harus gasal Syarat-syarat, hak dan kewajiban, serta masa bakti keanggotaan Dewan
Pendidikan ditetapkan di dalam AD/ART.

KEPENGURUSAN

Pengurus Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang
sekurang-kurangnya terdiri alas seorang ketua, sekretaris, bendahara. Apabila dipandang perlu,
kepengurusan dapat dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan. Selain itu dapat
pula diangkat petugas khusus yang menangani administrasi.
Pengurus dewan dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua Dewan
Pendidikan bukan berasal dari unsur pemerintahan daerah dan DPRD dan ketua Komite Sekolah
bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa bakti
kepengurusan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART

PEMBENTUKAN

Pembentukan Dewan Pendidikan den Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa Kornite Sekolah harus
dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan
panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi
calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan
dilakukan secara akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknva menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan. Dilakukan secara
demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan annggota dan pengurus dilakukan dengan
musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu permilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan
melalui pemungutan suara.

Pembentukan Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia
pesiapan yang dibentuk, oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh masyarakat. Panitia
persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi
pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, pemerhati
pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri),
dan orang tua peserta didik.

Berdasarkan dari proses pembentukan dari Dewan Pendidikan Dan Komite sekolah di atas,
timbulah beberapa pertanyaan yang berkenaan kepada keduanya, yaitu:

1. Nama lembaga yang disebutkan dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) adalah Dewan Sekolah dan Komite Sekolah. Mengapa nama
itu menjadi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Kepmen 004/U/2002 dan bahkan
dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional?
Memang benar. Nama Dewan Sekolah dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Peopenas) diubah menjadi Dewan Pendidikan dalam Kepmendiknas
044/U/2002 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
terkandung maksud agar cakupannya menjadi luas, bukan hanya jalur pendidikan sekolah tetapi
juga pendidikan luar sekolah. Adapun nama Komite Sekolah masih tetap digunakan, meskipun
tidak menutup kemungkinan berlaku untuk satuan pendidikan luar sekolah. Perlu ditegaskan
disini, bahwa nama Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dikenal sebagai nama generik, yakni
nama yang bersifat umum, yang dalam praktik sehari-hari di lapangan, nama lembaga dapat
menggunakan nama lain, berdasarkan kesepakatan rapat pengurus Dewan Pendidikan. Itulah
sebabnya, maka Komite Sekolah di Propinsi Jawa Barat disebut "Dewan Sekolah".
2. Apakah boleh sekolah menggunakan nama Majelis Sekolah untuk Komite Sekolah ?
Boleh-boleh saja. Madrasah-madrasah di bawah pembinaan Departemen Agama menggunakan
nama Majelis Sekolah atau Majelis Madrasah. Komite Sekolah di daerah Jawa Barat diberi nama
Dewan Sekolah. Sekali lagi, Komite Sekolah adalah nama generik yang dapat disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah atau sekolah. Ibarat nama air mineral sebagai nama
generik, maka dapat diberi nama sesuai dengan merek perusahaan yang memproduksi air mineral
itu.
3. Bagaimana dengan kedudukan Majelis Sekolah pada semua SMK sekarang ini? Apakah
Majelis Sekolah Kejuruan tersebut masih dapat diteruskan?
Dapat saja. Sebagaimana kita ketahui nama Komite Sekolah pada hakikatnya adalah nama
generik. Nama itu dapat disebut apa saja sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Nama itu
dapat saja sebagai Komite Sekolah. Dewan Sekolah, atau Majelis Sekolah, atau nama lainnya,
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Perbedaan yang menonjol antara Komite Sekolah
dengan Majelis Sekolah Kejuruan, karena ada unsur kunci yang utama dalam Majelis Sekolah
Kejuruan, yakni perusahaan atau dunia usia dan dunia industri, yang salah satu tugasnya adalah
sebagai assessor atau penguji, atau lembaga yang akan melaksanakan sertifikasi lulusan. Dalam
konteks ini, jika semua SMK telah memiliki majelis Sekolah Menengah Kejuruan, yang
keanggotaannya telah memenuhi kriteria dalam pedoman itu, peran dan fungsinya relatif sama
dengan Majelis Sekolah Menengah Kejuruan dapat saja disepakati menjadi nama untuk Komite
Sekolah di SMK Kejuruan.
4. Bagaimana kedudukan, peran, dan fungsi Komite Kabupaten dan Komite Sekolah Pola
Jaringan Pengaman Ssosial (JPS), setelah terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 atau
setelah terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional?
Komite Kabupaten dan Komite Sekolah Pola JPS adalah badan ad-hoc yang dibentuk untuk
kepentingan pelaksanaan proyek, seperti proyek JPS, rehabilitasi gedung, dana bantuan
operasional (DBO), dsb. Badan ini secara otomatis akan bubar dengan sendirinya jika proyek itu
berakhir. Badan tersebut berbeda dengan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan
Komite Sekolah berdasarkan Kepmendiknas ini, karena badan ini bersifat tetap dan mandiri yang
mempunyai tugas jauh lebih luas dibandingkan dengan Komite Kabupaten dan Komite Sekolah
Pola JPS tersebut.
5. Apakah perbedaan peran antara Dewan Pendidikan dengan DPRD Komisi Pendidikan?
Tabel berikut dapat digunakan untuk membendakan peran Dewan Pendidikan dan DPRD
(Komisi Pendidikan)
6. Pelaksanaan peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sekarang ini masih
amat variatif. Ada Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang sering disebut hanya sebagai
stempel dan sebaliknya yang memerankan diri sebagai eksekutor? Apakah maksudnya, dan
bagaimana sebaiknya?
Pendirian Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah disambut positif oleh sebagian besar
masyarakat dengan harapan yang tinggi. Namun demikian, pada tahun-tahun pertama harapan
yang tinggi itu ternyata banyak yang pupus. Pelaksanaan peran dan fungsi Dewan Pendidikan
dan Komite sekolah sangat variatif. Ada yang masih melanjutkan peran dan fungsi BP3 sebagai
stempel kepala sekolah. Artinya, Komite Sekolah seperti ini hanya mengekor kepala sekolah,
tidak memiliki ide dan peran apa-apa. Program kepala sekolah itulah yang menjadi program
Komite Sekolah. Sebaliknya ada Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah yang benar-benar
ditakuti oleh dinas pendidikan atau kepala sekolah. Kedudukan sebagai kepala dinas atau kepala
sekolah sering menjadi incaran Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah, jika dalam
melaksanakan tugasnya menyeleweng. Jika kepala dinas pendidikan diindikasikan menyeleweng,
maka Dewan Pendidikan ini tidak segan-segan lagi mengajukan rekomendasi kepada bupati atau
walikota agar bupati atau walikota mengganti kepala dinas itu. Atau jika kepala sekolah
diindikasi telah melakukan penyimpangan, Komite Sekolah tidak segan-segan mengajukan
rekomendasi kepada kepala dinas untuk mengganti kepala sekolah itu. Peran moderat Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah bukan sebagai stempel dan juga bukan sebagai eksekutor,
melainkan empat peran utama: (1) pemberi pertimbangan, (2) pendukung, (3) pengawas, dan (4)
mediator.
7. Ada dilema independensi tentang kedudukan dan peran Dewan Pendidikan dengan pemerintah
di samping kedudukan dan peran Komite Sekolah dengan kepala sekolah. Apa yang dimaksud
dan bagaimana mengatasinya?
Dinyatakan secara tegas bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan lembaga
mandiri atau yang bersifat independen dari pengaruh Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah.
Namun demikian, independensi kedudukan dan peran tersebut menjadi terganggu karena salah
satu sumber anggaran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah mungkin dapat dianggarkan
dalam RAPBD. Dengan tersedianya anggaran dalam RAPBD tersebut, seakan-akan Dewan
Pendidikan menjadi lembaga birokrasi yang berada di bawah bupati atau walikota, bahkan di
bawah kepala dinas pendidikan. Padahal, penyediaan anggaran Dewan Pendidikan dalam
RAPBD tidak berarti harus mengorbankan indepensi dalam kedudukan dan peran Dewan
Pendidikan, karena anggaran itu bukan dari bupati atau walikota, tetapi sesungguhnya dari uang
rakyat.
8. Apakah DP atau KS dapat berperan sebagai developer atau pemborong proyek?
Tidak boleh, karena Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak memiliki peran sebagai
pelaksana proyek. Untuk melaksanakan proyek dengan sistem swakelola tersebut, Dewan
Pendidikan atau Komite Sekolah harus membentuk kepanitian yang akan melaksanakan tugas
tersebut. Panitia inilah yang akan melaksanakan, bukan Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah.
Panitia inilah yang akan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya kepada Dewan Pendidikan
atau Komite Sekolah.
9. Bagaimana kedudukan BP3 setelah terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, sementara
Komite Sekolah terbentuk?
Secara tersurat, berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 kedudukan BP3 secara otomatis
bubar. Namun demikian, selama Komite Sekolah belum dibentuk, sesuai dengan konsep
Manajemen Berbasis Sekolah, kepada BP3 untuk melaksanakan peran dan fungsi sebagaimana
biasa, dan secara berangsur-angsur badan ini dapat dikembangkan menjadi Komite Sekolah
dengan mengacu kepada Kepmendiknas Nomor 044/U/2002.
10. Mana yang harus dibentuk terlebih dahulu, Dewan Pendidikan (DP) atau Komite Sekolah
(KS)? Apakah tidak sebaiknya KS, karena KS termasuk dalam keanggotaan DP?
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa antara DP dan KS tidak memiliki hubungan hierarkis.
Selain itu, DP bukanlah gabungan dari KS, yang setiap KS harus memiliki keterwakilan di DP.
Jika ada KS yang telah dibentuk, pengurus KS dapat dimasukkan ke dalam keanggotaan DP.
Oleh karena itu, pembentukan DP tidak harus menunggu pembentukan semua KS.
11. Kalau ada kabupaten/kota atau sekolah yang telah membentuk Dewan Pendidikan atau
Komite Sekolah sebelum terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, apakah badan tersebut
harus dibubarkan dahulu dan kemudian membentuk badan baru lagi?
Sama sekali tidak perlu dibubarkan. Seperti yang terjadi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)
Kota Malang, sekolah itu telah membentuk badan yang dinamakan Dewan Sekolah. Badan ini
tetap eksis, dan kalau dipandang perlu dapat saja menyesuaikan diri secara berangsur-angsur
dengan ketentuan yang termaktub dalam Kepmendiknas. Komite Sekolah yang belum
sepenuhnya sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dapat melakukan perluasan peran,
fungsi, dan keanggotaan, sehingga akhirnya badan tersebut selaras dengan Kepmendiknas.
12. Bagaimana status BP3 setelah terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002?
Dengan terbitnya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah, maka secara yuridis formal Kepmendikbud Nomor 0293/U/1993 tentang Badan
Pembantu. Penyelenggara Pendidikan tidak berlaku lagi (Pasal 3).
13. Siapa yang harus memprakarsai pembentukan Komite Sekolah?
Anggota BP3 yang aktif pada umumnya akan dilibatkan oleh kepala sekolah dalam
Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tersebut bahwa kepala satuan pendidikan dan atau
masyarakat membentuk panitia persiapan dalam rangka pembentukan Komite Sekolah. Dalam
hal ini, anggota BP3 dapat mewakili kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam pembentukan
Komite Sekolah.
14. Bagaimana sesungguhnya mekanisme pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah?
Tujuh langkah mekanisme pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ini telah
dijelaskan dalam buku Pedoman Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dan buku Acuan
Operasional dan Indikator Kinerja Dewan Pendidikan, serta buku Acuan Operasional dan
Indikator Kinerja Komite Sekolah.
15. Apa rasional adanya persayaratan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
untuk penyaluran dana block grant dari pusat?
Pembentukan Komite Sekolah sebagai persyaratan penerimaan dana bantuan block grant dari
pemerintah pusat memang diberlakukan dengan beberapa pertimbangan dan tujuan. Pertama,
agar pengelolaan block grant memperoleh akuntabilitas publik, karena komite sekolah adalah
merupakan representasi masyarakat. Dari kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dana
rehabilitasi gedung yang disalurkan melalui komite sekolah secara swakelola jauh lebih baik
dibandingkan jika dilaksanakan dengan sistem kontraktual. Kedua, dengan adanya persyaratan
tersebut, proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diharapkan menjadi lebih
cepat. Namun demikian, proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah jangan
sampai terjadi hanya secara formalistis. Aturan main dalam mekanisme pembentukan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah harus diikuti.
16. Apakah penyaluran dana tersebut akan terus menggunakan persyaratan adanya komite
sekolah?
Ya. Penyaluran dana bantuan dari pusat akan terus menggunakan persyaratan terbentuknya
komite sekolah. Sudah barang tentu, bukan hanya asalan, karena akan menerima dana bantuan.
Komite sekolah yang dibentuk tidak melalui mekanisme yang sesuai dengan prinsip demokratis,
transparan, dan akuntabel akan menjadi komite sekolah yang tidak memiliki wibawa.
17. Apakah keuntungan adanya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bagi pemerintah?
Pada hakikatnya keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah amat membantu
pemerintah, karena Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah akan menentukan arah dan kebijakan
pendidikan, memberikan saran dan masukan. Sehingga pihak pemberi layanan pendidikan
mempunyai mitra untuk diajak kerjasama.
18. Apakah dengan adanya Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 bukan berarti telah mengurangi
semangat otonomi daerah, karena merupakan campur tangan pemerintah pusat terhadap hak dan
kewenangan daerah, ataukan memang Kepmendiknas itu justru merupakan satu bentuk
resentraliasasi?
Bukan. Sama sekali bukan bermaksud untuk mengurangi semangat otonomi. Kepmendiknas itu
memberikan acuan atau pedoman, bukan sebagai petunjuk yang harus diikuti. Daerah dan
sekolah telah diberikan keleluasan seluas-luasnya untuk berimprovisasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi dan latar belakang daerah dan sekolahnya masing-masing. Buku pegangan ini
pun kurang lebih juga mengandung makna yang sama, yakni sebagi acuan dan pedoman, justru
menjadi bahan yang dapat dikembangkan oleh masing-masing daerah, buku pedoman ini lebih
menjadi bahan perbandingan dan bahan pelajaran. Daerah dan sekolah sama sekali tidak dilarang
untuk dapat menciptakan dan mengembangkan model yang lebih baik lagi dibandingkan dengan
beberapa contoh dalam buku pegangan ini.
19. Mengapa terjadi opini masyarakat bahwa pembentukan Komite Sekolah dipandang sebagai
penyebab naiknya biaya pendidikan? Apakah memang demikian?
Opini tersebut terbentuk karena pelaksanaan peran Komite Sekolah belum optimal, terutama
karena Komite Sekolah masih berperan sebagai stempel saja. Akibatnya, kebutuhan anggaran
yang diajukan oleh kepala sekolah kepada kepada Komite Sekolah diterima apa adanya, dan
kemudian diteruskan kepada orangtua siswa dan masyarakat. Akibatnya, masyarakat menjadi
berteriak karena biaya pendidikan yang harus ditanggungnya menjadi lebih tinggi. Seyogyanya
hal ini tidak terjadi, apabila Komite Sekolah dapat menerapkan konsep subsidi silang. Jika
konsep ini dilaksanakan, maka orangtua yang mampu diberikan kesempatan yang luas untuk
memberikan bantuan untuk orangtua yang tidak mampu. Jika konsep ini dapat diterapkan, Insya-
Allah opini negatif tersebut tidak akan terjadi.
20. Apakah dampak negatif yang ditimbulkan jika pembentukan DP dan KS dijadikan sebagai
persyaratan untuk memperoleh BLOCK GRANT?
Jika pembentukan DP dan KS digunakan sebagai persyaratan untuk memperoleh block grant,
maka pada umumnya akan terjadi penyimpangan dalam proses pembentukan DP dan KS. Proses
pembentukan DP dan KS hanya akan menjadi proforma belaka. Tujuh langkah dalam
pembentukan DP dan KS sama sekali tidak dilakukan. Main tunjuk dan main dekat dilakukan
dengan tujuan agar DP dan KS segera terbentuk, dan kalau sudah dibentuk maka akan diperoleh
block grant yang dijanjikan. Memang, persyaratan tersebut dapat mendorong pembentukan DP
dan KS secara lebih massal. Artinya, banyak kabupaten/kota segera dapat membentuk DP, dan
banyak sekolah yang segera dapat membentuk KS. Tetapi proses massal ini menjadi tidak baik,
karena proses pembentukannya tidak melalui langkah-langkah yang demokratis, transparan, dan
akuntabel.
21. Apakah Dewan Pendidikan dapat membentuk Koordinator Komite Sekolah Tingkat
Kecamatan?
Dalam struktur organisasi sebagaimana dicontohkan dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002,
tidak ada yang namanya Koordinator Komite Sekolah Kecamatan. Demikian pula dalam Pasal
56 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang secara garis besar
menyebutkan adanya Dewan Pendidikan pada tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan
Komite Sekolah. Namun demikian, jika karena alasan kondisi geografis yang amat luas, serta
alasan lain yang dimungkinkan, serta jika dikehendaki demikian oleh Komite Sekolah di daerah
tersebut, maka pembentukan Koordinator Komite Sekolah tingkat kecamatan dapat saja
diadakan.
22. Bagaimana jika SK Komite Sekolah diterbitkan oleh Dewan Pendidikan?
Dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
disebutkan bahwa untuk pertama kalinya Kepala Sekolah dapat menerbitkan SK Komite
Sekolah. Dengan demikian, untuk selanjutnya ketentuan tentang hal tersebut harus tertuang
dalam AD dan ART. Ini berarti bahwa apakah SK pembentukan Komite Sekolah akan diterbitkan
oleh Dewan Pendidikan atau dengan cara lain, semua itu amat tergantung kepada ketentuan
dalam AD dan ART Komite Sekolah yang bersangkutan.
23. Bagaimana jika penetapan DP dan KS berdasarkan Akta Pendirian dari Notaris?
Beberapa daerah kabupaten/kota ada yang tidak terlalu happy jika proses pembentukan DP-nya
ditetapkan berdasarkan SK Bupati/Walikota. Ada juga beberapa Komite Sekolah yang merasakan
hal yang sama, jika pembentukan KS-nya ditetapkan berdasarkan SK Kepala Sekolah, meski
untuk pertama kalinya. Hal demikian mungkin terkait dengan prinsip kemandirian organisasi ini.
Mereka menghendaki SK pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat ditetapkan
berdasarkan Akta Notaris. Ketentuan mengenai hal tersebut sudah barang tentu dapat dilakukan,
asal ditetapkan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga DP dan KS.
24. Apakah Pasal 56 dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 nanti akan dijabarkan lebih lanjut ke
dalam PP?
Ya, sudah pasti, karena dalam Pasal 56 (4) dinyatakan bahwa Ketentuan mengenai pembentukan
dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Berkenaan dengan hal itu, maka
semua banyak pertanyaan dan jawaban dalam buku ini nanti secara legal formal akan dijelaskan
di dalam PP tersebut. Buku tanya jawab ini diterbitkan sebagai panduan sementara untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sebelum PP yang mengatur tentang masalah tersebut
diterbitkan.
25. Jika DP dan KS tidak dapat disebut sebagai lembaga birokrasi baru, maka apakah DP dan
KS perlu ketentuan yang mengatur tentang kepengurusan, keanggotaan, dan bahkan AD dan
ART?
Ya, sudah tentu. Organisasi DP dan KS justru memerlukan satu ketentuan yang mengatur tentang
kepengurusan, keanggotaan, peran dan fungsinya, serta ketentuan lain yang diatur di dalam AD
dan ART. Berbeda dengan instansi birokrasi dalam pemerintahan, semua itu telah diatur dalam
ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
26. Mengapa perlu ada bendahara dalam struktur Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
Apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang juga akan berkecimpung dalam urusan
keuangan?
Salah satu peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah menggalang dana masyarakat
dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di kabupaten/kota dan satuan
pendidikan. Oleh karena itu, maka badan ini perlu mempunyai petugas yang mengurus keuangan
yang telah berhasil digalang dari masyarakat. Petugas inilah yang disebut Bendahara. Selain itu,
pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah khususnya bendahara harus membuat
pertanggungjawaban penggunaan dana masyarakat tersebut.
27. Apakah guru dapat dipilih menjadi bendahara Komite Sekolah?
Dapat Namun, jangan guru yang telah bertugas sebagai bendahara rutin sekolah, karena seorang
tidak dapat memegang dua jabatan yang sama (misalnya bendahara rutin dan bendahara Komite
Sekolah). Berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Ketua Komite Sekolah harus dijabat
oleh dari wakil masyarakat, bukan dari unsur birokrasi, jadi bukan kepala sekolah atau guru.
28. Apakah Pegawai Negeri Sipil (PNS), seperti guru, dosen, pegawai di kantor pemerintah,
dsb. Dapat dipilih menjadi Ketua Komite Sekolah?
Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 adalah menyatakan bahwa kepala satuan pendidikan
tidak dapat menjadi ketua Komite Sekolah. Selain itu, guru PNS secara tegas dinyatakan dapat
menjadi anggota Komite Sekolah, asal bukan ketua. Lebih dari itu dijelaskan mengenai
ketentuan tentang ketua Dewan Pendidikan dinyatakan bahwa unsur birokrasi dan DPRD tidak
dapat menjadi ketua Dewan Pendidikan. Sehubungan dengan ketentuan tersebut, dalam
Kepmendiknas tidak secara eksplisit disebutkan bahwa PNS seperti guru atau dosen dapat
dipilih sebagai ketua Komite Sekolah. Yang secara tegas dinyatakan adalah unsur birokrasi dan
DPRD. Sementara itu, apakah guru dapat dikategorikan sebagai unsur birokrasi masih kurang
begitu jelas, karena birokrasi menunjuk kepada jabatan dalam struktur pemerintahan, seperti
kepala dinas, dsb. Jadi, apakah PNS, khususnya guru, dapat dipilih menjadi ketua Komite
Sekolah, pertimbangannya lebih bersifat kondisional, atau bersifat perkecualian, misalnya jika di
daerah terpencil tidak ada lagi elemen masyarakat yang dapat dipilih menjadi ketua Komite
Sekolah. Termasuk dalam hal ini, jika Gubernur pada suatu provinsi yang telah memilih seorang
Rektor Perguruan Tinggi untuk menjadi Ketua Dewan Pendidikan Provinsi yang bersangkutan.
Yang paling prinsip kemudian adalah agar proses pemilihan ketua dan pengurus DP dan KS
harus benar-benar dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan akuntabel.
29. Apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat mengangkat petugas sekretariat?
Dapat. Kalau memerlukan, ketentuan tentang pengangkatan petugas sekretariat harus
dicantumkan di dalam AD dan ART, sehingga kebijakan tentang pengangkatan petugas
sekretariat bukan hanya kehendak Ketua, melainkan kehendak seluruuh anggota.
30. Apakah ketua dan anggota Komite Sekolah dapat dijabat oleh seorang yang masih aktif
sebagai ketua dan anggota suatu partai politik?
Dalam Kepmendiknas hal tersebut tidak diatur secara rinci. Namun, secara prinsip, pemilihan
pengurus dan anggota Komite Sekolah harus dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan
akuntabel. Untuk dapat melaksanakan prinsip tersebut, maka Panitia Persiapan harus benar-benar
melaksanakan 7 (tujuh) langkah mekanisme pembentukan Komite Sekolah.
31. Apakah ketua dan anggota Komite Sekolah dapat dijabat oleh seorang yang masih aktif
sebagai ketua dan anggota suatu partai politik?
Dalam Kepmendiknas hal tersebut tidak diatur secara rinci. Namun, secara prinsip, pemilihan
pengurus dan anggota Komite Sekolah harus dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan
akuntabel. Untuk dapat melaksanakan prinsip tersebut, maka Panitia Persiapan harus benar-benar
melaksanakan 7 (tujuh) langkah mekanisme pembentukan Komite Sekolah.
Apabila mekanisme tersebut telah dilaksanakan dengan benar, siapapun yang akan terpilih
menjadi ketua Komite Sekolah sebenarnya tidak perlu dipersoalkan lagi. Yang lebih penting
adalah apakah pengurus dan anggota komite sekolah tersebut dapat melaksanakan program
kerjanya secara produktif. Kalau tidak, pengurus komite sekolah dapat diganti melalui
musyawarah anggota.
32. Apakah anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus berkedudukan di wilayah
yang bersangkutan?
Tidak. Anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak harus berkedudukan di wilayah
yang bersangkutan. Sebagai missal, para perantau Minang dapat menjadi anggota Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah di daerah Sumatera Barat.
33. Tentang keterwakilan masyarakat dalam keanggotaan Komite Sekolah. Apa dasar dan
rasional untuk menentukan jumlah anggota yang representative dari masing-masing unsur
masyarakat?
Untuk anggota Komite Sekolah, unsur orangtua atau wali siswa sudah barang tentu akan
memiliki keterwakilan yang mestinya lebih banyak, dengan pertimbangan karena untuk
kepentingan anak-anaknya. Sudah barang tentu, keterwakilan pengurus dan anggota Komite
Sekolah, tidak hanya ditentukan oleh jumlah yang harus diwakili. Namun perlu diperhitungkan
juga segi kepeduliannya terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan.
34. Mengapa harus ada AD/ART dalam pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
AD dan ART sebenarnya diperlukan bukan hanya untuk organisasi yang bersifat badan usaha
saja. Organisasi apa pun sebenarnya memerlukan pedoman dan aturan main dalam
penyelenggaraan roda organisasinya, termasuk badan seperti Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah. Anggaran Dasar (AD) adalah pedoman atau aturan main yang bersifat umum atau garis
besar, sedang Anggaran Rumah Tangga (ART) adalah pedoman dan atau merupakan penjabaran
dari Anggaran Dasar, Istilah untuk pedoman atau aturan main itu pun tidak harus menggunakan
istilah AD dan ART. Board of Education di Canada, sebagai misal menggunakan istilah
constitution atau konstitusi.
35. Siapa yang menyusun AD dan ART?
Yang menyusun AD dan ART dapat saja dilakukan oleh Panitia Persiapan atau Pengurus dan
Anggota Komite Sekolah yang telah dibentuk. Hal ini amat tergantung pada apa saja tugas yang
diberikan kepada Panitia Persiapan. Bisa saja tugas Panitia Persiapan itu tidak hanya sampai
kepada proses pembentukan Komite Sekolah, tetapi sampai dengan menyusun AD dan ART-nya.
Yang jelas, proses penyusunan AD dan ART akan menjadi ajang diskusi yang cukup hangat di
antara anggota Panitia Persiapan atau Pengurus dan Anggota Komite Sekolah.
36. Berapa masa jabatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
Masa jabatan pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditentukan dalam AD dan ART.
Masa jabatan itu sama sekali tidak harus sama dengan masa jabatan BP3. Hal ini tergantung
kepada hasil kesepakatan dalam rapat penyusunan AD dan ART. Dengan kata lain, AD dan ART
disusun dan ditetapkan oleh, dari, dan untuk masyarakat atau stakeholder pendidikan.
37. Bagaimana keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan dalam BPP?
Ada tidaknya keberadaan BPK (badan pemeriksa keuangan) juga ditemukan dalam AD dan ART-
nya. Sekali lagi hal itu amat tergantung dalam AD dan ART Komite Sekolah. Besar kecilnya
komposisi organisasi Komite Sekolah ditentukan oleh besar kecilnya beban kerja yang akan
dipikul bersama. Jumlah anggota Komite Sekolah 9 orang adalah jumlah minimal. Selain itu,
Komite Sekolah dapat dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berada dalam satu
kompleks, atau beberapa sekolah yang didirikan oleh lembaga penyelenggara pendidikan.
Dengan demikian, komposisi dan keanggotaannya dapat bervariasi tergantung pada kondisi dan
kebutuhan sekolah yang bersangkutan.
38. Pada masa berlakunya BP3, kepala sekolah berkedudukan sebagai pembina BP3. Apakah
hal ini juga berlaku pada Komite Sekolah?
Sekolah dan Komite Sekolah mempunyai hubungan sebagai patner, dan tidak memiliki
hubungan hierarkis dan instruktif. Hubungan kerjanya adalah koordinatif. Antara keduanya tidak
mempunyai hubungan hierarkhis. Dengan demikian, kepala sekolah tidak lagi dapat disebut
sebagai pembina, penasihat, atau pun namanya.
39. Mengapa semangat kerelawanan atau voluntir bagi pengurus Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah amat diperlukan?
Pertama, organisasi ini merupakan organisasi yang mandiri. Kalau perlu ketua dan pengurus
dalam organisasi ini bersifat pengabdian, bukan untuk mencari kehidupan. Kedua, jika motivasi
untuk menjadi ketua atau pengurus tidak dilatarbelakangi oleh adanya motivasi pengabdian,
maka kepengurusan DP dan KS dipandang sebagai obyek yang diproyekkan.
40. Mengapa di beberapa daerah terjadi adanya pengurus tandingan DP?
Terjadinya pengurus tandingan DP dan KS di beberapa daerah tidak ada lain kecuali disebabkan
oleh proses pembentukan DP dan KS yang tidak melalui tujuh langkah yang telah ditetapkan.
41. Bagaimana jika ketua DP dirangkap oleh Kepala Dinas atau ketua KS dirangkap oleh
Kasek?
Tidak bisa. Mengapa? Karena Ketua DP diharapkan menjadi partner / mitra bagi Kepala Dinas,
dan Ketua KS menjadi mitra bagi Kepala Sekolah. Jika dalam kasus yang amat khusus di daerah
tersebut tidak ada tokoh yang diharapkan untuk menjadi ketua dan pengurus DP dan KS, maka
hal itu hanya merupakan perkecualian belaka.
42. Bagaimana jika ada DP belum memiliki AD dan ART?
Setiap organisasi harus memiliki AD dan ART. Oleh karena itu, jika ada DP dan KS yang belum
memiliki AD dan ART agar segera menyusun konsepnya berdasarkan contoh yang ada, dan
kemudian membahasnya dalam rapat pleno pengurus DP dan KS. AD dan ART tersebut segera
disepakati oleh semua pengurus dan anggotanya.
43. Ibarat bayi yang baru lahir yang memerlukan susu untuk pertumbuhan dan
perkembangannya, dari mana anggaran yang diperlukan untuk membangun Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah yang sesuai dengan harapan masyarakat?
Minimal ada tiga sumber anggaran yang mungkin dapat diperoleh Dewan Pendidikan. Pertama,
dana subsidi sebagai stimulan dari pemerintah pusat (Departemen Pendidikan Nasional). Sebagai
subsidi stimulan, maka dana ini tidak terlalu besar untuk mendorong Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah yang baru dibentuk segera dapat menjalankan roda organisasinya. Dengan dana
yang sedikit ini, diharapkan agar Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah agar dapat
melaksanakan program dan kegiatan operasionalnya. Untuk melaksanakan program dan kegiatan
operasional ini, Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah menyusun
buku Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Dewan Pendidikan dan Acuan Operasional dan
Indikator Kinerja Komite Sekolah. Kedua, dana dari APBD diharapkan akan menjadi dana
pendukung untuk meningkatkan kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Ketiga, dana
dari masyarakat dunia usaha dan dunia industri. Untuk menggalang dana dari masyarakat dunia
usaha dan dunia industri, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah pasti harus dapat
menyusun program yang inovatif. Sebagai contoh, Dewan Pendidikan Kota Batam memiliki satu
program inovatif yang diberi nama SABAS (Siap Aktif Bantu Sekolah).
44. Bagaimana penggunaan keuangan dalam Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah? Apakah
sama dengan penggunaan keuangan dalam BP 3?
Semua bentuk penggunaan keuangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sepenuhnya
ditemukan dalam AD dan ART atau kesepakatan rapat pleno anggota. Penggunaan keuangan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sama sekali tidak harus sama dengan prosentase
penggunaan keuangan pada BP 3. Dari mana uang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
berasal, dan untuk apa uang itu digunakan perlu dibuatkan rambu-rambu dalam AD dan ART.
Penggunaan keuangan itu dilaporkan secara tertulis dalam rapat pleno anggota. Pendek kata,
prinsip transparansi dan akuntabilitas harus dapat diterapkan oleh Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
45. Apakah anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berhak mendapat gaji (atau
kontraprestasi)?
Secara umum, pengurus dan anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan tenaga
voluntir atau sukarela, jadi sebenarnya tidak memperoleh gaji. Namun demikian, anggota Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah dapat saja memperoleh biaya untuk perjalanan atau biaya lain,
jika hal tersebut diatur dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).
46. Apakah DP dan KS perlu memiliki kantor dan fasilitas kantor sendiri?
Perlu sekali. Untuk tahap awal berdirinya, mungkin kantor tersebut memang belum dipandang
perlu. Namun, jika DP dan KS ini telah dapat menjalankan roda organisasi, maka fasilitas kantor
dan peralatannya menjadi semakin perlu. Jika pada tahap awal Dinas Pendidikan telah dapat
menyediakan ruang kantor, atau kepala sekolah dapat menyediakan satu ruang kantor untuk KS,
maka hal itu sudah cukup memadai. Alangkah baiknya memang jika kantor tersebut dapat
disediakan oleh pemerintahdaerah kabupaten/kota.

Peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah


Selasa, 04 Mei 2010 | By Dr. MULYADI, M.Pd.

Oleh Mulyadi, M.Pd.

Guru SLTPN 22 Samarinda Pemerhati Pendidikan dan Moral Anak (PPMA)

Dimuat Harian Kaltim Post Bagian Opini tgl 17 , 18 Pebruari 2004

Dalam era reformasi dan otonomi daerah masyarakat diharapkan lebih


meningkatkan partisipasinya dalam berbagai bidang salah satu diantaranya adalah
bidang pendidikan. Perubahan sistim pemerintahan dari sentralisasi ke
desentralisasi saat ini membuka peluang masyarakat secara luas untuk dapat
meningkatkan peran sertanya dalam pengelolaan pendidikan. Hal ini dapat di
salurkan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diharapkan dapat memacu


usaha dalam pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal
ini selaras dengan konsepsi partisipasi berbasis masyarakat (community-based
participation) dan manajemen berbasis sekolah (school-based management) yang
kini tidak hanya sebagai wacana, tetapi telah mulai diimplementasikan.

Berdasarkan prinsip desentralisasi pendidikan, sekolah mendapat kewenangan


untuk merencanakan, menyusun, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi
program yang telah dibuat secara demokratis. Di samping itu sekolah juga
memperoleh kewenangan untuk mengelola sarana dan prasarana yang tersedia,
mengelola SDM yang dimiliki, serta melibatkan kepedulian stakeholder dalam
pelaksanaan pendidikan.

Berdasarkan menejemen berbasis sekolah (school-based management) pembuatan


perencanaan sampai evaluasi program semestinya melibatkan komponen yang ada
di sekolah. Dengan melibatkan warga sekolah diharapkan dapat tercipta team work
yang kompak sehingga secara cermat keberhasilan dan kelemahan program yang
telah dibuat dapat dideteksi. Sayangnya, sedikit sekolah yang melibatkan warganya
dalam membuat program sampai ke evaluasi. Akibatnya, langkah-langkah yang
dilakukan oleh pimpinan sekolah tidak sampai pada sasaran.

Otonom yang diberikan kepada sekolah, diharapkan dapat mendongkrak kualitas


pendidikan yang sekarang lagi merosot. Namun, realitasnya sekolah di kaltim pada
umumnya belum dapat mandiri dalam mengelola dan menyelenggarakan
pendidikan. Kebanyakan pemimpin sekolah masih menunggu petunjuk birokrat yang
berada di atas, kurang dapat memberdayakan potensi yang ada di sekolah. Tentu
tindakan tersebut sangat bertentangan dengan model pengelolaan sekolah yang
bernuansa manajemen berbasis sekolah (school-based management).

Peran aktif dari masyarakat dalam memajukan pendidikan sangat penting. Peran
aktif masyarakat ini merupakan bentuk demokrasi berkeadilan yang bermakna,
artinya masyarakat tidak hanya mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu namun masyarakat juga berkewajiban untuk ikut serta dalam
menyediakan dana pengadaan, pengembangan, pemeliharaan sarana dan
prasarana pendidikan serta peran dalam memberikan sumbangan berupa pikiran
sesuai keahlian yang diperlukan untuk penyusunan program. Aspirasi dan kontribusi
dari masyarakat ini pada di tingkat kabupaten/kota dapat disalurkan melalui Dewan
Pendidikan, sedangkan pada tingkat sekolah melalui Komite Sekolah.

Tujuan dibentuknya Dewan Pendidikan ini memang untuk mewadahi aspirasi


masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan. Di samping itu
juga untuk meningkatkan tanggung jawab dan peran aktif seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, menciptakan suasana dan kondisi
transparan, serta demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan
yang bermutu. Melalui Dewan Pendidikan ini diharapkan peran aktif masyarakat
dapat diorganisir dan disalurkan secara baik bukan berjuang secara individual
seperti sekarang ini.
Dewan Pendidikan memiliki peran memberi pertimbangan (advisory body) dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan, pendukung (supporting agency)
baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan, pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi,
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, mediator antara
pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) dengan
masyarakat.

Berdasarkan tujuan dan perannya, Dewan Pendidikan memiliki peran yang strategis
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sekarang ini yang menjadi permasalahan
adalah pemikiran, pertimbangan, saran, dan kontrol yang telah dilakukan kurang
mendapatkan respon atau hanya dianggap sebagai pelengkap saja oleh pengambil
kebijakan. Apalagi tidak adanya sanksi tegas untuk eksekutif maupun birokrat jika
tidak menjalankan saran dari Dewan Pendidikan. Akhirnya saran dan pertimbangan
hanyalah sebagai dokumen di atas meja bagi pengambil kebijakan pendidikan di
pemkab/pemkot. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kibijakan yang di ambil oleh
stake holder pendidikan kurang memihak pada masyarakat.

Permasalahan lain yang muncul adalah bahwa Dewan Pendidikan dianggap belum
menjalankan peran dan fungsinya secara maksimal. Masih lemahnya peran dan
fungsi Dewan Pendidikan mungkin karena Dewan Pendidikan merupakan lembaga
baru atau karena sebab lain misalnya keanggotaan dan kualitas sumber daya
manusianya masih kurang memadai. Akibatnya banyak persoalan pendidikan
dewasa ini yang belum dicermati bahkan belum tersentuh oleh Dewan Pendidikan.
Pada hal masyarakat sangat menaruh harapan yang besar terhadap lembaga ini
agar dapat memperbaiki kualitas pendidikan yang rendah. Berkaitan dengan hal
tersebut sering muncul pertanyaan sanggupkah Dewan Pendidikan menjalankan
peran dan fungsinya secara benar? Hal ini tentunya memerlukan proses dan kerja
keras para anggota Dewan Pendidikan serta dukungan dari berbagai komponen
masyarakat untuk mewujudkan.

Di samping Dewan Pendidikan, dalam satuan pendidikan atau (sekolah) juga


terdapat Komite Sekolah. Lembaga ini adalah badan mandiri yang mewadahi peran
serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Komite Sekolah
merupakan implementasi dari SK Mendiknas Nomor 044/U/2002 yang merupakan
lembaga non profit dan non politis. Lembaga ini dibentuk berdasarkan musyawarah
yang demokratis oleh para stake-holder pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap
peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.

Mengingat Komite Sekolah merupakan lembaga non profit maka sebagai


konsekuensinya para anggota tidak menjadikan lembaga ini hanya sebagai lahan
untuk pengumpul dana dan mencari kehidupan (penghasilan). Para anggota harus
sadar bahwa Komite Sekolah merupakan tempat untuk mengabdi dan berkarya
dalam memajukan pendidikan. Sangat ironis jika ada beberapa sekolah mengeluh
karena sebagian dananya habis untuk gaji anggota Komite Sekolah. Tujuan dirikan
Komite Sekolah sudah jelas untuk mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program
pendidikan di satuan pendidikan (sekolah), meningkatkan tanggung jawab dan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, menciptakan suasana
dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan
pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat.
Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari komponen-
komponen sebagai berikut perwakilan orang tua/wali, tokoh masyarakat, anggota
masyarakat yang mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan,
pejabat pemerintah setempat, dunia usaha/industri pakar pendidikan yang
mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan, organisasi profesi tenaga
pendidikan, perwakilan siswa, serta perwakilan forum alumni /SMU SD/SLTP /SMK
yang telah dewasa dan mandiri.

Melihat komposisi keanggotaan Komite Sekolah sangat komprehensip terdiri dari


berbagai komponen masyarakat, sekarang tinggal bagaimana lembaga ini dalam
menjalankan fungsi dan peranya dalam memajukan pendidikan. Ironisnya anggota
Komite Sekolah yang berasal dari dewan guru kadang kurang respons terhadap
permasalahan yang di hadapi oleh guru itu sendiri maupun sekolah. Hal ini
disebabkan keanggotaanya dalam Komite Sekolah bukan karena ditunjuk dewan
guru tetapi ditunjuk oleh pimpinan sekolah karena yang bersangkutan menduduki
jabatan sebagai wakil kepala sekolah.

Peran yang dijalankan Komite Sekolah tidak jauh berbeda dengan Dewan
Pendidikan. Perbedaanya hanya terletak pada ruang lingkup atau cakupan. Komite
Sekolah lingkupnya lebih kecil yaitu di satuan pendidikan (sekolah). Peran Komite
Sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), pendukung
(supporting agency), pengontrol (controlling agency), mediator antara pemerintah
(eksekutif) dengan masyarakat pada lingkup satuan pendidikan (sekolah).

Permasalahaan yang muncul atas peran Komite Sekolah saat ini lebih kompleks
karena bersentuhan langsung dengan penyelenggaraan pendidikan di tingkat
sekolah. Warga sekolah sangat menaruh harapan yang besar terhadap peran dan
fungsi lembaga ini disisi lain mereka meragukan kinerjanya, sebab sejak berdirinya
satu tahun yang lalu lembaga ini belum dapat merubah dan mewarnai
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Pada suatu hari penulis mendengar celetukan seorang sahabat Komite Sekolah
nama cukup keren, kerjamu banyak rintangan dan meragukan Dalam ucapan
sahabat tersebut tersirat suatu harapan dan sikap pesimis atas kinerja Komite
Sekolah. Oleh karena itu, tidaklah mengheran jika sering muncul pertanyaan apakah
Komite Sekolah sekarang ini telah melaksanakan perannya atau sebaliknya hanya
sebagai penghias dan pengukuhan kebijakan yang dibuat oleh pimpinan sekolah
seperti yang dialami BP3 dulu.

Kedua pertanyaan tersebut sama-sama memiliki dampak terhadap kualitas


pendidikan selanjutnya. Pertama, jika Komite Sekolah hanya sebagai pengukuhan
kebijakan pimpinan di sekolah maka nasip pendidikan akan semakin terpuruk,
masyarakat (orang tua siswa), dan warga sekolah akan menjadi korban tindakan ini.
Namun sebaliknya, jika komite menjalankan peran dan fungsinya sebagai mana
aturan maka kita masih mempunyai harapan, kualitas pendidikan akan semakin
baik. Untuk membangkitkan agar Komite Sekolah berperan tentunya perlu dorongan
dari berbagai pihak, agar lembaga yang dibentuk secara demokratis ini berperan
dan berfungsi secara maksimal dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
bukan sebagai lembaga yang mengekor dan dikendalikan oleh pimpinan sekolah.

Langkah pertama yang harus segera dijalankan oleh Komite Sekolah adalah
menyerap aspirasi dari masyarakat (orang tua) dan seluruh warga sekolah untuk
mengidentifikasi permasalahan dan kemauan dalam memajukan sekolah. Di
samping itu juga masalah menejemen dan transparansi keuangan, ini merupakan
masalah pokok yang mendesak untuk dibenahi. Transparansi penggunaan finansial
merupakan masalah yang sering memicu terjadinya ketidakadilan dan
ketidakompakan yang menjurus pada permusuhan antar warga sekolah. Hal ini
perlu segera ditindak lanjuti mengingat problem yang ada disekolah akan
berdampak pada kualitas pendidikan
Empat Belas Prinsip Pembelajaran
Kurikulum 2013
Posted on August 22, 2013 by admin in PEMBELAJARAN, TOPIK UTAMA with 9 Comments

Pelaksanaan pembelajaran pada pelaksanaan kurikulum 2013 memiliki karakteristik yang


berbeda dari pelaksanaan kurikulum 2006. Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi yang
diharapkan terdapat maka dipeloleh 14 prinsip utama pembelajaran yang perlu guru terapkan.

Ada pun 14 prinsip itu adalah:

1. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu; pembelajaran mendorong siswa
menjadi pembelajar aktif, pada awal pembelajaran guru tidak berusaha untuk meberitahu
siswa karena itu materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk final. Pada awal
pembelajaran guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu fenomena atau
fakta lalu mereka merumuskan ketidaktahuannya dalam bentuk pertanyaan. Jika biasanya
kegiatan pembelajaran dimulai dengan penyampaian informasi dari guru sebagai sumber
belajar, maka dalam pelaksanaan kurikulum 2013 kegiatan inti dimulai dengan siswa
mengamati fenomena atau fakta tertentu. Oleh karena itu guru selalu memulai dengan
menyajikan alat bantu pembelajaran untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa dan
dengan alat bantu itu guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya.

2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber; pembelajaran berbasis sistem lingkungan. Dalam kegiatan pembelajaran
membuka peluang kepada siswa sumber belajar seperti informasi dari buku siswa,
internet, koran, majalah, referensi dari perpustakaan yang telah disiapkan. Pada metode
proyek, pemecahan masalah, atau inkuiri siswa dapat memanfaatkan sumber belajar di
luar kelas. Dianjurkan pula untuk materi tertentu siswa memanfaatkan sumber belajar di
sekitar lingkungan masyarakat. Tentu dengan pendekatan ini pembelajaran tidak cukup
dengan pelaksanaan tatap muka dalam kelas.

3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan


pendekatan ilmiah; pergeseran ini membuat guru tidak hanya menggunakan sumber
belajar tertulis sebagai satu-satunya sumber belajar siswa dan hasil belajar siswa hanya
dalam bentuk teks. Hasil belajar dapat diperluas dalam bentuk teks, disain program, mind
maping, gambar, diagram, tabel, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mempraktikan
sesuatu yang dapat dilihat dari lisannya, tulisannya, geraknya, atau karyanya.
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar, tetapi dari aktivitas dalam proses
belajar. Yang dikembangkan dan dinilai adalah sikap, pengetahuan, dan keterampilannya.

5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; mata pelajaran dalam


pelaksanaan kurikulum 2013 menjadi komponen sistem yang terpadu. Semua materi
pelajaran perlu diletakkan dalam sistem yang terpadu untuk menghasilkan kompetensi
lulusan. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran bersama-sama, menentukan
karya siswa bersama-sama, serta menentukan karya utama pada tiap mata pelajaran
bersama-sama, agar beban belajar siswa dapat diatur sehingga tugas yang banyak,
aktivitas yang banyak, serta penggunaan waktu yang banyak tidak menjadi beban belajar
berlebih yang kontraproduktif terhadap perkembangan siswa.

6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran


dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; di sini siswa belajar menerima
kebenaran tidak tunggul. Siswa melihat awan yang sama di sebuah kabupaten. Mereka
akan melihatnya dari tempatnya berpijak. Jika ada sejumlah siswa yang melukiskan awan
pada jam yang sama dari tempat yangberjauhan, mereka akan melukiskannya berbeda-
beda, semua benar tentang awan itu, benar menjadi beragam.

7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; pada waktu lalu


pembelajaran berlangsung ceramah. Segala sesuatu diungkapkan dalam bentuk lisan
guru, fakta disajikan dalam bentuk informasi verbal, sekarang siswa harus lihat faktanya,
gambarnya, videonya, diagaramnya, teksnya yang membuat siswa melihat, meraba,
merasa dengan panca indranya. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar, namun
dengan menggunakan panca indra lainnya.

8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan


keterampilan mental (softskills); hasil belajar pada rapot tidak hanya melaporkan angka
dalam bentuk pengetahuannya, tetapi menyajikan informasi menyangku perkembangan
sikapnya dan keterampilannya. Keterampilan yang dimaksud bisa keterampilan
membacan, menulis, berbicara, mendengar yang mencerminkan keterampilan
berpikirnya. Keterampilan bisa juga dalam bentuk aktivitas dalam menghasilkan karya,
sampai pada keterampilan berkomunikasi yang santun, keterampilan menghargai
pendapat dan yang lainnya.

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan siswa


sebagai pembelajar sepanjang hayat; ini memerlukan guru untuk mengembangkan
pembiasaan sejak dini untuk melaksanakan norma yang baik sesuai dengan budaya
masyarakat setempat, dalam ruang lingkup yang lebih luas siswa perlu mengembangkan
kecakapan berpikir, bertindak, berbudi sebagai bangsa, bahkan memiliki kemampuan
untuk menyesusaikan dengan dengan kebutuhan beradaptasi pada lingkungan global.
Kebiasaan membaca, menulis, menggunakan teknologi, bicara yang santun merupakan
aktivitas yang tidak hanya diperlukan dalam budaya lokal, namun bermanfaat untuk
berkompetisi dalam ruang lingkup global.
10. 10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
di sini guru perlu menempatkan diri sebagai fasilitator yang dapat menjadi teladan,
meberi contoh bagaimana hidup selalu belajar, hidup patuh menjalankan agama dan
prilaku baik lain. Guru di depan jadi teladan, di tengah siswa menjadi teman belajar, di
belakang selalu mendorong semangat siswa tumbuh mengembangkan pontensi dirinya
secara optimal.

11. Pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; karena itu


pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang lebih banyak dan
memanfaatkan ruang dan waktu secara integratif. Pembelajaran tidak hanya
memanfaatkan waktu dalam kelas.

12. Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
siswa, dan di mana saja adalah kelas. Prinsip ini menadakan bahwa ruang belajar siswa
tidak hanya dibatasi dengan dinding ruang kelas. Sekolah dan lingkungan sekitar adalah
kelas besar untuk siswa belajar. Lingkungan sekolah sebagai ruang belajar yang sangat
ideal untuk mengembangkan kompetensi siswa. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya
dapat mengembangkan sistem yang terbuka.

13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (tIK) untuk meningkatkan


efisiensi dan efektivitas pembelajaran; di sini sekolah perlu meningkatkan daya guru
dan siswa untuk memanfaatkan TIK. Jika guru belum memiliki kapasitas yang mumpuni
siswa dapat belajar dari siapa pun. Yang paling penting mereka harus dapat menguasai
TIK sebabab mendapatkan pelajaran dengan dukungan TIK atau tidak siswa tetap akan
menghadapi tantangan dalam hidupnya menjadi pengguna TIK. Jika sekolah tidak
memfasilitasi pasti daya kompetisi siswa akan jomplang daripada siswa yang memeroleh
pelajaran menggunakannya.

14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa; cita-cita,
latar belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara pandang, cara belajar,
cara berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu pembelajaran harus melihat
perbedaan itu sebagai kekayaan yang potensial dan indah jika dikembangkan menjadi
kesatuan yang memiliki unsur keragaman. Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi,
dan biarkan siswa tumbuh menurut potensinya masing-masing dalam kolobarasi
kelompoknya.

Demikian materi tentang prinsip pembelajaran yang disarikan dari materi pelatihan implementasi
kurikulum 2013.

Hampir satu tahun Kurikulum SMA/SMA 2013 diterapkan di sekolah-sekolah menengah


(SMA/MA) yang ditunjuk. Pada umumnya sekolah-sekolah eks RSBI. Para peserta didik yang
menggunakan kurikulum baru itu dua bulan lagi akan naik ke satu jenjang kelas yang lebih
tinggi, menjadi kelas XI SMA/MA. Dan, menurut informasi, pada tahun ajaran 2014/2015 semua
sekolah harus menerapkan kurikulum baru untuk kelas X maupun XI. Hal ini pun menuai
reaksi dan masalah yang tersendiri, tentang matrikulasi pokok-pokok materi, pendekatan, metode
dan strategi pembelajaran, dan yang jelas sistem penilaian. Kurikulum lama menggunakan
rentang nilai 1-100, sedang kurikulum baru menggunakan rentang 1-4. Bagaimana konversinya?
Rapot (LHBS) kelas X menggunakan kurikulum lama, tetapi nanti akan menggunakan kurikulum
baru. Desakan untuk share pengalaman tentang pelaksanaan kurikulum baru dari teman-teman di
MGMP pun muncul. Pada tulisan ini hanya akan mengantarkan (memperkenalkan) tentang
pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum baru. Setelah hampir
genap satu tahun, secara pribadi saya belum pernah mengajarkan mata pelajaran yang saya ampu
dengan kurikulum baru. Pengetahuan dan pengalaman saya dengan kurikulum baru hanya
terbatas dari media online yang saya baca, bahan-bahan yang dipinjamkan dari teman yang
mengikuti diklat, atau pembicaraan di forum MGMP. Berdasarkan sumber-sumber yang saya
peroleh, tampaknya tak ada hal baru dari segi pokok materi (bahan ajar). Yang baru justru pada
pendekatan, metode, dan strategi pembelajarannya. Dari beberapa teman yang telah mengikuti
diklat kurikulum, pendekatan baru itu disebut sebagai pendekatan saintifik atau pendekatan
ilmiah, yaitu: (1) melakukan pengamatan atau observasi terhadap gejala, (2) menanya, (3)
mengeksperimenkan atau mengeksplorasi, (4) melakukan asosiasi, dan akhirnya (5)
mengomunikasikan, yang dalam berbagai sosialisasi kurikulum baru ini disebut 5-M, atau
inquiry/discovery base learning dan project base learning sehingga memenuhi 14 prinsip
pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam standar proses, yaitu dari peserta didik
diberitahu menuju peserta didik mencari-tahu, dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar
menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar, dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai
penguatan penggunaan pendekatan ilmiah, dari pembelajaran berbasis konten menuju
pembelajaran berbasis kompetensi, dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu, dari
pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang
kebenarannya multi dimensi, dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif,
meningkatan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental
(softskills), pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
sebagai pembelajar sepanjang hayat, pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; pembelajaran yang
menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja
adalah kelas, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran; dan pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya
peserta didik. Pendekatan demikiansesungguhnya serupa, atau tidak jauh berbeda, dengan yang
ada pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, seperti CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) pada
Kurikulum 1984, pendidikan keterampilan proses pada Kurikulum 1994, maupun pembelajaran
berbasis kompetensi pada Kurikulum 2004 yang kemudian disempurnakan pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006. Subtstansi dari pembelajaran tersebut adalah
tidak lagi berorientasi pada guru (sebagaimana Kurikulum 1973), melainkan berorientasi kepada
peserta didik. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar, melainkansebagai fasilitator,
motivator, dan perancang pembelajaran. Sumber iibelajar dapat berupa apa saja, di mana dan
darimana saja (aneka sumber belajar), dari sumber-sumber on line, buku, majalah, dan berbagai
dokumen tertulis, audio, bahan-bahan audio-visual, termasuk sumber-sumber belajar yang
langsung dari masyarakat. Selanjutnya, jika dalam kurikulum sebelumnya guru diwajibkan untuk
menyisipkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, dan mencantumkannya dalam
silabus serta rencana pembelajaran,dalam kurikulum baru ini tidak perlu lagi. Hal yang semacam
dengan pendidikan karakter sudah pada KI di setiap mata pelajaran, yaitu menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya (KI-1), dan menghayati dan mengamalkan perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun,
responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia (KI-2). Kemampuan atau
kompetensi ideal (KI-1 dan KI-2) tersebut, diharapkan dapat tercapai setelah guru
membelajarkan para peserta didiknya dengan bahan ajar sesuai dengan disiplin ilmu atau mata
pelajarannya dan menjadikan peserta didiknya mampu memahami, menerapkan, menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin-tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah (KI-3), dan mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan (KI-4). Ideal memang.
Pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran sangat memahami karakteristik dari setiap
peserta didik. Namun, konsistensi program pendidikan dari persiapan, pelaksanaan, dan
assesment perlu dipertanyakan. Jika tetap saja Ujian Nasional menjadi salah satu assesment
dengan model seperti yang sekarang ini, saya pesimis guru-guru akan melaksanakan pendekatan,
metode, dan strategi sebagaimana diharapkan oleh kurikulum baru. Dengan adanya UN
sebagaimana sekarang, guru-guru akan membelajarkan mata pelajaran yang diampunya
berorientasi UN. Guru-guru akan membelajarkan siswa-siswanya dengan berbasis materi
daripada kompetensi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agsasman3yk/14-prinsip-pembelajaran-menurut-
kurikulum-2013-akan-konsistenkah_54f77c6fa33311d56d8b4567

4 Prinsip Pokok Pembelajaran Abad ke-21


Posted on 1 Oktober 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 19 Komentar

4 Prinsip Pokok Pembelajaran Abad ke-21

Jika Anda sempat menelaah isi buku PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD XXI
yang diterbitkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) atau membaca isi Pemendikbud
No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, Anda akan menemukan sejumlah prinsip
pembelajaran sebagai acuan dasar berpikir dan bertindak guru dalam mengembangkan proses
pembelajaran.

BNSP merumuskan 16 prinsip pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan abad
ke-21. Sedangkan Pemendikbud No. 65 tahun 2013 mengemukakan 14 prinsip pembelajaran,
terkait dengan implementasi Kurikulum 2013. Sementara itu, Jennifer Nichols
menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip, yaitu: (1) instruction should be student-centered; (2)
education should be collaborative; (3) learning should have context; dan (4) schools should be
integrated with society.

Keempat prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 yang digagas Jennifer Nichols tersebut
dapat dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut ini:

1. Instruction should be student-centered

Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat


pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan
minat dan potensi yang dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan
menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan
dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil
diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.

Pembelajaran berpusat pada siswa bukan berarti guru menyerahkan kontrol belajar kepada siswa
sepenuhnya. Intervensi guru masih tetap diperlukan. Guru berperan sebagai fasilitator yang
berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki siswa
dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Memberi kesempatan siswa untuk belajar sesuai
dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab
atas proses belajar yang dilakukannya. Selain itu, guru juga berperan sebagai pembimbing, yang
berupaya membantu siswa ketika menemukan kesulitan dalam proses mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya.

2. Education should be collaborative

Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan
orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali
informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-
teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana
menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
Begitu juga, sekolah (termasuk di dalamnya guru) seyogyanya dapat bekerja sama dengan
lembaga pendidikan (guru) lainnya di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan
penglaman tentang praktik dan metode pembelajaran yang telah dikembangkannya. Kemudian,
mereka bersedia melakukan perubahan metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.

3. Learning should have context

Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di
luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung
dengan dunia nyata (real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan
keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata.

4. Schools should be integrated with society

Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah
seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya,
mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan
melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai
pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan,
lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti
asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.

Dengan kekuatan teknologi dan internet, siswa saat ini bisa berbuat lebih banyak lagi. Ruang
gerak sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat
menjangkau lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu
siswa menjadi warga digital yang bertanggung jawab.

Sumber:

Dikembangkan dari: Jennifer Nichols (2013). 4 Essential of 21st Century Learning

Refleksi:

Untuk menterjemahkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas ke dalam praktik tentu bukan hal
yang mudah. Tetapi itulah tantangan nyata dunia pendidikan kita saat ini, yang suka atau tidak
suka kita harus sanggup menghadapinya. Kita tidak menginginkan putera-puteri kita kelak
menjadi orang-orang yang tidak berdaya, habis tergilas oleh jamannya

Anda mungkin juga menyukai