Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit kadar glukosa di dalam


darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang
bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal
insulin memasukan gula ke dalam sel sehingga bisa menghabiskan energi atau
disimpan sebagai cadangan energi (Soegondo S,2005).
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes mellitus yang
tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut
penyakit gula. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi di
masyarakat tentang diabetes terutama tentang gejala-gejalanya. Sebagian
besar kasus diabetes adalah diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh faktor
keturunan. Diabetes tipe 2 ini sering terjadi pada orang yang mengalami
obesitas akibat gaya hidup yang dijalaninya (Soegondo S, 2005).
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia
yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 (tidak tergantung insulin)
hingga mencapai kurang lebih 90% hingga 95% pasien (Smeltzer dan Bare,
2001). Peneliti Departemen Kesehatan menyatakan bahwa di Indonesia
menempati urutan ke empat di dunia setelah India, China, Amerika Serikat
dan Indonesia (Harjosubroto, 2007). Jumlah penderita diabetes mellitus terus
meningkat secara seknifikan, karena dipicu oleh faktor-faktor seperti gaya
hidup dan kurang gizi.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mempelajari asuhan
keperawatan Diabetes Mellitus tipe 2.

2. Tujuan khusus
Setelah mempelajari teori dan konsep Asuhan keperawatan Diabetes
Mellitus tipe 2,mahasiswa mampu mengaplikasikanya di dalam kasus
pemicu tentang:
a. Perlengkapan data pada pengkajian.
b. Penyusunan diagnosa keperawatan keluarga dengan penyakit anak
usia sekolah
c. Penentuan prioritas diagnosa keperawatan
d. Penyusunan rencana,intervensi keperawatan

C. Metode Penulisan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang ditandai
oleh kenaikan keadaan glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, S.C
& Bare, B. G, 2002).
Diabetes Melitus adalah suatu kelainan metabolisme kronis yang terjadi
karena berbagai penyebab, ditandai oleh konsentrasi glukosa darah melebihi
normal, disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang diakibatkan oleh kelainan sekresi hormon insulin, kelainan kerja
insulin atau kedua-duanya (Depkes RI, 2005).
Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat
defisiensi insulin yang absolut atau relatif gangguan fungsi insulin (WHO,
2005).

B. Etiologi
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan
dengan proses terjadinya Diabetes Melitus tipe II.

Faktor-faktor lain adalah:


a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas
65 tahun).
b. Obesitas.
c. Riwayat keluarga.
d. Ras (Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2002).

C. Patofisiologi
Proses penyakit Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah
yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intra sel yang mengakibatkan tidak efektifnya insulin untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi.
Namun pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini akibat sekresi
insulin berlebihan, dan kadar glukosa akan di pertahankan dalam tingkat
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian bila sel-sel beta tidak mampu
megimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan mengakibatkan Diabetes Melitus tipe II (Smeltzer, S.C & Bare,
B. G, 2002).
D. Manefestasi Klinik
Manifestasi klinis dari Diabetes Melitus tipe II, sepereti lambat
(tahunan) intoleransi glukosa progresif, poliuria (akibat dari diuresis osmotik
bila diambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai dan kelebihan
glukosa keluar melalui ginjal), polidipsia (disebabkan oleh dehidrasi sel akibat
lanjut dari poliuria), keletihan, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vagina, keputihan akibat kelainan ginekologis (Smeltzer, S.C & Bare, B. G,
2002).
E. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik, adalah gangguan metabolik yang terjadi
akibat defisiensi insulin di karakteristikan dengan hiperglikemia
eksterm (lebih 300 mg/ dl). Pasien sakit berat dan memerlukan
intervensi untuk mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki
asidosis berat, elektrolit, ketidakseimbangan cairan. Adapun faktor
pencetus Ketoasidosis Diabetik: obat-obatan, steroid, diuretik,
alkohol, gagal diet, kurang cairan, kegagalan pemasukan insulin,
stress, emosional, dan riwayat penyakit ginjal.
2) Hipoglikemia merupakan komplikasi insulin dengan menerima
jumlah insulin yang lebih banyak daripada yang di butuhkannya
untuk mempertahankan kadar glukosa normal. Gejala-gejala
hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat,
gemetar, sakit kepala dan palpitasi), juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang
tumpul dan koma).
b. Komplikasi jangka panjang
1) Mikroangiopati Diabetik merupakan lesi spesifik Diabetes
Melitus yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati
diabetik), otot-otot dan kulit.

2) Makroangiopati Diabetik mempunyai gambaran


histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari
gangguan biokimia yang disebabkan karena insufisiensi
insulin yang menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler.
Gangguangangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam
intima vaskuler, hiperproteinemia dan kelainan pembekuan
darah. Pada akhirnya makroangiopati diabetik ini akan
mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika yang terkena
adalah arteri koronaria dan aorta, maka dapat
mengakibatkan angina dan infark miokardium (Price, S. A.
& Wilson L.M, 2006).

F. Penatalaksanaan Medis
Kerangka utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu perencanaan
makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan.
1. Perencanaan makan (meal planning)
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%).
Lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan dengan komposisi
karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama
untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/ hari.
Jumlah kandungan serat 25 g/ hari, diutamakan jenis serat larut.
Konsumsi garam dibatasai bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya.

2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama
0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIEPE ( continous, rhytmical, interval,
progressive, endurance training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan
adalah jalan kaki, jogging, renang, bersepeda, dan mendayung.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulsai pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi
insulin sebagai aklibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai
pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
b. Biguanid
Obat ini menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai
dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh/ IMT > 30) sebagai
obat tunggal.

c. Inhibitor glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.

G. Patoflow
H. Askep Teori Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes Mellitus adalah masalah yang mengancam hidup yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut.

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN


a. Aktifitas dan istirahat
Gejala: letih, lemah sulit berjalan / bergerak, tonus otot menurun, kram

otot, gangguan istirahat/ tidur.


Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas,

letargi/ disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot.

b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas,

kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.


Tanda: takikardi, perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi

menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan: bola

mata cekung.

c. Integritas Ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain.
Tanda: Ansietas.

d. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar,

kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru tau berulang, nyeri tekan abdomen,

diare.
Tanda: urin encer, pucat, kuning: poliuri(dapat berkembang menjadi

oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk

(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun:

hiperaktif (diare).

e. Makanan/ Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet;

peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan lebih

dari beberapa hari/ minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).


Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen,

muntah, hipertiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan

peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau buah (nafas aseton).

f. Neurosensori
Gejala: Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada

otot, gangguan penglihatan.


Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori

(baru, masa lalu),kacau mental, refleks tendon dalam menurun, aktivitas

kejang.

g. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.

h. Pernafasan
Gejala: Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen

(tergantung adanya infeksi/ tidak).


Tanda: batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun kekuatan

umum/ rentang gerak, parastesia/ paralisis otot termasuk otot pernafasan

(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

j. Seksualitas
Gejala: raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,

kesulitan orgasme pada wanita.

k. Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan yang

lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin dan

fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah), menggunakan

obat diabetik.
Tanda: Memerlukan bantuan dan pengaturan diet, pengobatan, perawatan

diri, pemantauan glukosa darah.

l. Test Diagnostik

Beberapa tes yang di lakukan yaitru glokosa darah: meningkat 100-

200 mg/dl atau lebih, aseton plasma (keton): positif secara mencolok,

asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat, urin: gula dan

aseton positif: berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat, Tes

Toleransi Glukosa (TTG) memanjang ( 200mg/dl) untuk pasien yang

kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress, hemoglobin glikosilat

diatas rentang normal untuk mengukur presentase, glukosa yang melekat

pada hemoglobin rentang normal 5-6% (Doenges, M. E, et al, 2000).

Diagnosa keperawatan pada pasien DM 2 meliputi:

a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan: Volume cairan terpenuhi.
Kriteria hasil: Mempertahankan volume cairan yang adekuat dan

keseimbangan elektrolit, turgor kulit normal, hidrasi adekuat, TTV stabil,

pengisian kapiler baik.


Intervensi:
Mandiri:

1) Pantau TTV.

R/: hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan

takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia ketika tekanan

darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi

berbaring keposisi duduk/ berdiri.

2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran

mukosa.

R/: merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume

sirkulasi yang adekuat.

3) Ukur masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.

R/: memberikan perkiraan kebutuhan akan cairab pengganti, fungsi

ginjal, dan keeektifan dari terapi yang diberikan.

Kolaborasi:

4) Berikan terapi cairan dan elektrolit sesuai indikasi.

R/: tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajad kekurangan

cairan dan respon pasien secara individual.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defisiensi insulin.


Tujuan: Klien dapat mempertahankan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil: BB ideal.
Intervensi:
Mandiri:

1) Timbang berat badan.

R/: mengkaji pemasukan makanan yang adekuta (absorpsi dan

utilisasinya).

2) Tentukan program diet dan pola makan klien.

R/: mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari

kebutuhan terapeutik.

3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung,

mual, muntahan makanan yang belum dicerna.

R/: hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi/ ileus

paralitik).

4) Berikan makanan yang mengandung nutrient dan elektrolit.

R/: pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar

dan fungsi gasrtointestinal baik.

5) Identifikasi makanan yang di sukai/ tidak di sukai.

R/: jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam

perencanaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah

pulang.

6) Observasi tanda-tanda hiperglikemia, seperti perubahan tingkat

kesadaran, kulit lembab/ dingin, denyut nadi cepat, peka

rangsangan, cemas, sakit kepala.


R/: metabolisme karbihidrat mulai terjadi (gula darah akan

berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka

hipoglikemia dapat terjadi).

Kolaborasi:

7) Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah.

Rasionalisasi: gula darah akan menurun perlahan dengan

penggantian cairan dan terapi insulin terkontriol.

8) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan diet.

R/: sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuain diet

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa.


Tujuan: tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil: TTV dalam batas normal, tanda-tanda infeksi tidak ada,

nilai leukosit dalam batas normal (4000-10000/ mm3).


Intervensi:
Mandiri:
1) Observasi tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, calor, tumor,

fungsiolaesa).
R/: pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah

mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi

nasokomial.
2) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif.
R/: kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media

terbaik bagi pertumbuhan kuman.


Kolaborasi:
3) Observasi hasil laboratorium (leukosit).
R/: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian caairan

dan terapi insulin terkontrol.

4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.


R/: penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinnya

sepsis.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan

ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.


Tujuan: tidak terjadi perubahan sensori perseptual.
Kriteria hasil: mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan

mengkompensasi adanya kerusakkan sensori.


Intervensi:
Mandiri:
1) Pantau dan tanda-tanda vital dan status mental.
R/: sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti

suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.


2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai

kebutuhannya.
R/: menurunkan kebingungan dan membantu untuk

mempertahankan kontak dengan realitas.


3) Bantu pasien ambulasi dalam perubahan posisi.
R/: meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa

keseimbangan dipengaruhi.

e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,

perubahan kimia darah: insufisensi insulin.


Tujuan: tidak terjadi kelelahan akibat penurunan metabolik.
Kriteria hasil: Keluhan lelah tidak ada, dapat melakukan aktivitas secara

mandiri.
Intervensi:
Mandiri:
1) Observasi TTV.
R/: mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi

secara fisiologis.
2) Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

sesuai dengan yang dapat ditoleransi.


R/: meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai

tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi klien.


3) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas.
R/: pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan

meskipun tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.


4) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/

tanpa diganggu.
R/: mencegah kelelahan yang berlebihan.

f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/

progressif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.


Tujuan: tidak terjadi ketidakberdayaan.
Kriteria hasil: mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara

sehat untuk menghadapi perasaaan, membantu dalam merencanakan

perawatan sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk

aktivitas perawatan diri.


Intervensi:
Mandiri:
1) Anjurkan pasien/ keluarga untuk mengekspresikan perasaannya

tentang perawatan dirumah sakit dan penyakitnya secara

keseluruhan.
R/: mengidentifikasi area perhatiannya dan mudahkan cara

pemecahan masalah.
2) Berikan kesempatan pada kelurga untuk mengekspresikan

perhatiannya.
R/: meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan

keluarga untuk memecahkan masalah.


3) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan

perawatannya.
R/: mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa

pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan.


4) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam

perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai

dengan usahat yang dilakukan.


R/: meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis,

dan kenutuhan pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan

interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.


Tujuan: Klien mengerti tentang penyakit yang dideritanya.
Kriteria hasil: klien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, klien

melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan.


Intervensi:
Mandiri:
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh

perhatian, dan selalu ada untuk pasien.


R/: menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum

pasien bersidia mengambil bagian dalam proses belajar.


2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang

diharapkan.
R/: partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusia dan kerja

sama pasien dengan prinsip-prinsip yang depalajari.


3) Pilih strategi belajar.
R/: penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi

meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar (Doengos,

M. E, et. Al, 2000).

Anda mungkin juga menyukai