Anda di halaman 1dari 7

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu

tentang penanganan awal balita ISPA dengan tingkat keparahan ISPA di

Puskesmas Pekauman Banjarmasin, dilaksanakan pada bulan Juni-September

2015 Selanjutnya. Responden penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

berjumlah 100 orang, yang kemudian dipilih 50 orang sebagai sampel penelitian

menggunakan systematic random sampling. Hasil penelitian disajikan dalam dua

tingktan analisis, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Hasil analisis

univariat pada penelitian ini, menggambarkan distribusi dari variable pengetahuan

ibu tentang penanganan awal balita ISPA dan tingkat keparahan ISPA. Data

penelitian mengenai pengetahuan ibu tentang penanganan awal balita ISPA, dapat

dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan awal Balita ISPA di
Puskesmas Pekauman Banjarmasin

Pengetahuan Ibu tentang Frekuensi (n) Persentasi (%)


Penanganan awal Balita
ISPA
Baik 17 34
Sedang 27 54
Kurang 6 12
Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.1, dapat dilihat bahwa jumlah ibu dengan pengetahuan

tentang penanganan awal balita ISPA yang baik berjumlah 17 orang (34%).

Jumlah ibu dengan pengetahuan tentang penanganan awal balita ISPA yang
sedang menjadi yang tertinggi pada penelitian ini, dengan jumlah 27 orang (54%).

Sedangkan jumlah ibu dengan pengetahuan tentang penanganan awal balita ISPA

yang rendah berjumlah 6 orang (4%).

Jumlah ibu yang berpengetahuan sedang dalam hal penanganan awal balita

ISPA menjadi yang tertinggi pada penelitian ini. Berdasarkan kriteria inklusi, yang

menjadi responden pada penelitian ini adalah ibu dengan riwayat pendidikan

terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA). Sehingga pengetahuan yang didapat

hanya sebatas dipermukaan saja dan kurang mendalam. Menurut Wawan dan

Dewi (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat

pendidikan.\ Semakin rendah tingkat pendidikan, semakin sedikit pengetahuan

yang didapat. Kemudian dapat dilihat dari jawaban responden pada kuesioner,

sebagian besar responden hanya mengetahui sebagian dari penanganan awal ISPA.

Data tersebut dapat dilihat dari gambar 5.1 berikut ini:

Persentasi
Pengetahuan ibu
tentang
penanganan awal
Balita ISPA (%)

Nomor Soal
Gambar 5.1 Distribusi Jawaban Ibu tentang Penanganan Awal Balita ISPA

Keterangan :

5. Tatalaksana awal ISPA


6. Tatalaksana awal ISPA
7. Tatalaksana awal ISPA
8. Gejala ISPA
1. Tatalaksana awal ISPA
2. Tatalaksana awal ISPA
3. Tatalaksana awal ISPA
4. Tatalaksana awal ISPA

Data mengenai keparahan ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin, dapat

dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Keparahan ISPA di Puskesmas Pekauman


Banjarmasin

Tingkat Keparahan ISPA Frekuensi (n) Persentasi (%)


ISPA ringan 23 46
ISPA sedang 27 54
Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa tingkat keparahan ISPA di

Puskesmas Pekauman Banjarmasin, didominasi balita dengan gejala ISPA sedang

dengan jumlah 27 orang (54%). Sedangkan balita dengan gejala ISPA ringan

berjumlah 23 orang (46%).

Tingginya jumlah balita yang mengalami gejala ISPA sedang pada

penelitian ini tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu

host, lingkungan dan sosiokultur. Faktor host diantaranya adalah umur.

Berdasarkan kriteria inklusi pada penelitian ini, umur responden adalah balita (12-

59 bulan). Hal ini dapat mempengaruhi maturitas daya tahan tubuh anak, dimana

semakin muda usia seorang anak, semakin rentan daya tahan tubuh anak tersebut

dikarenakan belum maksimalnya proses maturitas sistem imun. Sehingga derajat

keparahan penyakit, terutama ISPA menjadi semakin tinggi. Faktor sosiokultur

yang mempengaruhi derajat keparahan responden terhadap ISPA pada penelitian

ini, salah satunya adalah tingkat pengetahuan orangtua, khususnya ibu.


Pengetahuan ibu responden paling banyak berada pada tingkatan sedang.

Kemungkinan, hal ini berpengaruh pada cara ibu menangani balita yang mengidap

ISPA. Pengetahuan yang sedang memiliki arti: beberapa tindakan yang dilakukan

ibu dalam menangani balita ISPA sudah benar, namun masih ada sebagian langkah

yang salah. Sehingga tingkat keparahan ISPA sedang lebih tinggi dari tingkat

keparahan ringan.

Jumlah Balita
yang terkena
ISPA

Gambar 5.2. Distribusi Jumlah Balita yang Terkena ISPA Berdasarkan Kelompok
Umur Dalam Bulan

Analisis bivariat pada penelitian ini, menggambarkan ada atau tidaknya

hubungan antara pengetahuan ibu tentang penanganan awal balita ISPA dengan

tingkat keparahan ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Analisis deskriptif

menggunakan tabulasi silang pengetahuan ibu tentang penanganan awal balita

ISPA dengan tingkat keparahan ISPA terdapat pada tabel 5.3 dibawah ini:
Tabel 5.3 Hasil pengujian Hipotesis Penelitian Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang Penanganan awal Balita dengan Tingkat Keparahan ISPA di
Puskesmas Pekauman Banjarmasin

Pengetahuan Keparahan ISPA


Total
Ibu tentang ISPA ringan ISPA sedang
Penanganan
awal Balita N % N % N %
ISPA
Baik 13 76,47 4 23,63 17 100
Sedang 14 51,85 13 48,15 27 100
Kurang 2 33,33 4 66,67 6 100

Berdasarkan tabel 5.3, ibu dengan pengetahuan penanganan awal balita

ISPA yang baik berjumlah 17 orang, terdiri dari 13 ibu yang anak balitanya sedang

mengalami gejala ISPA ringan, dan 4 ibu yang anak balitanya sedang mengalami

gejala ISPA sedang. Ibu dengan pengetahuan penanganan awal balita ISPA yang

sedang berjumlah 27 orang, terdiri dari 14 ibu yang anak balitanya sedang

mengalami gejala ISPA ringan, dan 13 ibu yang anak balitanya sedang mengalami

gejala ISPA sedang, sedangkan ibu dengan pengetahuan penanganan awal balita

ISPA yang kurang berjumlah 6 orang, terdiri dari 2 ibu yang anak balitanya

sedang mengalami gejala ISPA ringan, dan 4 ibu yang anak balitanya sedang

mengalami gejala ISPA sedang. Hasil perhitungan statistik dengan

menggunakan uji korelasi spearman diperoleh hasil berupa angka koefisien

korelasi sebesar 0,325 dan signifikansi 2 arah (p) 0,021 dengan tingkat

kemaknaan (p) <0,05. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan ibu tentang penanganan awal balita ISPA dengan tingkat

keparahan ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Semakin baik pengetahuan

ibu mengenai penanganan awal penyakit ISPA, semakin rendah tingkat keparahan

ISPA yang diderita balita. Nilai koefisien korelasi pada penelitian ini sebesar

0,325, maka menurut aturan Colton berarti terdapat korelasi sedang. Hasil

penelitian ini dinyatakan signifikan, yang berarti dapat mewakili keseluruhan

populasi.26 Kemungkinan hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor internal

diantaranya adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh balita yang lemah

dapat menyebabkan balita langsung terkena ISPA derajat sedang. Faktor eksternal

yang pertama adalah lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan

ISPA pada balita. Sehingga, korelasi hubungan pada penelitian ini sedang. Faktor

eksternal yang kedua adalah pengetahuan, Berdasarkan kriteria inklusi, yang

menjadi responden pada penelitian ini adalah ibu dengan riwayat pendidikan

terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA). Sehingga pengetahuan yang didapat

hanya sebatas dipermukaan saja dan kurang mendalam. Menurut Wawan dan

Dewi (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat

pendidikan.\ Semakin rendah tingkat pendidikan, semakin sedikit pengetahuan

yang didapat.

Penelitian ini berhasil membuktikan teori Sharma et al (1998) dalam Triska

Susilo dan Lilis Sulistyorini (2005) bahwa faktor sosiokultur, khususnya

pengetahuan ibu merupakan variabel yang dapat mempengaruhi insiden dan

keparahan penyakit ISPA. Dalam Penelitian ini pengetahuan ibu tentang

penanganan awal balita ISPA berpengaruh terhadap tingkat keparahan ISPA di


Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Pengetahuan orang tua khususnya ibu dalam

tata cara penatalaksanaan dini ISPA tidak lepas dengan derajat keparahan ISPA

yang akan dialami sang anak. Hal ini dikarenaka orang tua, khususnya ibu sebagai

penanggung jawab utama dalam pemeliharaan kesehatan anak, terutama usia

balita yang masih sangat tergantung pada orang tua, khususnya ibu. Hasil

penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ellyne Nicole

Wahyu (2014) bahwa pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan awal balita

ISPA menentukan tingkat keparahan ISPA.

Informasi yang didapat pada penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat

sebagai dasar peneilitian mengenai ISPA berikutnya, serta memberikan

kemudahan dalam mengolah dan mengumpulkan data tentang hubungan

pengetahuan ibu tentang penanganan awal balita ISPA dengan tingkat keparahan

ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin, sehingga petugas kesehatan dapat

memberikan pengarahan kepada orangtua di Puskesmas Pekauman Banjarmasin

mengenai pentingnya pengetahuan ibu dalam memberikan penanganan awal

ketika anaknya terkena ISPA agar gejala ISPA tidak bertambah berat.

Anda mungkin juga menyukai