Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

CML (CHRONIC MYELOGENOUS LEUKEMIA)

A. PENGERTIAN
Leukemia Mieloid Kronik (LMK) merupakan kelainan keganasan
mieloproliperatif yang sering terjadi, disebabkan oleh translokasi resiprokal antara
kromosom 9 dan 22 yang menghasilkan cimerik onkogen yang disebut BCR-ABL, yaitu
produk protein tirosin kinase dan mengakibatkan proliferasi yang tidak terkontrol dari
sel mieloid (I Made.2015)
Leukemia Mieloid Kronik (LMK) adalah leukemia kronik dengan sel-sel yang
dominan adalah sel seri mieloid.Gejala penyakit ini adalah badan lemah, nafsu makan
menurun disertai penurunan berat badan, splenomegali, pucat dan nyeri sternum, namun
40% penyakit ini adalah asimtomatis sehingga pada keadaan ini diagosis dibuat hanya
berdasarkan pemeriksaan sel darah yang abnormal berupa lekositosis berat dan
gambaran darah tepi yang khas. Perjalanan penyakit ini dapat dibagi menjadi dua fase
yaitu fase kronik dan transformasi akut, perjalanannya bersifat progresif yang diawali
dengan fase kronik yang jinak berjalan perlahan-lahan sekitar 4 6 bulan selama 3 5
tahun, dan dapat berkembang dengan cepat dalam minggu kearah krisis blastik yang
bersifat fatal dan menyerupai gejala klinik leukemia akut (Suega,Ketut.2010)

B. ETIOLOGI
Ada dua faktor yang menyebabkan CML, yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor
ekstrinsik (lingkungan).
1. Faktor Instrinsik
a. Keturunan dan Kelainan Kromosom
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor
predisposisi untuk mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada
saudara kembar identik penderita leukemia akut, demikian pula pada suadara
lainnya, walaupun jarang. Jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi insidensi
leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang terserang
dengan insiden yang meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot).
Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas
kromosom (anemia fancori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang
abnormal seperti pada sindrom Duwa, sindrom klinefelter dan sindrom turner.
b. Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang
Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi
sel yang berubah menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat
menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi hingga
menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang mungkin sebagai penyebab
leukemia.
2. Faktor Ekstrinsik
a. Faktor Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan
tingginya insidensi leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat
pelindung), penderita dengan pembesaran kelenjar tymus, Ankylosing spondilitis
dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi radiasi. Diperkirakan 10 % penderita
leukemia memiliki latar belakang radiasi Sebelum proteksi terhadap sinar rutin
dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar.
Penduduk Hiroshima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun
1945 mempunyai insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali lebih banyak. Demikian
pula pada penderita ankylosing spondilitis yang diobati dengan sindar radioaktif
lebih dari 2000 rads mempunyai insidensi LMA 14 kali lebih banyak.
b. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan
leukemia akut pada binatang dan manusia. Remapasan Benzen dalam jumlah besar
dan berlangsung lama dapat menimbulkan leukemia. Pekerja pabrik sepatu di
Turki yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi banyak yang menderita LMA .
Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik berat,
tidak jarang diketahui dikahiri dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan
obat-obat imunosupresif.
c. Infeksi Virus
Virus menyebabkan leukemia pada beberapa dirating percobaan di
laboratorium. Peranan virus dalam timbulnya leukemia pada manusia masih
dipertanyakan. Diduga yang ada hubungannya dengan leukemia adalah Human T-
cell leukemia virus (HTLV-1), yaitu suatu virus RNA yang mempunyai enzim
RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik.
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Timbulnya leukemia dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin,
strain virus, faktor imunologik serta ada tidaknya zat kimia dan sinar radioaktif.
Sampai sekarang tidak atau belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia
pada manusia adalah virus. Walaupun demikian ada beberapa hasil penelitian yang
menyokong teori virus sebagai penyebab leukemia, antara lain enzyme reverse
transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim
ini ditemukan di dalan virus onkogenik seperti retrovirus tipe-C, yaitu jenis virus
RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Gede, Dewa, dkk.2015. Manifestasi klinis yang paling dominan adalah:
1. penurunan berat badan,
2. splenomegali
3. anemia
4. demam
5. perdarahan
6. hepatomegali
Manifestasi klinis CML, menurut I Made (2015) tergantung pada fase yang kita
jumpai pada penyakit tersebut, yaitu :
1. Fase kronik terdiri atas :
a. Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat pada
malam hari.
b. Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.
c. Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
d. Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat
pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.
e. Gangguan penglihatan dan priapismus.
f. Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat, dispneu
dan takikardi.
g. Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau
pemeriksaan untuk penyakit lain.
2. Fase transformasi akut terdiri atas :
Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan, di sebut
sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam, lelah, nyeri tulang
(sternum) yang semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis
meningkat dan trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul
perdarahan di berbagai tempat, antara lain epistaksis, menorhagia).
3. Fase Blast (Krisis Blast) :
Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa
didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa
pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan.

D. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang
yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain
pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan. Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan
mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangka n
seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan
genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya
proliferasi sel abnormal. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi
sel darah put ih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom
(bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian
normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.
Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
E. WOC
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I Made (2015) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk CML, yaitu:
1. Laboratorium
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase
transformasi akut), bersifat normokromik normositer.
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 m.
b. Gambaran darah tepi :
1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian biasanya
lebih dari 100.000/mm3.
2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai
netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen)
dan mielosit. Metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel
blast < 5%. Sel darah merah bernukleus.
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu rendah.
c. Gambaran sumsum tulang
1) Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan
apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30
%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
2) Sitogenik : di jumpai adanya Philadelphia (Ph1) kromosom pada 95 % kasus.
3) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
4) Kadar asam urat serum meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya
chimeric protein bcr-abl pada 99% kasus (I Made, 2015).

Gambar 1
Gambar 2
Gambaran apusan darah tepi dengan
perbesaran 400x menunjukkan hyperlekositosis. Gambaran apusan darah tepi dengan
perbesaran 1000x menunjukkan promielosit,
Terdapat juga eosinophilia, basofilia, eosinofil,3 basofil, netrofil batang dan segmen.
thrombocytosis.
Gambar 3 Gambar 4

Gambaran apusan darah tepi dengan Gambaran apusan darah tepi, dengan
perbesaran 400x menunjukkan berbagai tahap perbesaran 1000x menunjukkan tahapan
granulopoiesis termasuk promielosit, mielosit, granulocytic termasuk eosinofil dan basofil.
metamielosit, dan netrofil batang serta segmen.
2. Pemeriksaan Penunjang Lain
Menurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk
penyakit CML, antara lain :
a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,
sel matur, dan megakariositis menurun.
b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
c. David et al., (2009) menambahkan pemeriksaan lain, yaitu tes untuk mendeteksi
adanya kromosom Philadelphia.

G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat di
hentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi
50.000/mm3. Efek smaping dapat berupa aplasia sumsum tulang
berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (I Made, 2015).
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya
perlu diberikan seumur hidup. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000
mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-
15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit.
3) Interferon juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat menunda
onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup menjadi 1-2 tahun.
IFN- biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh
hidroksiurea. IFN- merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita
leukemia Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang
(BMT) atau yang tidak memiliki sumsum tulang donor yang cocok. Interferon
alfa diberikan pada rata-rata 3-5 juta IU / d subkutan. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l). Hampir semua
pasien menderita gejala penyakit mirip flu pada beberapa hari pertama
pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi, dan
sitopenia. Sebagian kecil pasien (sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka
panjang dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenik walaupun gen
fusi BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui PCR.
4) STI571, atau mesylate imatinib (Gleevec), merupakan obat yang sedang diteliti
dalam percobaan klinis dan tampaknya memberikan hasil yang menjanjikan.
Zat STI 57I adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tiroksin
kinase sehingga dapat menekan proliferasi seri myeloid. Gleevec mengontrol
jumlah darah dan menyebabkan sumsum tulang menjadi Ph negative pada
sebagian besar kasus. Obat ini mungkin menjadi lini pertama pada CML, baik
digunakan sendiri atau bersama dengan interferon atau obat lain
5) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT) sebelum
usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok memungkinkan
kesembuhan 70% pada fase kronik dan 30% atau kurang pada fase akselerasi
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti
leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I (Gleevec) dapat
diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini, sebagian besar pengobatan
yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan hanya dapat memperlambat
perkembangan penyakit.
2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar tenaga tinggi
secara external radiation therapy untuk menghilangkan gejala-gejala atau sebagian
dari terapi yang diperlukan sebelum transplantasi sumsum tulang

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien : Nama, Usia, Jenis Kelamin,
Lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) dari pada usia dewasa (18%) dan lebih
sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.
1. Riwayat penyakit
Keluhan utama
Pucat, panas, nyeri, perdarahan.
2. RPS
Pucat yang disertai panas mendadak, perdarahan (epistalesis, perdarahan gusi ptekie)
3. RPD
- Antenatal : Ibu menderita leukemia
- Natal : -
- Post natal : -
4. RPK
Dimungkinkan keluarga ada yang menderita penyakit leukemia, anemia dan Iain-lain
yang berkenaan dengan hematologi.

PEMERIKSAAN
a. Umum
1. Kesadaran : composmentis,. sampai koma
2. tekanan darah : Hipotensi
3. Nadi : Takikardi
4. Suhu : Demam sampai dengan hiperpireksia
5. Pernafasan : Takipnea, sesak nafas
b. Fisik
Kepala
Wajah : pucat
Mata : konjungtiva pucat, perdarahan retina, pupil odema
Hidung : epitaksis
Mulut : gusi berdarah. Bibir pucat, hipertropi gusi, stomatitis
Leher : pembesaran kelenjar getah bening, faringiti
Dada : nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi pleura
Abdomen : Hepatomegali, Splenomegali, Limfodenopati
Keletal : Nyeri tulang dada dan send!
Integumen : Purpura, ekimosis, ptelcie, mudah memar
I. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Intoleransi aktivitas
5. Gangguan eliminasi urine
6. Ansietas
7. Resiko syok hipovolemik
8. Resiko cedera

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidaefektifan Pola Napas
Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...24 jam diharapkan pola
napas klien kembali efektif
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal
2. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD
120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 37,5
C)

Rencana Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
1. Posisikan pasien semi fowler 1. Untuk memaksimalkan potensial
2. Auskultasi suara nafas, catat hasil ventilasi
2. Memonitor kepatenan jalan napas
penurunan daerah ventilasi atau
tidak adanya suara adventif
3. Monitor pernapasan dan status 3. Memonitor respirasi dan
keadekuatan oksigen
oksigen yang sesuai
4. Mempertahankan jalan napas paten 4. Menjaga keadekuatan ventilasi
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Meningkatkan ventilasi dan asupan
oksigen
oksigen terapi
6. Monitor aliran oksigen 6. Menjaga aliran oksigen mencukupi
kebutuhan pasien
7. Monitor kecepatan, ritme, 7. Monitor keadekuatan pernapasan

kedalaman dan usaha pasien saat


bernafas
8. Catat pergerakan dada, simetris 8. Melihat apakah ada obstruksi di
salah satu bronkus atau adanya
atau tidak, menggunakan otot bantu
gangguan pada ventilasi
pernafasan
9. Monitor suara nafas seperti snoring 9. Mengetahui adanya sumbatan pada
jalan napas
10. Monitor pola nafas: bradypnea,
10. Memonitor keadaan pernapasan
tachypnea, hiperventilasi, respirasi klien
kussmaul, respirasi cheyne-stokes
dll
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DEFINISI: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebuthan
metabolik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...24 jam diharapkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dan seimbang
Kriteria Hasil :
1. Intake nutrisi tercukupi
2. Asupan makanan dan cairan tercukupi
3. Penurunan terjadinya mual muntah
4. Pasien mengalami peningkatan berat badan
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status nutrisi pasien 1. Pengkajian penting dilakukan untuk
mengetahui status nutrisi pasien
sehingga dapat menentukan
intervensi yang diberikan.
2. Jaga kebersihan mulut, anjurkan 2. Mulut yang bersih dapat
untuk selalu melalukan oral meningkatkan nafsu makan
hygiene.
3. Delegatif pemberian nutrisi yang 3. Untuk membantu memenuhi
sesuai dengan kebutuhan pasien : kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
diet pasien diabetes mellitus. pasien.
4. Berian informasi yang tepat 4. Informasi yang diberikan dapat
terhadap pasien tentang kebutuhan memotivasi pasien untuk
nutrisi yang tepat dan sesuai. meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan pasien untuk 5. Zat besi dapat membantu tubuh
mengkonsumsi makanan tinggi zat sebagai zat penambah darah
besi seperti sayuran hijau sehingga mencegah terjadinya
anemia atau kekurangan darah
6. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat 6. Penting untuk mengetahui
keparahan, faktor frekuensi, karakteristik mual dan faktor-faktor
presipitasi yang menyebabkan yang menyebabkan mual. Apabila
mual. karakteristik mual dan faktor
penyebab mual diketahui maka dapat
menetukan intervensi yang
7. Anjurkan pasien makan sedikit diberikan.
demi sedikit tapi sering. 7. Makan sedikit demi sedikit dapat
8. Anjurkan pasien untuk makan meningkatkn intake nutrisi.
selagi hangat 8. Makanan dalam kondisi hangat dapat
menurunkan rasa mual sehingga
intake nutrisi dapat ditingkatkan.
9. Delegatif pemberian terapi 9. Antiemetik dapat digunakan sebagai
antiemetik terapi farmakologis dalam
manajemen mual dengan
menghamabat sekres asam lambung.
10. Diskusikan dengan keluarga dan 10. Membantu memilih alternatif
pasien pentingnya intake nutrisi pemenuhan nutrisi yang adekuat.
dan hal-hal yang menyebabkan
penurunan berat badan. 11. Dengan menimbang berat badan
11. Timbang berat badan pasien jika dapat memantau peningkatan dan
memungkinan dengan teratur. penrunan status gizi.
3. Intoleransi Aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin di
lakukan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakaan keperawatan selama .... x24 jam diharapkan
kondisi klien stabil saat aktivitas dan dapat melakukan aktivitas secara mandiri
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100x/menit
S : 35,5 37,5oC
RR : 16 24x/menit
2. Pasien tidak nampak kelelahan dan lesu
3. Pasien dapat beraktivitas secara mandiri
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Kolaborasi dengan tim kesehatan 1. Aktivitas yang teralau berat dan
lain untuk merencanakan , tidak sesuai dengan kondisi klian
monitoring program aktivitasi dapat memperburuk toleransi
terhadap latihan.
klien.
2. Bantu klien memilih aktivitas yang 2. Melatih kekuatan dan irama jantung
sesuai dengan kondisi. selama aktivitas.
3. Monitor status emosional, fisik dan 3. Mengetahui setiap perkembangan
social serta spiritual klien terhadap yang muncul segera setelah terapi
latihan/aktivitas. aktivitas.
4. Monitor hasil pemeriksaan EKG 4. EKG memberikan gambaran yang
akurat mengenai konduksi jantung
klien saat istirahat dan aktivitas
selama istirahat maupun aktivitas.
(bila memungkinkan dengan tes
toleransi latihan). 5. Pemberian obat antihipertensi
5. Kolaborasi pemberian obat digunakan untuk mengembalikan TD
antihipertensi, obat-obatan klien dbn, obat digitalis untuk
digitalis, diuretic dan vasodilator. mengkoreksi kegagalan kontraksi
jantung pada gambaran EKG,
diuretic dan vasodilator digunakan
untuk mengeluarkan kelebihan
cairan.
6. Tentukan pembatasan aktivitas 6. Mencegah penggunaan energy yang
fisik pada klien berlebihan karena dapat
7. Tentukan penyebab kelelahan menimbulkan kelelahan.
(perawatan, nyeri, pengobatan) 7. Memudahkan klien untuk mengenali
8. Monitor intake nutrisi yang adekuat kelelahan dan waktu untuk istirahat.
8. Mengetahui sumber asupan energy
sebagai sumber energy. klien.
9. Anjurkan klien dan keluarga untuk 9. Mengetahui etiologi kelelahan,
mengenali tanda dan gejala apakah mungkin efek samping obat
kelelahan saat aktivitas. atau tidak.
10. Anjurkan klien untuk membatasi 10. Menyamakan persepsi perawat-klien
aktivitas yang cukup berat seperti mengenai tanda-tanda kelelahan dan
menentukan kapan aktivitas klien
berjalan jauh, berlari, mengangkat
dihentikan.
beban berat, dll. 11. Mengetahui efektifitas terapi O2
11. Monitor respon terapi oksigen terhadap keluhan sesak selama
klien. aktivitas.
12. Menciptakan lingkungan yang
12. Batasi stimuli lingkungan untuk
kondusif untuk klien beristirahat.
relaksasi klien. 13. Memfasilitasi waktu istirahat klien
13. Batasi jumlah pengunjung. untuk memperbaiki kondisi klien.
K. REFERENSI
Gede, Dewa, dkk.2015.Karakteristik pasien leukemia mieloid kronik di rumah sakit umum
pusat sanglah denpasar tahun 2014-2015. Denpasar : UNUD
Herdman Heather. 2017. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta : EGC
I Made, Dkk.2015. Respon Hematologi Pasien Leukemia Mieloid Kronik Yang Mendapat
Pengobatan Tyrosine Kinase Inhibitor Selama Setahun Di Rsup Sanglah
Denpasar.Denpasar.UNUD
Moorhead Sue. 2017. Nursing Interventions And Classifications. Jakarta : EGC
Moorhead Sue. 2017. Nursing Outcomes And Classifications. Jakarta : EGC
Suega, Ketut.2010. Seorang Penderita Dengan Leukemia Mieloid Kronik Dan Mieloma
Multipel. Denpasar : UNUD

Anda mungkin juga menyukai