Anda di halaman 1dari 21

asuhan keperawatan inkontinensia urine

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali
atau terjadi di luar keinginan. Jika inkontinensia urine terjadi akibat kelainan inflamasi, mungkin
sifatnya hanya sementaraSeiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan
berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang
tidak dapat menahan air seni. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530%
usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami
inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat
berumur 65-74 tahun.
Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pria. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan
daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan
fasia di dasar panggul.
Biaya perawatan bagi pasien inkontinensia urine diperkirakan lebih dari 10, 3 milyar per
tahunnya (AHCPR,1992) Biaya psikososial dari Inkontinensia urine sangat besar, yaitu perasaan
malu, kehilangan kepercayaan diri dan isolasi sosial merupakan hasil yang umumnya terjadi
Inkontinensia urine pada lansia sering menyebabkan perlunya perawatan dala lembaga
perawatan. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang apa itu inkontinensia urine dan cara
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Inkontinensia urine.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana konsep dasar inkontinensia urine?
2. Bagaimana asuhan keperawatan inkontinensia urine?
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep dasar inkontinensia urine?
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan inkontinensia urine ?

D. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1. Metode Kepustakaan
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku atau
refrensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas
2. Metode Media Informatika

Adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Definisi
a. Inkontinensia urine merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau
terjadi di luar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari peningkatan mendadakpada tekanan
intra abdomen.
b. Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang
cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial Inkontinensia urine
adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang cukup banyak.Sehingga dapat
dianggap merupakan masalah bagi seseorang.
c. Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih sering
terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara).
Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita
inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi
kadang-kadang dijumpai penderita denganprolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia
urine yang baik.

2. Klasifikasi
a. Inkontinensia urine di klasifikasikan menjadi 3 : ( Charlene J.Reeves at all )
1) Inkontinensia Urgensi adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada
peringatan ingin melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor yang
berlebihan atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol.
2) Inkontinensia Tekanan adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol selama aktivitas
yang meningkatkan tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk, bersin, tertawa dan
mengangkat beban berat adalah aktivitas yang dapat menyebabkan inkontinensia urine.
3) Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia ) terjadi jika retensi
menyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas secara tidak terkontrol,
hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik bladder atau obstruksi bagian luar
kandung kemih.
b. Kategori klinis meliputi :
1) Inkontinensia urin stress (stres inkontinence). Tak terkendalinya aliran urin akibat
meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering
inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi
mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan
transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau
berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
2) Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence). Keluarnya urin secara tak terkendali
dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis
sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson,
demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet
setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75
tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang
terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung
kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan
obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai
ikontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
3) Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence). Tidak terkendalinya
pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan
oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus
atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung
kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa
adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
4) Inkontinensia urin fungsional. Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya
pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia
berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk
pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul
dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin.
Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua komponen.
3. Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ
kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan
mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air
seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga
walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab
Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah,
efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke
toilet.
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran
kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi
penyebabnya, maka dilakukan terapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien
baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya
dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan
laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai
sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab
lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan
yang bersifat diuretika seperti kafein.Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab
produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan
ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas.
Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan
substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap
mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya
. Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik,
narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium
antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga
memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol. Selain
hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar
panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut,
kurang aktivitas dan operasi vagina.
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot
dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat
otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan
lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine.
Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke
atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan
mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar
panggul. Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat
menahan air seni.
4. Epidemiologi
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia lanjut di
masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia
urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74
tahun.
Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pria. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan
daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan
fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding
depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus
total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.
Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah.
Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi
tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menuaan.

5. Patofisiologi
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain fungsi sfingter
yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan
oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing. Fungsi otak besar yang terganggu dan
mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran
kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Inkontinensia
urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering
dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi.
Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress
inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik
dengan overflow Ada beberapa pembagian inkontinensia urin, tetapi pada umumnya
dikelompokkan menjadi 4:
1. Urinary stress incontinence
2. Urge incontinence
3. Total incontinence
4. Overflow incontinence
Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan
tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih besar
daripada tekanan pada urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa,
bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat
dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-
obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih sering dipakai).
Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil, di mana otot ini bereaksi
secara berlebihan.Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing
berulang kali, kencing malam hari, dan inkontinensia.Pengobatannya dilakukan dengan
pemberian obat-obatan dan beberapa latihan.
Total incontinence, di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan pada segala posisi
tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran abnormal yang menghubungkan suatu
organ dalam tubuh ke organ lain atau ke luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk
saluran antara kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran antara
urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai,dapat ditangani dengan tindakan operasi.
Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak
di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang lemah. Biasanya hal ini dijumpai pada
gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran
kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih
tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.

(PATHWAY)
Pathway terlampir

6. Manifestasi klinik
Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Gejala-gejala ini
sangat spesifik untuk inkontinensia stres.
Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran seringnya
terburu-buru untuk berkemih.
Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara lemah, menetes), trauma
(termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes terus- menerus),
penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya
diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.
Sementara itu, Dr Nina MS Syafiuddin SpOG mengatakan, ada gejala-gejala tertentu yang
mesti diwaspadai sebagai bentuk inkontinensia urin. Gejala-gejala tersebut adalah;
Urin keluar bila batuk, bersin, tertawa atau saat melompat.
Urin sering keluar, sehingga menimbulkan rasa malu yang berimbas pada pengurangan aktivitas.
Selalu memakai pembalut agar urin tidak membasahi pakaian.
Sering buang air kecil, tetapi urin yang keluar sangat sedikit
Kandung kemih terasa penuh, walaupun setelah buang air kecil.
Sering merasakan ingin sekali berkemih sehingga tergesa-gesa pergi ke kamar kecil. Kadang-
kadang urin keluar sebelum sampai ke kamar kecil.
Bila pergi ke tempat baru, hal pertama yang dicari adalah lokasi kamar kecil.
Sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil.
Pada saat tidur sering mengompol.
Urin sering keluar setelah operasi kandungan.
Berkemih lebih sering dari biasanya tanpa ada infeksi saluran kemih.
Nyeri yang berhubungan dengan berkemih.
Sering infeksi saluran kemih. Kelemahan pancaran berkemih yang progresif.
Pakaian dalam selalu basah oleh urin, tetapi tidak merasakan urin keluar.

7. Therapi
a. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti
hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun
terapi yang dapat dilakukan adalah :
a) Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik
relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat
menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih
pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap
sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
b) Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan
lansia.
c) Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka
serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan
pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).
d) Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara
berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan
cara :
1) Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul
digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke belakang 10 kali, dan berputar searah
dan berlawanan dengan jarum jam 10 kali.
2) Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan 10 kali.
Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup
dengan baik.
b. Terapi farmakologi
1) Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.
2) Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi urethra.
3) Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis
seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

5. PENATALAKSANAAN
a. Inkontinen Stres
- Latihan otot-otot dasar panggul
- Latihan penyesuaian berkemih
- Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen
- Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih

b. Inkontinensia urgensi
- Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaianya
- Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen
- Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan patologik yang
menyebabkan iritasi pada saluran kemih bagian bawah.

c. Inkontensia overflow
- Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap.
- Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebabsumbatan.

d. Inkontinensia tipe fungsional


- Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih
- Pakaikan dalam dan kain penyerap khusus lainnya
- Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih
- Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih

a) Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi
pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot
dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat-
obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis.
Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises)
Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis. Fisioterapi
meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu penutupan urethra pada
keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada waktu batuk. Juga dapat
mengangkat sambungan urethrovesikal ke dalam daerah yang ditransmisi tekanan
abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan intraabdominal,
perubahan posisi dan pengisian kandug kemih. Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat
hilangnya transmisi tekanan abdominal pada uretra proksimal. Fisioterapi membantu
meningkatkan tonus dan kekuatan otot lurik uretra dan periuretra. Pada kandung kemih
neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training) telah menunjukan hasil yang
efektif. Latihan kandung kemih adalah upaya melatih kandung kemih dengan cara
konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih tersebut kembali normal dari
keadaannya yang abnormal.

Bladder Training
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan
teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat
menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih
pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap
sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang
telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara
mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau
pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi
kognitif (berpikir).

b) Penatalaksanaan Fakmakologis
Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor yang
menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan penutupan urethra obat aktif
agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe stmulasi ini dengan efek samping relatif ringan.
Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga melepaskan
noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan efektif pada inkotinensia stres. Efek
samping menigkatkan tekanan darah, kecemasan dan insomnia oleh karena stimulasi SSP
Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan efedrin, akan
tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah komponen utama obat influensa dalam
kombinasi dengan antihistamin dan anthikholinergik. Dosis 50 mg dua kali sehari. Efek
samping minimal. Didapatkan 59 % penderita inkontinensia stres mengalami perbaikan.
Estrogen
Penggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan efek
meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan estrogen dosis tinggi
oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan bedah pada
inkontinensia dengan tujuan untuk memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan jaringan
urogential, walaupun belum ada data yang akurat.

c) Stimulasi Elektrik
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin digunakan selama
2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik uretra dan
parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau vaginal) elektrode untuk
meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan rendah selama beberapa
jam per hari selama beberapa bulan. Terdapat 64 % perbaikan penderita dengan cara
implant, tapi metode ini tidak populer karena sering terjadi efek mekanis dan morbiditas
karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri dari generator mini yang digerakkan
dengan baterai dan dapat dibawa dalam pakaian penderita dan dihubungkan dengan
elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode vaginal : ring, Hodge pessary, silindris.

d) Alat Mekanis (Mechanical Devices)


- Tampon : Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila kebocoran
hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan. Penggunaan terus menerus dapat
menyebabkan vagina kering/luka.
- Edward Spring : Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada penderita
dengan inkontinensia stres dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi ulserasi vagina.
- Bonnass Device: Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat
mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal.

e) Penatalaksanaan Pembedahan
Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang cermat dan baik pada
penderita dan keluarganya karena angka kegagalan maupun rekurensi tindakan ini tetap
ada. Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non
farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan
terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat dilakukan dengan
beberapa cara meliputi :
Kolporafi anterior
Uretropeksi retropubik
Prosedur jarum
Prosedur sling pubovaginal
Periuretral bulking agent
Tension vaginal tape (TVT)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Kultur urin: untuk menyingkirkan infeksi.
b. IVU: untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula.
c. Urodinamik:
Uroflowmetri: mengukur kecepatan aliran.
Sistrometri: menggambarkan kontraksi detrusor.
Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat mengedan pada pasien dengan
inkontinensia stres.
Flowmetri tekanan udara: mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat istirahatdan selama
berkemih.

8. Pemeriksaan penunjang
Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa
urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan
penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih
penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa
dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang
dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi
kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

B. Konsep asuhan keperawatan pada paien lansia dengan gangguan inkontinensia urin
1. Pengkajian
a) Identitas Klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65
tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga
beresiko mengalaminya.
b) Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah
frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan,
tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan
berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
Riwayat Kesehatan Klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat
urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,
pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan
apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya
inkontinensia.
a. Inspeksi: Adanya kemerahan, iritasi / lecet dan bengkak pada daerah perineal. Adanya benjolan
atau tumor spinal cord Adanya obesitas atau kurang gerak.
b. Palpasi: Adanya distensi kandung kemih atau nyeri tekan Teraba benjolan tumor daerah spinal
cord
c. Perkusi: Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih

Pemeriksaan Sistem :
a) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji
ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya
aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila
ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing
dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter
sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar
di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya
ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah
nyeri pada persendian.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai berikut :
a. Inkonteninsia berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur dasar penyokongnya.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.
c. Kerusakan Integritas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine
d. Gangguan Citra tubuh berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol di
depan orang lain atau takut bau urine
e. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tenttang
penyebab inkontinensia, penatalaksaan, progam latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan
gejala komplikasi, serta sumber komonitas.
3. Perencanaan Keperawatan
Hari/T N Rencana Perawatan TT
gl o Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional D
D Hasil
x
1 Setelah diberikan 1. Kaji kebiasaan 1. Untuk dapat mengkaji
asuhan pola berkemih intervensi yang diberikan
dan gunakan selanjutnya
keperawatanselama catatan berkemih
x24 jam sehari, 2. untuk dapat mengetahui
diharapkaninkontinen2. Pertahankan perkembangan dari terapi-terapi
sia teratasi dengan catatan harian yang sudah diberikan
kriteria hasil untuk mengkaji 3. posisi litotomi dapat membantu
efektifitas mencegah kebocoran
1. Klien akan bisa program yang
melaporkan suatu direncanakan.
pengurangan / 3. Intruksikan klien
penghilangan batuk dalam
inkonteninsia posisi litotomi,
jika tidak ada 4. untuk mencegah terjadinya
2. Klien dapat
kebocoran, ulangi dehidrasi
menjelaskan dengan
penyebab posisiklien
inkonteninsia dan membentuk sudut5. Kolaborasi dapat mempercepat
rasional 45, lanjutkan penyembuhan pasien.
dengan klien
penatalaksanaan.
berdiri jika tidak
ada kebocoran
yang lebih dulu.
4. Pantau masukan
dan pengeluaran,
pastikan klien
mendapat
masukan cairan
2000 ml, kecuali
harus dibatasi
5. Kolaborasi
dengan dokter
dalam mengkaji
efek medikasi dan
tentukan
kemungkinan
perubahan obat,
dosis / jadwal
pemberian obat
untuk
menurunkan
frekuensi
inkonteninsia.

2 Setelah diberikan 1. Berikan 1. Untuk mencegah kontaminasi


tindakan perawatan uretra
asuhankeperawatan
selama .x24 perineal dengan
jam diharapkan risiko air sabun setiap
infeksi dapat shift. Jika pasien
dihindari inkontinensia, 2. Kateter memberikan jalan pada
dengan kriteria hasil: cuci daerah bakteri untuk memasuki
1. Klien bebas dari kandung kemih dan naik ke
perineal sesegera saluran perkemihan
tanda dan gejala
infeksi mungkin.
2. Mendeskripsikan 2. Jika di pasang
proses penularan kateter
penyakit, faktor yang indwelling,
mempengaruhi 3. Untuk mencegah terjadinya
berikan perawatan
penularan serta kontaminasi silang
penatalaksanaanya kateter 2x sehari
3. Menunjukkan (merupakan
kemampuan untuk bagian dari waktu
mencegah timbulnya mandi pagi dan
infeksi
pada waktu akan
4. Jumlah leukosit
dalam batas normal tidur) dan setelah
Menunjukkan buang air besar.
perilaku hidup 3. Ikuti
kewaspadaan 4. Untuk mencegah stasis urine
umum (cuci
tangan sebelum
dan sesudah
kontak langsung,
pemakaian sarung
tangan), bila
kontak dengan
cairan tubuh atau
darah yang terjadi
(memberikan 5. Asam urine menghalangi
perawatan tumbuhnya kuman. Karena
perianal, jumlah sari buah berri
pengososngan diperlukan untuk mencapai dan
kantung drainse memelihara keasaman urine.
urine, Peningkatan masukan cairan sari
penampungan buah dapat berpengaruh dalam
spesimen urine). pengobatan infeksi saluran
4. Pertahankan kemih.
teknik asepsis bila
melakukan
kateterisasi, bila
mengambil
contoh urine dari
kateter
indwelling.
Kecuali
dikontraindikasik
an, ubah posisi
pasien setiap 2jam
dan anjurkan
masukan
sekurang-
kurangnya 2400
ml / hari. Bantu
melakukan
ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan.
5. Lakukan tindakan
untuk memelihara
asam urine.
Tingkatkan
masukan sari
buah beri.
Berikan obat-
obat, untuk
meningkatkan
asam urine.

3 Setelah dilakukan 1. Yakinkan apakah1. Memberikan informasi tentang


Tindakan konseling tingkat pengetahuan pasien /
keperawatan
Selama x 24 jam dilakukan dan orang terdekat tentang situasi
diharapkan gangguan atau perlu diversiindividu dan Pasien
Body image urinaria, menerimanya(contoh;
Pasien teratasi dengan diskusikan pada inkontinensia tak sembuh,
Kriteria hasil: saat pertama. infeksi)
1. Body image positif
2.
Memberikan kesempatan
2. Mampu
3. Mengidentifikasi menerima isu / salah konsep.
4. Kekuatan personal Membantu pasien / orang
5. Mendiskripsikan terdekat menyadari bahwa
6. Secara faktual 2. Dorong pasien / perasaan yang dialami tidak
7. Perubahan fungsi
orang terdekat biasa dan bahwa perasaan
8. Tubuh
9. Mempertahankan untuk mengatakan bersalah pada mereka tidak
10. Interaksi sosial perasaan. Akui perlu / membantu. Pasien perlu
kenormalan mengenali perasaan sebelum
perasaan marah, mereka dapat menerimanya
depresi, dan secara efektif.
kedudukan karena 3. Dugaan masalah pada
kehilangan. penyesuaian yang memerlukan
Diskusikan evaluasi lanjut dan terapi lebih
peningkatan dan efektif. Dapat menunjukkan
penurunan tiap respon kedukaan terhadap
hari yang dapat kehilangan bagian / fungsi tubuh
terjadi setelah dan kawatir terhadap
pulang. penerimaan orang lain, juga rasa
takut akan ketidakmampuan
3. Perhatikan yang akan datang / kehilangan
perilaku menarik selanjutnya pada hidup karena
diri, peningkatan kanker.
ketergantungan, 4. Meskipun integrasi stoma ke
manipulasi atau dalam citra tubuh memerlukan
tidak terlibat pada waktu berbulan-bulan / tahunan,
asuhan. melihat stoma dan mendengar
komentar (dibuat dengan cara
normal, nyata) dapat membantu
pasien dalam penerimaan ini.
Menyentuh stoma meyakinkan
klien / orang terdekat bahwa
stoma tidak rapuh dan sedikit
gerakan stoma secara nyata
menunjukkan peristaltic normal.
5. Kemandirian dalam perawatan
4. Berikan memperbaiki harga diri.
kesempatan untuk
pasien / orang
terdekat untuk
memandang dan
menyentuh stoma, 6. Membantu pasien / orang
gunakan terdekat menerima perubahan
kesempatan untuk tubuh dan menerima akan diri
memberikan sendiri. Marah paling sering
tanda positif ditunjukkan pada situasi dan
penyembuhan, kurang kontrol terhadap apa
penampilan, yang terjadi (tidak terduga),
normal, dsb. bukan pada pemberi asuhan.
7. Meningkatkan rasa kontrol dan
memberikan pesan bahwa
pasien dapat mengatasinya,
meningkatkan harga diri.
8. Pasien mengalami ansietas
diantisipasi, takut gagal dalam
5. Berikan hubungan seksual setelah
kesempatan pada pembedahan, biasanya karena
klien untuk pengabaian, kurang
menerima pengetahuan. Pembedahan yang
keadaannya mengangkat kandung kemih dan
melalui partisipasi prostat (diangkat dengan
dalam perawatan kandung kemih) dapat
diri. mengganggu syaraf
parasimpatis yang mengontrol
6. Pertahankan ereksi pria, meskipun teknik
pendekatan terbaru ada yang digunakan
positif, selama
aktivitas pada kasus individu untuk
perawatan, mempertahankan syaraf ini.
menghindari
ekspresi
menghina atau
reaksi mendadak.
Jangan menerima
ekspresi
kemarahan pasien
secara pribadi.

7. Rencanakan /
jadwalkan
aktivitas asuhan
dengan orang
lain.

8. Diskusikan
fungsi seksual dan
implan penis, bila
ada dan alternatif
cara pemuasan
seksual.

4 Setelah diberikan Mandiri


tindakan
asuhankeperawatan 1. Pantau 1. Untuk mengidentifikasi
selama .x24 penampilan kulit kemajuan atau penyimpangan
jam diharapkan dari hasil yang diharapkan.
kerusakan integritas periostomal setiap
kulit dapat teratasi 8 jam. 2. Peningkatan berat urine dapat
dengan kriteria hasil: merusak segel periostomal,
1. Perfusi jaringan baik2. Ganti wafer memungkinkan kebocoran
2. Integritas kulit yang stomehesif setiap urine. Pemajanan menetap pada
baik bisa kulit periostomal terhadap asam
minggu atau bila
dipertahankan urine dapat menyebabkan
(sensasi, elastisitas, bocor terdeteksi. kerusakan kulit dan peningkatan
temperatur, hidrasi, Yakinkan kulit resiko infeksi.
pigmentasi) bersih dan kering Mempertahankan insisi bersih,
3. Mampu melindungi sebelum meningkatkan sirkulasi atau
kulit dan penyembuhan. Catatan:meman
mempertahankan memasang wafer jat keluar dari bak mandi
kelembapan kulit dan yang baru. Potong memerlukan penggunaan lengan
perawatan alami lubang wafer kira- dengan otot pektoral, yang dapat
4. Menunjukkan kira setengah inci menimbulkan stres yang tak
pemahaman dalam lebih besar dar perlu pada sternotomi.
proses perbaikan kulit
diameter stoma
dan mencegah
terjadinya cedera untuk menjamin
berulang ketepatan ukuran
5. Kulit periostomal kantung yang
tetap utuh. benar-benar 3. Membantu untuk
mempertahankan volume
menutupi kulit
sirkulasi yang baik untuk perfusi
periostomal. jaringan dan memenuhi
Kosongkan kebutuhan energi seluler untuk
kantung urostomi memudahkan proses regenerasi
bila telah atau penyembuhan jaringan.
seperempat
sampai setengah
penuh.

3. Ajarkan pasien
untukmeningkata
n nutrisi dan
masukan cairan
adekuat.

5 Setelah diberikan 1. Kaji ulang 1. Nutrisi adekuat perlu untuk


asuhan keperawatan rencana diet/ meningkatkan penyembuhan /
pembatasan. regenerasi jaringan dan
selama x 24 jam Termasuk lembar kepatuhan pada pembatasan
diharapkan pasien daftar makanan dapat mencegah komplikasi
mengerti tentang yang dibatasi 2. Mengetahui sejauh mana
penyakit yang 2. Kaji tingkat pengetahuan yang dimiki pasien
diderita dengan pengetahuan
pasien dan dan keluarga dan kebenaran
dengan kriteria hasil : informasi yang didapat.
keluarga
1. Pasien dan keluarga 3. Penyediaan informasi yang baik
menyatakan memudahkan keluarga untuk
pemahaman tentang 3. Sediakan bagi mendapat informasi tentang
penyakit, kondisi, keluarga
kondisi pasien
prognosis dan informasi tentang4. Penjelasan yang tepat tentang
program pengobatan. kemajuan pasien kondisi yang sedang dialami
dengan cara yang
2. Pasien dan keluarga tepat dapat membantu menambah
mampu wawasan pasien dan keluarga
melaksanakan 4. Berikan 5. Perubahan dapat menunjukan
prosedur yang gambaran dan gangguan fungsi ginjal/
dijelaskan secara penjelasan proses kebutuhan dialysis
penyakit dengan
benar 6. Obat yang terkonsentrasi/
tepat
3. Pasien dan keluarga dikeluarkan oleh ginjal dapat
mampu menjelaskan menyebabkan reaksi toksik
kembali apa yang kumulatif dan/ atau kerusakan
5. Dorong pasien permanen pada ginjal
dijelaskan
untuk
perawat/tim
mengobservasi 7. Fungsi ginjal dapat lambat
kesehatan lainnya karakteristik urine sampai gagal akut( sampai 12
dan jumlah/ bulan) dan defisit dapat
frekuensi menetap, memerlukan
pengeluaran perubahan dalam terapi untuk
6. Diskusikan/ kaji menghindari kekambuhan/
ulang komplikasi
pengguanaan 8. Menambah pemahaman
obat. Dorong keluarga tentang medikasi yang
pasien untuk diberikan
mendiskusikan
semua
obat( termasuk
obat dijual bebas)
dengan dokter
7. Tekankan
perlunya
perawatan
evaluasi,
pemeriksaan
laboratorium

8. Kolaborasi
dengan dokter
dalam penjelasan
pengobatan yang
akan dilakukan
kepada pasien
4. IMPLEMENTASI
Untuk Implementasi dilakukan sesuaikan dengan Intervensi yang sudah ada.

5. EVALUASI
DX 1: pasien mampu menjelaskan tentang inkontinensia dan mampu melaporkan jika
terjadi pengurangan inkontinensia urine
DX 2: pasien mampu Berkemih dengan urine jernih, ketidak nyamanan berkurang
,urinalisis dalam batas normal, dan urine menunjukkan tidak adanya bakteri
DX 3: Kerusakan Integitas kulit dapat teratasi
DX 4: gangguan citra tubuh dapat teratasi, pasien dan keluarga mampu menerima
keadaannya sekarang dan tidak terjadi komplik antara dirinya dengan lingkungan dan tidak
terjadi depresi
DX 5: pasien mampu Mengungkapkan pemahaman tentang kondisinya saat ini, Keluhan
pasien berkurang tentang cemas atau gugup dan Ekspresi wajah rileks.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan menahan air kencing. Inkontinensia urin
merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri.
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia lanjut di masyarakat dan
20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan
kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74
tahun. Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran
kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba.
inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari
merupakan masalah bagi lanjut usia.
B. Saran
Kami selaku mahasiswa berharap dengan pembuatan paper dalam bentuk makalah ini,dapat
memberikan manfaat dalam proses belaja mengajar .Dan tetap mengharapkan bimbingan lebih
dalam lagi dari para Dosen pembimbing mengenai penyakit Inkontenensia Urin.

Anda mungkin juga menyukai