Oleh:
Pembimbing:
Pendamping
KABUPATEN PROBOLINGGO
2016
Nama Peserta: dr. Ainul Yaqin
Nama Wahana : RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo
Topik : vesikolitiasis
Pendamping : Pembimbing :
dr. Yuliawaty Soetio & dr. Sofie Giantari dr. Totok Mardiyanto, SpB
Tanggal Presentasi : 15 Januari 2016 Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan
Objektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Remaja Lansia Bumil
Anak Dewasa
Bahan Bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Pos
Email
Data Pasien : Nama : An. No. Registrasi : 274878
AM
Nama Klinik : RSUD Waluyo Jati Telp : - Terdaftar: -
Data utama untuk bahan diskusi :
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama pasien : An. AM
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 10 tahun
Alamat : Dsn Krajan Rt. 003 Rw. 001 kandang Jati Wetan
Kraksaan Probolinggo
Suku : Madura Jawa
Pekerjaan : pelajar SD
MRS : 05 Januari 2016
No Register : 274878
1. ANAMNESA
2. Keluhan Utama : Nyeri bila buang air kecil
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dalam keadaan sadar mengeluh nyeri saat buang air
kecil. Keluhan ini dirasakan oleh pasien sejak 10 hari yang lalu. Selain itu,
pasien mengatakan kadang kadang tidak bisa buang air kadang pasien juga
merasa saat buang air kecil seperti ada benda keras yng keluar dari kelamin.
Pasien juga mengatakan sering ingin kencing terutama pada malam
hari, frekuensi BAK sebanyak 10 kali/hari. Warna air kencing kuning jernih,.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 25kg
Tinggi Badan : 145 cm
Vital sign
Tekanan darah : 128/96 mmHg
Heart Rate : 111/ menit
Respiration Rate : 18x/ menit
Suhu : 36.50C
anemis/ikterus/cianosis/dispnea -/-/-/-
pupil bulat isokor 3mm
Kepala leher :
Bentuk simetris
oedema palpebra (-)
Pembesaran KGB leher (-)
Thoraks
simetris, retraksi subkostal (-)
Pulmo : vesikuler wheezing -/- ronchi -/-
Jantung : S1,S2 tunggal, murmur (-)
Abdomen
supel, meteorismus (-) perut kaku (epistotonus) nyeri tekan (-) bising usus
normal turgor cukup
Ekstremitas
akral hangat CRT <2 detik edema ekstremitas (-)
Status neurologis
Dalam batas normal
Status lokalis
Nyeri tekan supra pubic, kandung kemih terkesan penuh
Diagnosis
Suspect vesikolitiasis
Planning terapi
Infuse D51/2NS 1500 /24 jam
Injeksi cefotaxim 3x1/2
Injeksi ranitidine 2x1/2
Injeksi antrain 3x1 /2
Pasang kateter
Pre operasi vesikolitotomi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
1. Darah lengkap
2.Urin lengkap
3.APTT, PTT persiapan operasi
Hasil pemeriksaan Laboratorium
1.Darah lengkap
WBC 8500
RBC 303,0
HGB 11,8
HCT 34,7
PLT 416000
2. Urin lengkap
3. Faal hemostasis
PT 10.4
APPT 28.3
Pemeriksaan radiologi
1. foto polos abdomen
2. USG abdomen
3. thorak PA (persiapan operasi)
Hasil Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks PA foto polos abdomen
10 Januari 2016
Keadaan pasien membaik, TD 110/70 mmHg N 82x/ m T 36.6oC RR 20x/m
Prognosis
Dubia ad bonam
Daftar Pustaka : terlampir
Tujuan Pembelajaran :
Mengetahui dan menyajikan diagnosis dan tata laksana hernia inguinalis lateralis
Diskusi
Pasien mengeluh nyeri saat buang air kecil dalam hal ini terdapat banyak kemungkinan
misalnya adanya infeksi saluran kencing ataupun batu Selain itu, pasien mengatakan
kadang kadang tidak bisa buang air kadang pasien juga merasa saat buang air kecil
seperti ada benda keras yang keluar dari kelamin. Pasien juga mengatakan sering ingin
kencing terutama pada malam hari, frekuensi BAK sebanyak 10 kali/hari hal ini dapat
mengarahkan adanya batu disaluran kencing. Untuk mengetahui letak batu dilakukan
pemeriksaan penunjang bof dan usg dan foto thorak untuk persiapan operasi.
Dari penunjang tidak ditemukan adanya kontraindikasi dilakukan tindakan operatif. Foto
thoraks PA dbn, darah engkap dbn, Tindakan operatif dilakukan untuk mengambil batu
padakandung dengan cara membuka kandung kemih dan kemudian mengambil batu
tersebut. Post op pasien tidak mengalami gangguan. Pasien pulih dengan cepat dan dapat
segera dipulangkan. Pemberian anagesik untuk mengurangi nyeri post operatif.
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka post operatif. Proses
penyembuhan pasien baik. Prognosis pasien ini dubia ad bonam.
mengingat proses penyembuhan belum sempurna. Diet pasien tidak ada halangan,
dianjurkan untuk makan banyak makanan mengandung protein tinggi untuk membantu
proses penyembuhan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh
berada diatas simfisis sehingga dapat di palpasi dan di perkusi. Buli-buli yang terisi penuh
memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di
medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.1
Arteri-arteri utama yang mengantar darah ke vesika urinaria/buli-buli adalah
cabang arteria iliaca interna. Arteria vesicalis superior memasok darah pada bagian
ventrokranial vesika urinaria. Pada laki-laki arteria vesikalis inferior mengantar darah
kepada fundus vesicae. Pada wanita arteria aginalis mengambil alih fungsi arteria
vesicalis inferior dan melepaskan cabang-cabang kecil ke bagian dorsokaudal vesica
urinaria. Arteria obturatoria dan arteria glutealis inferior juga melepaskan cabang-cabang
kecil ke vesika urinaria.1,2
Nama vena adalah sesuai dengan nama arteri yang diiringinya, dan merupakan
anak cabang vena iliaca interna. Pada laki-laki, plexus venosus vesicalis yang bergabung
dengan plexus venosus prostaticus, meliputi fundus vesicae dan prostata, kedua vesicula
seminalis, kedua ductus deferens, dan ujung kaudal kedua ureter. Plexus venosus
prostaticus yang merupakan anyaman yang rapat, menerima darah dari vena dorsalis
penis. Plexus venosus vesicalis menyalurkan isinya terutama ke vena iliaca interna
melalui vena vesicalis inferior, tetapi dapat juga menyalurkan darah ke plexus venosi
vertebrale melalui vena sacralis. Pada wanita, pleksus venosus vesikalis melputi bagian
uretra dalam pelvis dan cervix vesicae, dan menampung darah dari vena dorsalis clitoridis
serta berhubungan dengan plexus venosus vaginalis. 1,2
Pada kedua jenis kelamin pembuluh limfe meninggalkan permukaan kranial
vesika urinaria dan melintas ke nodi lymphoidei iliaci externi, sedangkan yang berasal
dari permukaan posteroinferir melintas ke nodi lymphoidei iliaci ineterni. Beberapa
pembuluh limfe dari cervix vesicae ditampung dalam nodi lymphoidei sacrales atau iliaci
communes.1,2,4
Serabut parasimpatis untuk vesica urinaria berasal dari nervi splanchnici pelvici
(nervi erigentes). Serabut ini berfungsi sebagai perangsang muskulus detrusor dan sebagai
penghambat sphincter internus. Karena itu, jika serabut ini terangsang karena peregangan,
vesika urinaria berkontraksi, sphincter internus mengendur dan urin mengalir ke dalam
uretra. Serabut simpatis untuk vesica urinaria berasal dari nervi thoracici XI-XII, dan
nervi lumbales I-II. Saraf-saraf untuk inervasi vesica urinaria membentuk plexus venosus
vesicalis yang mengandung seabut simpatis dan parasimpatis. Plexus venosus vesicalis
merupakan lanjutan plexus hypogastricus inferior (plexus pelvicus). Serabut sensoris daro
vesica urinaria besifat visceral dan menyalurkan perasan sakit, seperti yang disebabkan
oleh peregangan berlebih. 1,2
2.2 Epidemiologi
Dikatakan terdapat perbedaan insiden penyakit ini menurut geografi dan gaya hidup. Data
dari Indonesia hingga saat ini belum didapatkan. Akan tetapi data yang dikumpulkan dari
Thailand menunjukkan terdapat 35,6 orang dari 100.000 orang yang dirawat dirumah
sakit memiliki batu saluran kencing. Dari data ini ditemukan ras China memiliki insiden
lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk asli Thailand. Penelitian ini juga
menemukan perbedaan insiden antara penduduk desa dan kota. Penduduk kota memiliki
insiden yang lebih tinggi begitu pula penduduk dengan sosial ekonomi rendah. 3 Penelitian
yang dilakukan di Boston pada anak anak menemukan penyebab tersering batu buli-buli
adalah kelainan kongenital pada ginjal, adanya benda asing di buli-buli, infeksi terutama
oleh Proteus sp.4,5
2.3 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang antara lain: (1) faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan (2) faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan disekitarnya. 1,2
Faktor intrinsik itu antara lain adalah:
1. herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orangtuanya.
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak daripada pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya:
1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tingi daripada di daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Gambaran Sitoskopi
d. USG
Ultrasonografi banyak dipakai untuk mencari kelainan-kelainan pada ginjal,
buli-buli, prostat, testis dan pemeriksaan pada kasus keganasan. Pada buli-buli,
USG berguna untuk menghitung sisa urin pasca miksi dan mendeteksi adanya
batu atau tumor buli-buli yang tidak bisa terlihat dengan foto polos abdomen.
e. Sistografi
Sistografi adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Foto ini dapat
dikerjakan dengan beberapa cara antara lain : melalui foto IVP, memasukkan
kontras melalui kateter uretra langsung ke buli-buli, memasukkan kateter
melalui kateter sistostomi atau melalui pungsi suprapubik. Dari sistogram
dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli yang
ditunjukkan oleh adanya filling defect, adanya robekan buli-buli yang terlihat
sebagai ekstravasasi kontras keluar dari buli-buli, adanya divertikel buli-buli,
buli-buli neurogenik dan kelainan buli-buli yang lain. Pemeriksaan ini juga
dapat untuk menilai inkontinensia stess pada wanita dan adanya refluks
vesikoureter.
c. Pembedahan
Pembedahan dijadikan pilihan jika terjadi kegagalan pada pengobatan konservatif,
infeksi rekuren, retensi urin akut, gross hematuria. Sejak jaman Hippocrates, batu buli-
buli diterapi dengan teknik insisi pada suprapubic atau insisi perineal. Tidak adanya
antibiotic dan kontrol hemostatik yang adekuat pada saat itu membuat angka morbiditas
dan mortalitas teknik ini sangat tinggi. Bahkan dengan diperkenalkannya sitoskopi pada
tahun 1877, trauma pada buli-buli tetap menjadi resiko. 3,4,5
Saat ini dikenal 3 teknik pembedahan, pertama adalah transurethral sitolitolapaksi.
Setelah posisi batu diketahui dengan menggunakan sitoskopi, energi seperti lithocast,
ultrasonic, electrohidrolik, dan laser diaplikasikan pada batu sehingga memecahnya
menjadi fragmen-fragmen yang dapat keluar melalui sitoskopi Teknik kedua,
percutaneus suprapubic sistolitolapksi adalah teknik yang banyak digunakan pada anak-
anak. Teknik ini memungkinkan pemakaian endoskopi yang lebih pendek dengan
diameter yang lebih besar, biasanya dengan pemecah batu ultrasonik, yang mempercepat
fragmentasi dan evakuasi batu. Seringkali kombinasi dari transurethral dan perkutaneus
dipergunakan untuk menjaga kestabilan posisi batu serta mempercepat evakuasi batu dan
debrisnya. Jika merupakan indikasi maka reseksi atau insisi prostate transurethral (TURP
atau TUIP) dapat dikerjakan dengan mudah dan aman. 3,4,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi, SMF/Lab Ilmu Bedah RSUD Dr. Saiful
Anwar Fakultas Kedokteran Univ. Brawijaya. CV Sagung Seto, Jakarta. 2003. Hal
5-6 & 57-61.
2. Moore, KL & Agur, AMR. Essential Clinical Anatomy, Williams and Wilkins,
1996. pp. 156-161.
3. Jong WD, dan Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2005. Hal 756-763
4. Basler J,(August,10,2007), Bladder stone. Available at:
htpp//www.Emedicine.com. Accessed : May 25th 2011.
5. Halstead, S. dan Valyasevi, A. (1967), Studies Of Blader Stone Disease in
Thailand. Epidemiologic Studies in Ubol Province, American Journal of Clinical
Nutrition, vol. 20, no.12, pp 1332-1339
6. Paul A. Jhonson (Agustus, 14, 2006), Blader Stone. Available at:
www.healthAtoZ.com . Accessed : May 25th 2011
7. Vargas, B. , Robert, L. (1987), Stones in The Urinary Bladder in Children and
Young Adults, American Journal of Radiology, vol.148, pp. 491-495