Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

BATU BULI BULI

Oleh:

dr. Ainul Yaqin

Pembimbing:

dr. Totok Mardiyanto,SpB

Pendamping

dr. Yuliawati Soetio

dr. Sofie Giantari

RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

2016
Nama Peserta: dr. Ainul Yaqin
Nama Wahana : RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo
Topik : vesikolitiasis
Pendamping : Pembimbing :
dr. Yuliawaty Soetio & dr. Sofie Giantari dr. Totok Mardiyanto, SpB
Tanggal Presentasi : 15 Januari 2016 Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan
Objektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Remaja Lansia Bumil
Anak Dewasa
Bahan Bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Pos
Email
Data Pasien : Nama : An. No. Registrasi : 274878
AM
Nama Klinik : RSUD Waluyo Jati Telp : - Terdaftar: -
Data utama untuk bahan diskusi :
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama pasien : An. AM
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 10 tahun
Alamat : Dsn Krajan Rt. 003 Rw. 001 kandang Jati Wetan
Kraksaan Probolinggo
Suku : Madura Jawa
Pekerjaan : pelajar SD
MRS : 05 Januari 2016
No Register : 274878

1. ANAMNESA
2. Keluhan Utama : Nyeri bila buang air kecil
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dalam keadaan sadar mengeluh nyeri saat buang air
kecil. Keluhan ini dirasakan oleh pasien sejak 10 hari yang lalu. Selain itu,
pasien mengatakan kadang kadang tidak bisa buang air kadang pasien juga
merasa saat buang air kecil seperti ada benda keras yng keluar dari kelamin.
Pasien juga mengatakan sering ingin kencing terutama pada malam
hari, frekuensi BAK sebanyak 10 kali/hari. Warna air kencing kuning jernih,.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Riwayat penyakit jantung, asma, kencing manis, dan alergi
disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan memiliki tekanan darah tinggi yang
diketahui sejak 4 tahun yang lalu, namun tidak terkontrol dengan obat.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang
menderita keluhan yang sama dengan pasien.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
pasien anak pertama. Seorang pelajar SMP dan aktif.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 25kg
Tinggi Badan : 145 cm
Vital sign
Tekanan darah : 128/96 mmHg
Heart Rate : 111/ menit
Respiration Rate : 18x/ menit
Suhu : 36.50C

anemis/ikterus/cianosis/dispnea -/-/-/-
pupil bulat isokor 3mm
Kepala leher :
Bentuk simetris
oedema palpebra (-)
Pembesaran KGB leher (-)
Thoraks
simetris, retraksi subkostal (-)
Pulmo : vesikuler wheezing -/- ronchi -/-
Jantung : S1,S2 tunggal, murmur (-)
Abdomen
supel, meteorismus (-) perut kaku (epistotonus) nyeri tekan (-) bising usus
normal turgor cukup
Ekstremitas
akral hangat CRT <2 detik edema ekstremitas (-)
Status neurologis
Dalam batas normal
Status lokalis
Nyeri tekan supra pubic, kandung kemih terkesan penuh

Diagnosis
Suspect vesikolitiasis
Planning terapi
Infuse D51/2NS 1500 /24 jam
Injeksi cefotaxim 3x1/2
Injeksi ranitidine 2x1/2
Injeksi antrain 3x1 /2
Pasang kateter
Pre operasi vesikolitotomi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
1. Darah lengkap
2.Urin lengkap
3.APTT, PTT persiapan operasi
Hasil pemeriksaan Laboratorium
1.Darah lengkap
WBC 8500
RBC 303,0
HGB 11,8
HCT 34,7
PLT 416000
2. Urin lengkap

3. Faal hemostasis
PT 10.4
APPT 28.3
Pemeriksaan radiologi
1. foto polos abdomen
2. USG abdomen
3. thorak PA (persiapan operasi)
Hasil Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks PA foto polos abdomen

Pemeriksaan USG Abdomen


Kesimpulan :
Foto thorak dalam batas normal
foto polos abdomen terdapat gambaran radio opag pada kandung kencing
USG Abdomen terdapat Batu Buli Buli ukuran kira kira 35mm x 30mm
Follow Up
9 Januari 2016
Tindakan operatif dilakukan tanggal 09 januari 2016. vesikolitotomi. Pre op pasien dbn.
Post op pasien dbn.
TD 110/70 mmHg N 77x/ m T 36.7oC RR 18x/m
Tx post op : D51/2NS 1500/24jam
Inj Cefotaxim 3x1
Inj ketorolac 3x1
Pasang drainase
10 Januari 2016
TD 110/70 mmHg N 82x/ m T 36.6oC RR 20x/m
Keluhan nyeri bekas luka operasi, urin (+), darah pada drainase minimal
tx : tetap

10 Januari 2016
Keadaan pasien membaik, TD 110/70 mmHg N 82x/ m T 36.6oC RR 20x/m
Prognosis
Dubia ad bonam
Daftar Pustaka : terlampir
Tujuan Pembelajaran :
Mengetahui dan menyajikan diagnosis dan tata laksana hernia inguinalis lateralis
Diskusi
Pasien mengeluh nyeri saat buang air kecil dalam hal ini terdapat banyak kemungkinan
misalnya adanya infeksi saluran kencing ataupun batu Selain itu, pasien mengatakan
kadang kadang tidak bisa buang air kadang pasien juga merasa saat buang air kecil
seperti ada benda keras yang keluar dari kelamin. Pasien juga mengatakan sering ingin
kencing terutama pada malam hari, frekuensi BAK sebanyak 10 kali/hari hal ini dapat
mengarahkan adanya batu disaluran kencing. Untuk mengetahui letak batu dilakukan
pemeriksaan penunjang bof dan usg dan foto thorak untuk persiapan operasi.
Dari penunjang tidak ditemukan adanya kontraindikasi dilakukan tindakan operatif. Foto
thoraks PA dbn, darah engkap dbn, Tindakan operatif dilakukan untuk mengambil batu
padakandung dengan cara membuka kandung kemih dan kemudian mengambil batu
tersebut. Post op pasien tidak mengalami gangguan. Pasien pulih dengan cepat dan dapat
segera dipulangkan. Pemberian anagesik untuk mengurangi nyeri post operatif.
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka post operatif. Proses
penyembuhan pasien baik. Prognosis pasien ini dubia ad bonam.
mengingat proses penyembuhan belum sempurna. Diet pasien tidak ada halangan,
dianjurkan untuk makan banyak makanan mengandung protein tinggi untuk membantu
proses penyembuhan.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Buli-Buli


Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri dari atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler
dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel
transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra
posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk
suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.1,2
Secara anatomik, bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1) permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral,
dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli.1,2
Gambar buli-buli tampak posterior.
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urin, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih
adalah 300-450 ml; sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula Koff
adalah:1
Kapasitas Buli-buli = (Umur (tahun) + 2) x 30 ml

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh
berada diatas simfisis sehingga dapat di palpasi dan di perkusi. Buli-buli yang terisi penuh
memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di
medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.1
Arteri-arteri utama yang mengantar darah ke vesika urinaria/buli-buli adalah
cabang arteria iliaca interna. Arteria vesicalis superior memasok darah pada bagian
ventrokranial vesika urinaria. Pada laki-laki arteria vesikalis inferior mengantar darah
kepada fundus vesicae. Pada wanita arteria aginalis mengambil alih fungsi arteria
vesicalis inferior dan melepaskan cabang-cabang kecil ke bagian dorsokaudal vesica
urinaria. Arteria obturatoria dan arteria glutealis inferior juga melepaskan cabang-cabang
kecil ke vesika urinaria.1,2
Nama vena adalah sesuai dengan nama arteri yang diiringinya, dan merupakan
anak cabang vena iliaca interna. Pada laki-laki, plexus venosus vesicalis yang bergabung
dengan plexus venosus prostaticus, meliputi fundus vesicae dan prostata, kedua vesicula
seminalis, kedua ductus deferens, dan ujung kaudal kedua ureter. Plexus venosus
prostaticus yang merupakan anyaman yang rapat, menerima darah dari vena dorsalis
penis. Plexus venosus vesicalis menyalurkan isinya terutama ke vena iliaca interna
melalui vena vesicalis inferior, tetapi dapat juga menyalurkan darah ke plexus venosi
vertebrale melalui vena sacralis. Pada wanita, pleksus venosus vesikalis melputi bagian
uretra dalam pelvis dan cervix vesicae, dan menampung darah dari vena dorsalis clitoridis
serta berhubungan dengan plexus venosus vaginalis. 1,2
Pada kedua jenis kelamin pembuluh limfe meninggalkan permukaan kranial
vesika urinaria dan melintas ke nodi lymphoidei iliaci externi, sedangkan yang berasal
dari permukaan posteroinferir melintas ke nodi lymphoidei iliaci ineterni. Beberapa
pembuluh limfe dari cervix vesicae ditampung dalam nodi lymphoidei sacrales atau iliaci
communes.1,2,4
Serabut parasimpatis untuk vesica urinaria berasal dari nervi splanchnici pelvici
(nervi erigentes). Serabut ini berfungsi sebagai perangsang muskulus detrusor dan sebagai
penghambat sphincter internus. Karena itu, jika serabut ini terangsang karena peregangan,
vesika urinaria berkontraksi, sphincter internus mengendur dan urin mengalir ke dalam
uretra. Serabut simpatis untuk vesica urinaria berasal dari nervi thoracici XI-XII, dan
nervi lumbales I-II. Saraf-saraf untuk inervasi vesica urinaria membentuk plexus venosus
vesicalis yang mengandung seabut simpatis dan parasimpatis. Plexus venosus vesicalis
merupakan lanjutan plexus hypogastricus inferior (plexus pelvicus). Serabut sensoris daro
vesica urinaria besifat visceral dan menyalurkan perasan sakit, seperti yang disebabkan
oleh peregangan berlebih. 1,2

2.2 Epidemiologi
Dikatakan terdapat perbedaan insiden penyakit ini menurut geografi dan gaya hidup. Data
dari Indonesia hingga saat ini belum didapatkan. Akan tetapi data yang dikumpulkan dari
Thailand menunjukkan terdapat 35,6 orang dari 100.000 orang yang dirawat dirumah
sakit memiliki batu saluran kencing. Dari data ini ditemukan ras China memiliki insiden
lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk asli Thailand. Penelitian ini juga
menemukan perbedaan insiden antara penduduk desa dan kota. Penduduk kota memiliki
insiden yang lebih tinggi begitu pula penduduk dengan sosial ekonomi rendah. 3 Penelitian
yang dilakukan di Boston pada anak anak menemukan penyebab tersering batu buli-buli
adalah kelainan kongenital pada ginjal, adanya benda asing di buli-buli, infeksi terutama
oleh Proteus sp.4,5

2.3 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang antara lain: (1) faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan (2) faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan disekitarnya. 1,2
Faktor intrinsik itu antara lain adalah:
1. herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orangtuanya.
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak daripada pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya:
1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tingi daripada di daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.4 Pembentukan Batu Saluran Kemih


2.4.1 Teori Pembentukan Batu Saluran Kemih
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat
yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine) yaitu pada sistem kalises
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.1,2,5
Batu terdiri dari kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
bahan anorganik yang telarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal-kristal yang lebih besar. Meskipun
ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu
saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk
retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. 1,2
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid dalam urine,
konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80%
batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium baik yang berikatan dengan oksalat maupun
fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan batu kalsium fosfat; sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn,
batu sistein dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas
hampir sama, tetapi suasana di saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis
batu itu tdak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam
suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentk karena urine bersifat
basa.1

2.4.2 Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih


Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya
keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor yaitu zat-zat yang dapat
mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat
terbentuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorpsi kalsium di
dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal hingga
retensi kristal. Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu
karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga
jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium
oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium membentuk
garam kalsium sitrat, sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat atau
fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat
jumlahnya berkurang.1
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor
dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun
menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan (GAG),
protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin dan osteopontin. Defisiensi
zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih. 1,2

2.4.3 Komposisi Batu


Batu saluran kemih umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat,
asam urat, magnesium amonium fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa
lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang tedapat pada batu sangat penting
untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.1
1.
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu
saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri dari kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
Hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300
mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya
hiperkalsiuri, antara lain:
o Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium melalui usus.
o Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
o Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer
atau pada tumor paratiroid.
Hiperoksaluri adalahekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada
usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung oksalat diantaranya
adalah teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam.
Hiperurikosuria adalah kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850
mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti
batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di
dalam urine berasal dari makanan yang banyak mengandung purin maupun
berasal dari metabolisme endogen.
Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat berfungsi sebagai
penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia dapat terjadi pada:
penyakit asidosis tubuli ginjal atau Renal Tubular Acidosis, sindrom
malabsorbsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka
waktu yang lama.
Hipomagnesuria. Sepeti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai
penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium
bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat sehingga
mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel
disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
2.
Batu Struvit1,6
Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak seperti pada reaksi:

CO(NH2)2 + H2O ( 2NH3 + CO2


Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) atau
(MgNH4PO4H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation
(Ca++Mg++ dan NH4+) batu ini dikenal sebagai batu triple-phosphate.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah: Proteus
spp, Klebsiella, Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E coli
banak meninbulkan infeksi saluran kemih akan tetapi kuman ini bukan termasuk
pemecah urea.
3.
Batu Asam Urat1,2,6
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Diantara 75-
80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasine
penyakit Gout, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak
mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan
salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein mempunyai
peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan
metabolisme endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui
asam inosinat dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin
oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi
asam urat. Pada mamalia lain dan dalmation, mempunyai enzim urekase yang
dapat merubah asam urat menjadi allantoin yang larut di dalam air. Pada manusia
karena tidak mempunyai enzim itu, asam urat diekskresikan ke dalam urin dalam
bentuk asam urat bebas dan garam urat yang lebih sering berikatan dengan
natrium membentuk natirum urat. Natrium urat lebih mudah larut dalam air
dibandingkan dengan asam urat bebas sehingga tidak mungkin mengadakan
kristalisasi di dalam urine.
Asam urat relatif tidak larut dalam urine sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam
urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urine yang
terlalu asam (pH urine <6), (2) volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 liter per
hari) atau dehidrasi, (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk batu Staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises
ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat
bentuknya halus dan bulat sehingga pada pemeriksan PIV tampak sebagai
bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan
dengan bekuan darah, bentkan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau bezoar
jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic
shadowing).
Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat setelah terapi adalah
dengan minum banyak, alkalinisasi urine dengan mempertahankan pH diantara
6,5-7 dan menjaga jangan terjadi hiperurikosuria dengan mencegah terjadinya
hiperurisemia. Setiap pagi pasien dianjurkan untuk memeriksa pH urine dengan
kertas nitrazin, dan dijaga supaya produksi urine tidak kurang dari 1500-2000 ml
per hari. Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat secara berkala, dan jika terjadi
hiperurisemia harus diterapi dengan obat-obatan inhibitor xanthin oksidase yaitu
allopurinol.
4.
Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang dijumpai.
Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin yaitu kelainan dalam
absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit
bawan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan
hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida
yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang
berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu
silikat.

2.5 Penegakan Diagnosis


2.5.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis batu buli-buli seorang dokter dituntut untuk dapat
melakukan pemeriksaan dengan seksama dan sistematik mulai dari pemeriksaan subyektif
yaitu mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis
yang sistematik mencakup keluhan utama pasien, riwayat penyakit lain yang pernah
dideritanya, maupun yang pernah diderita oleh keluarganya dan riwayat penyakit yang
diderita saat ini. Batu buli-buli sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi
atau terdapat benda asing di buli-buli.6,7
Pasien dengan batu buli-buli dapat sepenuhnya asimptomatik. Gejala khas pada
batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi seperti urgensi yaitu rasa sangat ingin kencing.
Keadaan ini akibat hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli karena inflamasi, terdapat
benda asing dalam buli-buli, adanya obstuksi infravesika, atau karena kelainan buli-buli
nerogen. Keluhan biasanya muncul dalam bentuk nyeri pada regio suprapubik yang dapat
bersifat tumpul atau tajam yang diperparah dengan meningkatnya aktifitas. 6,7
Frekuensi atau polakisuria yaitu suatu keadaan dimana frekuensi berkemih lebih
dari normal. Setiap hari, orang normal rata-rata berkemih 5 hingga 6 kali sehari dengan
volume kurang lebih 300ml setiap miksi. Polakisuria dapat disebabkan karena produksi
urin yang berlebihan atau kapasitas buli-buli yang menurun sehingga pada waktu buli-buli
terisi pada volume yang belum mencapai kapasitasnya sudah terjadi rangsangan miksi.
Nokturia merupakan polakisuria yang terjadi pada malam hari.6
Gejala yang lain adalah disuria yaitu nyeri pada saat miksi terutama karena
inflamasi pada buli-buli dan uretra. Nyeri ini dirasakan di sekitar meatus uretra eksternus,
skrotum, perineum, punggung atau pinggang. Disuria pada penderita batu buli-buli terjadi
pada akhir miksi. Rasa tidak lampias saat miksi dan miksi yang tersendat sendat juga
sering dikeluhkan oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat teraba vesika urinaria yang
penuh pada region suprapubik akibat retensi urin dan nyeri tekan suprasimfisis.6

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang6,7


a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang sering dikerjakan pada
kasus urologi meliputi uji makroskopik, dengan menilai warna, bau, dan berat
jenis urin. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman, protein, dan gula
dalam urin. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast atau
bentukan lain dalam urin. Urin mempunyai pH yang bersifat asam yaitu rata-
rata 5,5-6,5. Jika didapatkan pH yang relatif basa kemungkinan terjadi infeksi
bakteri oleh baktri pemecah urea, sedangkan bila pH terlalu asam
kemungkinan terjadi asidosis pada tubulus ginjal atau terdapat batu asam urat.
Selain itu dapat ditemukan hematuri baik mikros ataupun makros, pyuria,
bakteriuri dan kultur urine yang memperlihatkan gambaran adanya organisme
pemecah urea.
b. Pemeriksaan Darah
- Darah rutin
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, lekosit,
laju endap darah, hitung jenis lekosit, dan hitung trombosit
- Elektrolit : Na, K, Ca, P
Pemeriksaan elektrolit berguna untuk mengetahui faktor predisposisi
pembentukan batu saluran kemih antara lain : fosfat, kalsium,magnesium.
Selain itu untuk mendeteksi adanya sindroma para neoplastik yang terjadi pada
tumor grawitz
c. Foto Polos Abdomen
Merupakan foto skrining untuk menilai kelainan-kelainan urologi.
ditemukannya bayangan opak dalam sistem urinaria mulai dari ginjal, ureter
hingga ke buli-buli. Bedakan dengan kalsifikasi pembuluh darah, flebolit, atau
feses yang mengeras. Akan tetapi kebanyakan batu pada orang dewasa
tersusun dari asam urat yang radioluscent sehingga diperlukan pemeriksaan
ultrasonografi, CT scan tanpa kontras atau sitoskopi untuk mengkonfirmasi
keberadaan batu.

Gambaran radioopak pada


foto polos abdomen

Gambaran Sitoskopi
d. USG
Ultrasonografi banyak dipakai untuk mencari kelainan-kelainan pada ginjal,
buli-buli, prostat, testis dan pemeriksaan pada kasus keganasan. Pada buli-buli,
USG berguna untuk menghitung sisa urin pasca miksi dan mendeteksi adanya
batu atau tumor buli-buli yang tidak bisa terlihat dengan foto polos abdomen.
e. Sistografi
Sistografi adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Foto ini dapat
dikerjakan dengan beberapa cara antara lain : melalui foto IVP, memasukkan
kontras melalui kateter uretra langsung ke buli-buli, memasukkan kateter
melalui kateter sistostomi atau melalui pungsi suprapubik. Dari sistogram
dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli yang
ditunjukkan oleh adanya filling defect, adanya robekan buli-buli yang terlihat
sebagai ekstravasasi kontras keluar dari buli-buli, adanya divertikel buli-buli,
buli-buli neurogenik dan kelainan buli-buli yang lain. Pemeriksaan ini juga
dapat untuk menilai inkontinensia stess pada wanita dan adanya refluks
vesikoureter.

Gambaran bayangan Gambar endoskopi


radioopak pada VU dari batu buli-buli
dengan IVP
2.6 Penanganan
Penanganan kasus batu buli-buli dapat secara konservatif dengan obat-obatan
maupun pembedahan.3,4,5
a. Pelarutan
Jenis batu yang memang dapat dilarukan adalah jenis batu asam urat. Batu ini
hanya teradi pada keadaan pH air kemih yang asam (pH 6,2) sehingga dengan pemberian
bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan dapat
larut. Pelarutan batu buli-buli menjadi mungkin jika pH urin diatas sama dengan 6,5.
Potasium sitrat dapat pula dijadikan pilihan Akan tetapi alkalinisasi urin yang terlalu
agresif dapat mengakibatkan deposit kalsium fosfat pada permukaan batu yang akan
memeperburuk kondisi Pada batu asam urat penting pula mengkoreksi etiologi kadar
asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usah ini cukup memberikan
hasil yang baik. 3,4,5
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesannya bila
diberikan pengobatan dengan pengasaman kemih dan pemberian antiurease. Renacidin
dikatakan dapat dipakai untuk melarutkan batu fosfat atau struvit, akan tetapi
pengobatannya lama dan invasif karena harus dikombinasikan dengan kateter irigasi.
Pasien juga harus dimonitor ketat tanda-tanda sepsis atau hipermagnesemia Bila terdapat
kuman harus dibasmi. Akan tetapi kuman yang terdapat pada urolitiasis sulit untuk
dibasmi karena kuman berada di dalam batu yang tidak pernah dapat dicapai oleh
antibiotik. 3,4,5
Solutin G adalah obat yang langsung dapat diberikan kebatu di kandung kemih.
Selain solutin G, juga dipakai obat hemiasidrin untuk batu di ginjal dengan cara irigasi,
tetapi hasilnya kurang memuaskan, kecuali untuk batu sisa pasca bedah yang
dapatdiberikan melalui nefrostomi yang terpasang. Kemungkinan penyulit dengan
pengobatan seperti ini adalah intoksikasi atau infeksi yang lebih berat.
b. Litotripsi
Pemecahan batu atau litotripsi telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta,
tetapi dengan kemajuan teknik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung.
Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan menggunakan litotriptor secara mekanis
melalui sistoskop atau memakai gelombang elektrohidrolik atau ultrasonik. Litotriptor
hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. ESWL
(extracorporeal shock wave litotripsy) dapat digunakan untuk memecahkan batu tanpa
perlukaan di tubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirankan melalui air ke tubuh dan
dipusatkan pada batu yang akan dipecah. Batu akan hancur dan keluar bersama kemih.
ESWL dilakukan tanpa tindak bedah apapun. 3,4,5

c. Pembedahan
Pembedahan dijadikan pilihan jika terjadi kegagalan pada pengobatan konservatif,
infeksi rekuren, retensi urin akut, gross hematuria. Sejak jaman Hippocrates, batu buli-
buli diterapi dengan teknik insisi pada suprapubic atau insisi perineal. Tidak adanya
antibiotic dan kontrol hemostatik yang adekuat pada saat itu membuat angka morbiditas
dan mortalitas teknik ini sangat tinggi. Bahkan dengan diperkenalkannya sitoskopi pada
tahun 1877, trauma pada buli-buli tetap menjadi resiko. 3,4,5
Saat ini dikenal 3 teknik pembedahan, pertama adalah transurethral sitolitolapaksi.
Setelah posisi batu diketahui dengan menggunakan sitoskopi, energi seperti lithocast,
ultrasonic, electrohidrolik, dan laser diaplikasikan pada batu sehingga memecahnya
menjadi fragmen-fragmen yang dapat keluar melalui sitoskopi Teknik kedua,
percutaneus suprapubic sistolitolapksi adalah teknik yang banyak digunakan pada anak-
anak. Teknik ini memungkinkan pemakaian endoskopi yang lebih pendek dengan
diameter yang lebih besar, biasanya dengan pemecah batu ultrasonik, yang mempercepat
fragmentasi dan evakuasi batu. Seringkali kombinasi dari transurethral dan perkutaneus
dipergunakan untuk menjaga kestabilan posisi batu serta mempercepat evakuasi batu dan
debrisnya. Jika merupakan indikasi maka reseksi atau insisi prostate transurethral (TURP
atau TUIP) dapat dikerjakan dengan mudah dan aman. 3,4,5

Batu buli-buli yang


sedang dihancurkan
dengan laser
Pendekatan ketiga adalah sistostomi suprapubik yang memungkinkan
pengangkatan batu yang lebih besar dan lebih keras, atau divertikulosis buli-buli
merupakan indikasi. Keuntungan teknik ini adalah pengangkatan batu yang lebih cepat,
mudah dan pada kasus dengan batu yang sulit diangkat dengan menggunakan kedua
teknik sebelumnya. Kerugian teknik ini meliputi lamanya perawatan di rumah sakit, nyeri
postoperasi, dan lamanya masa kateterisasi buli-buli. 3,4,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi, SMF/Lab Ilmu Bedah RSUD Dr. Saiful
Anwar Fakultas Kedokteran Univ. Brawijaya. CV Sagung Seto, Jakarta. 2003. Hal
5-6 & 57-61.
2. Moore, KL & Agur, AMR. Essential Clinical Anatomy, Williams and Wilkins,
1996. pp. 156-161.
3. Jong WD, dan Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2005. Hal 756-763
4. Basler J,(August,10,2007), Bladder stone. Available at:
htpp//www.Emedicine.com. Accessed : May 25th 2011.
5. Halstead, S. dan Valyasevi, A. (1967), Studies Of Blader Stone Disease in
Thailand. Epidemiologic Studies in Ubol Province, American Journal of Clinical
Nutrition, vol. 20, no.12, pp 1332-1339
6. Paul A. Jhonson (Agustus, 14, 2006), Blader Stone. Available at:
www.healthAtoZ.com . Accessed : May 25th 2011
7. Vargas, B. , Robert, L. (1987), Stones in The Urinary Bladder in Children and
Young Adults, American Journal of Radiology, vol.148, pp. 491-495

Anda mungkin juga menyukai