PENDAHULUAN
1
dicegah apabila wanita mendapatkan nutrisi yang cukup dan dapat perawatan
yang sesuai pada saat kehamilan, kelahiran dan periode pasca persalinan.
Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernapasan yang berlanjut sehingga dapat menimbulkan berbagai
komplikasi. Seorang neonatus dapat disebut mengalami asfiksia bila nilai APGAR
pada menit ke 5 yaitu 0-3. Asfiksia dimanifestasikan dengan disfungsi multiorgan,
kejang, ensefalopati hipoksik-iskemik dan asidemia metabolik.
Penyebab asfiksia terdapat dari berbagai faktor neonatus, ibu, plasenta dan
fetus itu sendiri. Sehingga penatalaksanaan asfiksia yaitu dengan cara resusitasi
yang jika dilakukan dengan sebaik-baiknya maka akan memberikan prognosis
yang baik walau seringkali terjadi kematian pada asfiksia berat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan Pa
O2 di dalam darah rendah (hipoksemia), Pa CO2 di dalam darah meningkat
(hiperkarbia) dan asidosis.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bernapas
secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya diabetes melitus, pre
eklampsia berat atau eklampsia, erotroblastosis fetalis, kelahiran kurang bulan (<
34 minggu), kelahiran lewat waktu, plasenta previa, solusio plasenta,
korioamnionitis, hidroamnion dan oligohidroamnion, gawat janin, serta pemberian
obat anastesi dan narkotik sebelum lahir.
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO menyebutkan bahwa semenjak tahun 2000-
2003 asfiksia menempati urutan ke-6 yaitu sebanyak 8% sebagai penyebab
kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan
kelahiran prematur.
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menyebutkan
penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia yaitu asfiksia neonatorum dengan
persentasi 27%.
2.3 Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
pertukaran gas dan pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Kejadian asfiksia dapat
terjadi pada masa antepartum atau intrapaertum.
3
1. Faktor Ibu
a) Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik dan
anastesi dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
b) Gangguan aliran darah uterus
Penurunan aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin.
Hal ini sering ditemukan pada :
Gangguan kontraksi uterus, misalnya : hipertoni, hipotoni
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan.
Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta
dan lain-lain.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara iu dan janin.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
1) Pemakaian obat anastesi / analgetik yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan
janin.
2) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan
intrakranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia
4
diafrgamatika atresia/ stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru
dan lain-lain.
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya asfiksia yang dapat muncul pada
masa antepartum atau intrapartum, sebagai berikut :6
a. Antepartum
- Diabetes pada ibu
- Hipertensi dalam kehamilan
- Anemia janin atau isoimunisasi
- Riwayat kematian janin atau neonatus
- Perdarahan pada trimester dua dan tiga
- Infeksi ibu
- Ibu penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid, atau kelainan neurologi
- Polihidramnion atau oligohidramnion
- Ketuban pecah dini
- Kehamilan ganda
b. Intrapartum
- Seksio sesaria darurat
- Kelahiran dengan ektraksi forseps atau vakum
- Kelahiran kurang bulan
- Korioamnionitis
- Ketubahan pecah lama
- Partus lama
- Kala dua lama
- Makrosomia
- Plasenta previa
- Solusio plasenta
5
- Perdarahan intrapartum
6
2.7 Penegakan Diagnosis
Penentuan diagnosis dapat dilakukan dengan :
Anamnesis
- Gangguan / kesulitan waktu lahir
- Lahir tidak bernapas / menangis
Pemeriksaan fisik
- Detak jantung tidak ada < 100x/menit / >100x/menit
- Pernapasan tidak teratur
- Refleks saat jalan napas dibersihkan tidak ada menyeringai
batuk / bersin
- Tonus otot lunglai fleksi eksrimitas (lemah) fleksi kuat
gerak aktif
- Warna kulit biru pucat tubuh merah ekstrimitas biru merah
seluruh tubuh
- Dilakukan pemantauan nilai APGAR pada menit ke-1 dan
menit ke-5, bila nilai APGAR 5 menit masih kurang dari 7
penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.
Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik
setelah lahir bila bayi tidak menangis.
Pemeriksaan penunjang
- Foto polos dada
- USG kepala
- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum
elektrolit
Kriteria asfiksia neonatus :
- Nilai APGAR menit ke-5 0-3
- Terdapat asidosis pada pemriksaan darah tali pusat ( pH <
7,0 dan base deficit 12 mmol/L)
- Gangguan neurologis (kejang, hipotonia, atau koma)
- Terdapat gangguan sistem multiorgan (gangguan
kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau
sistem renal)
2.8 Patofisologi
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam
paru-parunya mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial
paru sehingga oksigen dapat dihantarken ke aerteriol pulmonal dan menyebabkan
7
arteriol relaksasi. Jika proses tersebut terganggu makan arteriol pulmonal akan
tetap konstriksi, elveoli tetap berisi cairan, dan pembuluh darah arteri sistemik
tidak mendapat oksigen. Pasokan oksigen yang berkurang akan menyebabkan
konstriksi arteriol pada organ usu, ginjal, otot, dan kulit, namun aliran darah ke
jantung dan ke otak tetap satbil. Jika proses terjadi terus menerus maka akan
menyebabkan kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah
jantung, menurunkan tekanan darah, yag menyebabkan aliran darah ke seluruh
organ terganggu. Akibat kekurangan suplai oksigen jaringan akan menimbulkan
kerusakan jaringan otak yang ireversibel, kerusakan organ tubuh lain, dan
kematian. Klinis yang akan timbul pada bayi berupa tonus otot yan buruk karena
kekurangna oksigen pada otak, otot dan organ lain. Depresi pernapasan karena
otak kekurangan oksigen, bradikardi karena kekurangan oksigen pada otot jantung
dan otak, tekanan darah yang rendah karena kekurangna oksigen pada otot
jantung, kehilangan darah atau kekurangnan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan, takipnea karena kegagalan absorbsi cairan
paru-paru dan sianosis akibat kekurangnan oksigen dalam darah.
8
memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara komplit, termasuk
melakukan intubasi endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan
mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan
membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan
alat resusitasi.
1. Perlengkapan penghisap
3. Peralatan intubasi
Laringoskop
Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila tersedia) yang cocok
dengan pipa endotrakeal yang ada
4. Obat-obatan
9
Epinefrin 1:10.000 (0,1 mg/ml) 3 ml atau ampul 10 ml
Kristaloid isotonik (NaCl 0.9% atau Ringer Laktat) untuk penambah volume
100 atau 250 ml.
Natrium bikarbonat 4,2% (5 mEq/10 ml)ampul 10 ml.
Naloxon hidroklorida 0,4 mg/ml atau 1,0 mg/ml
Dextrose 10%, 250 ml
Kateter umbilikal
5. Lain-lain
Penilaian awal saat lahir dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal yang
dinilai diantaranya :
10
Apakah tonus bayi baik ?
Jika bayi lahir cukup bulan, menangis, dan tonus otot baik, bayi
dikeringkan dan dipertahankan tetap hangat. Hal ini dilakukan dengan bayi
berbaring di dada ibunya dan tidak terpisahkan dari ibunya. Bayi yang tidak
memenuhi kriteria tersebut dinilai untuk dilakukan satu atau lebih tindakan secara
berunrtun di bawah ini :
11
Gambar 2. Posisi kepala yang benar dan salah pada resusitasi
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar
(bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi
jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan
endotrakeal sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi
mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan
laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan
kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea
sampai glotis. Namun, jika usaha intubasi perlu waktu lama dan/atau tidak
12
berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama jika
terdapat bradikardi persisten.
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir
semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder,
rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya
cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada
punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus
memberikan rangsangan taktil.
13
Gambar 4. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan rangsangan taktil
Resusitasi diantisipasi
VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas
Sianosis menetap
Oksigen tambahan diberikan
14
(2) ventilasi tekanan positif
Jika bayi apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut jantung
kurang dari 100 permenit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai. Bantuan
ventilasi harus diberikan dengan frekuensi 40-60 kali per menit untuk mencapai
dan mempertahankan frekueensi denyut jantung lebih dari 100 per menit.
Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut
jantung. Alat untuk melakuka VTP untuk resusitasi neonatus adalah balon tidak
mengembang sendiri, balon mengembang sendiri, atau T-pierce resuscitation.
LMA disebutkan dapat digunakan dan efektif untuk bayi >2000 gram atau usia 34
minggu. LMA dipertimbangkan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak berhasil
atau tidak mungkin.
Indikasi kompresi dada ialah frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per
menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus,
rasio kompresi : ventilasi = 3:1. Pernafasan, frekuensi denyut jantung dan
oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi-ventilasi tetap dilakukan
sampai frekuuensi jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
15
2.9.3.3 Pemberian oksigen
16
Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen.
Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup
oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator
dan selang/pipa oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan
oksigen 100%. Namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa
penggunaan oksigen ruangan dengan konsentrasi 21% menurunkan risiko
mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) dibanding dengan
oksigen 100%.18-22 Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang
bulan karena dapat merusak jaringan.
17
(1) Balon mengembang sendiri (self inflating bag)
(3)T-piece resuscitator
18
T-piece resuscitator bekerja hanya bila dialiri gas yang berasal dari sumber
bertekanan ke dalamnya. Gas mengalir langsung, baik ke lingkungan sekitar
maupun ke bayi, dengan cara menutup atau membuka lubang pada pipa T dengan
jari atau ibu jari.
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada
(cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu
menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan
memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya
bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk
melakukan kompresi dada yang efektifsatu orang menekan dada dan yang
lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan
frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan
kompresi harus dilakukan secara bergantian.
Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir
karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar.14
19
Prinsip dasar pada kompresi dada adalah:
Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit
tengadah.
(2) Kompresi
Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3
bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal
yang menghubungkan kedua puting susu.
20
digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama penekanan dan
pelepasan.
frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan
aturan satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30
ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2
detik, terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi.
Penghentian kompresi:
Setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung ventilasi
dihentikan selama 6 detik. Penghitungan frekuensi jantung selama
ventilasi dihentikan.
Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10.
Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan,
namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika
frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter
umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus
dilakukan.
Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas
spontan, ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih
mendapat oksigen alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan.
Setelah observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat
dipindahkan ke ruang perawatan.
21
dari beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu
memudahkan ventilasi.
(3) Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara
kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi
tekanan positif.
(4) Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara
yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa
endotrakeal sambil menunggu akses intravena.
(5) Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan
selang endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai
diantaranya melalui pelatihan khusus.
(1) Epinefrin
22
(2) Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir
yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan
resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi
tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama
5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang
diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau
tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
(3) Bikarbonat
(4) Nalokson
23
2.9.4 Resusitasi pada bayi kurang bulan
Kulit yang tipis dengan permukaan tubuh yang relatif luas serta kurangnya
lemak tubuh memudahkan bayi kehilangan panas
Jaringan yang imatur memungkinkan lebih mudah rusak oleh oksigen
yang berlebihan
Otot yang lemah dapat menyebabkan bayi kesulitan bernapas
Usaha bernapas dapat berkurang karena imaturitas sistem saraf
Paru-paru mungkin imatur dan kekurangan surfaktan sehingga kesulitan
ventilasi, selain itu paru paru bayi lebih mudah cedera setelah tindakan
VTP
Sistem imunitas yang imatur rentan terhadap infeksi
Kapiler yang rapuh dalam otak yang sedang berkembang dapat pecah
Pengambilan darah berulang untuk pemeriksaan pada bayi prematur lebih
mudah menyebabkan hipovolemi karena volume darah yang sedikit.
24
Jika bayi diantisipasi kurang bulan secara signifikan (misalnya <28
minggu), mungkin diperlukan plastik pembungkus (polyethylene) yang dapat
dibuka-tutup serta alas hangat yang dapat dipindah-pindahkan siap pakai.
Inkubator transpor juga diperlukan untuk memindahkan bayi ke ruang perawatan
setelah resusitasi.
Secara garis besar hal-hal berikut harus diperhatikan pada resusitasi bayi
kurang bulan :
Pemberian oksigen
Untuk menghindari pemberian oksigen yang berlebihan saat resusitasi pada
bayi kurang bulan, digunakan blender oksigen dan oksimeter agar jumlah oksigen
yang diberikan dapat diatur dan kadar oksigen yang diserap bayi dapat diketahui.
Saturasi oksigen lebih dari 95% dalam waktu lama, terlalu tinggi bagi bayi kurang
bulan dan berbahaya bagi jaringannya yang imatur.Namun begitu, tidak ada bukti
25
yang meyakinkan bahwa pemberian oksigen 100% dalam waktu singkat selama
resusitasi akan merugikan.
Ventilasi
Bayi kurang bulan mungkin sulit diventilasi dan juga mudah cedera dengan
ventilasi tekanan positif yang intermiten.Hal-hal berikut perlu dipertimbangkan :
26
Otak bayi kurang bulan mempunyai struktur yang sangat rapuh yang
disebut matriks germinal. Matriks germinal terdiri atas jaringan kapiler
yang mudah pecah, terutama jika penanganan bayi terlalu kasar, jika ada
perubahan cepat tekanan darah dan kadar CO2 dalam darah, atau jika ada
sumbatan apapun dalam aliran vena di kepala. Pecahnya matriks germinal
mengakibatkan perdarahan intraventrikuler yang menyebabkan kecacatan
seumur hidup.
a. S-SUGAR
Adalah langkah untuk menstabilkan kadar gula darah neonatus.
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah tidak dapat
mencukupi kebutuhan tubuh. Hipoglikemia berhubungan dengan keluaran
neurologis yang buruk. Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa
kejadian hipoglikemik yang bersamaan dengan hipoksik-iskemik
menunjukkan daerah 5 infark yang lebih besar dan menunjukkan angka
keselamatan yang lebih rendah. Pada neonatus kadar glukosa darah harus
27
dipertahankan pada kadar 50-110 mg/dl. Beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk stabilisasi gula darah neonatus adalah:
1. Tidak memberikan makanan perenteral.
Kebanyakan neonatus yang perlu ditransportasi terlalu sakit
untuk mentoleransi makanan peroral. Pada bayi sakit, sebaiknya
menunda pemberian makanan peroral karena bayi yang sakit
seringkali mengalami distres pernafasan, sehingga meningkatkan
risiko terjadinya aspirasi isi lambung ke paru. Selain itu ketika bayi
mengalami distres pernafasan mereka memiliki koordinasi
menghisap, menelan dan bernafas yang buruk. Pada keadaan
tertentu, misalnya infeksi dapat memperlambat pengosongan isi
lambung karena ileus intestinal. Isi gaster dapat mengalami refluks
ke esofagus dan teraspirasi ke paru. Pada bayi yang mengalami
asfiksia, kadar oksigen dan tekanan darah yang rendah, sehingga
aliran darah ke usus menurun sehingga meningkatkan risiko
terjadinya jejas iskemik.
2. Memberikan glukosa melalui jalur intravena.
Memberikan kebutuhan energi bagi bayi yang sakit melalui
cairan intravena yang mengandung glukosa merupakan komponen
penting dalam stabilisasi bayi, karena otak bayi memerlukan suplai
glukosa yang cukup untuk berfungsi dengan normal. Cairan yang
mengandung glukosa harus segera diberikan melalui jalur
intravena kepada bayi sakit. Jalur intravena dapat diberikan di
tangan, kaki atau kulit kepala. Apabila jalur perifer sulit didapatkan
maka dapat digunakan jalur vena umbilikal untuk pemberian cairan
dan obat- obatan.
3. Beberapa neonatus berisiko tinggi mengalami hipoglikemia.
Bayi yang berisiko tinggi mengalami hipoglikemia diantaranya
adalah:
- Bayi prematur (usia kehamilan kehamilan < 37 minggu)
- Bayi kecil untuk masa kehamilan, berat badan lahir rendah,
dan IUGR
- Bayi besar untuk masa kehamilan
- Bayi dari ibu dengan diabetes mellitus
- Bayi yang sakit
28
- Bayi dari ibu yang mendapat obat hipoglikemik atau diinfus
glukosa
b. T- TEMPERATURE
Hipotermia merupakan kondisi yang dapat dicegah dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas, khususnya pada bayi prematur.
Maka, usaha untuk mempertahankan suhu normal bayi dan pencegahan
hipotermia selama stabilisasi sangatlah penting.
Bayi yang berisiko tinggi mengalami hipotermia adalah:
1. Bayi prematur, berat badan rendah (khususnya berat badan
kurang dari 1500 gram).
2. Bayi kecil untuk masa kehamilan
3. Bayi yang mengalami resusitasi yang lama
4. Bayi yang sakit berat dengan masalah infeksi, jantung,
neurologis, endokrin dan bedah.
5. Bayi yang hipotonik akibat sedatif, analgesik, atau anestesi.
29
dengan menggunakan selimut hangat, menjauhkan kain basah,
meletakkan anak di dada ibu (skin to skin contact),
menggunakan topi dan pakaian. Pada bayi sakit biasanya bayi
tidak menggunakan pakaian dan diletakkan di atas radiant
warmer untuk memudahkan observasi dan tindakan. Selama
resusitasi dan stabilisasi, risiko terjadinya stres dingin dan
hipotermia sangat meningkat, sehingga usaha pencegahan
hipotermia harus ditingkatkan.
2. Bayi prematur dan berat badan rendah sangat rentan mengalami
hipotermia. Bayi masih memiliki kesulitan dalam mengatur
keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas, terutama
pada bayi prematur dan bayi kecil masa kehamilan. Hal ini
disebabkan karena perbandingan antara luas permukaan dan
massa tubuh yang lebih besar, kulit imatur yang lebih tipis, dan
lemak coklat yang lebih sedikit. Masalah ini lebih berisiko pada
bayi dengan berat <1500 gram. Apabila kehilangan panas tidak
dicegah maka suhu tubuh akan menurun dengan sangat cepat.
3. Bayi yang dilakukan resusitasi lama berisiko tinggi mengalami
hipotermia.
30
menjadi 25-280C (rekomendasi WHO), melapisi tubuh bayi
prematur (berat < 1500 gram) dengan plastik polietilen dari
dagu hingga kaki, serta mentransfer bayi dengan menggunakan
inkubator tertutup yang telah dihangatkan terlebih dahulu.
3. Evaporasi
Evaporasi adalah proses kehilangan panas melalui penguapan.
Standar internasional merekomendasikan untuk segera
mengeringkan bayi dengan handuk hangat setelah lahir untuk
mengurangi kehilangan panas secara evaporasi, lapisi
permukaan tubuh bayi prematur dengan plastik polietilen untuk
mencegah kehilangan panas secara evaporasi dan konveksi,
hangatkan suhu ruangan dan kurangi adanya turbulensi udara
yang melewati bayi.
4. Radiasi
Radiasi adalah proses kehilangan panas antara dua benda padat
yang tidak bersentuhan. Proses kehilangan panas melalui
radiasi dapat dikurangi dengan cara mempertahankan
kehangatan suhu ruangan dan menjauhkan bayi dari jendela
terbuka, atau dengan meletakkan bayi di dalam inkubator.
c. A-AIRWAY
Sebagian besar masalah neonatus yang ditransfer dari NICU adalah distres
pernafasan. Pada keadaan tertentu, gagal nafas dapat dicegah dengan
memberikan dukungan respiratorik 8 sesuai dengan kebutuhan bayi,
misalnya pemberian oksigen melalui nasal kanul, ventilasi tekanan positif,
intubasi endotrakeal, sampai bantuan ventilator. 25 Evaluasi kondisi bayi
sesering mungkin dan catat hasil observasi. Pada beberapa keadaan
membutuhkan penilaian ulang tiap beberapa menit, sedangkan pada
31
keadaan yang lebih ringan dapat dinilai ulang tiap 1-3 jam. Hal yang harus
dievaluasi dan dicatat:
1. Laju nafas.
Nilai normal laju nafas neonatus adalah 40-60 kali/menit. Laju
nafas 60 kali/menit (takipnea) dapat disebabkan karena
berbagai hal, dapat berhubungan dengan kelainan di saluran
respiratorik atau dari tempat lain. Laju nafas < 40 kali/menit
dapat menandakan bahwa bayi mulai kelelahan, atau sekunder
karena cedera otak (hipoksik iskemik- ensefalopati, edema otak
atau perdarahan intrakranial), obat-obatan (opioid), atau syok.
2. Usaha nafas
Selain takipnea, tanda distres pernafasan lain diantaranya:
o Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal,
interkostal, subkostal.
o Grunting, pernafasan cuping hidung
o Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.
3. Kebutuhan oksigen.
Apabila bayi mengalami sianosis di udara ruangan dan distres
pernafasan ringan atau sedang, maka oksigen diberikan melalui
hidung. Pada keadaan bayi mengalami distres pernafasan berat,
dapat diberikan tindakan yang lebih agresif seperti Continous
Positive Airway Pressure (CPAP), atau intubasi endotrakeal.
4. Saturasi oksigen
Saturasi oksigen harus dipertahankan agar di atas 90 %.
5. Analisis gas darah.
Evaluasi dan interpretasi gas darah penting untuk menilai
derajat distres pernafasan yang dialami oleh bayi.
d. B- Blood pressure
Curah jantung yang mencukupi diperlukan untuk mempertahankan
sirkulasi. Cara yang terbaik untuk mempertahankan sirkulasi adalah
dengan memberikan cairan dan elektrolit yang adekuat.
Pada bayi sakit berat harus dipantau tanda-tanda syok. Syok adalah
keadaan dimana terjadi perfusi dan pengiriman oksigen ke organ vital
32
yang inadekuat atau suatu keadaan yang kompleks dari disfungsi sirkulasi
yang berakibat terganggunya suplai oksigen dan nutrien untuk memenuhi
kebutuhan jaringan. Kegagalan dalam mengenali dan menangani syok
dapat berakibat gagal organ multipel dan kematian pada bayi, oleh karena
itu penanganan syok harus dilakukan secara agresif. Bayi yang mengalami
syok dapat memiliki tanda-tanda berikut ini:
Usaha nafas
Takipnea, retraksi, pernafasan cuping hidung, grunting, apnea,
gasping.
Nadi Pada keadaan syok denyut nadi dapat melemah atau
tidak teraba
Perfusi perifer Perfusi yang buruk akibat vasokonstriksi dan
menurunnya curah jantung memanjangnya waktu pengisian
kapiler (<3 detik) mottling dan kulit teraba dingin. Tanda
perfusi yang adekuat diantaranya adalah waktu pengisian
kapiler yang cepat, warna tidak sianosis atau pucat, denyut
nadi yang kuat, output urin yang adekuat dan kesadaran yang
baik.
Warna
Kulit bayi tampak sianosis atau pucat. Oksigenasi dan saturasi
harus dievaluasi secara berkala. Pemeriksaan gas darah juga
dapat dilakukan untuk mengetahui adanya asidosis respiratorik
atau metabolik.
Frekuensi jantung
Frekuensi jantung normal adalah 120-160 kali/menit, namun
dapat bervariasi sekitar 80- 200 kali/menit tergantung dari
aktivitas bayi. Pada keadaan syok, denyut jantung dapat
berupa bradikardia (180 kali/menit).
Jantung
Evaluasi adanya murmur dan pembesaran jantung pada
rontgen dada.
Tekanan darah
Tekanan darah saat syok dapat normal atau hipotensi.
Hipotensi merupakan tanda terakhir dari dekompensasi
33
jantung. Hal lain yang harus dievaluasi adalah tekanan nadi.
Nilai normal tekanan nadi pada bayi cukup bulan adalah 25-30
mmHg, sedangkan pada bayi kurang bulan nilai normalnya
adalah 15-25 mmHg. Tekanan nadi yang sempit menunjukkan
vasokonstriksi, gagal jantung atau curah jantung yang rendah.
Sedangkan tekanan nadi yang lebar dapat terjadi pada duktus
arteriosus persisten atau malformasi arterivena.
e. L-Laboratory studies
Pemantauan elektrolit direkomendasikan pada neonatus yang
mengalami kejang atau usia >24 jam dan dalam keadaan tidak bugar.
Elektrolit yang harus diperiksa adalah kadar natrium, kalium dan kalsium.
Selain itu perlu dilakukan juga pemeriksaan tanda infeksi, karena sistem
imun neonatus masih imatur dan berisiko tinggi untuk mengalami infeksi.
Tanda klinis sepsis diantaranya distres pernafasan, perfusi kulit yang
abnormal, suhu yang tidak stabil, denyut jantung dan tekanan darah yang
abnormal, serta intolerasi terhadap minum. Apabila dicurigai adanya sepsis
berdasarkan klinis dan riwayat maternal, harus dilakukan pemeriksaan
kultur darah dan darah lengkap bila memungkinkan. Pemberian antibiotik
intravena tidak boleh ditunda apabila pemeriksaan kultur darah tidak dapat
dilakukan. Pada bayi yang sakit berat atau pada saat sebelum transportasi,
antibiotik harus diberikan sampai kemungkinan infeksi sudah
tersingkirkan.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan:
1. Sebelum transportasi Pemeriksaan berikut (4-B) harus dilakukan
sebelum dilakukan transportasi:
Blood count (pemeriksaan darah rutin)
Blood culture (kultur darah)
Blood glucose (kadar glukosa darah)
Blood gas (analisis gas darah)
2. Setelah transportasi
Pemeriksaan laboratorium setelah transportasi tergantung
dari riwayat, faktor risiko, dan gejala klinis dari bayi.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan C-
reactive protein (CRP), elektrolit (natrium, kalium, kalsium),
34
fungsi ginjal (ureum, kreatinin), fungsi hati (SGOT, SGPT,
bilirubin, pT, aPTT, fibrinogen, D-dimer).
f. E- Emotional support
Keluarga dari bayi yang mengalami krisis biasanya akan
mengalami rasa bersalah, marah, tidak percaya, merasa gagal, tidak
berdaya, takut dan depresi.25,33 Orang tua dari bayi akan mengalami
beberapa tahapan emosional dalam menghadapi keadaan bayinya, yaitu:
1. Terkejut
Pada masa ini pikiran orang tua dipenuhi dengan berbagai
pertanyaan, seperti bagaimana nasib bayi selanjutnya?
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya? Sehingga orang tua
akan sulit berpikir dengan jernih, dan perlu mendapatkan
penjelasan mengenai kondisi bayinya berulang kali.
2. Menyangkal
Pada masa ini orang tua tidak mempercayai kenyataan yang
terjadi. Orang tua cenderung mencari bukti-bukti lain yang
dapat membuktikan bahwa keadaan tersebut tidak benar.
3. Berkabung, sedih dan takut
Pada masa ini orang tua sudah mulai menerima bahwa keadaan
anaknya tidak seperti yang diharapkan, mulai merasa sedih
dengan beban yang harus mereka pikul, dan takut bahwa bayi
mereka akan meninggal atau menjadi tidak normal.
4. Marah dan merasa bersalah
Pada tahap selanjutnya orang tua akan merasa marah karena
bayi mereka sakit, marah mengapa hal tersebut terjadi pada
mereka. Jadi pada tahap ini, karena mereka tidak bisa marah
kepada bayinya, mereka cenderung akan marah kepada orang-
orang yang ada di sekitarnya.
5. Tahap ekuilibrium dan terorganisir
Pada masa ini orang tua mulai mengerti mengenai kondisi
bayinya dan mulai berinteraksi dengannya.
35
masa kritisnya. Keluarga sedapat mungkin memperoleh 12 informasi
secara kontinyu mengenai perkembangan keadaan anaknya. Kontak sedini
mungkin antara orang tua dengan anaknya sangatlah penting.
Dukungan emosi yang diberikan kepada keluarga dapat diberikan
sebelum, pada saat bahkan sesudah bayi ditransfer ke tempat yang lebih
intensif. Setelah bayi dilakukan resusitasi dan akan ditransfer ke tempat
yang lebih intensif, orang tua bayi harus diperbolehkan untuk melihat dan
menyentuh bayi mereka dahulu. Apabila tidak memungkinkan, maka
sebelum dipindahkan, bayi disinggahkan terlebih dahulu ke kamar ibu
untuk mempertemukan mereka secara singkat. Sebaiknya keluarga
diperbolehkan untuk memotret atau merekam bayi. Hal ini dapat
membantu menenangkan ibu yang akan berpisah dengan bayinya.
Pada saat akan ditransfer, orang tua harus mendapatkan penjelasan
kembali mengenai kondisi anak mereka. Penjelasan harus singkat dan
mudah dimengerti agar orang tua dapat mengerti. Orang tua juga harus
diberikan kesempatan untuk bertanya apabila terdapat hal yang tidak
dimengerti. Penjelasan mengenai kondisi anak pertama kali harus
diberikan kepada orang tua bayi, tidak diperkenankan untuk
memberitahukan mengenai kondisi anak kepada orang lain, tanpa seijin
orang tua. Setelah bayi ditransfer ke ruang intensif, orang tua tetap harus
mendapatkan dukungan. Salah satunya adalah dengan cara membiarkan
orang tua menengok bayinya serta membiarkan mereka mengetahui dan
memantau terus kondisi bayinya.
2.10 Komplikasi
36
panjang berupa gangguan perkembangan neurologis yang terjadi pada
1-6 bulan/100 kelahiran. Pada 15-20% terjadi kasus palsi serebral.
b. Sistem respirasi
Beberapa teori mengemukakan bahwa hal ini merupakan akibat
langsung hipoksia dan iskemia atau terjadinya disfungsi ventrikel kiri,
gangguan koagulasi, dan aspirasi mekonium. Komplikasi yang terjadi
dapat berupa gangguan respirasi dan sekitar 19% berakibat gagal
nafas.
c. Sistem kardiovaskular
Terjadinya hipoksia berat mengakibatkan terjadinya disfungsi
miokardium yang berakhir dengan payah jantung.
d. Sistem urogenital
Hipoksia dapat mengakibatkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal serta
kelainan filtrasi glomerulus.
e. Sistem gastrointestinal
Kelainan yang timbul dapat berupa kelianan yang ringan dan bersifat
sementara seperti muntah berulang, gangguan toleransi minum atau
darah dalam residu lambung, dan perforasi saluran cerna.
37
Saluran Cerna Perforasi, ulserasi, nekrosis
Hematologi DIC
Jangka Pendek
Komplikasi jangka pendek dapat berupa kematian. Angka mortalitas
asfiksia sekitar 15-20%.
2.11 Prognosis
Asfiksia ringan
Quo vitam : ad bonam
Quo fungsional : ad bonam
Asfiksia berat
Quo vitam : dubia ad malam
Quo fungsional : ad malam karena dapat menimbulkan kematian pada
hari-hari pertama atau kelainan saraf. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,
misalnya serebral palsi atau retardasi mental.
38
DAFTAR PUSTAKA
2. Indarso.F,dkk. Gawat napas pada bayi baru lahir. Media IDI. Vol 19. No 3.
1994: p4-9.
39
7. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku
panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia; 2011
9. Lee, et.al. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in
Southern Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study.
Pediatrics 2008; 121:e1381-e1390 (doi:10.1542/peds.2007-1966). (Level
of evidence IIb)
40