Kasus Kronik Dislipidemia
Kasus Kronik Dislipidemia
BAB I
LAPORAN KASUS
Riwayat alergi, sesak nafas jika udara dingin, terkena debu dan bulu
hewan disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah kandung dan paman os memiliki riwayat sakit hipertensi,
diabetes melitus, dan hiperkolesterolemia
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat alergi pada anggota keluarga disangkal
Pohon keluarga
Keterangan :
: Penderita
: riwayat HT, DM, dan hiperkolesterolemia
1. Keadaan Umum
Baik,kesadaran compos mentis, status gizi kesan baik.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Nadi : 84x /menit, regular
3
c. RR : 24 x /menit
d. Suhu : 36,7O C
3. Status Generalis :
Ekstremitas :
Superior : Edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)
1.6 Penatalaksanaan
Menurut kategori risiko yang menetukan sasaran kolesterol LDL yang ingin
dicapai berdasarkan NCEP, os termasuk risiko multipel, yaitu dengan risiko PJK
dalam kurun waktu 10 tahun <20% dengan sasaran LDL <130 mg/dl
Medikamentosa:
R/ Simvastatin tab 10 mg No.VII
1 dd tab 1 h.v.
R/ captopril 12,5 mg No. X
3 dd tab 1
Non-Medikamentosa
Modifikasi gaya hidup sehat : olahraga, diet rendah lemak dan karbohidrat
Konsumsi obat secara teratur
Kontrol teratur untuk poemeriksaan kolesterol lengkap untuk melihat target
terapi dan maintenance jika target sudah tercapai
1.7 Prognosis :
Ruang TV
`
Kamar Tidur
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-
zoster (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.1,2.
3. Etiologi
VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang
termasuk dalam famili Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi
saat virus kontak dengan mukosa saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari
tempat-tempat kontak tersebur virus lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui
serat saraf sensoris menuju sel akar ganglia dorsal dimana virus akan menjadi
dorman.2
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan
tahun setelah infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster.
Penyebab pasti timbulnya reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan
tetapi mungkin penyebabnya adalah salah satu atau kombinasi dari beberpa
faktor seperti eksposur eksternal dengan VZV, proses penyakit akut atau
kronis (Terutama infeksi dan keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan
stres emosional.2
Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang
mengalami reaktivasi virus sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia
lain masih belum jelas. Menurunya imunitas seluler diperkirakan
meningkatkan resiko aktivasi kembali, dimana keadaan tersebut meningkat
sesuai dengan usia.2
4. Transmisi
Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke
orang lain. Namun VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah
mengalami varisela atau cacar air karena jika orang tersebut tertular VSV
maka manifestasinya berupa varisela.3
VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel
herpes, dan orang dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan
ruam maupun cairan pada vesikel yang melepuh, namun pada saat vesikel
belum terbentuk atau saat telah mengering menjadi krusta merupakan saat
dimana VSV tidak dapat menular lagi.3
Pada kasus ini tidak terdapat riwayat keluhan yang sama pada anggota
keluarga pasien.
10
5. Patogenesis
Infeksi VZV menyebabkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer,
varisela, adalah penyakit demam yang menular biasanya ringan. Setelah
infeksi primer selesai, partikel virus menetap di ganglia saraf perifer dimana
virus menjadi dorman untuk beberapa tahun hingga puluhan tahun. Pada
periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh induk menekan replikasi
virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme pertahanan tubuh
induk gagal menekan replikasi virus. Kegagalan tersebut dapat disebabkan
oleh banyak keadaan, mulai dari stres hingga imunosupresif berat, terkadang
juga diikuti dengan trauma langsung. Virema VZV terjadi saat infeksi primer,
namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan jumlah virus yang
lebih sedikit.2
Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar
ganglion dorsal yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf
menyebabkan kehilangan neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit
berkorelasi dengan distribusi sentripetal dari lesi varisela. Pola ini
menunjukkan latensi mungkin terjadi akibat penyebaran penularan virus saat
varisela dari kulit yang terinfeksi dari darah saat fase viremik dari varisela,
dan frekuensi dermatom yang terkena efek herpes zoster mungkin merupakan
ganglia yang paling sering terkena stimuli reaktivasi.2
Pada kasus ini terdapat riwayat cacar air pada pasien ketika masih anak-anak.
6. Gejala Klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala
prodromal dapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik
seperti demam atau pusing. Gejala lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia
pada daerah dermatom yang terkena. Nyeri yang terjadi merupakan salah satu
ciri khas dari herpes yang dapat dibedakan menjadi preherpetic neuralgia
dan post herpetic neuralgia karena nyeri dapat menetap setelah penyakit
sembul dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun.1
Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel
herpetiformis dengan dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang
11
terinervasi saraf sensoris yang terasa nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan
yang jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta.
Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut sebagai herpes zoster
hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatrik.1,2
Lesi biasanya unilateral, mengenai 1 dermatom, tetapi walaupun
jarang herpes zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan mungkin
saja bilateral (zoster multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari
satu dermatom meningkat pada populasi yang imunokompromis. Terkadang
pasien mengeluh nyeri pada distribusi dermatom tanpa adanya lesi (zoster
sine herpete).2
Lesi pada herpes zoster dimulai dengan makula eritem, kemudian di
atas makula eritem ini timbul vesikel dalam 1-2 hari, terdapat pustul dalam 2
hari, kemudian menjadi krusta dalam 7-10 hari, krusta biasanya menetap
selama 2-3 pekan. Lesi pada herpes zoster berbentuk khas, yaitu
berkelompok/herpetiformis.5
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dalam anamnesis didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok
yang kemudian pecah disertai nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam
seperti gejala prodromal yang dirasakan. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien
mengalami sedikit demam namun bisa berbeda pada tiap individu, kemudian
dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan berupa vesikel bergerombol diatas
kulit eritema yang sebagian dapat mengalami eksoriasi dan tertutup krusta.1,2
Pada kasus ini ditemukan adanya riwayat prodormal pada pasien yaitu
berupa demam dan pegal-pegal serta pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya lesi eritema, vesikel dan krusta.
12
8. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks
dimana pada herpes simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya
yaitu pada herpes simplek berulang di tempat yang sama terutama pada regio
sacrum sedangkan herpes zoster tidak, angina pektoris bila dermatom yang
terserang setinggi jantung sehingga menimbulkan nyeri pada daerah yang
mirip denganangina pektoris.1 Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis
kontak iritan dimana pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat gejala
prodormal, dan lesi tidak sesuai dengan dermatom, dermatitis kontak
alergika, varisela, folikulitis, gigitan serangga, liken striatus, kontak
stomatitis, infeksi cowpox, ektima, erisipelas, erisipeloid, dan sengatan ubur-
ubur.2,3
9. Penatalaksanaan
Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan
cendrung lebih jinak pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan
herpes zoster dilakukan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi
resiko komplikasi.
Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa
obat dan dengan obat.Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan
beberapa hal berikut yaitu menjaga agar lesi tetap bersih dengan
membersihkan dengan air dan sabun untuk menghindari infeksi sekunder,
lindungi lesi dengan memakai pakaian bersih dan tidak ketat.4
Penatalaksanaan dengan obat bersifat simtomatik, untuk mengobati
nyeri diberikan analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan
antibiotik. Terapi dengan antiviral bertujuan untuk mempersingkat waktu
penyakit serta menurunkan keparahan dari penyakit.4
Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir,
dan valacyclovir. Dosis acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari
dalam 7 hari. Sedangkan dosis famsciclovir diberikan 3x250 mg sehari dan
valacyclovir diberikan 3x1000mg sehari.1
Pemberian kortikosteroid dapat diindikasikan untuk mencegah
terjadinya paralisis ataupun fibrosis ganglion. Pemberian prednison dengan
13
b. Khusus/medikamentosa
o Acyclovir zalf 3 x ue
10. Komplikasi
Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi herpes zoster
yang paling sering terjadi, ditemukan pada 50% penderita berusia 60 tahun
keatas. PNH dapat terjadi akibat nyeri pada herpes zoster yang berkelanjutan,
atau dapat terjadi setelah resolusi dari reaktivasi herpes zoster sebelumnya.
Nyeri dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun. Patofisiologi dari
PNH mungkin melibatkan keruskan saraf perifer atau aktivitas virus yang
berkelanjutan.2
Herpes zoster yang melibatkan CN V1 (contohnya HZO) dapat
menyebabkan konjungtivitis, keratitis, ulserasi kornea, iridosiklitis, glukoma,
14
11. Pencegahan
Pada anak dengan imunokompeten yang pernah menderita varisela
maka tidak diperlukan tindakan pencegahan. Pencegahan diberikan kepada
mereka yang memiliki resiko tinggi menderita varisela yang fatal seperti pada
neonatus, pubertas, dan dewasa dengan tujuan mencegah ataupun
mengurangi gejala varisela. Biasanya pencegahan diberikan melalui vaksin.3
12. Prognosis
Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang
lebih muda dan lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki
resiko komplikasi yang lebih tinggi. Pada orang dengan imunokompeten pada
umumnya baik dan sembuh tanpa komplikasi namun pada orang dengan
imunokompromisangka mortalitas dan morbiditasnya signifikan.1, 2
Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien yang
imunokompeten, namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan
sistim imun yang sangat rendah. Herpes zoster pada pasien dengan sistim
imun yang rendah dapat menyebabkan kematian karena ensepalitis, hepatitis,
atau pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistim imun yang
sangat rendah berkisar antara 5-15%.2
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit
dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. 2 Herpes zoster merupakan hasil dari
reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal
chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster 2,3,5,6,7
Virus ini tidak
hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan
dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat
tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1
http://www.medicinenet.com/s
hingles/article.htm
3.2 EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
16
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes. 4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.4,6,7 Insiden terjadinya
herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7
sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian di
Eropa dan Amerika Utara.4 Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus baru
herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada orang
dengan usia 60 tahun atau lebih.4 Ada peningkatan insidens dari zoster pada anak
anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun. 8 Faktor
resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20
sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten
pada usia yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko
tinggi dari herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus (HIV),
transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada
kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi oportunistik
terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering
ditandai dengan defisiensi imun.4 Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari
perkembangan penyakit AIDS pada individual dengan resiko tinggi.8 Dengan
demikian, infeksi HIV harus dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes
zoster.4
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis
kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10
polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan
kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan
terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi
pada orang imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang. 2 Orang yang
menderita lebih dari satu episode mungkin immunocompromised.2 Pasien
imunokompeten menderita beberapa episode seperti penyakit herpes zoster yang
mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV) yang berulang.2
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama
pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
17
dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi
mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta
pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.2
2.3 PATOGENESIS
http://www.moondragon.org/health/disorders/eyesshingles.html
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3
VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu
sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius sampai semua lesi dari
kulit menjadi krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan
menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana
ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8 Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang
dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air.8
Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf
sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan
lagi peranannya dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat
bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang
mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan. 1
Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara
spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala
prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.3 Infeksi
primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam mempertahankan
latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.1 Keadaan ini terbukti
dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan jumlah CD 4
menurun, dibandingkan dengan orang normal.1
18
http://www.herpes.com/herpes-zoster.html
http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm
Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
terhadap VZV spesifik.1
Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi
peradangan ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan
batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler
19
yang khas.1 Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan
merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.1
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal,
naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus membentuk infeksi
laten yang menetap selama kehidupan.4 Herpes zoster terjadi paling sering pada
dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi
oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan tulang
belakang dari T1 sampai L2.4
Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan
mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin berhubungan
dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada saat terjadi infeksi
VZV primer baik in utero maupun pascalahir.8
http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology
http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology
3.6 Diagnosa
Diagnosa herpes zoster berdasarkan klinis.9
Sel raksasa terdiri dari 8 -10 nukleus, dengan bentuk dan ukuran yang
bervariasi.9
Selulitis.1
Erisipelas.1
Dermatitis kontak.3
Drug eruptions.4
Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada distribusi
dermatomal klasik.10
Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada
dermatom dan mengikuti jaringan laba laba.4,10
Folikulitis.10
3.8 Komplikasi
25
Zoster paralitik :
Komplikasi SSP :
Neuralgia pascaherpes :
Zoster sakralis :
o
keterlibatan segmen segmen sakral bisa menyebabkan retensi urin
akut di mana hal ini bisa dihubungkan dengan adanya ruam kulit.11
Zoster trigeminalis :
o
herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus,
tetapi paling sering terkena adalah bagian oftalmika. 11,15 Gangguan
mata seperti konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi
bila cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan
oleh adanya vesikel vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster
oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog.11
o
herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu
selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15
http://www.thachers.org/dermatology.htm
http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.htm
Zoster motoris :
Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar dan otak.16
Telah dilaporkan bahwa pruritus paska herpes (PPH) dapat muncul di bagian
yang telah sembuh dari herpes zoster dengan sakit atau tanpa rasa sakit, dan
dihubungkan dengan kehilangan saraf sensorik.14
3.9 PENATALAKSANAAN
PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi. 7
Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan
mengurangi resiko komplikasi.7 Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir.16 Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan
pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup
diberikan 3x250 mg sehari.16 Obat obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama
sejak lesi muncul.16 Untuk zoster yang menyebar luas yang timbul pada orang
orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin dapat
menyelamatkan jiwa. 9
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya
diberikan 7 hari1,16, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa rejimen
yang dianjurkan.1,7
28
http://www.herpestreatmentcure.org/herpes-
treatment-acyclovir/
Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster3 :
1. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.
2. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam.
3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher, alat
gerak, dan perineum (lumbal sakral).
PENCEGAHAN
Vaksin Zostavax : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ. 3 Berhubungan
dengan Varivax, tetapi diperkirakan 14 kali lebih terkonsentrasi.3 Telah disetujui
oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya.
Zostavax telah diketahui untuk mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia
paska herpes.3
http://www.medscape.com/viewarticle/735609
3.11 PROGNOSA
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindak
perawatan secara dini.
31
Lampiran Foto