Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Penderita


Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Pendidikan : SMA
Alamat : Astana Japura
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Status : Menikah

1.2 Anamnesis (Alloanamnesis)


Anamnesis diperoleh dari orangtua pasien.
a. Keluhan Utama : leher terasa tegang
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan leher terasa tegang sejak seminggu yang
lalu, keluhan dirasakan semakin memberat jika makan makanan bersantan
dan berlemak, keluhan berkurang dengan istirahat. Keluhan dirasakan
semakin memberat. Keluhan disertai sakit kepala yang hilang timbul.
Awalnya os sudah merasakan keluhan yang sama sejak 1 tahun
belakangan. Kemudian memeriksakan diri ke dokter umum dan didiagnosa
dengan hipertendi dan dislipdemia. Os biasanya mengkonsumsi dan
kontrol kadar kolesterol secara teratur, namu dalam 3 bulan ini os berhenti
minum obat dan tidak mengkontrol makanan karena os mengira sudah
sembuh. Keluhan tidak disertai sakit kepala sebelah, pandangan kabur dan
mual muntah. Mengingat di keluarga os ada riwayat dengan kadar
kolesterol darah tinggi maka os periksa laboratium kadar kolesterol.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi dan dislipidemia sejak 1 tahun yang lalu
Diabetes melitus dan penyakit jantung disangkal.
2

Riwayat alergi, sesak nafas jika udara dingin, terkena debu dan bulu
hewan disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah kandung dan paman os memiliki riwayat sakit hipertensi,
diabetes melitus, dan hiperkolesterolemia
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat alergi pada anggota keluarga disangkal

Pohon keluarga

Keterangan :
: Penderita
: riwayat HT, DM, dan hiperkolesterolemia

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Os tinggal dengan istri dengan satu orang anak laki-laki. Os mengaku
jarang berolahraga dan konsumsi rokok 1 bungkus per hari sejak usia 20
tahun. Dalam hal ekonomi, keluarga penderita termasuk ke dalam
keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.

1.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum
Baik,kesadaran compos mentis, status gizi kesan baik.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Nadi : 84x /menit, regular
3

c. RR : 24 x /menit
d. Suhu : 36,7O C
3. Status Generalis :

Kepala : Normocephale, rambut berwarna hitam, distribusi rata,


rambut tidak mudah dicabut
Mata : Edema palpebra (-/-), konjunctiva anemis (-/-), skleraikterik
(-/-).
Telinga : Bentuk normal, sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), Lidah kotor (-)
Tenggorokan : Radang (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks : Bentuk simetris normal, benjolan (-), retraksi (-)
Pulmo :
Inspeksi :Bentuk dada simetris normal, pergerakan paru
simetris
Palpasi : Pergerakan paru simetris, tidak ada gerakan yang
tertinggal, vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar paru kanan kiri vesikular normal,
wheezing (-) ronki (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Nyeri tekan (-). ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kanan jantung di SIC IV linea parasternal
dekstra
Batas kiri jantung di SIC V linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung di SIC II linea parasternal sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, hernia umbilikalis (-), asites (-), strie (-), lesi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
4

Ekstremitas :
Superior : Edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)

1.4 Diagnosis Kerja


Hipertensi grade 1
dislipidemia

1.5 Usulan Pemeriksaan


Kadar kolesterol total : 275 mg/dl
Kadar trigliserida, HDL dan LDL
Kadar glukosa darah sewaktu

1.6 Penatalaksanaan
Menurut kategori risiko yang menetukan sasaran kolesterol LDL yang ingin
dicapai berdasarkan NCEP, os termasuk risiko multipel, yaitu dengan risiko PJK
dalam kurun waktu 10 tahun <20% dengan sasaran LDL <130 mg/dl
Medikamentosa:
R/ Simvastatin tab 10 mg No.VII
1 dd tab 1 h.v.
R/ captopril 12,5 mg No. X
3 dd tab 1

Non-Medikamentosa

Modifikasi gaya hidup sehat : olahraga, diet rendah lemak dan karbohidrat
Konsumsi obat secara teratur
Kontrol teratur untuk poemeriksaan kolesterol lengkap untuk melihat target
terapi dan maintenance jika target sudah tercapai

1.7 Prognosis :

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad funcionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

1.8 Berkas Keluarga


A. Profil Keluarga
1. Karakteristik Keluarga
a. Identitas Kepala Keluarga : Tn. H (58 tahun)
5

b. Identitas Ibu : Ny. I (49 tahun)


c. Identitas anak pertama : Tn. D ( 35 tahun)
d. Identitas anak kedua : Ny. S (32 tahun)
e. Identitas anak ketiga : Ny. B (29 tahun)
f. Identitas anak keempat : Tn. A (22 tahun)

Tabel 1. Anggota keluarga yang tinggal serumah


No Nama Kedudukan Gender Umur Pendidi Pekerjaan Keteranga Penghasilan
dalam Keluarga kan n
Tambahan
1. Tn. H Kepala keluarga L 58 tahun SD Buruh Orangtua 300.000/bln
bangunan
2. Ny. I Istri P 49 tahun SD Ibu Rumah - -
Tangga
4. Tn. A Anak L 22 tahun SMA Swasta - 1.500.000/
bln

2. Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


a. Lingkungan tempat tinggal

Tabel 2. Lingkungan tempat tinggal

Status kepemilikan rumah : menumpang/kontrak/hibah/milik sendiri

Daerah perumahan : : kumuh/padat bersih/berjauhan/mewah


Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5 orang Pasien tinggal di rumah milik
Luas halaman rumah : ada
sendiri dengan jumlah penghuni 4
Tidak bertingkat
Lantai rumah dari : ubin orang yang terdiri dari keluarga
Dinding rumah dari : tembok inti.
Jamban keluarga : ada
Tempat bermain : tidak ada
Ketersediaan air bersih :ada
Tempat
WC pembuangan sampah Dapur :ada

Ruang TV
`
Kamar Tidur

Kamar Tidur Ruang Tamu


6

3. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga


a. Sebutkan jenis tempat berobat : Puskesmas
b. Asuransi/Jaminan kesehatan : BPJS

4. Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Tabel 3. Pelayanan kesehatan

Faktor Keterangan Kesimpulan


Cara mencapai pusat Jalan kaki Jarak yang dekat, selain
Angkot
pelayanan kesehatan itu pasien juga merasa
Kendaraan Pribadi
puas dengan pelayanan
di puskesmas
Tarif Pelayanan Sangat mahal Pasien merasa senang
Mahal
kesehatan berobat di puskesmas
Terjangkau
Murah karena biaya gratis
Gratis
Kualitas pelayanan Sangat Memuaskan
Memuaskan
kesehatan
Cukup Memuaskan
Tidak memuaskan

5. Pola Konsumsi Makanan Keluarga


a. Kebiasaan makan :
Keluarga Tn. H makan sebanyak dua sampai tiga kali sehari.
Menu makanan yang diterapkan dalam waktu makan mereka tidak
pernah menentu. Menu makanan mereka paling sering makan nasi
dengan lauk tahu atau tempe, ikan beserta sayuran, dan kadang-
kadang makan ayam dan daging. Adapun makanan yang dimakan oleh
keluarga Tn. W dimasak sendiri. Keluarga Tn. W selalu membiasakan
diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan serta
merapikan dan membersihkan peralatan makan mereka setelah selesai
makan.
7

b. Menerapkan pola gizi seimbang :


Tn. H mengaku kurang mengerti dengan pola makan gizi
seimbang sehingga tidak menerapkannya sehari-hari. sedangkan buah-
buahan sangat jarang dikonsumsi karena alasan mahal.

6. Pola Dukungan Keluarga


a. Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga :
Istri dan anak Tn. H sekarang menegrti mengenai penyakit tn. H
dan akan mengingatkan Tn. H untuk menerapkan pola hidup sehat
yang telah dianjurkan.

b. Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga :


Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan Tn.
H adalah kurangnya pengetahuan Tn. H dan keluarga mengenai
makanan apa saja yang dapat menyebabkan tingginya kadar kolesterol
dan tensi tinggi pada Tn. H
8

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-
zoster (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.1,2.

2. Epidemiologi dan Faktor Resiko


Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini merupakan
reaktivasi dari virus setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela.
Terkadang varisela terjadi secara subklinis.1 Sekitar 4% penderita herpes
zoster mengalami episode berulang setelahnya. Herpes zoster yang berulang
hampir khas terjadi pada penderita dengan sistem imun yang rendah. Sekitar
25% penderita dengan HIV dan 7-9% penderita yang mendapatkan
transplantasi ginjal atau jantung mengalami episode berulang.2
Walaupun reaktivasi herpes zoster dapat terjadi pada usia berapapun,
namun penyakit ini jarang ditemukan pada usia anak-anak, dan lebih sering
pada usia dewasa, biasanya pada orang tua diatas 60 tahun.2,5
Faktor risisko herpes zoster terdapat pada orang-orang yang
mengalami penurunan sistem imun seperti pada individu dengan HIV, sedang
menajalani kemoterapi, mendapat transplantasi sumsum tulang dengan
menggunakan kortikosteroid, penderita kanker dengan terapi imunosupresif,
infeksi primer VSV pada infant dimana respon imun normal masih rendah,
penderita sindrom inflamasi rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita leukimia
limpositis akut dan individu dengan keganasan lain.2,3

Pada kasus ini, pasien merupakan laki-laki dewasa berumur 27 tahun,


dan mengatakan pernah mengalami cacar air pada masih anak-anaknya.
9

3. Etiologi
VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang
termasuk dalam famili Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi
saat virus kontak dengan mukosa saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari
tempat-tempat kontak tersebur virus lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui
serat saraf sensoris menuju sel akar ganglia dorsal dimana virus akan menjadi
dorman.2
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan
tahun setelah infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster.
Penyebab pasti timbulnya reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan
tetapi mungkin penyebabnya adalah salah satu atau kombinasi dari beberpa
faktor seperti eksposur eksternal dengan VZV, proses penyakit akut atau
kronis (Terutama infeksi dan keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan
stres emosional.2
Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang
mengalami reaktivasi virus sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia
lain masih belum jelas. Menurunya imunitas seluler diperkirakan
meningkatkan resiko aktivasi kembali, dimana keadaan tersebut meningkat
sesuai dengan usia.2

4. Transmisi
Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke
orang lain. Namun VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah
mengalami varisela atau cacar air karena jika orang tersebut tertular VSV
maka manifestasinya berupa varisela.3
VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel
herpes, dan orang dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan
ruam maupun cairan pada vesikel yang melepuh, namun pada saat vesikel
belum terbentuk atau saat telah mengering menjadi krusta merupakan saat
dimana VSV tidak dapat menular lagi.3

Pada kasus ini tidak terdapat riwayat keluhan yang sama pada anggota
keluarga pasien.
10

5. Patogenesis
Infeksi VZV menyebabkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer,
varisela, adalah penyakit demam yang menular biasanya ringan. Setelah
infeksi primer selesai, partikel virus menetap di ganglia saraf perifer dimana
virus menjadi dorman untuk beberapa tahun hingga puluhan tahun. Pada
periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh induk menekan replikasi
virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme pertahanan tubuh
induk gagal menekan replikasi virus. Kegagalan tersebut dapat disebabkan
oleh banyak keadaan, mulai dari stres hingga imunosupresif berat, terkadang
juga diikuti dengan trauma langsung. Virema VZV terjadi saat infeksi primer,
namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan jumlah virus yang
lebih sedikit.2
Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar
ganglion dorsal yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf
menyebabkan kehilangan neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit
berkorelasi dengan distribusi sentripetal dari lesi varisela. Pola ini
menunjukkan latensi mungkin terjadi akibat penyebaran penularan virus saat
varisela dari kulit yang terinfeksi dari darah saat fase viremik dari varisela,
dan frekuensi dermatom yang terkena efek herpes zoster mungkin merupakan
ganglia yang paling sering terkena stimuli reaktivasi.2

Pada kasus ini terdapat riwayat cacar air pada pasien ketika masih anak-anak.

6. Gejala Klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala
prodromal dapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik
seperti demam atau pusing. Gejala lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia
pada daerah dermatom yang terkena. Nyeri yang terjadi merupakan salah satu
ciri khas dari herpes yang dapat dibedakan menjadi preherpetic neuralgia
dan post herpetic neuralgia karena nyeri dapat menetap setelah penyakit
sembul dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun.1
Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel
herpetiformis dengan dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang
11

terinervasi saraf sensoris yang terasa nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan
yang jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta.
Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut sebagai herpes zoster
hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatrik.1,2
Lesi biasanya unilateral, mengenai 1 dermatom, tetapi walaupun
jarang herpes zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan mungkin
saja bilateral (zoster multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari
satu dermatom meningkat pada populasi yang imunokompromis. Terkadang
pasien mengeluh nyeri pada distribusi dermatom tanpa adanya lesi (zoster
sine herpete).2
Lesi pada herpes zoster dimulai dengan makula eritem, kemudian di
atas makula eritem ini timbul vesikel dalam 1-2 hari, terdapat pustul dalam 2
hari, kemudian menjadi krusta dalam 7-10 hari, krusta biasanya menetap
selama 2-3 pekan. Lesi pada herpes zoster berbentuk khas, yaitu
berkelompok/herpetiformis.5

Pada kasus kali ini keluhan pasien berupa adanya benjolan-benjolan


kecil (vesikel) yang berkelompok (herpetiformis) pada satu sisi bagian thorax
(unilateral) yang kemudian menjadi vesikel dan akhirnya pecah dan
mengering (krusta).

7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dalam anamnesis didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok
yang kemudian pecah disertai nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam
seperti gejala prodromal yang dirasakan. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien
mengalami sedikit demam namun bisa berbeda pada tiap individu, kemudian
dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan berupa vesikel bergerombol diatas
kulit eritema yang sebagian dapat mengalami eksoriasi dan tertutup krusta.1,2

Pada kasus ini ditemukan adanya riwayat prodormal pada pasien yaitu
berupa demam dan pegal-pegal serta pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya lesi eritema, vesikel dan krusta.
12

8. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks
dimana pada herpes simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya
yaitu pada herpes simplek berulang di tempat yang sama terutama pada regio
sacrum sedangkan herpes zoster tidak, angina pektoris bila dermatom yang
terserang setinggi jantung sehingga menimbulkan nyeri pada daerah yang
mirip denganangina pektoris.1 Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis
kontak iritan dimana pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat gejala
prodormal, dan lesi tidak sesuai dengan dermatom, dermatitis kontak
alergika, varisela, folikulitis, gigitan serangga, liken striatus, kontak
stomatitis, infeksi cowpox, ektima, erisipelas, erisipeloid, dan sengatan ubur-
ubur.2,3

9. Penatalaksanaan
Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan
cendrung lebih jinak pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan
herpes zoster dilakukan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi
resiko komplikasi.
Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa
obat dan dengan obat.Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan
beberapa hal berikut yaitu menjaga agar lesi tetap bersih dengan
membersihkan dengan air dan sabun untuk menghindari infeksi sekunder,
lindungi lesi dengan memakai pakaian bersih dan tidak ketat.4
Penatalaksanaan dengan obat bersifat simtomatik, untuk mengobati
nyeri diberikan analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan
antibiotik. Terapi dengan antiviral bertujuan untuk mempersingkat waktu
penyakit serta menurunkan keparahan dari penyakit.4
Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir,
dan valacyclovir. Dosis acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari
dalam 7 hari. Sedangkan dosis famsciclovir diberikan 3x250 mg sehari dan
valacyclovir diberikan 3x1000mg sehari.1
Pemberian kortikosteroid dapat diindikasikan untuk mencegah
terjadinya paralisis ataupun fibrosis ganglion. Pemberian prednison dengan
13

dosis 3 x 20 mg sehari, setelah 1 minggu dosis diturunkan secara bertahap.


Pemberian dosis sebesar itu harus disertai dengan pemberian antiviral.
Penatalaksanaan dengan obat topikal bergantung pada stadium. Jika
masih stadium vesikel, vesikel dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif
untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Jika
terdapat ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.1

Pada kasus ini, penatalaksanaan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu terapi


non-medikamentosa dan terapi medikamentosa, penatalaksanaan tersebut
antara lain :
a. Umum/non-medikamentosa

o Menjaga kebersihan luka

o Menjaga daerah luka tetap kering

o Mencegah garukan pada luka

b. Khusus/medikamentosa

o Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari

o Acyclovir zalf 3 x ue

o Paracetamol 3 x 500 mg jika perlu

10. Komplikasi
Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi herpes zoster
yang paling sering terjadi, ditemukan pada 50% penderita berusia 60 tahun
keatas. PNH dapat terjadi akibat nyeri pada herpes zoster yang berkelanjutan,
atau dapat terjadi setelah resolusi dari reaktivasi herpes zoster sebelumnya.
Nyeri dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun. Patofisiologi dari
PNH mungkin melibatkan keruskan saraf perifer atau aktivitas virus yang
berkelanjutan.2
Herpes zoster yang melibatkan CN V1 (contohnya HZO) dapat
menyebabkan konjungtivitis, keratitis, ulserasi kornea, iridosiklitis, glukoma,
14

dan penurunan akuitas pengelihatan bahkan kebutaan. Dengan terlibatnya


organ okuler, maka diperlukan pemberian anti-viral jangka panjang.2

11. Pencegahan
Pada anak dengan imunokompeten yang pernah menderita varisela
maka tidak diperlukan tindakan pencegahan. Pencegahan diberikan kepada
mereka yang memiliki resiko tinggi menderita varisela yang fatal seperti pada
neonatus, pubertas, dan dewasa dengan tujuan mencegah ataupun
mengurangi gejala varisela. Biasanya pencegahan diberikan melalui vaksin.3

12. Prognosis
Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang
lebih muda dan lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki
resiko komplikasi yang lebih tinggi. Pada orang dengan imunokompeten pada
umumnya baik dan sembuh tanpa komplikasi namun pada orang dengan
imunokompromisangka mortalitas dan morbiditasnya signifikan.1, 2
Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien yang
imunokompeten, namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan
sistim imun yang sangat rendah. Herpes zoster pada pasien dengan sistim
imun yang rendah dapat menyebabkan kematian karena ensepalitis, hepatitis,
atau pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistim imun yang
sangat rendah berkisar antara 5-15%.2
15

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit
dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. 2 Herpes zoster merupakan hasil dari
reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal
chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster 2,3,5,6,7
Virus ini tidak
hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan
dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat
tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1

http://www.medicinenet.com/s
hingles/article.htm
3.2 EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
16

tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes. 4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.4,6,7 Insiden terjadinya
herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7
sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian di
Eropa dan Amerika Utara.4 Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus baru
herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada orang
dengan usia 60 tahun atau lebih.4 Ada peningkatan insidens dari zoster pada anak
anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun. 8 Faktor
resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20
sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten
pada usia yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko
tinggi dari herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus (HIV),
transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada
kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi oportunistik
terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering
ditandai dengan defisiensi imun.4 Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari
perkembangan penyakit AIDS pada individual dengan resiko tinggi.8 Dengan
demikian, infeksi HIV harus dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes
zoster.4
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis
kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10
polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan
kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan
terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi
pada orang imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang. 2 Orang yang
menderita lebih dari satu episode mungkin immunocompromised.2 Pasien
imunokompeten menderita beberapa episode seperti penyakit herpes zoster yang
mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV) yang berulang.2
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama
pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
17

dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi
mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta
pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.2
2.3 PATOGENESIS

http://www.moondragon.org/health/disorders/eyesshingles.html
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3
VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu
sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius sampai semua lesi dari
kulit menjadi krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan
menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana
ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8 Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang
dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air.8
Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf
sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan
lagi peranannya dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat
bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang
mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan. 1
Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara
spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala
prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.3 Infeksi
primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam mempertahankan
latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.1 Keadaan ini terbukti
dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan jumlah CD 4
menurun, dibandingkan dengan orang normal.1
18

http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm
Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
terhadap VZV spesifik.1
Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi
peradangan ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan
batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler
19

yang khas.1 Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan
merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.1
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal,
naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus membentuk infeksi
laten yang menetap selama kehidupan.4 Herpes zoster terjadi paling sering pada
dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi
oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan tulang
belakang dari T1 sampai L2.4
Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan
mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin berhubungan
dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada saat terjadi infeksi
VZV primer baik in utero maupun pascalahir.8

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan:


( seperti terlihat pada gambar di atas )
1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok.
2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.
3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.
4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).
5. Lesi menghilang.
20

(sekelompok vesikel vesikel dalam


bentuk bervariasi) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles72.html

(vesikel berumbilikasi dan


membentuk krusta) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles91.html

(sekelompok vesikel vesikel


berkonfluens pada kasus inflamasi berat)
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles90.html
21

(vesikel pecah menjadi krusta dan


mungkin dapat menjadi scar jika inflamasi berat)
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles95.html

3.4 GEJALA KLINIS


Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan
kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus sangat
gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan
menyebar ke bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil
yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai tetesan embun pada
kelopak mawar ( dew drop on rose petal ).3 Setelah vesikel matang, pecah
membentuk krusta.3 Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik
dari varisela.3
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik
erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.3
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan
intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa
dermatom atau difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita
imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas
diatas usia 60 tahun.4 Nyeri prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari, namun dapat
lebih lama.8
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal 1,7, malaise, demam, nyeri
kepala, dan limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya diawali
dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3
minggu sebelum muncul lesi kulit.1
22

Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) 7 dapat


menstimulasi migrain6, nyeri pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum,
kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis 4,6, prolaps diskus intervertebral, atau
glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang serius.4
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
sekitarnya8 herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. 1
Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian
makulopapuler muncul secara dermatomal.1
Lesi baru timbul selama 3-5 hari.8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24
jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga. 4 Pecahnya vesikel serta
pemisahan terjadi dalam 2 4 minggu.8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10
hari.4 Pada umumnya krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu. 4 Pada orang yang
normal, lesi lesi baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai
selama 7 hari).4 Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan
lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak anak.4
Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal
merupakan lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal
oftalmika, kemudian servikal dan sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling
jarang terkena.8
Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea.3 Pasien seperti
ini harus dievaluasi oleh optalmologi.3 Varian lain adalah herpes zoster yang
melibatkan telinga atau mangkuk konkhal sindrom Ramsay-Hunt.3 Sindrom ini
harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya
rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga.3
Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal, namun keterlibatan dermatom
yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas dalam kasus zoster-diseminata.3
Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan kecurigaan pada
imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.3

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-5 Hari ke-6

Perkembangan rash pada herpes zoster


23

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

3.5 Pemeriksaan Laboratorium


Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus.6 Konfirmasi laboratorium
biasanya tidak perlu.6,7 Metode laboratorium untuk identifikasi adalah sama seperti
orang-orang untuk herpes simpleks. Tzanck smear , biopsi kulit, titer antibodi, cairan
vesikuler antibodi immunofluorescent (direct fluorescent antibody), mikroskop
elektron, dan kultur dari cairan vesikel dari beberapa studi patut dipertimbangkan.7
Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear).7 Tes tersebut tidak
membedakan herpes simpleks dan varicella.3,7
Dasar dari lesi pertama kali dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin,
Giemsa, Wrights, toluidine biru, atau tinta papanicolaou.7 Sel raksasa multinuklear
dan sel epitel yang mengandung inklusi intranuklear asidofilik dapat terlihat.7
Direct fluorescent antibody : dilakukan untuk HSV-1. DFA adalah tes cepat
(rapid test) untuk membedakan VHS-1, VHS-2, dan VVZ.3
Kultur virus : tes yang sangat spesifik, tetapi tidak sensitif. VVZ sulit untuk
dikultur dan tumbuh dengan lambat, minimal 1 minggu.3
Herpes zoster terlihat kira kira 7 kali lebih sering pada pasien HIV.7 Tes
HIV dilakukan jika ada indikasi yang jelas.7

3.6 Diagnosa
Diagnosa herpes zoster berdasarkan klinis.9

Ditambahkan dengan berbagai prosedur diagnostik. 9

Apusan sitologik dari vesikel berupa sel raksasa multinuklear dan


degenerasi balon dan / degenerasi retikular.9

Sel raksasa terdiri dari 8 -10 nukleus, dengan bentuk dan ukuran yang
bervariasi.9

Biopsi kulit berupa lesi intraepidermal pada pertengahan sampai


epidermis bagian atas, degenerasi balon dan / degenerasi reticular dari sel,
sel akantolisis, sel virus raksasa multinuklear, intranuklear inklusi
mungkin diidentifikasikan sebagai sel raksasa.9
24

Virus dapat dikultur dari cairan vesikel.9

Direct immunofluorescence menggunakan antibodi monoklonal.9

Identifikasi virus dengan mikroskop elektron.9

3.7 Diagnosa Banding


Herpes simpleks zosteriform1,3,4,10 : karena herpes zoster dapat muncul
di daerah genital.

Selulitis.1

Erisipelas.1

Eritema gangrenosum1 : bentuk atipikal.

Infeksi jamur diseminata.1

Infeksi mikobakterium diseminata.1

Dermatitis kontak.3

Drug eruptions.4

Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada distribusi
dermatomal klasik.10

Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan


umbilikasi sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih
lunak dan tidak ada dasar eritem seperti zoster. 10

Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada
dermatom dan mengikuti jaringan laba laba.4,10

Gigitan serangga (Insect bite).4,10

Folikulitis.10

3.8 Komplikasi
25

Sepsis kulit sekunder, biasanya akibat Streptococcus pyogenes atau


Staphylococcus aureus.8

Okular: pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi komplikasi diantaranya


ptosis paralitik, skleritis, korioretinitis, neuritis optik, konjungtivitis, keratitis,
uveitis, nekrosis retina, parut kelopak mata. Herpes zoster oftalmikus (HZO)
dapat muncul di kemudian hari dan menyebabkan komplikasi okular dan
nyeri neuralgik. 8,11,12,13,14,15,16

Diseminasi kutan pada pasien immunocompromised.8

Pasien transplantasi dan limfoma memiliki resiko tertinggi (hingga 40%).8

Diseminasi visceral terjadi pada 5-10% pasien. 8

Zoster paralitik :

o akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom Ramsay Hunt


(erupsi nyeri pada dan sekitar telinga, palsi saraf ipsilateral VII
dengan atau tanpa gangguan vestibular), oftalmoplegia eksternal,
gangguan kandung kemih, dan kelemahan otot ekstremitas.8,12

Komplikasi SSP :

o pleiositosis limfositik CSS asimtomatik dengan protein meningkat


ringan serta kadar glukosa normal sering terjadi. Meningoensefalitis,
mielitis, dan hemiplegia kontralateral akibat angitis granulomatosa
jarang terjadi.8

Neuralgia pascaherpes :

o komplikasi paling sering8, keadaan yang dirasakan paling menganggu


pada herpes zoster11 dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang
menetap setelah penyembuhan8 walau lesi sudah hilang.9 Insidensi
keseluruhan adalah 9-15%, 10 15 % >40 tahun 16, mencapai 50%
pada usia > 60 tahun.8 nyeri biasanya menghilang dalam 3 -6 bulan
namun pada beberapa pasien nyeri hebat ini bisa menetap selama 6
26

bulan.8 Neuralgia ini bervariasi dalam hal keparahan, tipe, dan


kualitasnya.8

Zoster sakralis :

o
keterlibatan segmen segmen sakral bisa menyebabkan retensi urin
akut di mana hal ini bisa dihubungkan dengan adanya ruam kulit.11

Zoster trigeminalis :

o
herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus,
tetapi paling sering terkena adalah bagian oftalmika. 11,15 Gangguan
mata seperti konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi
bila cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan
oleh adanya vesikel vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster
oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog.11

o
herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu
selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15

http://www.thachers.org/dermatology.htm

http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.htm

Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel


vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum11.
27

Zoster motoris :

o Kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut saraf


motoris bisa juga terserang, yang menyebabkan terjadinya kelemahan
otot. 11

Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar dan otak.16

Banyak reaksi kutaneus yang berkembang selama masa penyembuhan lesi


Herpes zoster. Granuloma annulare (GA) dilaporkan pada beberapa kasus
bekas luka (scars) Herpes zoster.13

Telah dilaporkan bahwa pruritus paska herpes (PPH) dapat muncul di bagian
yang telah sembuh dari herpes zoster dengan sakit atau tanpa rasa sakit, dan
dihubungkan dengan kehilangan saraf sensorik.14

3.9 PENATALAKSANAAN
PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi. 7
Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan
mengurangi resiko komplikasi.7 Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir.16 Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan
pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup
diberikan 3x250 mg sehari.16 Obat obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama
sejak lesi muncul.16 Untuk zoster yang menyebar luas yang timbul pada orang
orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin dapat
menyelamatkan jiwa. 9
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya
diberikan 7 hari1,16, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa rejimen
yang dianjurkan.1,7
28

http://www.herpestreatmentcure.org/herpes-
treatment-acyclovir/
Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster3 :
1. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.

2. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam.

3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher, alat
gerak, dan perineum (lumbal sakral).

Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma


lebih tinggi.16 Jika lesi baru masih tetap timbul obat obat tersebut masih dapat
diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi. 16
Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir
sama dengan asiklovir.1
Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka pendek
dan diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan pertimbangan
ketat.1 Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt. 16 Pemberian
harus sedini dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. 16 Diberikan prednison
dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan bertahap. 16
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat anti viral.16 Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis
ganglion.16
Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk
mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan
kompres terbuka. Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.16
Anestesi lokal misalnya krim lidokain 5% memberikan perbaikan
dibandingkan kontrol.1
29

Antiinflamasi nir steroid juga dikatakan menolong, namun hasilnya tidak


dapat disimpulkan.1
Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti virus telah
diberikan untuk mengurangi insidens.3
Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik pada
neuropati perifer diabetik dan neuralgia paska herpetic ialah pregabalin. 16 Obat
tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog yaitu gabapentin, karena efek
sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta
pengaturan dosisnya lebih sederhana.16 Dosis awal 2 x 75 mg sehari, setelah 3 7
hari bila responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis
maksimum 600 g sehari.16 Efek sampingnya berupa dizziness, dan somnolen yang
akan menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.16
Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin
dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes.3,7 Solutio Burrow dapat digunakan
untuk kompres basah.7 Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari,
untuk maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan
pertumbuhan bakteri.7 Solutio Povidone- iodine sangat membantu membersihkan
krusta dan serum yang muncul pada erupsi berat dari orang tua. 7 Acyclovir topikal
ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromised
yang memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.7
Pada kasus berat dapat diberikan Gabapentin oral (300 600 mg per oral TID
selama 7 hari).3 Tidak lebih dari 150 mg/d. 3
Penderita AIDS dengan CD4+ <100
sel/mm3 dan transplantasi resipien, khususnya sumsung tulang mungkin mengalami
infeksi VVZ dengan resistan acyclovir.7 Perlu diawali pengobatan dengan foscarnet
40 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7 10 hari pada pasien dengan suspek infeksi VVZ
dengan resisten acyclovir.7 Pengobatan foscarnet diperlukan setidaknya sampai 10
hari atau sampai lesi sembuh.7
Anti depresi antisiklik ( misalnya nortriptilin dan aminotriptilin) 16:
amitriptilin 30 100 mg per oral QHS.3 Pengobatan dengan amiptriptilin dan obat
sejenisnya, blok saraf, dan / opioid nantinya setelah perkembangan nyeri akut dapat
mencegah sensitisasi SSP yang menyebabkan nyeri persisten. 7 Efek sampingnya
ialah gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi.16 Dosis nortriptilin 50 150 mg/hari.10

Rejimen terapi untuk Varisela-zoster : 3


30

ACYCLOVIR FAMCICLOVIR VALACYCLOVIR


Zoster 5 x 800 mg setiap 500 mg TID selama 7 1 g TID selama 7 hari
hari selama 7 10 hari
hari
Disseminated 20 mg/kg IV setiap 8 - -
zoster (dosis anak) jam selama 7 hari
Disseminated 10 mg/kg IV setiap - -
zoster(dosis 8 jam selama 7 hari
dewasa)

PENCEGAHAN
Vaksin Zostavax : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ. 3 Berhubungan
dengan Varivax, tetapi diperkirakan 14 kali lebih terkonsentrasi.3 Telah disetujui
oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya.
Zostavax telah diketahui untuk mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia
paska herpes.3

http://www.medscape.com/viewarticle/735609
3.11 PROGNOSA
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindak
perawatan secara dini.
31

Lampiran Foto

Anda mungkin juga menyukai