Oleh
Kelompok 3:
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di sisi lain, Patton (1993) dan Miller (1993) dalam P3P Unram (2007)
menganggap bahwa penyuluhan menjadi organisasi masa depan. Bagaimana
masyarakat pertanian di masa yang akan datang ditentukan oleh bagaiamana
lembaga penyuluhan memainkan perannannya. Dalam perspektif mereka
penyuluhan harus mengalami pergeseran paradigma, kalau peran strategis itu mau
diwujudkan. Beberapa pergeseran itu adalah: (1) Penyuluhan bergeser dari
pendekatan top-down kepada pendekatan partisipatif, (2) dari parsial kepada
holistik dan sistem, (3) dari pengajaran dan training kepada pembelajaran dan
fasilitasi, dan (4) dari pendekatan disiplin kepada multidisiplin.
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan falasafah dan prinsip penyuluhan
pertanian?
2. Apa yang di maksud dengan Paradigma baru penyuluhan pertanian?
3. Bagaimana peran Falsafah dan prinsip penyuluhan pertanian terhadap
kegiatan penyluhan Pertanian?
C. Tujuan
Adapun Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah untuk
mengetahui, mengkaji dan mempelajari mengenai falsafah dan prinsip
penyuluhan pertanian, sehingga bisa menjadi bahan referensi pembelajaran
bagi pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah,
penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan
pertanian dan petani di daerah kerjanya masing-masing. Ekosistem daerah
kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-ciri lahan dan iklim di
daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang disediakan
haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan
haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di daerah yang
bersang-kutan, pokoknya semua informasi dan anjuran harus yang benar-benar
sesuai dengan kondisi daerah dan ini diketahui karena sudah melalui ujicoba
setempat.
Konsekuensi : Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan,
bah-kan diperluas penyebarannya sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk
stasion-stasion percobaan dan penelitian.
3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan
motif mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah
sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua
kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini
akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka,
se-hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari
usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi prinsip-
prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari
hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya
meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau
keuntungan . Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus
berorientasi agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik
masalah pendapatan dan keuntungan itu.
4. Pendekatan Kelompok .
Pendekatan kelompok ini disarankan bukan hanya karena pendekatan ini
lebih efisien, tetapi karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi
dibentuknya kelompok-kelompok tani, dan terjadinya interaksi antar petani
dalam wadah kelompok-kelompok itu.
Terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-kelompok itu sangat
penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat
akar rumput (grass root). Forum kelompok itu merupakan forum belajar
sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki nasib mereka
sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan ditumbuhkan
yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat
petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu
penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu
kepemimpinan di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan
baik melalui pembinaan penyuluh per-tanian.
Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada
di kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih
menghayati kepentingan-kepentingannya, serta mengubah pola loyalitasnya
kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga hanya akan
dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di tingkat lapangan diberi
otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani program-program
yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap
kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh
pertanian harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani
dengan menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan
penyuluhnya, dan diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi
sebagai manusia yang memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat,
pengalaman, kemampuan, harga diri, dan martabat. Mereka harus dihargai
sebagaimana layaknya orang lain yang sejajar dengan diri penyuluh.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-
kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat
dipertang-gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban itu harus ada dan
mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi penyuluh-penyuluh yang
bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif (penghargaan) ataupun
negatif (hukuman).
9. Memuaskan Petani
Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuah-
kan rasa puas pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya
kekece-waan. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian
ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan
haruslah di-rencanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan
dan harapan petani. Sebagian besar prinsip yang telah dikemukakan di atas
sebenarnya bisa diartikan untuk memuaskan petani juga, tetapi rangkuman dari
semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa memuaskan petani. Karena itulah
prinsip memuaskan petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.
1) Mengerjakan,
artinya, kegiatan penyuluhan harus seba-nyak mungkin melibatkan masyarakat
untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui "mengerjakan"
mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran,
perasaan, dan ketrampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu
yang lebih lama.
2) Akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang
baik atau bermanfaat.
Sebab, perasaan senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi
semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/penyuluhan dimasa-masa
mendatang.
3) Asosiasi,
artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikait-kan dengan kegiatan lainnya.
Sebab, setiap orang cende-rung untuk mengaitkan/menghubungkan
kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya. Misalnya, dengan
melihat cangkul orang ingat penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik;
melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-
usaha pemupukan.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) meng-ungkapkan prinsip-
prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka