Anda di halaman 1dari 8

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36(3): 393-400 ISSN 0125-9830

EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT DARI ALGA COKLAT


Sargassum echinocarphum

oleh

ABDULLAH RASYID
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI
Received 01 July 2010, Accepted 16 November 2010

ABSTRAK

Alga coklat merupakan sumber bahan baku natrium alginat. Salah satu jenis
alga coklat yang ditemukan tumbuh di perairan Indonesia adalah Sargassum
echinocarphum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
natrium alginat yang diekstraksi dari Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari.
Metode ekstraksi natrium alginat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
hasil modifikasi beberapa metode yang telah digunakan di Laboratorium Produk
Alam Laut, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Hasil analisis menunjukkan bahwa
kadar natrium alginat Sargassum echinocarphum sebesar 17,07%, kadar air sebesar
14,97% dan nilai viskositas sebesar 6.100 cps. Pengukuran viskositas dilakukan
pada temperatur 25oC dengan konsentrasi 2%

Kata kunci : Sargassum echinocarphum, alga coklat, natrium alginat, Pulau Pari

ABSTRACT

EXTRACTION OF SODIUM ALGINATE FROM BROWN ALGAE


Sargassum echinocarphum. Brown algae are a source of raw material processing
of sodium alginates. One type of brown algae found growing in the waters of
Indonesia is Sargassum echinocarphum. The purpose of this research is to determine
the characteristics of sodium alginates extracted from Sargassum echinocarphum.
Extraction method used in this research is a modification of that used in the Natural
Product Laboratory - Indonesian Institute of Sciences. Results of analysis showed
that the content of sodium alginate for Sargassum echinocarphum 17.07%, moisture
content of 14.97% and a viscosity of 6,100 cps. Viscosity measurements conducted
at a temperature of 25OC with a concentration of 2%.

Key words : Sargassum echinocarphum, brown algae, sodium alginat, Pari Island
RASYID

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km


merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati
yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumberdaya hayati tersebut merupakan
potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan
ekonomi baru (DAHURI 2000). Saah satu sumberdaya hayati tersebut adalah alga
coklat.
Alga coklat termasuk salah satu sumberdaya hayati laut yang banyak
ditemukan tumbuh di perairan pantai Indonesia. Salah satu jenis alga coklat tersebut
adalah Sargassum echinocarphum. Seperti alga coklat lainnya, Sargassum
echinocarphum juga dapat ditemukan tumbuh melimpah pada bulan Agustus
Oktober (RASYID 2009). Menurut ATMADJA et al. (1996), alga coklat lainnya
yang ditemukan di perairan pantai Indonesia adalah Turbinaria sp., Hormophysa sp.
dan Padina sp.
Alginat adalah salah salah satu jenis polisakarida yang terdapat
dalam dinding sel alga coklat dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering
dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan sel alga
(AN ULLMANS 1998). Jenis alga coklat sebagai sumber bahan baku alginat
berbeda-beda di setiap negara produsen. Misalnya, di Amerika Serikat alginat
diekstraksi dari Macrocystis pyrifera yang tumbuh di sepanjang pantai barat
kepulauan Amerika Utara, yaitu dari Meksiko sampai California. Di Kanada, alginat
diekstraksi dari Ascophylum nodosum yang tumbuh sepanjang pantai bagian selatan
Nova Scotia. Beberapa negara produsen alginat di Eropa seperti Inggris, Norwegia
dan Perancis menggunakan Ascophylum nodosum, Laminaria hyperborea dan
Laminaria digitata sebagai bahan baku alginate, sedangkan negara di Asia yang
juga merupakan produsen alginat yang signifikan yaitu Jepang dan Korea,
menggunakan Eclonia cava dan beberapa jenis lainnya (KIRK & OTHMER 1994).
Industri makanan merupakan salah satu pengguna terbesar alginat
disamping industri lainnya yaitu farmasi, kosmetik, karet, tekstil, keramik, minuman
dan cat. Sifat toksik alginat telah diteliti secara ekstensif dan telah ditetapkan bahwa
alginat aman untuk digunakan pada makanan (KIRK & OTHMER 1994).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik natrium alginat yang
diekstraksi dari Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi tambahan terhadap kemajuan penelitian
natrium alginat di Indonesia, serta meningkatkan nilai tambah alga coklat Indonesia
jenis Sargassum untuk menjadi salah satu bahan baku natrium alginat di masa yang
akan datang.

394
EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT

BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel alga coklat yang digunakan dalam penelitian ini
dilaksanakan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Pengambilan sampel alga
coklat dilakukan dengan cara koleksi bebas, sehingga diperoleh sampel alga coklat
dalam jumlah yang memadai untuk mendukung pelaksanaan kegiatan laboratorium.
Kegiatan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Produk Alam Laut, Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI.

Bahan Penelitian
Sampel alga coklat yang digunakan dalam penelitian adalah Sargassum
echinocarphum. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : asam
klorida, natrium karbonat, hidrogen peroksida, isopropanol, natrium hidroksida,
celite dan kalsium klorida.

Metode ekstraksi dan pengukuran kadar


Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil
pengembangan dari beberapa metode yang telah dilaksanakan di laboratorium
Produk Alam Laut - LIPI (RASYID & RACHMAT 2002). Secara umum tahapan
prosedur ekstraksi natrium alginat yang dilakukan adalah sebagai berikut : sampel
alga coklat (Sargassum echinocarphum) yang dikumpulkan dari lokasi penelitian
dicuci sampai bersih dengan air tawar, kemudian dikeringkan dengan sinar matahari
langsung.
Sampel dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian ditimbang
sebanyak 50 gram. Sampel dicuci dengan larutan asam klorida 5% untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran yang masih menempel sehingga mempermudah
proses pembentukan asam alginat, kemudian dicuci dengan aquades untuk
menghilangkan sisa asam. Ke dalam sampel yang sudah dicuci ditambahkan larutan
natrium karbonat 4% untuk pembentukan natrium alginat sambil diaduk sampai
menjadi pasta. Pasta yang terbentuk diencerkan dengan aquades sambil diaduk
kemudian disaring. Selanjutnya dipucatkan dengan menambahkan larutan hidrogen
peroksida 25% ke dalam filtrat dan kemudian ditambahkan larutan kalsium klorida
5% sehingga terbentuk endapan berwarna putih. Ke dalam endapan yang terbentuk
ditambahkan larutan asam klorida 5%. Asam alginat yang terbentuk ditandai dengan
timbulnya gumpalan di bagian atas cairan. Setelah disaring, residu yang diperoleh
ditambah dengan larutan natrium hidroksida 10%. Untuk proses pemurnian dan
memudahkan penyaringan, ke dalam campuran ditambahkan isopropanol 95%.
Endapan bersama kertas saring yang telah diketahui bobotnya dikeringkan dalam
oven suhu 60 oC. Endapan yang telah kering ditimbang bersama kertas saring untuk
penentuan kadar natrium alginat. Prosedur di atas dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan.
Hasil yang diperoleh adalah natrium alginat, selanjutnya dihaluskan dan
dianalisis kadar natrium alginat, kadar air dan nilai viskositasnya. Penetapan kadar

395
RASYID

air natrium alginat menggunakan metode AOAC (1995). Pengukuran nilai viskositas
natrium alginat dilakukan dengan menggunakan Brookfield viscometer No. M/85-
150-C dengan konsentrasi larutan 2% pada temperatur 25OC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ada tiga parameter utama yang diuji dalam kegiatan penelitian ini, yaitu
penentuan kadar natrium alginat, kadar air natrium alginat dan nilai viskositasnya.

Kadar natrium alginat


Bahan baku yang baik juga akan menghasilkan kadar alginat yang baik
(McHUGH 2003). Kadar natrium alginat yang diperoleh dalam penelitian ini
sebesar 17,07%. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya dimana kadar natrium alginat Sargassum echinocarphum asal Pulau
Pari sebesar 24,32% (RASYID & RACHMAT 2002), Sargassum polycystum asal
Pameungpeuk sebesar 28,60% (RASYID 2003) dan Sargassum polycystum asal
Sumbawa sebesar 18,12% (RASYID 2009).
WINARNO (1990) menyatakan bahwa kandungan asam alginat dari batang
alga jenis Laminaria pada tanaman yang lebih tua relatif lebih stabil dibandingkan
dengan yang masih muda. Kemungkinan perbedaan usia panen (waktu pengambilan)
juga berpengaruh terhadap kadar natrium alginat Sargassum echinocarphum. Faktor
lainnya adalah perbedaan kondisi perairan pada waktu pengambilan sampel
dilakukan. Seperti yang dikemukakan oleh McHUGH (2003) bahwa alginat terdapat
pada dinding sel alga coklat yang berperan memberikan sifat fleksibilitas
(kelenturan) terhadap alga itu sendiri. Itulah sebabnya, alga coklat yang tumbuh di
perairan yang beriak (turbulen) biasanya memiliki kandungan alginat yang lebih
tinggi dibanding yang tumbuh di perairan yang relatif tenang.

Kadar air
Besarnya kadar air natrium alginat yang ditetapkan oleh FOOD
CHEMICAL CODEX (1981) yaitu maksimum 15%. Menurut WINARNO (1990),
kadar air yang diperbolehkan di dalam natrium alginat berkisar antara 5 20%. Hal
ini berarti kadar air natrium alginat yang diperoleh dalam penelitian ini masih berada
dalam kisaran tersebut yaitu 14,97%. Sedangkan kadar air natrium alginat untuk
bahan makanan maksimum 13% (COTTRELL & KOVACS 1977).

396
EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT

Tabel 1. Karakteristik natrium alginat Sargassum echinocarphu.


Table 1. Characteristics of sodium alginate of Sargassum echinocarphum.

No Parameters Treatment Average


Tested I II III
1 Sodium alginate content 17.07 17.06 17.08 17.07
(%)
2 Water content (%) 14.98 14.95 14.98 14.97
4 Viscosity value cps) 6.100 6.100 6.100 6,100

Nilai viskositas
Menurut (WINARNO 1990), nilai viskositas natrium alginat sangat
bervariasi yaitu antara 10 5.000 cps (konsentrasi larutan 1%) Selain itu ada tiga
jenis standar nilai viskositas natrium alginat yang diperdagangkan (SIGMA 2008),
yaitu 14.000 cps (high viscosity), 3.500 cps (medium viscosity) dan 250 cps (low
viscosity).
Alginat yang memiliki kualitas tinggi akan membentuk gel yang keras dan
larutan yang sangat kental. Alga coklat yang memiliki kriteria tersebut adalah jenis
Ascophylum, Durvillaea, Ecklonia, Laminaria, Lessonia, Macrocystis dan
Sargassum. Biasanya Sargassum digunakan sebagai bahan baku alginat setelah
jenis alga coklat lainnya tidak tersedia sebab kualitas alginat yang dihasilkan rendah
dan kadar alginatnya juga rendah (McHUGH 2003).
Berdasarkan hasil penelitian ekstraksi natrium alginat dari beberapa jenis
alga coklat yang tumbuh di perairan Indonesia, ternyata jenis Sargassum yang paling
potensial dijadikan bahan baku (RASYID 2004). Hal ini tentunya berkaitan dengan
kondisi perairan Indonesia yang berada di daerah tropis, sedangkan jenis
Ascophylum, Durvillaea, Ecklonia, Laminaria, Lessonia dan Macrocystis tidak
ditemukan. Modifikasi metode ekstraksi merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kualitas natrium alginat yang dihasilkan seperti yang digunakan
dalam penelitian ini.
Nilai viskositas yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 6.100 cps. Nilai
tersebut merupakan nilai viskositas tertinggi yang diperoleh selama kegiatan
penelitian ekstraksi natrium alginat dari alga coklat di laboratorium Produk Alam
Laut LIPI. Pada penelitian sebelumnya, nilai viskositas natrium alginat yang
diekstraksi dari Turbinaria conoides asal Gili Petagan sebesar 134 cps, Sargassum
polycystum asal Batunampar sebesar 503,7 cps, Sargassum sp. asal Batunampar
sebesar 143,5 cps, Turbinaria ornata asal Gili Bedil sebesar 335 cps, Sargassum
polycystum asal Pulau Sumbawa sebesar 390 cps, Sargassum sp. asal Pulau
Sumbawa sebesar 284 cps, Turbinaria decurrens asal Pulau Sumbawa sebesar 335
cps (RASYID 2009), Turbinaria conoides asal Pulau Pari sebesar 560 cps (RASYID
2004), Turbinaria decurrens asal Pulau Barranglompo sebesar 560 cps (RASYID
2004), Turbinaria decurrens asal Pulau Otangala sebesar 680 cps (RASYID 2002),
Sargassum polycystum asal Pameungpeuk sebesar 1.500 cps (RASYID 2003) dan
Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari sebesar 3.000 cps (RASYID &
RACHMAT 2002).

397
RASYID

Khusus untuk Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari, perbedaan nilai


viskositas ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut karena jenis bahan baku dan
metode ekstraksi yang digunakan dalam kedua penelitian tersebut sama. Terjadinya
perbedaan nilai viskositas tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan waktu
pengambilan sampel (usia sampel) dan kualitas sampel.
Jika mengacu pada standar nilai viskositas yang diperdagangkan SIGMA
seperti tersebut di atas, maka nilai viskositas yang diperoleh dalam penelitian ini
berada antara medium viscosity dan high viscosity. Hal ini menunujukkan
bahwa Sargassum echinocarphum memiliki prospek menjanjikan untuk menjadi
salah satu bahan baku pengolahan natrium alginat di Indonesia. Harapan ini tentunya
didukung oleh upaya peneliti lainnya yang mulai mencoba membudidayakan alga
coklat jenis Sargassum.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa :


1. Sampel Sargassum echinocarphum asal Pulau Pari menghasilkan natrium
alginat dengan nilai viskositas sebesar 6.100 cps atau berada di antara
kategori medium viscosity dan high viscosity.
2. Sargassum echinocharpum asal Pulau Pari mempunyai prospek yang bagus
untuk dikembangkan sebagai penghasil natrium alginat karena nilai
viskositasnya memenuhi standar SIGMA, tetapi kadarnya yang masih perlu
ditingkatkan.

PERSANTUNAN

Penulis menyampaikan terima kasih pada Prof. Dr. Rachmaniar Rachmat,


Apt. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mempublikasikan
tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

AN ULLLMANS ENCYCLOPEDIA. 1998. Industrial Organic Chemicals.Vol. 7.


Wiley-VCH, New York : 1993-4002.

AOAC 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official


Analitycal Chemist. Inc. Washington DC. p 185-189.

398
EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT

ATMADJA, W.S., A.KADI, SULISTIJO dan R. RACHMAT. 1996. Pengenalan


jenis-jenis rumput laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta :
180 hal.

COTTRELL, I.W. and P. KOVACS 1977. Algin. In : H.R. GRAHAM (ed.) Food
colloids. Avi Publ. Co., Connect : 438-463.

DAHURI, R. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.


Orasi Ilmiah Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. 233 hal.

FOOD CHEMICAL CODEX 1981. Food chemical codex. 3rd edition, National
Academic of Science, Washington D.C. : 135-195.

KIRK and OTHMER. 1994. Encyclopedia of chemical technology. Fourth Edition.


Volume 12. John Wiley & Sons, New York : 844 847.

McHUGH, D.J. 2003. A guide to seaweed industry. FAO Fisheries Technical Paper
441. Food and agriculture organization of the the Inited Nations, Rome : 105
pp.

RASYID, A. 2002. Ekstraksi natrium alginate dari Turbinaria decurrens asal


perairan Pulau Otangala (Sulawesi Utara). Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Rumput Laut, Mini Simposium Mikroalgae dan Kongres I
Ikatan Fikologi Indonesia 23-25 Oktober 2002 di Hotel Sedona, Makassar :
6 hal.

RASYID, A. dan R. RACHMAT 2002. Modifikasi metode ekstraksi natrium alginat


untuk meningkatkan nilai viskositasnya. Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Rumput Laut, Mini Simposium Mikroalgae dan Kongres I
Ikatan Fikologi Indonesia 23-25 Oktober 2002 di Hotel Sedona, Makassar :
6 hal.

RASYID, A. 2003. Karakteristik natrium alginat hasil ekstraksi Sargassum


polycystum. Makalah disampaikan pada seminar RIPTEK Kelautan
Nasional 30-31 Juli 2003 di Gedung BPPT, Jakarta : 6 hal.

RASYID, A. 2004. Turbinaria conoides as one of alternative raw materials of


sodium alginate processing in Indonesia. In : B. SULISTYO, E.S.
HERUWATI, A. SUDRADJAT, I.G.S. MERTHA and A. HERI
PURNOMO (Eds.). International Marine and Fisheries, Jakarta : 490 pages.

RASYID, A. 2009. Perbandingan kualitas natrium alginat beberapa jenis algae


coklat. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 35 (1) : 57-64.

399
RASYID

SIGMA 2008. Biochemical reagents for life science research. Sigma Aldrich Pte.,
Ltd : 2706 pp.

WINARNO, F.G. 1990. Teknologi pengolahan rumput laut. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta : 112 hal.

400

Anda mungkin juga menyukai