Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Kesetaraan merupakan sendi utama proses demokrastisasi


karena menjamin terbukanya akses dan peluang bagi seluruh
elemen masyarakat. Tidak tercapainya cita-cita demokrasi
seringkali dipicu oleh perlakuan yang diskriminatif dari mereka
yang dominan baik secara struktural maupun secara kultural.
Perlakuan diskriminatif ini merupakan konsekusensi logis dari
suatu pandangan yang bias dan posisi asimetris dalam relasi
sosial.
Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan tersebut dapat
menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup
bagi pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi.
Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih
terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana
demokrasi telah dianggap tercapai. Dalam konteks ini, kaum
perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang
diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan lakilaki juga
dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu
masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses
perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan gender di mana
secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan
dampak negatifnya.
Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk
mengurangi ketidaksetaraan gender yang menyebabkan
ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara
individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal,
nasioanal dan internasional. Upaya upaya tersebut diarahkan

1
untuk, Menjamin Kesetaraan Hak-Hak Azasi, Penyusun Kebijakan
Yang Pro Aktif Mengatasi Kesenjangan Gender, dan Peningkatan
Partisipasi Politik.

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender?
2. Bagaimana Ketidaksetaraan Gender di dalam
Masyarakat?
3. Bagaimana kesetaraan gender dalam pendidikan?
4. Bagaimana konsep gender dalam Islam?
5. Bagaimana pandangan Agama Islam terhadap
kesetaraan gender?
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk memaparkan pengertian kesetaraan gender?
2. Untuk memaparkan bagaimana ketidaksetaraan gender
di dalam masyarakat?
3. Untuk memaparkan bagaimana kesetaraan gender
dalam pendidikan?
4. Untuk memaparkan bagaimana konsep gender dalam
Islam?
5. Untuk memaparkan bagaimana pandangan Agama Islam
terhadap kesetaraan gender?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesetaraan Gender

Dalam memahami kajian kesetaraan gender, seseorang


harus mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara gender
dengan seks ( jenis kelamin ). Kurangnya pemahaman tentang
pengertian Gender menjadi salah satu penyebab dalam
pertentangan menerima suatu analisis gender di suatu persoalan
ketidakadilan sosial.1

Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang


berdasar atas anatomi biologis dan merupakan kodrat Tuhan 2.
Menurut Mansour Faqih, sex berarti jenis kelamin yang
merupakan penyifatan atau pembagian jenis kelamin yang
ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat diubah dan
bersifat menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena itu
perbedaan tersebut berlaku sepanjang zaman dan dimana saja3.

1 Abdul Rozak, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. (Jakarta: Prenada


Media, 2004), cetakan pertama, hal. 173

2 Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender : Perspektif al-Quran,


Jakarta : Paramadina, 2001, hal. 1.

3
Sedangkan gender, secara etimologis gender berasal dari
kata gender yang berarti jenis kelamin .4 Gender merupakan
perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan
biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh
laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang
panjang. Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain
disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru terbentuk
melalu proses sosial dan cultural. Oleh karena itu gender dapat
berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu, bahkan antar
kelas sosial ekonomi masyarakat5.

Gender adalah peran, fungsi, persifatan, kedudukan,


tanggungjawab dan hak perilaku, baik perempuan maupun laki-
laki yang dibentuk, dibuat, dan disosialisasikan oleh norma, adat
kebiasaan, dan kepercayaan masyarakat setempat. Dalam kaitan
ini, konsep gender berhubungan dengan peran dan tugas yang
pantas/tidak pantas, baik laki-laki maupun perempuan. 6

Kesetaraan gender merupakan syarat mutlak untuk


menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi. 7
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya
sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi

3 Mansour Faqih, Analisis gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta :


Pustaka Pelajar, 1996, hal.8.

4 Jhon M. Echol, dan Hasan Shadily, Kamus Besar Inggris-Indonesia,


(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996), cet.23a

5 Faqih. Argumen..., hal. 10

6 Harien Puspitawati. Jurnal Studi Gender dan Anak

7 Rozak. Pendidikan..., hal. 177

4
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional
(hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan tersebut.8

Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan


tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh
manfaat yang setara dan adil dari pembangunan
Memiliki akses di atas mempunyai tafsiran yaitu setiap
orang mempunyai peluang / kesempatan dalam memperoleh
akses yang adil dan setara terhadap sumber daya dan memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara
penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki partisipasi
berarti mempunyai kesempatan untuk berkreasi / ikut andil
dalam pembangunan nasional.9

2.2 Ketidaksetaraan Gender di dalam Masyarakat


Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu
ketidakadilan terhadap kaum laki - laki dan terutama kaum
perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam
berbagai bentuk ketidakadilan, yakni 10:
a. Marginalisasi terhadap perempuan

8 Haryanto, Makalah Kesetaraan Gender dalam


http://edukasi.kompasiana. Com /2012 /05 /19kesetaraan-gender-
diterapkan-dalam-pendidikan-464068.html diakses tanggal 17 Mei
2015 pukul 15.00 WIB

9 Ibid.

10 http://filsafat.kompasiana.com/2013/05/04/kedudukan-perempuan-
dan-kesetaraan-gender-dalam-pandangan-islam--557073.html . Diakses
pada 18 Mei 2015 pukul 09:00

5
Perempuan dicitrakan lemah, kurang atau tidak rasional,
kurang atau tidak berani, sehingga tidak pantas atau tidak
dapat memimpin.
b. Steorotip masyarakat terhadap perempuan
Perempuan dan laki-laki sudah mempunyai sifat masing-
masing yang sepantasnya, sehingga tidak dapat keluar dari
qodrat yang telah ada.
c. Subordinasi terhadap perempuan
Pandangan ini memposisikan perempuan dan karya-
karyanya lebih rendah dari laki-laki, sehingga menyebabkan
mereka merasa sudah selayaknya sebagai pembantu, nomor
dua, sosok bayangan, dan tidak berani memperlihatkan
kemampuannya sebagai pribadi. 11
d. Beban ganda terhadap perempuan
Pekerjaan yang diberikan kepada perempuan lebih lama
pengerjaannya bila diberikan kepada laki-laki, karena
perempuan yang bekerja disektor publik masih memiliki
tanggungjawab pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat
diserahkan kepada pembantu rumah tangga sekalipun
pembantu rumah tangga sama-sama perempuan.
e. Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan
psikis dan kekerasan fisik.

2.3 Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan


Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi
utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun
keharmonisan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan membangun
keluarga berkualitas. Jumlah penduduk perempuan hampir setengah dari
seluruh penduduk Indonesia dan merupakan potensi yang sangat besar
dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang lebih berkualitas..
Keadilan gender suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dasar Persamaan Pendidikan

11 A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender, Magelang: Indonesia Tera, 2004,


hlm. 20-24.

6
Dasar persamaan pendidikan menghantarkan setiap individu
atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut
pendidikan kerakyatan. Sebagaimana Athiyah, Wardiman
Djojonegoro menyatakan bahwa ciri pendidikan kerakyatan
adalah perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan
pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik,
agama dan lokasi geografis publik. Dalam kerangka ini,
pendidikan diperuntukkan untuk semua, minimal sampai
pendidikan dasar. Sebab, manusia memiliki hak yang sama
dalam mendapatkan pendidikan yang layak. Apabila ada
sebagian anggota masyarakat, sebodoh apapun yang tersingkir
dari kebijakan kependidikan berarti kebijakan tersebut telah
meninggalkan sisi kemanusiaan yang setiap saat harus
diperjuangkan.12
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa nilai kemanusiaan
terwujud dengan adanya pemerataan yang tidak mengalami bias
gender. Masalah pendidikan, antara anak perempuan dan anak
laki-laki hendaknya harus seimbang. Anak perempuan,
sebagaimana anak laki-laki harus punya hak/kesempatan untuk
sekolah lebih tinggi. Bukan menjadi alternative kedua jika
kekurangan biaya untuk sekolah. Hal ini dengan pertimbangan
adanya penghambur-hamburan uang sebab mereka akan segera
bersuami, peluang kerjanya kecil dan bisa lebih banyak
membantu orang tua dalam pekerjaan rumah. Pendirian seperti
ini melanggar etika Islam yang memperlakukan orang dengan
standar yang materialistik. Islam menyerukan adanya
kemerdekaan, persamaan dan kesempatan yang sama antara
yang kaya dan yang miskin dalam bidang pendidikan di samping
penghapusan sistem-sistem kelas-kelas dan mewajibkan setiap
muslim laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu serta

12 Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan


Islam, (Surabaya: Alpha, 2005), 30.

7
memberikan kepada setiap muslim itu segala macam jalan untuk
belajar, bila mereka memperlihatkan adanya minat dan bakat.13
Dengan demikian, pendidikan kerakyatan seharusnya
memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan
minat setiap individu perempuan, bukan hanya diarahkan pada
pendidikan agama dan ekonomi rumah tangga melainkan juga
masalah pertanian dan keterampilan lain. Pendidikan dan
bantuan terhadap perempuan dalam semua bidang tersebut
akan menjadikan nilai yang amat besar-merupakan langkah awal
untuk memperjuangkan persamaan yang sesungguhnya.
Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan
relevan dengan tuntutan zaman yaitu kualitas yang memiliki
keimanan dan hidup dalam ketakwaan yang kokoh, mengenali,
menghayati dan menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan
luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan dan
keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah
perkembangan, berpikir secara analitik, terbuka pada hal-hal
yang baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang
tinggi dan berusaha meningkatkan prestasi. Perempuan dalam
pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualitas
tersebut sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.
Ungkapan Athiyah tentang pendidikan perempuan seakan
menyadari kondisi riil historisitas kaum muslimin yang secara
sosial perempuan seringkali dirugikan oleh perilaku sosialnya.
Seperti gadis-gadis harus putus sekolah karena diskriminasi
gender (sebab pernikahan atau hamil diluar nikah) atau karena
keterbatasan ekonomi anak laki-laki mendapatkan prioritas
utama walau potensinya tidak lebih tinggi daripada anak
perempuan.

2.4Konsep Gender Dalam Islam.

13 Ibid.

8
Berbicara tentang konsep gender dalam Islam ditemukan
sejumlah ayat dalam Al-Qur'an, antara lain QS Al-Hujurat: 13, Al-
Nisa':1, Al-A'raf:189, Al-Zumar:6, Fatir:11, dan Al-Mu'min: 67.
Di antaranya dalam al-Qur'an surat al-Hujurat: 13.14
3


Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat di atas memberi petunjuk bahwa dari segi hakikat
penciptaan, antara manusia yang satu dan manusia lainnya tidak
ada perbedaan, termasuk di dalamnya antara perempuan dan
laki-laki. Karena itu, tidak perlu ada semacam superioritas suatu
golongan, suku, bangsa, ras, atau suatu entitas gender terhadap
lainnya. Kesamaan asal mula biologis ini mengindikasikan
adanya persamaan antara sesama manusia, termasuk
persamaan antara perempuan dan laki-laki. Penjelasan di atas
menyimpulkan bahwa Al-Qur'an menegaskan equalitas
perempuan dan laki-laki.15
Senada dengan Al-Qur'an, sejumlah hadis Nabi pun
menyatakan bahwa sesungguhnya perempuan itu mitra sejajar
laki-laki. Meskipun secara biologis laki-laki dan perempuan
berbeda sebagaimana dinyatakan juga dalam Al-Qur'an, namun

14 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, Al-Quran


dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986, hlm. 847.

15 Purwati dan Isrohah, Bias Gender..., hal. 35

9
perbedaan jasmaniah itu tidak sepatutnya dijadikan alasan untuk
berlaku diskriminatif terhadap perempuan. Perbedaan jenis
kelamin bukan alasan untuk mendiskreditkan perempuan dan
mengistimewakan laki-laki.
Perbedaan biologis jangan menjadi pijakan untuk
menempatkan perempuan. Perbedaan kodrati antara laki-laki dan
perempuan seharusnya menuntun manusia kepada kesadaran
bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dan dengan
bekal perbedaan itu keduanya diharapkan dapat saling
membantu, saling mengasihi dan saling melengkapi satu sama
lain. Karena itu, keduanya harus bekerja sama, sehingga
terwujud masyarakat yang damai menuju kepada kehidupan
abadi di akhirat nanti. Islam secara tegas menempatkan
perempuan setara dengan laki-laki, yakni dalam posisi sebagai
manusia, ciptaan sekaligus hamba Allah SWT. Dari perspektif
penciptaan, Islam mengajarkan bahwa asal penciptaan laki-laki
dan perempuan adalah sama, yakni sama-sama dari tanah
(saripati tanah), sehingga sangat tidak beralasan memandang
perempuan lebih rendah daripada laki-laki.16
Sebagai manusia, perempuan memiliki hak dan kewajiban
untuk melakukan ibadah sama dengan laki-laki. Perempuan juga
diakui memiliki hak dan kewajiban untuk meningkatkan kualitas
dirinya melalui peningkatan ilmu dan takwa, serta kewajiban
untuk melakukan tugas-tugas kemanusiaan yang dalam Islam
disebut amar ma'ruf nahi munkar menuju terciptanya
masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera.
Namun dalam perkembangannya, kesetaraan gender ini
belum sepenuhnya berlandaskan pada ajaran tersebut diatas.
Bahkan antara satu negara dengan negara lainnya yang
berpenduduk muslim tidaklah sama dalam memperjuangkan

16 Ibid., hal. 37

10
nasib perempuan. Hal ini terlihat dari keberadaan kaum
perempuan di Indonesia yang masih menjadi subordit kaum laki-
laki. Dengan kata lain, kaum perempuan tidak serta merta dapat
sejajar dengan kaum laki-laki. Hampir setiap budaya kita
menempatkan laki-laki sebagai pemimpin baik dalam
keluarga ,maupun berbangsa dan bernegara, meski juga diakui
tidak semua budaya kita menjadikan perempuan dalam posisi
kedua.17
2.5 Pandangan Agama Islam terhadap Kesetaraan Gender
Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Islam memberikan posisi
yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan keadilan
gender dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam
ajaran Islam tidak dikenal adanya isu gender yang berdampak
merugikan perempuan. Islam bahkan menetapkan perempuan
pada posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan
martabat yang sama dan setara dengan laki laki.18
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu
kepada ayat ayat Al-Quran. Suatu kenyataan, masih banyak
masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang belum
memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin
perempuan, dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender.
Al-Qur an sebagai Hudan linnasi, petunjuk bagi umat
manusia, dan kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan
sunnahnya, sebagai Rahmatan lil alamin, tentu saja menolak
anggapan di atas. Islam datang untuk membebaskan manusia

17 Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan


Gender dan Demokratisasi Masyarakat Multsikultural, Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Beragama, 2005, hlm. 126.

18 http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/gender/gender2.htm diakses
tanggal 18 Mei 2015 pukul 11.00 WIB

11
dari berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak awal dipromosikan,
Islam adalah agama pembebasan.
Islam adalah agama yang dibawa Nabi Muhammad. Islam
adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan
kemasyarakatan. Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai
dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai representasi
Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan
warna kulit. Islam mengamanatkan manusia untuk
memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan,
dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan
lingkungan alamnya.19

BAB III
PENUTUP

3.2 Kesimpulan
a. Sex berarti jenis kelamin yang merupakan penyifatan atau
pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis
yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Gender
merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan
disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat
Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun
perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.

19 Ibid.

12
b. Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki
dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-
haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan
nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati
hasil pembangunan tersebut.
c. Berbicara tentang konsep gender dalam Islam ditemukan
sejumlah ayat dalam Al-Qur'an, antara lain QS Al-Hujurat:
13, Al-Nisa':1, Al-A'raf:189, Al-Zumar:6, Fatir:11, dan Al-
Mu'min: 67.
d. Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Islam memberikan
posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan
dan keadilan gender dalam Islam tertuang dalam Kitab
Suci Al-Quran.

3.3 Saran
Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam
penyusunan makalah ini yang membahas tentang Kesetaraan Gender, masih
jauh dari kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang
dipergunakan maupun dari segi penyajian materinya.
Untuk itu kritik dan saran dari pembimbing atau dosen yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini sangat kami harapkan supaya dalam penugasan makalah
yang akan datang lebih baik dan lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Faqih, Mansour . 1996. Analisis gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar.
Haryanto, Makalah Kesetaraan Gender dalam
http://edukasi.kompasiana. Com /2012 /05 /19kesetaraan-
gender-diterapkan-dalam-pendidikan-464068.html

13
http://filsafat.kompasiana.com/2013/05/04/kedudukan-
perempuan-dan-kesetaraan-gender-dalam-pandangan-
islam--557073.html.
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/gender/gender2.htm
Lubis, Ridwan. 2005. Cetak Biru Peran Agama: Merajut
Kerukunan, Kesetaraan Gender dan Demokratisasi
Masyarakat Multsikultural, Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Beragama.

Murniati, Nunuk . 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesia Teras.


Purwati, Eni dan Asrohah, Hanun. 2005. Bias Gender dalam
Pendidikan Islam. Surabaya: Alpha.
Rozak, Abdul dkk. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Prenada Media.
Umar, Nasarudin. 2001. Argumen Kesetaraan Gender : Perspektif
al-Quran, Jakarta : Paramadina.

14

Anda mungkin juga menyukai