Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan
masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan
penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau
lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran (Rampengan, 2007).
Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu
Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi
infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan
secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Algerina, 2008; Darmowandowo,
2006).
Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-
undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah (Sudoyo A.W., 2010).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melalui makan,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii. (Hidayat
Alimul Azis.A, 2006)
Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman dan
biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi secara
transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada
bayinya (Soedarno et al, 2008).
Penderita typhoid perlu di rawat di rumah sakit untuk isolasi agar penyakit
ini tidak menular ke orang lain. Penderita harus istirahat total minimal 7 hari
bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus.
Makanan yang di konsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat.

5
6

Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus di hindari, jadi harus
benar-benar di jaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus
menjalani upaya penyembuhan. (Soedarto, 2007 )
Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa thvpoid
adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonela typhosa
ditandai dengan demam satu minggu.

2.2 Epidemionologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia,
secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas
sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah
yang mana di Indonesia dijumpai dalam keadaan endemis (Putra A., 2012).
Dari laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 terdapat
17 juta kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai
600.000 kematian dengan Case Fatality Rate (CFR = 3,5%). Insidens rate
penyakit demam tifoid di daerah endemis berkisar antara 45 per 100.000
penduduk per tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk per tahun. Tahun 2003
insidens rate demam tifoid di Bangladesh 2.000 per 100.000 penduduk per tahun.
Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3 per 100.000 penduduk, di Afrika
yaitu 50 per 100.000 penduduk, dan di Asia 274 per 100.000 penduduk (Crump,
2004).
Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar
10%. Tingginya insidens rate penyakit demam tifoid di negara berkembang sangat
erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi lingkungan di negara
yang bersangkutan (Nainggolan R., 2009).

2.3 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi (Rahayu E., 2013).
7

Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella
yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang
terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada
masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp didalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak
akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal
(intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang
ringan pada karier demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal,sukar
diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas. Penyebab demam thypoid
adalah Salmonella thyposa. basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen, yaitu:
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang telah
memenuhi kriteria penilaian.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin
(Sudoyo A.W., 2010).

2.4 Manifestasi Klinis


Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga
gambaran penakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu
8

pertama gejala klnis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut,
batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari (Widodo Joko, 2006)

2.5 Patofisiologi
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang
baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal
(usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan
darah mengandung bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah
dan jaringan limpoid plaque menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah sehingga menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan
perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan demikian
akan meningkat. Sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh
dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan
seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsurangsur sembuh
(Zulkoni, 2011).

2.6 Pathway
9

2.7 Penatalaksanaan
2.9.1 Non Medik
1. Tirah Baring
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud
tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara
bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-
ubah pada waktu waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus
10

diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air


kemih. Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala
simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah,
dan meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan
paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema
tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun
perforasi intestinal.
2. Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah
serat adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita
namun tidak memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa
(rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur
lunak, tim, dan nasi biasa.
Diet merupakan hal yang penting dalam proses penyembuhan
penyakit karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum
dan gizi penderita akan semakin turun sehingga proses penyembuhan akan
semakin lama. Penderita demam typhoid di beri makan bubur untuk
menghindari perforasi usus. Pemberian makanan padat seperti nasi beserta
lauk pauk rendah selulosa ( menghidari sementara sayuran yang tinggi serat)
dapat di berikan dengan aman pada pasien demam typhoid (Sudoyo, 2009)
3. Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral
maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit
berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan.
Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan
kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.
4. Kompres Hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya
menurunkan suhu tubuh yaitu dengan pemberian kompres hangat pada
daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum
tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di
hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang
memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran
pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari
11

tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga


terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan
pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat
(berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga
mencapai keadaan normal kembali. Hal ini sependapat dengan teori yang
dikemukakan oleh Aden (2010) bahwa tubuh memiliki pusat pengaturan
suhu (thermoregulator) di hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka
pusat pengaturan suhu berusaha menurunkannya begitu juga sebaliknya.
2.9.2 Medik
1. Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi
antipiretik. Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman
dalam hal ini adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum,
sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan turunannya karena
mempunyai efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran cerna
yang masih rentan kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah
mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat diberikan via parenteral,
obat yang masih dianjurkan adalah yang mengandung Methamizole Na
yaitu antrain atau Novalgin.
2. Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah:
a. Chloramphenicol
Cloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien
demam tifoid. Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari
oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan
kloramfenikol siuksinat. intramuskuler tidak dianjurkan karena
hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa
nyeri. Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun
rata 5 hari.
b. Tiampenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan
kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol
lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol
demam pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari.
12

c. Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol)


Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan
kloramfenikol, dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet
sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung
80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). dengan
kotrimoksazol demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.
d. Amoxilin dan amoxixilin
Dalam hal kemampuan menurunkan demam, efektivitas
ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikol.Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam
tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-
150 mg/kgBBm sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam.
Dengan Amoksisilin dan Ampisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari.
e. Sefalosporin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga
antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk
demam tifoidtetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum
diketahui dengan pasti
f. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam tifoidtetapi dosis dan lama
pemberian belum diketahui dengan pasti.
g. Furazolidon.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan
kriteria ini maka seorang klinis dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid.
Diagnosis pasti di tegakkan melalui isolasi ( Salmonella Typhi ) dari darah. Pada dua
minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi ( Salmonella Typhi ) dari dalam
darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan spesimen yang beasal
dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif di dapat
pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak di gunakan
dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat di lakukan biakan spesimen
empedu yang di ambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
13

Pemeriksaan demam typhoid ada beberapa jenis yaitu untuk mendeteksi atibodi
( Salmonella Typhi ) dalam serum antigen tehadap Salmonella Typhi dalam darah,
serum, urin dan DNA ( Salmonella Typhi ) dalam darah dan faeses polymerase chain
reaction telah di gunakan untuk memperbanyak gen salmonella sel. Typhoid secara
spesifik pada darah pasien dan hasil dapat di peroleh hanya dalam beberapa jam.
Metode ini spesifik dan lebih sensitif di banding dengan biakan darah. (Sumarmo,
2008).
Menurut Masjoer Arif (2002) pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan
typoid adalah sebahgai berikut :
1. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan leukopeni, dapat pula
leukosistosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun
tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula ditemukan anemia ringan dan
trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia
maupun limfopeni laju endap darah dapat meningkat.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri
salmonella typhi dengan antibody salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa
sampai 1/10 sedangkan agglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160. 1/10.
1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap
ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman
Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400. Dari
14

ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya


untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2.9 Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang: osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
2.10 Pencegahan
Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar (Salmonella Typhi )
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. Salmonella Typhi di dalam air akan mati apabila di panaskan
setinggi 570C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi atau klorinasi. Untuk
makanan pemanasan sampai suhu 57 C beberapa menit dan secara merata juga dapat
0

mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara atau daerah
tergantung baik pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan
pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi.
Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam typhoid. (Sumarmo,
2008)

Anda mungkin juga menyukai