anak di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit
ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita.
Definisi
Gambar 1. Tabel spektrum status besi dalam tubuh. ID, defisiensi besi. IDA anemia defisiensi
besi. SF, ferritin serum. TfR, reseptor transferrin. CHr, reticulocyte hemoglobin content. Hb,
Hemoglobin.1
Batasan tingkat hemoglobin ditetapkan oleh WHO dalam tabel sebagai berikut.2
Gambar 2. Tabel tingkat hemoglobin untuk mendiagnosa anemia.2
Etiologi
Penyebab anemia defisiensi besi pada bayi kurang dari satu tahun antara lain
disebabkan karena cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas,
lahir kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan
cepat dan anemia selama kehamilan. Dapat pula disebabkan oleh alergi protein susu sapi.3
Pada anak umur 1-2 tahun, penyebab anemia defisiensi besi antara lain karena asupan
besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu murni berlebih,
obesitas, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis, dan malabsorbsi.3
Pada anak umur 2-5 tahun penyebabnya asupan besi kurang karena jenis makanan
kurang mengandung Fe jenis heme atau minum susu berlebihan, obesitas, kebutuhan
meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun parasit), kehilangan
berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis dsb).3
Pada anak umur 5 tahun-remaja penyebabnya antara lain kehilangan berlebihan akibat
perdarahan(antara lain infestasi cacing tambang) dan menstruasi berlebihan pada remaja
puteri.3
Epidemiologi
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal
masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan
tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena
penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan
pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat
oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT tahun 2007
menunjukkan prevalens ADB. Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita
di Indonesia sekitar 40-45%. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-
turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.3,4
Patofisiologi
Dua pertiga atau lebih total besi dalam tubuh terdapat pada eritrosit; setiap milliliter sel darah
merah mengandung sekitar 1 mg besi. Simpanan besi terdapat pada makrofag system
retikuloendotelial dalam dua bentuk, yaitu feritin dan hemosiderin. Feritin merupakan kompleks larut-
air dari garam ferri dan apoferritin. Hemosiderin tidak larut dalam air dan terdiri dari agregat garam
ferri yang tidak memiliki protein lagi. Zat besi pada hemosiderin lebih sulit dilepaskan daripada di
ferritin. Kebanyakan zat besi yang digunakan untuk sintesis hemoglobin ditransportasikan oleh
transferrin plasma. Setiap molekul dari apotransferin mengikat dua atom dari besi ferri. Kemudian,
transferrin merikatan dengan reseptor transferrin (TfR) pada membrane sel precursor eritroid,
retikulosit, dan kebanyakan badan sel. Kompleks transferin-reseptor transferin dengan cepat masuk ke
dalam sel, lalu besi dilepaskan, dan apotransferin kembali ke sirkulasi untuk mengikat besi kembali. 5,6
Sangat sedikit zat besi yang hilang dari tubuh; kehilangan zat besi ini terutama dari
kehilangan sel pada saluran gastrointestinal, lalu kulit dan urin. Setiap harinya zat besi hilang dari
tubuh sekitar 1 mg/hari. Penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal, dengan besi
heme terabsorbsi lebi efisin daripada besi inorganic. Absorbsi besi difasilitasi oleh asam askorbat dan
sitrat. Produksi asam oleh gaster menurunkan pH duodenum, dan memningkatkan kelarutan dan
uptake dari besi ferri nonheme. 5,6
Walaupun dalam diet rata-rata mengandung 10-20 mg besi, hanya sekitar 5% hingga 10% (1-
2 mg) yang sebenarnya diabsorbsi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka lebih banyak besi
diabsorbsi dari diet. Besi yang diingesti diubah menjadi besi ferro di dalam lambung dan duodenum
serta diabsorbsi dari duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin
plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penimpanan di jaringan.
Kehilanagn besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 mg 1mg/hari. 5,6
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun.
Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai dengan
penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, dan pengecatan besi dalam
sumsung tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi akan kosong
sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan berkurang sehingga menimbulkan gangguan
pembentukan eritrosit tapi secara klinis belum tampak, keadaan ini dinamakan iron deficiency
erithropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free
protophorpyrin atau zinc protoporphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun atau TIBC
meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin
serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun, akibat nya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron
deficiency anemia. Pada saat itu juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim
yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta gejala lainnya. Jika terjadi
pengendapan fe yang berlebihan dalam tubuh terutama akan merusak hati, pancreas, dan miokardium
(hemokromatosis).5,6
Manifestasi Klinik
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin hemoglobin turun di bawah
7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang
terjadi secara perlahan-lahan sering kali menyebabkan sindrom anemia tidak terlalu
mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi
lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia
bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7g/dl. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konyungtiva dan jaringan di bawah kuku.6,7
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain
adalah: 6,7
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok.
Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwama pucat keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, tern, dan lain-lain.
Diagnosis
Untuk menengakkan diagnosis anemia defisiensi besi pada anak, dapat digunakan
criteria yang dapat ditemukan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.4
Anamnesis4
o Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan.
o Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh
terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar.
o Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas,
tanah, rambut.
o Memakan bahan makanan yang kurang mengandung besi, bahan makanan
yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat (beras,
gandum), serta konsumsi susu sebagai sumber energy utama sejak bayi sampai
usia 2 tahun (milkaholics)
o Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankilostoma dan skistosoma.
Pemeriksaan fisik4
o Gejala klinis anemia defisiensi besi sering terjadi perlahan dan tidak begitu
diperhatikan oleh keluarga. Bila kadar Hb <5 g/dL ditemukan gejala iritabel
dan anoreksia.
o Pucat ditemukan bila kadar Hb <7 g/dL
o Tanpa organomegali
o Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal
jantung, protein-losing enteropathy.
o Rentan terhadap infeksi
o Gangguan pertumbuhan
o Penurunan aktivitas kerja.
Pemeriksaan penunjang4
o Darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan MCHC
rendah. Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah
merupakan salah satu skrining defisiensi besi.
Nilai RDW tinggi >14,5% pada defisiensi besi, bila RDW normal
(<13%) pada thalasemia trait.
Rasio MCV/RBC (Mentzer index) >> 13 dan bila RDW index
(MCV/RBC x RDW) 220, merupakan tanda anemia defisinesi besi,
sedangkan juiak kurang dari 220 merupakan tanda thalasemia trait.
Apusan darah tepi: mikrositik, hipokrom, anisositosis, dan
poikilositosis.
o Kadar besi serum rendah, TIBC, serum ferritin <12 ng/mL dipertimbangkan
sebagai diagnostic defisiensi besi.
o Nilai retikulosit: normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah
merah yang tidak adekuat.
o Serum transferrin receptor (STfR): sensitive untuk menentukan defisiensi besi,
mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi dan anemia
akibat penyakit kronik.
o Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat.
o Terapi besi (therapeutic trial): rspons pemberian preparat besi dengan dosis 3
mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 hari
diikuti dengan kenaikan kadar hemoglobin 1 g/dL atau hematokrit 3% setelah
satu bulan menyokong diagnosis anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan
setelah terapi, hemoglobin dan hematokrit dinilai kembali untuk menilai
keberhasilan terapi.
Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO adalah: 4
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit criteria nomor 1, 3, dan 4. Tes yang paling efisien
untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila sarana terbatas, diagnosis
dapat ditegakkan berdasarkan: 4
Diagnosis Banding
Pada anemia derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala
penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl umunya asimtomatik.
Meskipun demikian apabila demam atau debiltas fisik meningkat, maka
pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya
atau memperberat keluhan sebelumnya. Gambaran khasnya adalah:6,8
Pada pemeriksaan fisik tidak ada kelainan yang khas dari anemia jenis ini, diagnosis
biasanya tergantung dari hasil laboratorium.6,8
Pasien yang menderita penyakit peradangan sistemik kronik yang menetap lebih dan
sebulan biasanya mengalami anemia ringan atau sedang. Berat ringannya anemia secara
kadar setara dengan lama dan keparahan proses peradangan. Penyakit ini adalah infeksi
kronik misalnya endokarditis infektif subakut, osteomielitis, abses paru, tuberkulosis, dan
pielonefritis. Penyakit peradangan noninfeksi yang sering berkaitan dengan anemia
adalah artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik, vaskulitis (misalnya arteritis
temporalis), sarkoidosis, enteritis regionalis, dan cedera jaringan misalnya fraktur. 6,8
Anemia jenis ini juga sering ditemukan pada penyakit keganasan, termasuk penyakit
Hodgkin dan berbagai tumor padat misalnya karsinoma paru dan payudara. Pada pasien
kanker, faktor lain mungkin berperan menimbulkan anemia yang lebih parah. Pada pasien
kanker saluran makanan atau uterus, kehilangan darah merupakan faktor utama.
Perdarahan kronik akan menimbulkan defisiensi besi. Selain itu, pasien kanker dapat
menderita anemia progresif bila sumsum tulangnya terinvasi oleh sel tumor. Pasien
kanker sering mengalami malnutrisi dan mungkin menderita defisiensi folat. Walaupun
jarang, pasien dengan keganasan diseminata dapat mengalami anemia hemolitik traumatik
yang berat. Akhirnya, penekanan hematopoisis oleh obat kemoterapi atau terapi radiasi
dapat memperparah anemia. 6,8
Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat
beberapa pilihan dalam mengobati anemi jenis ini, antara lain: 6,8
Transfusi:
Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik, tidak ada
batasan yang pasti pada kadar hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi.
Beberapa literatur disebutkan bahwa pasien anemia penyakit kronik yang terkena
infark miokard, transfusi dapat menrunkan angka kematian secara bermakna.
Demikian juga pada pasien anemia akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan
10-11 gr/dL. 6,8
Preparat besi
Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronis masih terus dalam perdebatan.
Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan alasan besi dapat mencegah
pembentukan TNF-. Alasan lain, pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal,
preparat besi terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya
pro dan kontra, sampai saat ini pemberian masih belum dapat direkomendasikan
untuk diberikanpada pada anemia penyakit kronis. 6,8
Eritropoietin
Merupakan anemia refrakter dengan sel hipokrom dalam darah tepi dan besi
sumsum tulang yang meningkat; anemia ini dipastikan dengan adanya banyak
sideroblas cincin (ring sideroblast) yang patologis dalam sumsum tulang. Sideroblas
cincin ini adalah eritroblas abnormal yang mengandung banyak granula besi yang
tersusun dalam suatu bentuk cincin atau kerah yang melingkari inti; bukan beberapa
granula besi yang tersebar secara acak yang tampak bila eritroblas normal diwarnai
dengan pewamaan besi. Anemia sideroblastik didiagnosis bila 15% atau lebih
eritroblas dalam sumsum tulang adalah sideroblas cincin, tetapi sideroblas cincin ini
dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada berbagai kondisi hematologik.
6,8
Anemia sideroblastik yang didapat lebih sering idiopatik dan muncul secara
spontan pada individu yang lebih tua. Pertumbuhan dan maturasi yang terganggu
muncul pada semua garis yang memancar dari sel induk hemopoetik. 6,8
3. Talasemia
Penatalaksanaan
Pemberian preparat besi dapat meperbaiki kadar besi dalam tubuh. Preparat besi yang
tersedai adalah ferrous sulfat, ferrous glukonat, ferrous fumarat, dan ferrous suksinat. Dosis
besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari dibagi dosis 3 kali. Sediaan sirup merupakan sediaan yang
memuaskan, meskipun dapat mewarnai gigi bila diberikan tidak hati-hati. Dapat diberikan
pada anak sebelum makan, meskipun dapat menyebabkan gejala gastrointestinal pada anak.
Respons terapi dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan kadar
Hb sebesar 2 g/dL atau lebih. Terapi harus dilanjutkan setidaknya 3 sampai 6 bulan setelah
anemia dikoreksi. Jika terapi tidak dilanjutkan, relaps umum terjadi.4,6,8
Efek samping yang terjadi termasuk gejala gastrointestinal yaitu, heartburn, nausea,
kaku otot perut, dan diare. Namun, gejala gastrointestinal fungsional umum terjadi pada
populasi umum, dan pasien terkadang menghubungkannya dengan konsumsi besi. Pada
penelitian tersamar ganda, tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 6,8
Penjelasan yang memungkinkan untuk pasien yang gagal dengan terapi besi oral
adalah (a) diagnosis yang tidak tepat, (b) penyakit yang berkomplikasi, (c) kegagalan pasien
untuk mengambil obat, (d) peresepan yang tidak tepat (dosis dan bentuk), (e) berlanjutnya
kehilangan besi saat intake, dan (f) malabsorbsi besi. 6,8
Dalam menangani kegagalan respons terhadap besi, penting untuk melihat kembali
data dimana diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan. Meskipun defisiensi besi ada,
penyebab koeksis dari anemia dapat mengaburkan diagnosis. Contohnya adalah defisiensi
besi sebagai komplikasi dari anemia peradangan dalam arthritis rheumatoid, infeksi H. pylori,
atau anemia dimorfik, dimana defisiensi besi dan anemia pernisiosa terdapat dalam satu
pasien. 6,8
Pemberian besi secara intramuscular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal.
Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan
kadar Hb tidak lebih baik disbanding peroral.
Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg
besi/mL. Dosis dihitung berdasarkan:
Transfusi darah jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat
berat dengan kadar Hb < 4 g/dL. Koreksi anemia berat dengan transfuse tidak perlu
secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi
jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk
menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respons terapi besi.secara
umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dL hanya diberi PRC dengan
dosis 2-3 mL/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperi furosemid.4,9
Pencegahan
Pencegahan primer4
Pencegahan sekunder
Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan kelompok risiko tinggi mengalami
defisiensi besi. Menurut WHO, suplementasi besi dapat diberikan secara missal, mulai usia 2-
23 bulan dengan dosis tunggal 2 mg/kgBB/hari. Bayi dengan berat lahir rendah memiliki
risiko 10 kali lipat lebih tinggi mengalami defisiensi besi. Pada dua tahun pertama
kehidupannya, saat terjadi pacu tumbuh, kebutuhan besi akan meningkat. Bayi premature
perlu mendapat suplementasi besi sekurang-lkurangnya 2 mg/kgBB/hari sampai usia 12
bulan. Suplementasi sebaiknya dimulai sejak usia 1 bulan dan diteruskan sampai bayi
mendapat susu formula yang difortifikasi atau mendapat makanan padat yang mengandung
cukup besi. CDC di Amerika merekomendasikan bayi-bayi yang lahir premature atau BBLR
diberikan suplementai besi 2-4 mg/kgBB/hari (maksimum 15 mg/hari) sejak usia 1 bulan,
diteruskan sampai usia 12 bulan. Pada bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR),
direkomendasikan suplementasi besi diberikan lebih awal.11
Pada bayi cukup bulan dan anak usia di bawah 2 tahun, suplementasi besi diberikan
jika prevalensi anemia defisiensi besi tinggi (di atas 40%) atau tidak mendapat makanan
dengan fortifikasi. Suplementasi ini diberikan mulai usia 6-23 bulan dengan dosis 2
mg/kgBB/hari. Hal tersebut atas pertimbangan bahwa prevalensi defisiensi beswi pada bayi
yanag mendapat ASI usia 0-6 bulan hanya 6% namun meningkatpada usia 9-12 bulan yaitu
sekitar 65%. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan dan kemudian tidak
mendapat besi secara adekuat dari makanan, dianjurkan pemberian suplementasi besi dengan
dosis 1 mg/kgBB/hari. Untuk mencegah terjadinya defisiensi besi pada tahun pertama
kehidupan, pada bayi yang mendapatkan ASI perlu diberikan suplementasi besi dengan dosis
1 mg/kgBB/hari. Untuk mencegah terjadinya defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan,
pada bayi yang mendapatkan ASI perlu diberikan suplementasi besi sejak usia 4 atau 6 bulan.
The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian suplementasi
besi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif mulai usia 4 bulan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
dilanjutkan sampai bayimendapat makanan tambahan yang mengandung cukup besi. Bayi
yang mendapat ASI parsial (>50% asupannya adalah ASI) atau tidak mendapat ASI serta
tidak mendapatkan makanan tambahan yang mengandung besi, suplementasi besi juga
diberikan mulai usia 4 bulan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari. 11
Pada anak usia balita dan usia sekolah, suplementasi besi tanpa skrining diberikan jika
prevalensi anemia defisiensi besi lebih dari 40%. Suplementasi besi dapat diberikan dengan
dosis 2 mg/kgBB/hari (dapat sampai 30 mg/hari) selama 3 bulan. 11
Suplementasi besi pada remaja lelaki dan perempian diberikan dengan dosis 60
mg/kgBB/hari selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi dengan dosis 60 mg/hari, secara
intermiten (2 kali/minggu), selama 17 minggu, pada remaja perempuan ternyata terbukti
dapat meningkatkan feritin serum dan free erythrocyte protoporphyrin (FEP). Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) dan AAP merekomendasikan suplementasi besi pada
remaja lelaki hanya bila terdapat riwayat anemia defisiensi besi sebelumnya, tetapi mengingat
prevalensi defisiensi besi yang masih tinggi di Indonesia sebaiknya suplementasi besi pada
remaja lelaki tetap diberikan. Penambahan asam folat pada remaja perempuan dengan
pertimbangan pencegahan terjadinya neural tube defect pada bayi yang akan dilahirkan di
kemudain hari. 11
Gambar 4. Dosis dan lama pemberian suplementasi besi.11
Komplikasi
Bila anemia defisiensi terjadi dalam waktu yang lama, kemampuan kognitif anak
dapat terpengaruhi. Perubahan perilaku juga dapat terlihat pada anak-anak yang mengalami
anemia defisiensi besi. Bila sudah terjadi kerusakan pada otak, pemberian terapi besi tidak
dapat mengembalikan keadaan otak seperti semula.11
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang disebabkan oleh kurangnya nutrisi zat
besi. Penyebabnya dapat berbagai macam, dimulai dari nutrisi yang tidak adekuat sampai
manifestasi perdarahan yang kronik. Ditandai dengan manifestasi klinik anemia berupa letih,
lemah, lesu, lunglai dan tanda khas defisiensi besi berupa koilonikia, stomatitis angularis,
atrofi papil lidah. Pemeriksaan terhadap besi serum, feritin, TIBC dapat menegakkan
diagnosis anemia defisiensi besi.
Penatalaksanaan dari anemia defisiensi besi meliputi pemberian zat besi elemental.
Pemberiannya diharuskan 3-6 bulan untuk mencegah terjadinya relaps. Diperlukan asupan
nutrisi zat besi adekuat untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi besi.
Daftar Pustaka
1. Baker RD, Greer FR. Diagnosis and prevention of iron deficiency and iron-deficiency
anemia in infants and young children (0-3 years of age). Pediatrics. 2010; 126 (5):
1040-50
2. Greer JP, Foerster J, Rodgers GM, et al. editors. Wintrobes clinical hematology. 12 th
ed. Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins. 2009. p 810-30.
3. VMNIS. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of
severity. WHO. 2011. p.1-5
4. Lerner NB, Sills R. Iron-deficiency anemia. In: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme
III JWS, et al. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2011. P. 810-35
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi ikatan dokter anak Indonesia:
suplementasi besi untuk anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2011. h.1-6
6. WHO, Blood Transfusion Safety. The clinical use of blood handbook. WHO. 2002. p.
86-95.
7. Adamson JW. Iron deficiency and other hypoproloferative anemias. In: Longo DL,
Kasper DL, Jameson JL, et al. editors. Harrisons principle of internal medicine. 18 th
ed. Mc-Graw Hill. 2012. p.844-8
8. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, et al. editor. Pedoman pelayanan medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI: 2011. P. 10-4
9. Widiastuti E. Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. 05 September 2013. Diambil
dari: http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-
pada-bayi-dan-anak.html. 31 Agustus 2015; 20.05 WIB
10. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, et al. penyunting. Buku ajar hematologi-
onkologi anak. Cetakan kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2006. h.30-43
11. Elghetany MT, Banki K. Erythrocytic disorders. In: McPherson RA, Pincus MR.
Henrys clinical diagnosis and management by laboratory methods. 22 nd ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011. p.557-61