Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PRNDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Angka kematian ibu di dunia akibat perdarahan postpartum didunia menurut WHO
adalah 25% (Rahyani, N.K., 2013). Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah
satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Penyebab tingginya AKI di
Indonesia pada umumnya sama yaitu dikarenakan faktor penyebab langsung dan tidak
langsung. Faktor penyebab langsung adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi
(11%), komplikasi aborsi (5%), partus lama (5%), komplikasi masa nifas (8%), emboli
obstetri (3%) dan lain-lain 16 %. (Depkes RI, 2010).

Berdasarkan penyebab perdarahan, salah satunya disebabkan oleh Retensio Plasenta


dengan frekuensi (16-17%) dan penyebab lain yaitu Atonia Uteri dengan frekuensi (50-60%).
Laserasi jalan lahir dengan frekuensi (23-24%), pembekuan darah dengan frekuensi (0.5-
0,8%) (Geocities, 2006).

Dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia disebut


bahwa dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015, Making
Pregnancy Safer mempunyai visi dan misi untuk mencapai Indonesia sehat 2015.
Visi Making Pregnancy Safer adalah semua perempuan di Indonesia dapat menjalani
kehamilan dan persalinan dengan aman dan bayi dilahirkan hidup sehat. Sedangkan
misi Making Pregnancy Safer menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di
Indonesia (Depkes RI, 2011)

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (28%) di Indonesia (Saifuddin,


2006). Perdarahan pada ibu setelah persalinan dapat disebabkan oleh retensio plasenta.
Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin
lahir (Wiknjosastro, 2005). Penyebab terjadinya retensio plasenta antara lain placenta belum
lepas dari dinding uterus dan plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Hampir
sebagian besar gangguan pelepasan plasenta, disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
(Saifudin, 2006).
Retensio plasenta pada ibu bersalin juga dapat dipengaruhi oleh usia ibu dan paritas.
Usia kehamilan yang beresiko adalah < 20 tahun dan > 35 tahun. Pada usia kehamilan < 20
tahun organ reproduksi ibu masih belum sempurna, sedangkan pada usia > 35 tahun sudah
mengalami penurunan fungsi (Prawiroharjo, 2009). Paritas atau frekuensi ibu melahirkan
anak sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak. Kejadian kematian ibu dan bayi pada
persalinan anak keempat lebih tinggi, sedangkan pada persalinan anak ketiga lebih sedikit
dibawah persalinan anak pertama (Dwianda, 2003). Paritas lebih dari empat mempunyai
risiko besar untuk terjadinya perdarahan pasca persalinan karena pada multipara otot uterus
sering diregangkan sehingga dindingnya menipis dan kontraksinya menjadi lebih lemah
(Cunningham et al., 2004). Terlalu sering bersalin (jarak antara kelahiran < 2 tahun) akan
menyebabkan uterus menjadi lemah sehingga kontraksi uterus kurang baik dan resiko
terjadinya retensio plasenta meningkat, sedangkan pada jarak persalinan 10 tahun, dalam
keadaan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama lagi, menyebabkan otot polos
uterus menjadi kaku dan kontraksi uterus jadi kurang baik sehingga mudah terjadi retensio
plasenta (Rochjati, 2011).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian retensio plasenta perlu diketahui
agar dapat dilakukan upaya pencegahan terjadinya retensio plasenta. Penelitian tentang
hubungan usia dan paritas dengan kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin diperlukan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta pada ibu
bersalin?
1.2.2 Apakah umur mempengaruhi terjadinya retensio plasenta pada ibu bersalin?
1.2.3 Apakah paritas mempengaruhi terjadinya retensio plasenta pada ibu bersalin?
1.2.4 Apakah jarak persalinan mempengaruhi terjadinya retensio plasenta pada ibu
bersalin?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta


pada ibu bersalin.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Ingin mengetahui apakah umur mempengaruhi terjadinya retensio plasenta
pada ibu bersalin

1.3.2.2 Ingin mengetahui apakah paritas mempengaruhi terjadinya retensio plasenta


pada ibu bersalin

1.3.2.3 Ingin mengetahui apakah jarak persalinan mempengaruhi terjadinya retensio


plasenta pada ibu bersalin

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini berisi informasi-informasi mengenai faktor yang mempengaruhi


terjadinya retensio plasenta pada ibu bersalin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Retensio Plasenta

Biasanya setelah janin lahir, beberapa menit kemudian mulailah proses pelepasan
plasenta disertai sedikit perdarahan (kira-kira 100 200 cc). Bila plasenta sudah lepas dan
turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan berkontraksi (his pengeluaran plasenta)
untuk mengeluarkan plasenta. (Mochtar, 1998)

Retensio plasenta adalah terahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (buku acuan nasional pelayanan neonatal dan
maternal, 2008). Retensio plasenta yaitu apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah
janin lahir (Hanifa 2007:656).

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah
jam kelahiran bayi (subroto, 1987:346). Retensi plasenta adalah lepas plasenta tidak
bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implantasi, menyebabkan
terganggunya retraksi dan kontriksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi
terbuka serta menimbulkan perdarahan (Manuaba, 2002).

2.2 Jenis-Jenis Retensio Plasenta


1. Plasenta Adhesiva : Implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalah mekanisme separasi
fisiologis.
2. Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta
hingga memasuki sebagian lapisan miometrium
3. Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta
yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus.
4. Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta
yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke
peritonium .
5. Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam
kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
(Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
2.1.2 Faktor Etiologi
Penyebab terjadinya retensio plasenta adalah:
1. Atonia uteri, sebagai lanjutan inertio yang sudah ada sebelumnya atau yang terjadi
pada kala III. Misalnya partus lama, permukaan narkose dan sebagainya.
2. Pimpinan kala III yang salah
Memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum plasenta lepas, pemberian
uterotonika dan sebagainya.
3. Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan
retraction ring), hour glass contraction.
4. Plasenta yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta
yang prematur, immature atau plasenta membranacea)
5. Vili chorialis yang melekatnya lebih dalam:
a. Plasenta akreta
b. Plasenta increta
c. Plasenta perkreta
6. Kelainan bentuk plasenta sehingga plasenta / sebagian plasenta sukat lepas:
a. Plasenta fenestrate
b. Plasenta membranacea
c. Plasenta bilabata, plasenta succenturiota, plasenta spuria

(Subroto, 1987 : 347-348).

2.1.3 Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi
progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun
serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit
oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum
terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi
yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang (Prawirohardjo, 2009).

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang selalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik. Sedangkan gejala yang kadang-kadang timbul yaitu tali puasat putus
akibat traksi yang berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
(Prawirohardjo, 2009)

1 Fisiologi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm
dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan
dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk
lengkap pada kehamilan kurang lebih 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian
besar dari bagian janin, yaitu vili korialis yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari
bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller
berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan
dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai
mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Plasenta
berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme
janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur
berbagai antibodi ke janin. (Prawirohardjo, 2009)

2 Fisiologi Pelepasan Plasenta


Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium sehinga
mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi
lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat
berkontraksi atau berintraksi pada area pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk.
Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan
melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorong keluar vagina disertai
dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta. (WHO, 2001)

3 Predisposisi Retensio Plasenta


Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu :
a Grandemultipara.
b Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas.
c Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis.
d Plasenta previa, karena dibagian isthmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga
perlu masuk jauh kedalam.
e Bekas operasi pada uterus. (Manuaba, 2007)

2.1.5 Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1 Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2 Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan
bakteri.
3 Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi
pada ostium baik.
4 Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah
menjadi patologik dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro
invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
5 Syok haemoragik.
(Manuaba, IGB. 1998 : 300)

2.2. Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Retensio Plasenta


Adapun karakteristik ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah :
2.2.1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002) mengatakan bahwa umur adalah indeks
yang menempatkan individu dalam urutan atau lamanya seorang hidup dari lahir sampai
mengalami retensio plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu adalah
umur, masih banyaknya terjadi perkawinan dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi
yang sehat adalah umur 20-30 tahun. Pada Usia muda resiko kematian maternal tiga kali
lebih tinggi pada kelompok umur kurang dari 20 tahun dan kelompok umur lebih dari 35
tahun (Mochtar, 1998). Tingginya Angka Kematian Ibu pada usia muda disebabkan belum
matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun
perkembangan dan pertumbuhan janin. (Manuaba, 1998).
Hal ini merupakan ancaman bagi ibu yang hamil maupun melahirkan. Pada umur ibu
yang lanjut (usia >35 tahun) sering terjadi retensio plasenta (Chalik, 1998). Dilihat dari usia
ibu yang tua terjadi kemunduran organ-organ reproduksi secara umum sehingga dapat pula
mempengaruhi perkembangan janin dalam kandumgan ( Prawirohardjo, 2001).

2.2.2.Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih
tinggi kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta
adalah sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).
Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5
kali), sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali
atau lebih, hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).
Insiden perdarahan post partum dengan retensio plasenta, faktor resiko yang
berpengaruh terhadap kejadian ini adalah multiparitas ( paritas > 3 ), faktor resiko lebih dari 3
dapat meningkatkan resiko hampir 5 kali dibandingkan dengan 2 faktor resiko ( Geocities,
2006 ).
Menurut Ramali (1996) paritas adalah banyaknya kehamilan dan kelahiran hidup yang
dimiliki seorang wanita pada grande multipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan
persalinan lebih dari 5 kali masih banyak terdapat resiko kematian maternal dari golongan ini
adalah 8 kali lebih tinggi dari yang lainnya (Mochtar, 1998). Adapun paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (>3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, semakin tinggi paritas maka cenderung
akan semakin meningkat pula kematian maternal dan perinatal ( Prawirohardjo, 2002).
Menurut Shock (1992) pada multipara, keadaan endometrium pada daerah korpus uteri telah
mengalami degenerasi dan nekrosis, menurunnya kemampuan dan fungsi tubuh disebabkan kematian
sejumlah besar sel pada jaringan endometrium sebagai tempat implantasi plasenta endometrium korpus uteri
pada multipara menyebabkan daerah endometrium menjadi tidak subur lagi sehingga pemberian oksigenisasi
ke hasil konsepsi akan terganggu dan memungkinkan plasenta untuk menanamkan diri lebih dalam untuk
memenuhi kebutuhan janin yang dilahirkan mengakibatkan tertahannya zigot korion plasenta di myometrium
atau disebut juga retensio plasenta (Puspita Rini, 2004). Menurut Cunningham (1995) korpus uteri merupakan
bagian atas rahim yang mempunyai otot paling tebal, sehingga dalam keadaan normal, plasenta berimplantasi
pada daerah korpus uteri. Pada multipara, keadaan endometrium didaerah korpus uteri sudah mengalami
kemunduran fungsi dan berkurangnyavaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi di dinding endometrium.
Hemoragi postpartum merupakan satu dari tiga penyebab yang palingumum pada kematian maternal
(Hamilton, 1995). Salah satu faktor predisposisi hemoragi postpartum yaitu kelemahan kelelahan otot rahim
salah satunya terdapatpada multipara (Manuaba, 2001)
Menurut Oxorn (2003), Manuaba (1998) dan Chalik (1998) mengatakan bahwa,
angka kejadian pada multiparitas lebih tinggi resiko terjadinya perlengketan plasenta yang
lebih dalam pada rahim namun pada primigravida hampir tidak ditemui.
2.2.3.Interval Kelahiran Anak
Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif terhadap kesehatan
ibu dan janin. Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan (Ramali, 1996).
Perdarahan postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu dengan interval
kelahiran pendek (<2 tahun ), seringnya ibu melahirkan dan dekatnya jarak kelahiran
mengakibatkan terjadinya perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah (Chalik. MTA,
1998).

2.3 Kerangka Teori

His kurang kuat

Plasenta sukar lepas

Riwayat tindakan pada uterus Retensio Plasenta

Umur

Paritas

Jarak persalinan
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Umur

Paritas Retensio
Plasenta

Jarak
Persalinan

3.2 Definisi Operasional

No Variabel DO Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur


1 Variabel Tertahannya Angket Quesioner Ya Nominal
Devenden plasenta di Tidak
Retensio dalam kavum
Plasenta uterus dalam
waktu 30 menit
atau lebih
2 Variabel Satuan waktu Angket Quesioner Umur Nominal
Indevenden yang mengukur reproduksi
Umur waktu sehat:
keberadaan >20 tahun-
suatu benda <35 tahun
atau mahluk Umur
hidup reproduksi
tidak sehat:
<20 tahun-
>35 tahun
3 Variabel Banyaknya Angket Quesioner Primipara: Nominal
Indevenden jumlah paritas 1
Paritas kelahiran hidup Multipara:
Paritas 2-5
Grande
multipara:
>5
4 Variabel Selang waktu Angket Quesioner <2 tahun Interval
Indevenden antara dua 2 tahun
Jarak persalinan persalinan >2 tahun

3.3 Hipotesis

1. Ada pengaruh antara umur dengan kejadian retensio plasenta


2. Ada pengaruh antara paritas dengan kejadian retensio plasenta
3. Ada pengaruh antara jarak persalinan dengan kejadian retensio plasenta

Anda mungkin juga menyukai