PRNDAHULUAN
Angka kematian ibu di dunia akibat perdarahan postpartum didunia menurut WHO
adalah 25% (Rahyani, N.K., 2013). Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah
satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Penyebab tingginya AKI di
Indonesia pada umumnya sama yaitu dikarenakan faktor penyebab langsung dan tidak
langsung. Faktor penyebab langsung adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi
(11%), komplikasi aborsi (5%), partus lama (5%), komplikasi masa nifas (8%), emboli
obstetri (3%) dan lain-lain 16 %. (Depkes RI, 2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
Biasanya setelah janin lahir, beberapa menit kemudian mulailah proses pelepasan
plasenta disertai sedikit perdarahan (kira-kira 100 200 cc). Bila plasenta sudah lepas dan
turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan berkontraksi (his pengeluaran plasenta)
untuk mengeluarkan plasenta. (Mochtar, 1998)
Retensio plasenta adalah terahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (buku acuan nasional pelayanan neonatal dan
maternal, 2008). Retensio plasenta yaitu apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah
janin lahir (Hanifa 2007:656).
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah
jam kelahiran bayi (subroto, 1987:346). Retensi plasenta adalah lepas plasenta tidak
bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implantasi, menyebabkan
terganggunya retraksi dan kontriksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi
terbuka serta menimbulkan perdarahan (Manuaba, 2002).
2.1.3 Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi
progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun
serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit
oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum
terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi
yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang (Prawirohardjo, 2009).
1 Fisiologi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm
dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan
dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk
lengkap pada kehamilan kurang lebih 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian
besar dari bagian janin, yaitu vili korialis yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari
bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller
berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan
dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai
mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Plasenta
berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme
janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur
berbagai antibodi ke janin. (Prawirohardjo, 2009)
2.1.5 Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1 Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2 Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan
bakteri.
3 Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi
pada ostium baik.
4 Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah
menjadi patologik dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro
invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
5 Syok haemoragik.
(Manuaba, IGB. 1998 : 300)
2.2.2.Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih
tinggi kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta
adalah sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).
Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5
kali), sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali
atau lebih, hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).
Insiden perdarahan post partum dengan retensio plasenta, faktor resiko yang
berpengaruh terhadap kejadian ini adalah multiparitas ( paritas > 3 ), faktor resiko lebih dari 3
dapat meningkatkan resiko hampir 5 kali dibandingkan dengan 2 faktor resiko ( Geocities,
2006 ).
Menurut Ramali (1996) paritas adalah banyaknya kehamilan dan kelahiran hidup yang
dimiliki seorang wanita pada grande multipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan
persalinan lebih dari 5 kali masih banyak terdapat resiko kematian maternal dari golongan ini
adalah 8 kali lebih tinggi dari yang lainnya (Mochtar, 1998). Adapun paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (>3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, semakin tinggi paritas maka cenderung
akan semakin meningkat pula kematian maternal dan perinatal ( Prawirohardjo, 2002).
Menurut Shock (1992) pada multipara, keadaan endometrium pada daerah korpus uteri telah
mengalami degenerasi dan nekrosis, menurunnya kemampuan dan fungsi tubuh disebabkan kematian
sejumlah besar sel pada jaringan endometrium sebagai tempat implantasi plasenta endometrium korpus uteri
pada multipara menyebabkan daerah endometrium menjadi tidak subur lagi sehingga pemberian oksigenisasi
ke hasil konsepsi akan terganggu dan memungkinkan plasenta untuk menanamkan diri lebih dalam untuk
memenuhi kebutuhan janin yang dilahirkan mengakibatkan tertahannya zigot korion plasenta di myometrium
atau disebut juga retensio plasenta (Puspita Rini, 2004). Menurut Cunningham (1995) korpus uteri merupakan
bagian atas rahim yang mempunyai otot paling tebal, sehingga dalam keadaan normal, plasenta berimplantasi
pada daerah korpus uteri. Pada multipara, keadaan endometrium didaerah korpus uteri sudah mengalami
kemunduran fungsi dan berkurangnyavaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi di dinding endometrium.
Hemoragi postpartum merupakan satu dari tiga penyebab yang palingumum pada kematian maternal
(Hamilton, 1995). Salah satu faktor predisposisi hemoragi postpartum yaitu kelemahan kelelahan otot rahim
salah satunya terdapatpada multipara (Manuaba, 2001)
Menurut Oxorn (2003), Manuaba (1998) dan Chalik (1998) mengatakan bahwa,
angka kejadian pada multiparitas lebih tinggi resiko terjadinya perlengketan plasenta yang
lebih dalam pada rahim namun pada primigravida hampir tidak ditemui.
2.2.3.Interval Kelahiran Anak
Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif terhadap kesehatan
ibu dan janin. Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan (Ramali, 1996).
Perdarahan postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu dengan interval
kelahiran pendek (<2 tahun ), seringnya ibu melahirkan dan dekatnya jarak kelahiran
mengakibatkan terjadinya perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah (Chalik. MTA,
1998).
Umur
Paritas
Jarak persalinan
BAB III
Umur
Paritas Retensio
Plasenta
Jarak
Persalinan
3.3 Hipotesis