PRNDAHULUAN
Angka kematian ibu di dunia akibat perdarahan postpartum didunia menurut WHO
adalah 25% (Rahyani, N.K., 2013). Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah
satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Penyebab tingginya AKI di
Indonesia pada umumnya sama yaitu dikarenakan faktor penyebab langsung dan tidak
langsung. Faktor penyebab langsung adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi
(11%), komplikasi aborsi (5%), partus lama (5%), komplikasi masa nifas (8%), emboli
obstetri (3%) dan lain-lain 16 %. (Depkes RI, 2010).
Retensio plasenta pada ibu bersalin juga dapat dipengaruhi oleh usia ibu dan paritas.
Usia kehamilan yang beresiko adalah < 20 tahun dan > 35 tahun. Pada usia kehamilan < 20
tahun organ reproduksi ibu masih belum sempurna, sedangkan pada usia > 35 tahun sudah
mengalami penurunan fungsi (Prawiroharjo, 2009). Paritas atau frekuensi ibu melahirkan
anak sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak. Kejadian kematian ibu dan bayi pada
persalinan anak keempat lebih tinggi, sedangkan pada persalinan anak ketiga lebih sedikit
dibawah persalinan anak pertama (Dwianda, 2003). Paritas lebih dari empat mempunyai
risiko besar untuk terjadinya perdarahan pasca persalinan karena pada multipara otot uterus
sering diregangkan sehingga dindingnya menipis dan kontraksinya menjadi lebih lemah
(Cunningham et al., 2004). Terlalu sering bersalin (jarak antara kelahiran < 2 tahun) akan
menyebabkan uterus menjadi lemah sehingga kontraksi uterus kurang baik dan resiko
terjadinya retensio plasenta meningkat, sedangkan pada jarak persalinan 10 tahun, dalam
keadaan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama lagi, menyebabkan otot polos
uterus menjadi kaku dan kontraksi uterus jadi kurang baik sehingga mudah terjadi retensio
plasenta (Rochjati, 2011).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian retensio plasenta perlu diketahui
agar dapat dilakukan upaya pencegahan terjadinya retensio plasenta. Penelitian tentang
hubungan usia dan paritas dengan kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin diperlukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
a. Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta plasenta dan melekat pada
b. Plasenta Akreta
c. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium ,
dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium .
d. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa atau peritoneum dinding rahim .
e. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri
(Sarwono, 2005).
2.1.3 Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi
progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun
serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit
oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum
terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi
yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang (Prawirohardjo, 2009).
1 Fisiologi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20
cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya
plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan kurang lebih 16 minggu dengan ruang
amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta
sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili korialis yang
berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua
basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic
plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Plasenta berfungsi sebagai alat yang
memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat
asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai
antibodi ke janin. (Prawirohardjo, 2009)
2.1.5 Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1 Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.
2 Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri.
3 Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan
kontraksi pada ostium baik.
4 Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali
menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
5 Syok haemoragik. (Prawirohardjo, 2005)
6 Penanganan Retensio Plasenta Dengan Separasi Parsial :
a Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang
akan diambil.
b Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekspulsi plasenta
tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetesan/menit.
Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg/rektal.
d Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan harus untuk menghindari terjadinya perforasi dan
perdarahan.
e Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
f Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 gr IV/oral + metronidazoll
gr supositoria/oral).
g Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik. (Prawirohardjo, 2009)
2.2.2.Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih
tinggi kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta
adalah sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).
Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5
kali), sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali
atau lebih, hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).
Insiden perdarahan post partum dengan retensio plasenta, faktor resiko yang
berpengaruh terhadap kejadian ini adalah multiparitas ( paritas > 3 ), faktor resiko lebih dari 3
dapat meningkatkan resiko hampir 5 kali dibandingkan dengan 2 faktor resiko ( Geocities,
2006 ).
Menurut Ramali (1996) paritas adalah banyaknya kehamilan dan kelahiran hidup yang
dimiliki seorang wanita pada grande multipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan
persalinan lebih dari 5 kali masih banyak terdapat resiko kematian maternal dari golongan ini
adalah 8 kali lebih tinggi dari yang lainnya (Mochtar, 1998). Adapun paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (>3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, semakin tinggi paritas maka cenderung
akan semakin meningkat pula kematian maternal dan perinatal ( Prawirohardjo, 2002).
Menurut Shock (1992) pada multipara, keadaan endometrium pada daerah korpus uteri telah
mengalami degenerasi dan nekrosis, menurunnya kemampuan dan fungsi tubuh disebabkan kematian
sejumlah besar sel pada jaringan endometrium sebagai tempat implantasi plasenta endometrium korpus uteri
pada multipara menyebabkan daerah endometrium menjadi tidak subur lagi sehingga pemberian oksigenisasi
ke hasil konsepsi akan terganggu dan memungkinkan plasenta untuk menanamkan diri lebih dalam untuk
memenuhi kebutuhan janin yang dilahirkan mengakibatkan tertahannya zigot korion plasenta di myometrium
atau disebut juga retensio plasenta (Puspita Rini, 2004). Menurut Cunningham (1995) korpus uteri merupakan
bagian atas rahim yang mempunyai otot paling tebal, sehingga dalam keadaan normal, plasenta berimplantasi
pada daerah korpus uteri. Pada multipara, keadaan endometrium didaerah korpus uteri sudah mengalami
kemunduran fungsi dan berkurangnyavaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi di dinding endometrium.
Hemoragi postpartum merupakan satu dari tiga penyebab yang palingumum pada kematian maternal
(Hamilton, 1995). Salah satu faktor predisposisi hemoragi postpartum yaitu kelemahan kelelahan otot rahim
salah satunya terdapatpada multipara (Manuaba, 2001)
Menurut Oxorn (2003), Manuaba (1998) dan Chalik (1998) mengatakan bahwa,
angka kejadian pada multiparitas lebih tinggi resiko terjadinya perlengketan plasenta yang
lebih dalam pada rahim namun pada primigravida hampir tidak ditemui.
Umur
Paritas
Jarak persalinan
BAB III
Umur
Paritas Retensio
Plasenta
Jarak
Persalinan
3.3 Hipotesis