Anda di halaman 1dari 41

I.

SEJARAH SEMEN

Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap

mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya

dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan

fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di

Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan

aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan

kuno yang dijumpai di Pulau Buton

Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak

zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini

awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan

di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas

dinamai pozzuolana.

Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John

Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini.

Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat

membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.

Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal

semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus

hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna

hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah

yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.


Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua

bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak

mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta

oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai

terbentuk campuran baru.

Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi.

Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga

berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.

Pengaduk semen sederhana.

Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland berkolaborasi dengan

bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia

yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat

tembok nan kokoh. Namun untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih

ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.

Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama

asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-

sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena adanya

campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar langit berdiri tanpa

bantuan beton.

Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan

beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan bahan

bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan
terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena campurannya bisa

mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat.

II. VISI DAN MISI PERUSAHAAN

Visi :

- Menjadi perusahaan persemenan terkemuka di Indonesia dan Asia Tenggara

Misi :

- Memproduksi dan memperdagangkan semen dan produk terkait lainnya yang

berorientasikan kepuasa konsumen dengan menggunakan teknologi yang ramah

lingkungan.
- Mewujudkan manajemen perusahaan yang berstandar internasional dengan

menjunjung tinggi etika bisnis, dan semangat kebersamaan, serta bertindak

proaktif, efisien dan inovatif dalam setiap karya.


- Meningkatkan keunggulan bersaing dalam Industri semen domestik dan

Internasional.
- Memberdayakan dan mensinergikan unit-unit usaha strategik untuk

meningkatkan nilai tambah secara berkesinambungan.


- Mengembangkan komitmen terhadap peningkatan kesejahteraan pemangku

kepentingan (stakeholders) terutama Pemegang Saham, karyawan, dan

masyarakat sekitar.
III. PROSES PRODUKSI SEMEN

3.1. Syarat-syarat dan karakteristik Semen Portland

Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Proses basah

Pada proses basah, sebelum dibakar bahan dicampur dengan air (slurry) dan digiling

hingga berupa bubur halus. Proses basah umumnya dilakukan jika yang diolah merupakan

bahan-bahan lunak seperti kapur dan lempung. Bubur halus yang dihasilkan selanjutnya

dimasukkan dalam oven berbentuk silinder yang dipasang miring (ciln). Suhu ciln ini sedikit

demi sedikit dinaikkan dan diputar dengan kecepatan tertentu. Bahan akan mengalai

perubahan sedikit demi sedikit akibat naiknya suhu dan akibatnya terjadi sliding di dalam

ciln. Pada suhu 100C air mulai menguap, pada suhu 850C karbondioksida dilepaskan. Pada

suhu sekitar 1400C, berlangsung permulaan perpaduan di daerah pembakaran, di mana akan

terbentuk klinker yang terdiri dari senyawa kalsium silikat dan kalsium aluminat. Klinker

tersebut selanjutnya didinginkan, kemudian dihaluskan menjadi butir halus dan ditambah

dengan bahan gipsum.

2. Proses kering
Proses kering biasanya digunakan untuk jenis batuan yang lebih keras misalnya untuk

batu kapur jenis shale. Pada proses ini bahan dicampur dan digiling dalam keadaan kering

menjadi bubuk kasar. Selanjutnya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam ciln dan proses

selanjutnya sama dengan proses basah.

Dalam pabrikasi akhir, semen portland digiling dalam kilang hingga halus dan

ditambah beberapa bahan tambahan. Bagai alir proses pabrikasi semen portland dapat dilihat

pada Gambar 3.1

Gambar 3.1. Bagan alir proses pabrikasi semen

Secara garis besar proses pembuatan semen portland adalah sebagai berikut:

1. Pencampuran mineral-mineral utama seperti CaO, SiO2 dan Al2O3, dicampur bersama

bahan tambahan lain dalam bentuk kering atau basah. Bentuk basah dikenal slurry.

2. Campuran ini dimasukkan ke dalam rotary kiln, dibakar pada suhu 1400C

membentuk butiran-butiran bulat berdiameter antara 1,5 mm sampai 50 mm yang

dikenal sebagai clinker.


3. Clinker yang telah dingin dihaluskan sehingga mencapai kehalusan (specific surface)

3150 cm2/gr, sambil ditambahkan gypsum untuk mengontrol waktu ikat (setting

time).

Berkaitan dengan masalah keawetan (durability) beton, maka dibedakan atas lima tipe

semen, yaitu:

Tipe I : Semen biasa (normal) digunakan untuk beton yang tidak

dipengaruhi oleh lingkungan, seperti sulfat, perbedaan

suhu yang ekstrim.

Tipe : Digunakan untuk pencegahan terhadap serangan sulfat dari

II lingkungan, seperti untuk struktur bawah tanah.

Tipe : Beton yang dihasilkan mempunyai waktu perkerasan yang

III cepat (high early strength).

Tipe : Beton yang dibuat akan memberikan panas hidrasi rendah,

IV cocok untuk pekerjaan beton massa.

Tipe : Semen ini cocok untuk beton yang menahan serangan

V sulfat dengan kadar tinggi.

Tabel 3.1 Tipe Semen

3.2. Sifat Kimia Semen

1. Lime Saturated Factor (LSF) Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan

bahan-bahan alami lainnya.

2. Magnesium oksida (MgO)

Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen

Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka

waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb :


Mg O + H2O Mg (OH) 2

Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O Menjadi magnesium

hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar.

3. SO3

Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time

(pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena kalau

pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan

dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak

digunakan adalah gypsum.

4. Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya

mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral tersebut pada

umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa

tersebut dapat menimbulkan kerusakan.

5. Residu tak larut

Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah

dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari

persyaratan fisika mortar.

6. Alkali (Na2O dan K2O)

Akali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar,

apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya

tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen

tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya.

7. Mineral compound (C3S, C2S, C3A , C4AF)


Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound

tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal. Mineral

compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dengan rumus, meskipun

perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk

jenisjenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan type V. Salah

satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam semen pada dasarnya

adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan beton. Tetapi karena C3A

bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi.

Karena reaksi antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton.

3.3. Senyawa kimia semen

Pada Tabel 3.2 s/d 3.5 diperlihatkan komposisi kimia tipikal semen portland biasa dan

komposisi oksida semen portland secara umum.

Berat
Nama Kimia Rumus Kimia Notasi
(%)

Tricalcium silicate 3CaO.SiO2 C3S 50

Dicalcium silicate 2CaO.SiO2 C2S 25

Tricalcium aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetracalcium aluminoferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8

Calcium sulfate dihydrate CaSO4.2H2O CSH2 3,5


Tabel 3.2 Komposisi kimia tipikal semen portland biasa

Oksida Notasi Nama Persen Berat

CaO C Lime 63

SiO2 S Silica 22

Al2O3 A Alumina 6

Fe2O3 F Ferric oxide 2,5


MgO M Magnesia 2,6

K2O K Alkalis 0,6

Na2O N Alkalis 0,3

SO3 S Sulfur trioxide 2,0

CO2 C Carbon dioxide

H2O H Water
Tabel 3.3 Komposisi oksida semen portland secara umum

Tabel 3.4
C3S C2S C3A C4AF
Senyawa
3CaOSiO2 2CaOSiO2 3CaOAl2O3 4CaOAl2O3Fe2O3

Kecepatan

reaksi sedang lambat cepat Sedang

dengan air

Sumbangan

terhadap
baik jelek baik Baik
kekuatan

awal

Sumbangan

terhadap
baik sangat baik sedang Sedang
kekuatan

akhir

Panas
sedang rendah tinggi Sedang
hidrasi
Karakteristik senyawa kimia utama semen
Karakteristik
Komposisi dalam persen (%)
umum

C3S C2S C3A C4AF CaSO4 CaO MgO

Tipe Semen untuk


49 25 12 8 2,9 0,8 2,4
I semua tujuan

Relatif sedikit

Tipe pelepasan panas,


46 29 6 12 2,8 0,6 3
II digunakan untuk

struktur besar

Mencapai kekuatan
Tipe
56 15 12 8 3,9 1,4 2,6 awal yang tinggi
III
pada umur 3 hari

Dipakai pada
Tipe
30 46 5 13 2,9 0,3 2,7 bendunganbeto
IV
n

Tipe Dipakai pada saluran


43 36 4 12 2,7 0,4 1,6
V dan struktur
Tabel 3.5 Persentase komposisi semen portland

3.4. Sifat fisika semen portland:

Menurut Harian (2007), sifat fisik semen portland terdiri dari:

1. Kehalusan butiran

Kehalusan butiran semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting

time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Jika permukaan penampang semen
lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran

semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir

akan berkurang.

Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya

air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan

mempermudah terjadinya retak susut. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan

turbidimeter dari Wagner atau air permeability dari Blaine.

2. Kepadatan atau berat jenis (density)

Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 Mg/m3. kepadatan akan

berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran. Menurut ASTM C-188, untuk pengujian

berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask.

3. Konsistensi

Konsistensi semen portland berpengaruh pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat

terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi tergantung pada

rasio antara semen dan air serta kehalusan dan kecepatan hidrasi.

4. Waktu pengikatan (setting time)

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai

bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan

tekanan. Pengujian waktu ikat bertujuan untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk

menghasilkan pasta dengan konsistensi normal. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua,

yaitu:
1. Waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen

dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat plastis. Waktu ikat awal

sangat penting untuk kontrol pekerjaan beton.

2. Waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta

semen hingga beton mengeras.

Gambar 2.2 Alat ukur setting time (alat Vicat)

5. Panas hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen

bereaksi dengan air, yang dipengaruhi oleh jenis semen yang dipakai

dan kehalusan butir semen. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel

merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi

tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai berikut :

2(CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 (Tobermorite)

3CaO.Al2 O3 + 6H2O 3CaO.Al2 O3 .6H2O (Kalsium aluminat hidrat)

3CaO.Al2 O3 + 6H2O + 3CaSO4.2H2O 3CaO.Al2 O3.3CaSO4 32H2O

( Trikalsium sulfoaluminat).
4CaO.Al2 O3 .Fe2 O3 + XH2O 3CaO.Al2 O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3 6H2O

(Kalsium Aluminoferrite hidrat).

Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat mempunyai

panas hidrasi yang lebih tinggi.

6. Keutuhan atau kekalan

Kekalan pada pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang

menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk

mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh

terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna. Kapur bebas

tersebut mengikat air kemudian menimbulkan gaya-gaya ekspansi. Menurut ASTM C-151,

alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portland adalah autoclave expansion of

portland sement.

7. Kekuatan

Pengujian kekuatan semen dilakukan dengan cara membuat mortar semen pasir.

Pengujian kekuatan dapat berupa uji tekan, tarik dan lentur. ASTM C 109-80 mensyaratkan

pengujian kuat tekan pada campuran semen-pasir dengan proporsi 1 : 2,75 dan rasio air-

semen 0,485. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan

perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5 cm x 5 cm x 5

cm. Setelah berumur 3, 7, 14, 21 dan 28 hari dan mengalami perawatan dengan perendaman,

benda uji tersebut diuji kekuatannya.

Selain itu dikenal pula beberapa semen khusus, seperti:

1. Semen putih
2. Semen pozolan

3. Semen untuk sumur minyak (oil weel cement)

4. Semen plastik (plastic cement)

5. Semen ekspansif

6. Regulated set cement.

3.5. Jenis-jenis Semen


Semen mempunyai beberapa jenis, yaitu :

1. Semen non hidrolik

Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, tetapi dapat

mengeras di udara.

Contoh: kapur.

2. Semen hidrolik

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air.

Contoh:

1 Semen pozzolan

Semen portland pozzolan adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran

yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan

menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara

merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling

dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland

pozolan. (SNI-15-0302-2004).

Menurut SNI 15-0302-1989, .Bahan yang mempunyai sifat pozolan adalah bahan

yang mengandung sifat silica aluminium dimana bentuknya halus dengan adanya air,
maka senyawa-senyawa ini akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada

suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Semen Portland

pozolan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai berikut:

Semen portland pozolan jenis SPP A yaitu semen Portland pozolan yang dapat

dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton serta tahan sulfat

sedang dan panas hidrasinya sedang.

Semen portland pozolan jenis SSP B yaitu semen Portland pozolan yang dapat

dipergunakan untuk semua adukan beton tersebut tahan sulfat sedang dan panas

hidrasi rendah.

2 Semen terak

Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu

campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Sekitar 60%

beratnya berasal dari terak tanur tinggi.

Semen terak dibuat melalui proses tertentu yakni penggilingan, yang

menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus berkurang jumlah sulfat yang dapat

merusak. Terak tersebut kemudian dikeringkan dan ditambahi kapur tohor dengan

perbandingan tertentu. Seluruh bahan dicampur dan dihaluskan kembali menjadi

butiran yang halus.

3. Semen alam

Semen alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung

lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran kemudian

digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan oksida besi pada serbuk cukup

untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa

kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik. Semen

alam yang dihasilkan mempunyai komposisi sebagai berikut:


CaO : 31% - 57%

SiO2 : 22% - 29%

Al2O3 : 5,2% - 8,8%

Fe2O3 : 1,5% - 3,2%

MgO : 1,5% - 2,2%

NaO :

K2O :

Semen alam tidak boleh digunakan di tempat yang langsung terekspos perubahan

cuaca, tetapi dapat digunakan dalam adukan beton untuk konstruksi yang tidak

memerlukan kekuatan tinggi.

4. Semen portland

Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam

pekerjaan beton. Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan

dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya

mengandung satu atau lebih.

Bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama

dengan bahan utamanya. Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui beberapa

tahapan, yaitu:

1. Penambangan di quarry

2. Pemecahan di crushing plant

3. Penggilingan (blending)

4. Pencampuran bahan-bahan

5. Pembakaran (ciln)

6. Penggilingan kembali hasil pembakaran

7. Penambahan bahan tambah (gipsum)


8. Pengikatan (packing plant)

Fungsi dari semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar

terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain juga untuk mengisi rongga- rongga

di antara butiran agregat (Tjokrodimuljo dan Kardiyono, 1988).


IV. SISTEM PRODUKSI DI PERUSAHAAN
4.1. Bahan Baku
PT. Semen Gresik Tbk. bergerak dalam bidang produksi semen. Semen yang diproduksi

ada dua macam yaitu semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement) dan semen jenis PPC

(Pozzoland Portland Cement). Dalam produksi semen terdapat bahan baku utama dan bahan

koreksi. Bahan baku utama meliputi batu kapur dan tanah liat. Sedangkan bahan koreksi

meliputi pasir silica dan pasir besi. Bahan baku dan bahan koreksi tersebut dicampur dan

diproses sehingga menghasilkan Terak. Untuk memproduksi semen jenis OPC dibutuhkan

pencampuran terak dengan Gypsum. Sedangkan untuk memproduksi semen jenis PPC

dibutuhkan pencampuran Terak, Gypsum dan Trass. Karena sebagian besar produksi pabrik

berupa debu (dust) dan dapat diolah kembali sehingga dapat menggurangi pencemaran

lingkungan dan menghemat sumber daya alam.


4.1.1 Bahan Baku Utama
a. Batu Kapur CaCO3 (80%)
Diperoleh dari tambang batu kapur milik perusahaan sendiri yang berada tidak jauh dari

lokasi pabrik.
Prosentase komposisi kandungan batu kapur sebagai berikut :
- Batu Kapur Halus sebesar 60%
- Batu Kapur Kasar sebesar 40%
b. Tanah Liat 2SiO2.Al2O3.2H2O (15%)
Diperoleh dari tambang Tanah Liat milik perusahaan sendiri yang berada tidak jauh dari

lokasi pabrik. Untuk pembuatan semen, yang diperlukan adalah Al 2O3-nya, sehingga

tanah liat dengan kadar Al2O3 yang tinggi sangat baik untuk bahan baku pembuatan

semen. Sedangkan bila kadar SiO2nya melebihi separuh dari jumlah Al2O3 maka tanah

liat itu termasuk jelek. Di alam, tanah liat biasanya mengandung SiO 2 sebesar 46.5 %,

sehingga termasuk baik.

4.1.2 Bahan Koreksi/Penunjang

Bahan Baku Koreksi/Penunjang semen terbagi menjadi dua bagian yaitu pada saat

proses awal dan pada proses pencampuran di akhir. Bahan koreksi yang digunakan
mempunyai fungsi untuk menyeimbangkan unsur kimia yang terdapat dalam batu kapur dan

tanah liat agar memperoleh hasil sesuai kebutuhan dan jenis dari semen yang akan dibuat.

Macam-macam bahan Koreksi yang ditambahkan adalah sebagai berikut:

1. Bahan Baku Koreksi pada saat awal produksi.


a. Pasir Silika SiO2 (4%)
Pada umumnya prosentase silika kurang dari 100% karena tercampur dengan

logam-logam lainnya. Untuk pembuatan semen itu sendiri memerlukan kadar 80,

jika kurang dari 80% maka sudah tidak dapat digunakan untuk pembuatan semen

dan telah bersifat tanah liat.


b. Pasir Besi FeO3 (1%)

Keadaan pasir besi selalu bercampur dengan SiO 2, bila kadar FeO3 sampai 80 %

sudah termasuk baik. Selama ini pasir yang dipakai antara 60 - 80 % FeO 3. Pasir

besi ini berfungsi sebagai penghantar panas dalam pembuatan terak (clinker) dari

umpan kiln, dan karena itu bersifat menggumpal dan berat jenisnya paling tinggi

dari bahan baku yang ada.

2. Bahan Baku Koreksi pada saat akhir pencampuran produksi.

a. Batu Gips (CaSO4.2H2O)

Batu Gips (Gypsum) digunakan sebagai bahan campuran pada terak sebagai

penghambat reaksi (cement retarder) untuk selanjutnya digiling pada finish mill.

b. Trass (SiO2, Al2O3, Fe2O3, H2O, CaO, MgO)


Trass merupakan hasil pelapukan endapan vulkanik sebagian besar mengandung

silica, besi dan alumina dengan ikatan gugus oksida. Sifat dari Trass meliputi warna

: putih kemerahan, kecoklatan, kehitaman, kelabu, kekuning-kuningan, coklat tua,

coklat muda, abu-abu. Dalam keadaan sendiri tidak mempunyai sifat mengeras, bila

ditambah kapur tohor dan air akan memiliki masa seperti semen dan tidak larut

dalam air. Hal ini disebabkan karena senyawa silica aktif dan senyawa alumina

reaktif dengan reaksi :


2Al2O3 2SiO2 + 7Ca(OH)2 ---> 3CaO2SiO2H2O + 2(2CaOAl2O3SiO2 2H2O)
Mengerasnya semen pozzoland lebih lambat dari Portland meskipun kekuatannya

bertambah terus Trass tahan terhadap agregat alkalin, nilai penyusutan dan

pemuaian kecil, kelulusan air kecil (kedap air), tahan terhadap asam tanah maupun

air laut, sifat lentur tidak mudah retak.


4.2. Permesinan

Terdapat 3 bagian unit kerja yang mempunyai masing-masing mesin pekerja

diantaranya Crusher, RKC (Raw Mill, Kiln, Coal Mill) dan Finish Mill. Pembahasan masing-

masing mesin kerja sebagai berikut:

4.2.1. LIMESTONE DAN CLAY CRUSHING / CRUSHER

Berdasarkan prinsip kerja dari crusher, maka peralatan crushing material secara umum

dapat dibagi menjadi 2 (dua) type yaitu :

1. Compression Type Crusher

Compression Type Crusher seperti Jaw Crusher dan Gyratory Crusher, dan Roller

Crusher. Jaw Crusher dan Gyratory Crusher biasanya digunakan untuk meng-

crushing material yang keras dan abrasive. Dan karena keterbasan reduction ratio

sekitar 3:1 sampai 7:1, maka biasanya digunakan multiple stage crushing. Sedangkan

Roller/Crusher dipakai untuk raw material yang kadar airnya tinggi dan lengket. Untuk

mendapatkan ratio sekitar 5:1 pada umumnya menggunakan 2 stage crushing.

Gambar 4.1 Jaw crusher dan jenis-jenis liner dari jaw crusher
2. Impact type Crusher

Impact Type Crusher, disebut juga Fast Running Type Crusher, seperti Hammer

Crusher dan Impact Crusher. Type Crusher ini sangat mudah dan sederhana bila

dibandingkan dengan kemampuan dan kapasitasnya. Reduction Ratio untuk alat ini

sampai dengan 50 : 1.

Gambar 4.2 Double rotor hammer crusher.

(a) (b)

Gambar 4.3 Gambar impact crusher. Gambar (a) single impeller

impact crusher dan gambar (b) compound impact

crusher dengan primary dan secondary impeller.


Circumferential speed untuk Hammer Crusher sekitar 30-40 m/detik, sedangkan untuk

Impact Crusher sekitar 30-50 m/detik. Penentuan kriteria abrasivines dan stickness

(kelengkatan) raw material berdasarkan pada :

Untuk abrasivines dinyatakan oleh adanya kandungan silika bebas dalam raw material.

Sedangkan derajat stickness raw material berdasarkan pada kandungan air dan komposisi

mineraloginya.

4.2.2. RAW MILL (PENGGILINGAN MATERIAL)

Untuk penggilingan Raw Material di pabrik Tuban digunakan Vertical Roller Mill

dengan tipe Fuller Loesche Mill Size LM-59.42, yang mempunyai Grinding Table dengan

diameter 5,9 m, dan empat buah Grinding Roller (lihat Gb-2.21). Kapasitas terpasang dari

Roller Mill adalah 600 MTPH. Raw Mill System untuk Fuller Loesche Mill tipe LM-59.42,

dilengkapi dengan tiga buah Mill Fan system sehingga bisa disebut sebagai Air Swept

Vertical Roller Mill. Raw material yang akan digiling di dalam Mill mempunyai kadar air

16% dengan ukuran material kurang dari 108 mm.

Komposisi dari Raw Material adalah sebagai berikut :

Clay/Limestone Mix : 84.46 % atau 507 MT.

Corrective Limestone : 13.51 % atau 81.10 MT.

Silica Sand : 1.59 % atau 9.54 MT.

Iron Sand : 0.44 % atau 2.64 MT.

4.1.1. KILN FEED (PEMBAKARAN MATERIAL)

Tepung baku produk dari Roller Mill dimasukkan ke dalam dua Blending Silo 412.BH1

dan 412.BI2, yang masing-masing berkapasitas 20.000 MT. Tipe Blending Silo adalah

Continous Flow-Silo desain dari FLS, pemasukan tepung baku ke masing-masing Silo diatur

secara bergantian dengan Timer setiap 36 menit. Tepung baku produk dari Roller Mill

dimasukkan ke dalam setiap Blending Silo melalui lubang pemasukan yang diletakkan di
pusat dari puncak masing-masing Silo. CF-Silo berfungsi sebagai Mixing Chamber dan

Storage Silo yang beroperasi secara Continue Flow Silo, artinya pengisian ke dalam Silo

bersamaan dengan pengeluaran material dari dalam Silo.

Gambar 4.4 Homogenezing Chamber Silo dengan Feeding


Arrangement Preheater Kiln

Prinsip dari proses pencampuran material berdasarkan atas perbedaan Layer Material

yang bercampur sewaktu material tersebut dikeluarkan dari dalam Silo. Jadi proses Blending

akan berjalan dengan baik bila terbentuk sebanyak mungkin Layer Material di dalam Silo

dengan komposisi yang berbeda. Terbentuknya Layer di dalam Silo akibat adanya

pengumpanan ke dalam kedua Silo lewat Air Slide Feed System yang bergantian, dengan

ketebalan Layer maksimal satu meter. Layer-Layer Material yang terbentuk di dalam Silo

akan bergabung dan tercampur sewaktu proses pengeluaran.

Dasar dari Silo dibagi dalam 7 sektor heksagonal yang identik dan masing-masing

dibagi lagi menjadi 6 segmen yang berbentuk segitiga, sehingga di Bottom atau dasar Silo

terdiri dari 42 segmen. Pada semua segmen ditutup dengan Aeration Box yang masing-

masing tidak tergantung pada yang lainnya artinya masing-masing Aeration Box berdiri

sendiri. Supply udara untuk Aerasi atau Fluidizing pada tiga segmen Aeration Box dilakukan

secara serempak oleh Rotary Blower yang terpisah atau berbeda. Atau dengan kata lain setiap
segmen mendapat Aerasi dari satu Blower dan Aerasi yang terjadi pada ketiga segmen

berjalan serempak atau bersamaan waktunya. Jadi kebutuhan Aerasi untuk kedua Silo

dilayani oleh 6 buah Rotary Blower 412.BL1 hingga 412.BL6. Di pusat masing-masing

sektor terdapat lubang pengeluaran dan di atasnya dipasang Cone yang terbuat dari baja.

Tujuan pemasangan Cone adalah untuk me-release Pressure yang ada di atas lubang

pengeluaran agar pengeluaran tepung baku dari bagian yang diaerasi di daerah Bottom Silo

terjamin kelancarannya. Prinsip kerja dari Homogenizing CF.Silo adalah berdasarkan pada

efek pengeluaran Raw Meal (tepung baku) pada beberapa tempat pengeluaran yang terdapat

di dalam dasar Silo dengan rate yang berbeda. Untuk memperoleh hasil pencampuran yang

terbaik, perlu menjaga isi dari setiap Silo sedikitnya separuh dari kapasitas Silo atau 10.000

ton, sebab bila isi Silo kurang dari setengahnya, akan mengakibatkan proses pencampuran

material menjadi tidak baik.

4.2.3. 1 Suspension Preheater

Tipe dari Suspension Preheater yang digunakan di PT. Semen Gresik Tuban adalah tipe

Double String. Dimana setiap String pada Double String Preheater, terdiri dari empat Stage,

masing-masing Cyclone dipasang secara seri satu di atas yang lain. Pada Cyclone paling atas

atau Stage pertama terdapat dua Cyclone (Double Cyclone) yang dipasang secara pararel,

penomoran Stage pada Cyclone dimulai dari atas ke bawah. Tujuan memasang Double

Cyclone pada Stage pertama adalah untuk meningkatkan efisiensi pemisahan antara gas panas

dan material di dalam Preheater. Stage pertama sampai ketiga berfungsi sebagai pemanas

awal umpan Kiln, sedangkan Stage keempat dipakai sebagai pemisah produk keluar dari

Flash Calciner yang telah ter-calcinasi.


Gambar 3.5 Preheater ILC Kiln

Gambar 4.6 Preheater SLC Kiln

Perpindahan panas di dalam Cyclone, terbesar terjadi di dalam Riser Duct masing-

masing Cyclone. Hal ini terjadi terutama karena beda suhu antara gas dan umpan Kiln masih

cukup besar. Proses perpindahan panas antara gas panas dan material dingin berjalan secara

Cocurrent atau searah. Pada Down Pipe masing-masing Cyclone dipasang Tipping Valve,

sehingga ada sedikit material untuk melindungi agar tidak terjadi aliran gas lewat Down Pipe.
Dinding bagian dalam Cyclone dan Calciner dilapisi oleh Refractory Brick dan Castable

yang merupakan bahan atau material yang tahan terhadap panas dan aus.

4.2.3.2 Flash Calciner

Umpan Kiln yang telah mengalami pemanasan awal di dalam Cyclone Stage satu

sampai tiga dimasukkan ke dalam Calciner lewat Down Pipe Cyclone Stage tiga. ILC dan

SLC Calciner dilengkapi Second Burner sehingga Calciner berfungsi sebagai Furnace.

Umpan Kiln yang sebagian besar terdiri dari Limestone (Calcium Carbonat), akan mengalami

penguraian menjadi Calcium Oxyde dan Carbon Dioxyde.

Reaksinya sebagai berikut :

CaCO3 ------------> CaO + O2.

Kebutuhan bahan bakar batu bara pada kondisi operasi yang optimal untuk ILC

Calciner adalah 3.8 ton/jam dengan Heat Consumption 24.3 x 10 kCal/jam, sedangkan untuk

SLC Calciner adalah 16.8 ton/jam dengan Heat Consumption 108.0 x 10 kCal/jam.

Temperatur operasi Furnace di dalam masing-masing Calciner diatur dan dijaga agar Rate

Calcinasi minimal dapat mencapai 90%.

Gambar 4.7 Kiln


Exhaust Gas Kiln masuk ke dalam ILC Calciner secara Axial pada daerah Bottom Cone

dan meninggalkan Calciner lewat atas Calciner dari arah samping menuju Cyclone ILC

Stage-IV. Sedangkan untuk meningkatkan proses pencampuran bahan bakar, umpan Kiln dan

gas panas di dalam ILC Calciner, pemasukan udara Tertiary pada Bottom Cone Calciner

dibuat secara tangensial. Dengan masuknya udara Tertiary secara tangensial maka akan

menghasilkan Swirel Effect atau efek putaran yang cukup di dalam Calciner, sehingga

menaikkan Ratention Time partikel di dalam Calciner. Udara Tertiary masuk ke dalam SLC

Calciner dari Tertiary Air Duct lewat Central Inlet Bottom Cone, dan Exhaust Gas Calciner

meninggalkan Calciner lewat Outlet Cone pada bagian atas Calciner. Posisi Damper Tertiary

Air Duct diatur sesuai dengan kebutuhan udara pembakar, untuk membakar bahan bakar di

dalam kedua Calciner agar tercapai pembakaran yang sempurna.

4.2.3.3 Rotary Kiln

Rotary Kiln merupakan silinder baja dengan diameter 5,6 m dan Panjangnya 84 m, dan

ditumpu oleh tiga buah Tire. Setiap Tire ditumpu oleh sepasang Carrying Roller. Sudut

kemiringan Rotary Kiln adalah 4%, dan bagian dalam Rotary Kiln dilapisi batu tahan api.

Umpan Kiln dari Cyclone Stage empat SLC yang telah mengalami Calcinasi di dalam

Preheater masuk ke dalam Kiln pada Inlet Kiln. Material tersebut di dalam Kiln akan

mengalami empat tahapan proses atau seolah-olah di dalam Kiln dibagi dalam empat zona

tahapan proses yaitu :

Calcina Zone (900 1000C), material yang belum ter-calcinasi di dalam

Preheater akan mengalami Calcinasi lebih lanjut di dalam Calcining Zone.

Transition Zone (1000 1200C), material mulai berubah fasa dari fasa padat ke

fasa cair.
Sintering Zone (1200 1350C), pada daerah ini material akan meleleh (Sintering)

membentuk mineral Clinker sebagai produk Kiln. Sintering Zone sering disebut juga

sebagai Burning Zone.

Cooling Zone, material akan mengalami pendinginan awal sebelum masuk ke Cooler.

Gambar 4.8 Rotary Kiln

Kebutuhan bahan bakar atau panas untuk reaksi pembentukan terak di dalam Kiln

adalah sekitar 40% dari total bahan bakar seluruhnya dan sisanya yang 60 % digunakan di

Preheater. Agar diperoleh kualitas Clinker yang baik, maka bentuk api dan temperatur reaksi

di daerah Sintering Zone dijaga sekitar 1400o - 1500o C. Untuk mendapatkan Loading

Factor yang sesuai dan tepat dengan umpan rata-rata, maka kecepatan putaran Kiln harus

disesuaikan.

4.2.3.4 Clinker Cooler

Clinker panas yang keluar dari Kiln dengan temperatur sekitar 1400oC turun ke Cooler,

dan didinginkan di dalam Reciprocating Grate Cooler yang terdiri dari 9 Compartment.

Sebagai media pendingin diambil dari udara luar yang dihembuskan ke dalam Undergrate

Cooler atau Compartment oleh 14 buah Cooling Fan. Clinker hasil pendinginan keluar dari

Cooler dengan temperatur 82oC. Clinker yang berukuran besar sebelum keluar dari Cooler

dihancurkan dahulu oleh Clinker Breaker.


4.2.3.5 Control dari Pyroprocessing System

Sistem kontrol pada Pyroprocessing merupakan gabungan antara pengontrolan secara

automatis dan manual. Untuk menaikkan dan menurunkan umpan rat-rata Kiln diatur (di-set)

oleh operator, dan secara automatis Feed Kiln akan berubah naik atau turun sesuai dengan

ratio dari Feed dengan Feed Kiln. Atau dengan kata lain penambahan Kiln Feed akan sinkron

dengan kenaikan Feed Kiln agar Kiln Loading terjaga konstan. Penambahan atau

pengurangan kecepatan putaran SP.Fan dikontrol secara manual agar kandungan oksigen

dalam sistem terjaga sesuai dengan target yaitu sekitar 2,5 - 3 %.

4.1.1. COAL MILL / COAL STORAGE DAN GRINDING

Coal Grinding yang digunakan merupakan type RollerMill, size LM26.30D atau Air

Swept Vertical Roller Mill, yang didesain mampu menghasilkan produk batu bara halus 55

MT/jam, dengan kehalusan 80% lolos ayakan 90 mikron. Kapasitas Coal Mill sangat

dipengaruhi oleh kualitas Raw Coal yang terdiri dari kadar air dan kekerasan (HGI). Material

masuk mill dengan kadar air maksimal sampai 15%, dan sumber panas yang digunakan

selama proses pengeringan dan penggilingan berasal dari exit gas Preheater.

3.1.1 FINISH GRINDING (PENGGILINGAN AKHIR)

Clinker Grinding System terdiri dari dari dua buah Finish Mill dengan system Closed

Circuit yang dilengkapi Roller Press dan didesain mampu menghasilkan produk semen type-

1 sebanyak 2 x 215 MT/jam. Dan bila mill beroperasi tanpa Roller Press maka kapasitas

masing-masing mill sekitar 130 T/jam. Clinker Grinding Desain Traylor Shell Supported

Rotary Grinding ini mempunyai ukuran diamater 4,8 meter dan panjang 13 m, kebutuhan

power untuk setiap Drive Motor adalah 4900 Kw.


Gambar 4.9 Roller Press

3.2 Tenaga Kerja

Dalam pembagian jam kerja karyawan, PT. Semen Gresik dalam pengoperasiannya

dibagi dua, yaitu; karyawan shift dan karyawan Non shift. Pengangkatan karyawan di PT.

Semen Gresik tingkat dan jabatannya disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki. Sebagian

besar karyawan yang diperkerjakan sebagai pelaksana berijazah STM dan sederajatnya,

karyawan tersebut jam kerjanya dikenakan jadwal shift. Sedangkan karyawan yang Non shift

mempunyai jabatan di atas kepala regu dengan jam kerja 5 hari kerja. Pembagiannya, yaitu ;

1. Karyawan Non shift

Dengan jam kerja : 07.30 16.30 WIB

2. Karyawan yang terkena shift

Dengan pembagian jam kerja sebagai berikut :

Pagi : 07.30 15.30 WIB

Siang : 15.30 23.30 WIB

Malam : 23.30 07.30 WIB

3.3 Proses Produksi

Proses pembuatan semen di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. terdapat 5 tahapan

pembuatan (operation process chart lihat di lampiran 2), yaitu:


a. Tahap Penyiapan Bahan Baku
b. Tahap Penggilingan Bahan Baku
c. Tahap Pembakaran
d. Tahap Penggilingan Akhir
e. Tahap Pengemasan
3.3.1 Tahap Penyiapan Bahan Baku

Bahan baku semen terdiri dari empat komponen yaitu: batu kapur 80%, tanah liat 15%,

pasir silika 4% dan pasir besi 1%. Sebagai sumber utama bahan baku semen tersebut, yang

terdiri dari batu kapur dan tanah liat yang berasal dari tambang di sekitar pabrik.

Proses Alur Material di Limestone dan Clay Crushing

Limestone dibawa dari quarry oleh Dump truck dan diumpankan ke dalam Hopper

Crusher 232.HPI dan 232.HP2, yang masing-masing kapasitasnya 75 MT. Di dalam Crusher

232.CRT dan 232.CR2, limestone akan mengalami size reduction. Di mana limestone yang

berupa bongkahan-bongkahan besar dengan ukuran 1200 x 1200 mm, akan dihancurkan

menjadi produk crusher yang berukuran 95% minus 108 mm, sedangkan sisanya berupa

material halus, 90 mm akan jatuh lewat Wobber Feeder. Produk dan kedua Crusher yang

jatuh ke Belt Conveyor 242.BC1 dan 242.BC2, akan bercampur dalam Belt Conveyor

242.BC3, dan dimasukkan ke dalam Surge Bin 242.FB1 yang kemudian dikeluarkan melalui

Apron Feeder 242.AC1 turun ke Belt Conveyor 242.BC4, dan ditimbang oleh Belt Scale

Schenk Weighing System 242.BW1. Clay dibawa dari quarry oleh Dump Truck diumpankan

ke dalam Clay Hopper 252.HP1 dan dipotong-potong oleh Clay Crusher 252.CR1. Produk

Clay ditimbang di Belt Conveyor 252.BC1 oleh Belt Scale 252.BW1.


(a) (b)

Gambar 3.10 Proses size reduction yang dilakukan oleh impact crusher.

Gambar (a) Double impeller impact crusher dan (b) single

impeller crusher

Produk Limestone Crusher dicampur dengan produk Clay Crusher yang telah

tertimbang Belt Scale 252.BW1, dibawa ke Limestone Clay Mix Storage melalui Belt

Conveyor 242.BC3, 242.BC4, 242.BC5, 242.BC6. Campuran Limestone dan Clay dari Belt

Conveyor 242.BC6 masuk ke dalam Roller Press 242.CR1 dan turun ke Belt Conveyor

242.BC7, 242.BC8, 242.BC9 dan Tripper 242.TR1 untuk disimpan di dalam Limestone Mix

Storage yang kapasitasnya 100.000 MT.

Limestone dan Clay produk dari Crusher dibawa Belt Conveyor untuk disimpan di

dalam Limestone / Clay Mix Storage dengan metode Chevron, cara ini merupakan metode

yang paling umum digunakan pada Stock Pailing tipe Longitudinal Preblending Bed.

Dimana material ditimbun secara selapis demi selapis ke atas sehingga membentuk prisma

segitiga. Panjang total tumpukan sama dengan panjang Preblending Bed.

Peralatan untuk Stacking (penumpukan) pada tipe Preblending Bed, menggunakan

Tripper yang dipasang pada atap dari bangunan Storage. Luas bangunan dari Storage adalah

48,8 x 354 m, yang kapasitasnya 100.000 MT, dibagi menjadi dua Stock Pile yang masing-

masing 50.000 MT Limestone / Clay Mix dilengkapi dengan Reclaimer tipe Bridge Scrapper

dengan Harrow. Jarak antara rel yang satu dengan yang lainnya untuk Bridge Reclaimer

adalah 39 m.
Gambar 3.11 Blending bed reclaiming dengan bucket.

Produk Limestone Crusher yang telah tertimbang dapat pula dibawa ke Limestone

Conical Pile Storage yang berkapasitas 7.200 MT, yang berupa High Grade Limestone

berfungsi sebagai Limestone koreksi.

Pada awalnya Limestone dan Clay Crusher diatur untuk menghasilkan campuran antara

Limestone dan Clay dengan perbandingan 4 : 1. Perbandingan ini disesuaikan dengan standar

yang telah ditentukan untuk memperoleh campuran yang sesuai dengan standar umpan Kiln.

3.3.2 Tahap Penggilingan bahan baku

Setelah selesai tahap penyiapan bahan baku kemudian masuk pada tahap

penggilingan bahan baku. Prosesnya meliputi:

Proses Alur Raw Mill

Limestone / clay mix, Silica sand, dan Iron sand keluar dari masing-masing Bin

sebelum masuk ke dalam Belt Conveyor 332.BC1 ditimbang dahulu oleh Mix WeighFeeder

332.WF1, Silica WeighFeeder 332.WF4, Iron Sand WeighFeeder 332.WF3 sesuai dengan

proporsi komposisi standar umpan Kiln yang disyaratkan. Kebutuhan High Grade Limestone

sebagai material koreksi juga ditimbang dengan WeighFeeder 332.WF2. Keempat material
tersebut dengan total rate 600 MT/jam, kadar air 16% selanjutnya diumpankan ke Roller Mill

melalui Belt Conveyor 332.BC1, 332.BC2, dan Triple Gate 342.TG1.

Kebutuhan udara panas pada Raw Mill System untuk pengeringan selama penggilingan

Raw Material, digunakan sisa udara panas dari Preheater dan Clinker Cooler. Selain itu Raw

Mill system dilengkapi pula dengan Air Heater 342.AH1, bila panas dari Preheater dan

Clinker Cooler tidak mencukupi atau bila kondisi Kiln tidak jalan. Produk yang keluar dari

Roller Mill adalah dengan kehalusan 90% lolos ayakan 90 micron dan kadar air kurang dari

1%.

Produk raw Mill kemudian dibawa oleh aliran udara panas ke dalam 4-FLS 6300

Cyclones 342.CN1 sampai dengan 342.CN4 akibat tarikan Mill Fan 342.FN4 dan 342.FN5,

dimana 93% dari material akan terpisahkan dari aliran udara. Gas yang keluar dari Cyclone

lewat melalui kedua Mill Fan 342.FN4 dan 342.FN5, kemudian dilepaskan ke Stack 342.SK1

melalui Electrostatic Precipitator 342.EP1. Sisa produk yang masih ada di dalam gas panas

tersebut diambil oleh EP. sedangkan gas yang telah bersih terus ke EP.Fan 342.FN6 dan

dibuang ke udara bebas lewat Stack 342.SK1. Kedua produk dari Cyclone dan EP dibawa

oleh Air Slide, Screw Conveyor, dan Bucket Elevator ke Blending Silo. Produk dari Roller

Mill sebelum disimpan ke dalam Blending Silo diambil dulu sample-nya melalui alat Sampler

352.SM1, yang terdapat pada Air Slide 352.AS1 dan dibawa ke Laboratorium untuk dianalisa

oleh Sample Transport 342.ST1.

Reject dari Raw Mill sekitar 143 MT/jam, dikembalikan lagi ke dalam sistem lewat Belt

Conveyor 342.BC5 & 342.BC1 dan Belt Conveyor 342.BC6 dan 342.BC2, masuk ke Belt

Conveyor 342.BC3, Bucket Elevator 342.BE1 dan bersama-sama Fresh Feed masuk ke Belt

Conveyor 342.BC4.

Bila Roller Mill tidak beroperasi, gas panas dari Preheater dan Clinker Cooler

dikeluarkan lewat Conditioning Tower. Untuk menurunkan temperatur gas panas tersebut,
maka Conditioning Tower dilengkapi dengan Spray Water. Normal temperatur gas panas

yang keluar Preheater dan Clinker Cooler adalah 329oC dan 410oC. Normal temperatur gas

panas yang masuk ke Electrostatic Precipitator pada kondisi Mill jalan 90oC dan Raw Mill

Down 150oC, sedangkan batas minimal dan maksimal temperatur gas masuk Electrostatic

Precipitator adalah 85oC dan 350oC. Selama Raw Mill Down, debu dari Conditioning Tower

dan Electrostatic Precipitator di-transport ke Blending Silo 412.BS1 atau 412.BS2 melalui

352.BE2, 352.AS9, dan 352.BE1.

3.3.3 Tahap Pembakaran

Material yang keluar dari Silo merupakan umpan Kiln, dikirim ke Kiln Feed Bin

422.BI1 yang letaknya di bawah Silo. Kapasitasnya masing-masing Kiln Feed Bin minimal

sesuai dengan kebutuhan Kiln selama 12 menit atau sebesar 83,4 ton. Kiln Feed Bin

dilengkapi dengan Load Cell untuk memelihara level material di dalamnya, dan dilengkapi

pula dengan Aeration Blower. Material yang keluar dari kedua Silo menuju masing-masing

Kiln Feed Bin melalui Air Slide 412.AS1 dan 412.AS2, masuk ke dalam Junction Box

412.JB1 dan 412.JB2.

Dari Feed Bin 422.BI1 dan 422.BI2 umpan Kiln dibawa melalui Air Slide 422.AS1 atau

422.AS2 dan 422.AS3 atau 422.AS4 ke Air Slide 422.AS5 atau 422.AS6 menuju Bucket

Elevator 422.BE1 atau 422.BE2. Dari Bucket 422.BE1 atau 422.BE2 material dibawa oleh

Air Slide 422.ASA atau 422.ASB menuju Air Slide 422.AS7. Pada Air Slide 422.AS7 umpan

Kiln dibagi dua menuju ILC dan SLC oleh Splitter Gate 422.SP1. Material yang masuk ke

ILC sebelumnya ditimbang oleh Flow Meter 422.FM1, dan hasil timbangan 422.FM1 akan

mengatur bukaan dari 422.SP1.

Pada Kiln Feeding System ini dilengkapi dengan sarana untuk recycle umpan Kiln

selama Kiln dalam periode Heating-up, yang bertujuan untuk mempersiapkan umpan Kiln
sebelum Feeding. Umpan Kiln dapat di-recycle melalui salah satu Bucket Elevator 422.BE1

dan 422.BE2 menuju Blending Silo 422.BI1 atau 422.BI2 lewat Air Slide 422.AS9 dan

422.ASC atau 422.ASD. Bucket Elevator 422.BI1 dapat pula digunakan untuk men-transfer

Dust dari EP Mill menuju Silo sewaktu Roller Mill Down.

3.4.4 Tahap Penggilingan akhir

Clinker, Trass dan Gypsum keluar dari masing-masing bin ditimbang dulu dengan

Weighfeeder 543.WF3, 543.WF2 dan 543.WF1, kemudian dibawa ke Surge Bin 543.BI1 oleh

Belt Conveyor 543.BC1. Bucket Elev. 543.BE1, dan Belt Conv. 543.BC2. Proporsi dari

clinker dan gypsum bila tanpa trass adalah sebagai berikut:

Rate dari clinker : 204 T/jam

Rate dari gypsum : 10,7 T/jam

Material dari Surge Bin 543.BI1 diumpankan ke Roll Crusher 543.CR1 untuk

dihancurkan kemudian dibawa Belt Conveyor 543.BC3 dan diumpankan ke dalam Finish

Mill 543.BM1. Sebagai material yang dihancurkan disirkulasi dengan Belt Conveyor

543.BC4, dicampur dengan umpan baru dari Bucket Elev.543.BE1 masuk ke dalam Surge Bin

543.BI1. Apabila Roller Crusher 543.CR1 rusak, material dari Belt Conv.543.BC2 bisa

diumpankan langsung ke Finish Mill dengan membuka Two Way Gate 543.GA1.

Belt Conveyor 543.BC2 dilengkapi dengan Magnetic Separator 543.MS1 dan Metal

Detector 543.MD1 untuk mengambil material asing atau metal yang ikut tarbawa. Pada

Surge Bin 543.BI1 dilengkapi dengan alat penimbang Load Cell dan kapasitas bin 40 MT.

Material yang berupa campuran clinker dan gypsum masuk hydrailic Roller Crusher dengan

rate 506T/jam, yang diumpankan ke dalam Finish Mill sebanyak 52215 T/jam, sedangkan

sisanya yang 219 T/jam disirkulasi ke Surge Bin. Produk dari Finish Mill 543.BM1 dikirim

ke O-Sepa Separator 543.SR1 melalui Air Slide 543.AS1, Bucket Elev. 543.BE2 dan Air

Slide 543.AS2 untuk dipisahkan antara partikel yang halus dan kasar. Partikel yang kasar
keluar dari bottom O-Sepa Separator dibawa oleh Air Slide 543.AS3, diumpankan kembali ke

dalam Finish Mill untuk digiling ulang bersama-sama umpan baru. Material yang halus

dibawa oleh aliran udara ke dalam Cyclone

543.CN1 dan Fuller Plenum Dust Collector 543.BF3,di sini partikel yang halus dipisahkan

dari udaranya. Produk dari cyclone 543.CN1 dicampur dengan produk dari Dust Collector

543.BF3 yang merupakan semen diumpankan ke Air Slide 543.AS5. Dari Air Slide 543.AS5,

543.AS8, diumpankan ke dalam Bucket Elev. 543.BE1, atau Air Slide 543.AS5 , 543.AS6,

dan 543.AS7 dimasukkan ke dalam Bucket Elev. 543.BE2. Dari Bucket Elev. 543.BE1

dimasukan ke dalam Cement Silo # 3 dan # 4, melalui Air Slide 562.AS1 atau ke Cement Silo

# 1 & # 2 melalui Air Slide 562.AS2. Pengisian ke masing-masing ke Cement Silo dapat

diatur melalui Diverter Valve 562.DV1 sampai 562.DV6.

Material di dalam Finish Mill dapat mengalir, akibat adanya tarikan Dust Collector Fan

543.FNC. Untuk memperoleh kehalusan produk semen dapat dillakukan dengan mengatur

speed dari separator, dan mengatur volume udara di dalam separator melalui Separator Fan

543.FN7. Kehalusan produk Finish Mill yang dipersyaratkan berdasarkan disain adalah 3.200

bline, tetapi plant standart untuk PT Semen Gresik (Persero) adalah 3.000 bline.

Temperatur produk semen yang keluar Finish Mill dapat dikontrol melalui Mill

Fanting System dan untuk yang berada di dalam Finis Mill bisa dilakukan melalui Water

Spraying System 543.WS1. Mill Fan Sistem dan Water Spray System mengontrol temperatur

produk yang keluar Mill agar dijaga tidak boleh lebih dari 107 oC. Selanjutnya pendinginan

dilakukan selama pemisahan di dalam O-Sepa Separator sehingga temperatur produk akhir

semen type-1 berkurang menjadi 96oC. Untuk Finish Grinding System prosesnya sama

dengan Finish Grinding.

3.4.5 Tahap Pengemasan


Tahap pengantongan semen dimulai dari silo penyimpanan semen, yaitu 1, 2, 3, dan 4

dimana masingmasing silo ini berkapasitas 18.000 ton. Alur proses semen dari keempat silo

ini dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalur pertama untuk material yang keluar dari silo 1 & 2,

dan jalur kedua untuk material yang keluar

Dari silo 3 dan 4. Material yang keluar dari silosilo ini diatur oleh pengendali aliran

pada masingmasing silo dengan masa pergantian pengendali adalah 812 menit.

Dari silo material di hembuskan udara untuk dibawa dengan air slide menuju dari dua

bucket elevator berkapasitas 500 ton/jam. Dari bucket elevator di lewatkan pengayak getar

untuk memisahkan semen dengan material asing. Setelah diayak, semen dibawa ke bin pusat

yang berjumlah dua buah dan proses akan dilakukan ke dua bin ini akan dilakukan

bergantian. Aliran semen setelah melewati bin pusat akan terbagi menjadi dua, yaitu aliran

untuk semen curah (semen yang langsung dimasukkan kedalam mobil, biasanya untuk proyek

besar) dan semen yang akan dijual dalam bentuk kantong.

Aliran semen curah dilanjutkan ke air slide 1 dan 2 kemudian ke bin semen curah,

kemudian ke truk khusus yang akan membawa semen kepada konsumen. Sedangkan aliran

semen kantong setelah melewati bin Pusat, semen akan dibawa dengan air slide untuk

diteruskan ke rotary feeder dan akhirnya ke rato packer. Pada alat ini terdapat spot tube yaitu

semacam suntikan untuk memasukkan semen kedalam kantong. Pemasukan semen ke dalam

kantong ini telah diatur dengan rentang berat 49 ,75 kg atau dengan 50,75 kg. Jika berat

semen kurang dari 49,25 maka semen yang sudah dalam kantong tersebut terpantau dengan

penimbang dan semen tersebut akan dikeluarkan melalui bagian reject. Semen yang tidak

lolos ini akan dibawa ke ayak, kemudian dibawa ke screw conveyor untuk dikembalikan ke

bucket elevator. Semen yang lolos uji akan dibawa ke belt conveyor, kemudian ke truk dan

siap di distribusikan kepada konsumen.


3.4 Metode Kerja

Dalam sistem produksi di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. memerlukan kerja sama

antar bidang yaitu seksi Pemasaran yang bertugas menerima order dari customer kemudian

menginformasikan ke seksi Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku, di bagian ini

dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku untuk diinformasikan ke bagian seksi

Produksi agar memproduksi sesuai dengan jadwal dan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh

seksi perancangan dan pengendalian bahan baku. Seksi Pengadaan Bahan Baku melakukan

pembelian kebutuhan bahan baku dan spare part sesuai dengan instruksi dari bagian seksi

perancangan dan pengendalian bahan baku. Bahan Baku datang dan diterima oleh seksi

penerimaan bahan baku. Seksi Produksi melakukan pemesanan bahan baku ke Bagian

Pergudangan (Warehouse Raw Material). Dalam keseluruhan proses produksi dilakukan

pengendalian kualitas oleh seksi Jaminan Mutu. Produk yang sudah jadi disimpan dalam

Silo Penyimpanan semen jadi dan siap dikirim ke Customer bentuk kantong, jumbo bag

ataupun berbentuk curah.

Bahan baku yang digunakan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. sebagian besar adalah

dari bahan tambang sendiri, yaitu sekitar 95% meliputi batu kapur 80%, tanah liat 15%. Ini

dikarenakan bahan baku dari lokal dapat mencukupi kebutuhan bahan baku yang diperlukan

perusahaan.

Pengiriman barang ke konsumen dilakukan oleh seksi ekspedisi yang sudah bukan

merupakan tanggung jawab PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Maka dari itu, sebelum barang

dikirim, dilakukan pengecekan oleh bagian seksi Jaminan Mutu dari PT. Semen Gresik

(Persero) Tbk dan pihak ekspedisi untuk memastikan bahwa barang dari PT. Semen Gresik

(Persero) Tbk sudah terjamin kualitasnya.


3.5 Produk

PT. SEMEN GRESIK (Persero) Tbk. memproduksi dua jenis semen dengan

kegunaan yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:

1. OPC (Ordinary Portland Cement)


Semen berjenis OPC dibuat dari campuran Terak (Hasil dari pencampuran batu kapur,

tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap pembakaran) dan Gypsum.

Kegunaan semen OPC untuk membangun bangunan pada umumnya, Seperti : gedung

perkantoran, perumahan, dll.


2. PPC (Pozzoland Portland Cement)
Semen berjenis PPC dibuat dari campuran Terak (Hasil dari pencampuran batu kapur,

tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap pembakaran), Gypsum dan

Trass. Kegunaan semen PPC untuk membangun bangunan yang mampu menahan

tingkat ke asaman,basa dan garam yang tinggi, seperti: Dermaga, Bendungan,

Jembatan, Jalan raya.

3.6 Pola Aliran Bahan untuk Proses Produksi

Pola aliran bahan proses produksi semen di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. ditunjukkan

seperti gambar 3.1 berikut ini:

Gambar 3.12 Pola aliran bahan untuk proses produksi

Anda mungkin juga menyukai