Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN

STERIL
TEORI INJEKSI DAN JURNAL INTERNASIONAL : INJEKSI
NATRIUM DIKLOFENAK

Disusun oleh :

Tanti Tri Utami (A1131011)

Unggyan Ningsih (A1131015)

Setiawan Kurniawati (A1131018)

AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG

1
DIPLOMA III 2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teknologi Sediaan Steril
dengan judul makalah Teori Injeksi dan Jurnal Internasional : Natrium
Diklofenak dengan tepat waktu serta tanpa halangan apapun.

Makalah Teknologi Sediaan Steril ini kami susun untuk memenuhi salah
satu tugas wajib Teknologi Sediaan Steril.

Kami menyadari bahwa dalam pelaksanaan penyusunan makalah ini tidak


lepas dari bimbingan dan bantuan baik material maupun spiritual dari berbagai
pihak. Oleh karena itu perkenankanlah kami menghaturkan terima kasih kepada:
1. Nurista Dida A S.Farm.,Apt selaku dosen pengampu yang telah
memberikan arahan dalam penyusunan makalah
2. Segenap Keluarga
3. Teman-teman Akfar Nusaputera Semarang
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu

Tentunya makalah yang kami susun ini jauh dari sempurna. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Seperti pribahasa Tak Ada Gading Yang
Tak Retak oleh karena itu kami harap kritik dan saran yang membangun.

2
DAFTAR ISI

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL..................................................i


KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Tujuan............................................................................................. 1
BAB II STERILISASI.................................................................................. 1
A. Pengertian...................................................................................... 1
B. Tujuan Suatu Obat Dibuat Steril......................................................2
C. Cara-Cara Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV..........2
BAB III INJEKSI........................................................................................ 3
A. Pengertian...................................................................................... 3
B. Macam-Macam Cara Penyuntikan...................................................5
C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik............................................6
D. Cara Pembuatan Obat Suntik......................................................12
E. Pemeriksaan................................................................................. 15
F. Syarat - Syarat Obat Suntik...........................................................19
G. Penandaan menurut FI.ed.IV........................................................19
H. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi......................20
BAB III PEMBAHASAN............................................................................20
A. Formulasi...................................................................................... 20
B. Evaluasi Terhadap Produk Jadi......................................................20
C. Komponen Terbaik........................................................................21
BAB 1V PENUTUP................................................................................. 22
A. Kesimpulan................................................................................... 22

3
B. Saran............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 22

4
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui
kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.

Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling
dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit
dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan
bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.

B. Tujuan
1. Memenuhi tugas wajib mata kuliah Teknologi Sediaan Steril
2. Mengetahui pengertian sterilitas serta cara penyeterilan
3. Mengetahui bentuk injeksi serta cara pembuatanya
4. Membandingkan jurnal internasional injeksi dengan teori yang ada

BAB II STERILISASI

A. Pengertian
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/non patogen (tidak menimbulkan penyakit),
baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam

1
keadaan statis,tidak dapat berkembangbiak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang
kuat).

Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang
dapat membusukkan sisa makanan yang tidak diserap oleh tubuh. Mikroba yang patogen
misalnya Salmonella typhosa yang menyebabkan penyakit typus.

Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruangan/benda menjadi steril. Sedangkan
sanitasi adalah suatu prosesuntuk membuat lingkungan menjadi sehat.

B. Tujuan Suatu Obat Dibuat Steril


Tujuan obat dibuat steril (seperti injeksi) karena berhubungan langsung dengan darah
atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dimana pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap
yang berada di saluran cerna/gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk
menetralisir/menawarkan racun (detoksikasi=detoksifikasi).

Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak
berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan steril atau tidak steril.

Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik/injeksi, tablet implant, tablet
hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata/ guttae ophth, cuci mata/collyrium dan
salep mata/oculenta.

C. Cara-Cara Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV


1. Sterilisasi uap
Adalah proses sterilisasi termal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan selama 15
menit pada suhu 121. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang disebut
autoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.
2. Sterilisasi panas kering
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang dilengkapi udara yang
dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi
kosong adalah lebih kurang 15, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari
250.

3. Sterilisasi gas

2
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert, tetapi
keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenik,
kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama
mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternative
dari sterilisasi termal.

4. Sterilisasi dengan radiasi ion


Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi
gamma) dan radiasi berkas electron. Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat
jaminan sterilisasi yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa hingga dalam rentang
satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan disterilkan dapat diterima. Walaupun
berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad radiasi yang diserap, tetapi dalam
beberapa hal, diinginkan dapat diterima penggunaaan dosis yang lebih rendah untuk
peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.

5. Sterilisasi dengan penyaringan


Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya dapat
dipisahkan secara fisik. Perangkat penyaringan umumnya terdiri dari suatu matriks berpori
bertutup kedap atau dikaitkan dengan wadah yang tidak permeable. Efektivitas penyaringan
media atau penyaringan substrat tergantung pada ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri
dari matriks dan mekanisme pengayakannya.

6. Sterilisasi dengan aseptic


Proses ini mencegah masuknya mikroba hidup kedalam komponen steril atau komponen yang
melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk ruahan atau
komponennya bebas mikroba hidup.

BAB III INJEKSI

3
A. Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus di larutkan
atau di suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan secara parenteral, suntikan dengan cara
menembus, atau merobek ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.

Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis
yang berbeda :

1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain yang digunakan untuk
injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................ Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan.
Misalnya :

Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection


Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air

2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer
atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai
memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama , ...................Steril.

Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa
yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi.
Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril

3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama , ............ Steril untuk Suspensi.

Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa
yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat suspensi steril.

Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi.

4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara
intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa
yang cocok dan steril) .

4
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril

5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan
lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.

Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan
emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil
untuk injeksi

B. Macam-Macam Cara Penyuntikan


1. Injeksi intrakutan ( i.k / i.c ) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang
disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.

2. Injeksi subkutan ( s.k / s.c ) atau hipodermik


Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar, volume yang disuntikkan
tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo
(absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan
penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat diberikan infus intravena.

Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".


3. Injeksi intramuskuler ( i.m )
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi dalam bentuk larutan,
suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan
cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan
efek yang lama. Volume penyuntikan antra 4 - 20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk
mencegah rasa sakit.

4. Injeksi intravenus ( i.v )


Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan
bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena
tersebut. Dibuat isitonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat /
perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume antara 1 - 10 ml. Injeksi
intravenus yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut
"infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak boleh
mengandung bakterisida, jernih, isotonis.

5
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida Injeksi
i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.

5. Injeksi intraarterium ( i.a )


Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume antara 1 - 10 ml, tidak
boleh mengandung bakterisida.

6. Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd )


Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus, tidak boleh mengandung
bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ), subaraknoid.


Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak ( antara 3 -4
atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena
sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang
belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka.

8. Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.

9. Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari
1 ml.

10. Injeksi intrabursa


Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi
dalam air.

11. Injeksi intraperitoneal ( i.p )


Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar
12. Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari
otak dan sumsum tulang belakang.

C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik


1. Bahan obat / zat berkhasiat
a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam Farmakope.

6
b) Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c) Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi
belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

2. Zat pembawa / zat pelarut


Dibedakan menjadi 2 bagian :
a) Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi
NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat
pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi
harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan
untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer
dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.

Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air
suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu
percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah
yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk
injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.

Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar
selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara
sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai
pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah
diwadahkan.

b) Zat pembawa tidak berair


Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol.
Olivarum, Ol. Arachidis.

Pembawa tidak berair diperlukan apabila :


a) Bahan obatnya sukar larut dalam air
b) Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
c) Dikehendaki efek depo terapi.
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
a) Harus jernih pada suhu 100
b) Tidak berbau asing / tengik
c) Bilangan asam 0,2 - 0,9

7
d) Bilangan iodium 79 - 128
e) Bilangan penyabunan 185 200
f) Harus bebas minyak mineral
g) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang menjadi
jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik

Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh
secara i.m.

3. Bahan pembantu / zat tambahan


Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a) Untuk mendapatkan pH yang optimal
b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c) Untuk mendapatkan larutan isoioni
d) Sebagai zat bakterisida
e) Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
f) Sebagai stabilisator.
Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas
harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak
mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.

Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir.
Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih
dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :

Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau
metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %

a) Untuk mendapatkan pH yang optimal pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain
adalah 7,4 dan disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh,
sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.

Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :


1) Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari
kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.

8
2) Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan
menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa sakit
jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil dalam lingkungan asam : Adrenalin
HCl, Vit.C, Vit.B1 .

pH dapat diatur dengan cara :


1) Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
2) Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat tetes
mata.

Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :


1) Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
2) Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
3) Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat didapar
pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh dari pH
isohidri, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan
kapasitas dapar.

b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis


Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
1) Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah, cairan
lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 % b/v.

2) Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.
Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 % b/v,
disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9 % b/v disebut " hipotonis " .

Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel ,
sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan
menyebabkan rusaknya sel tersebut.

Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan
masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan
keadaan ini bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ".
Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.

Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis,
tetapi jangan sampai hipotonis.

9
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama nilainya
dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.

Larutan injeksi dibuat isotonis terutama pada penyuntikan :


1) Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar penyuntikan dapat
rusak, penyerapan bahan obat tidak dapat lancar.

2) Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan lumbal, dapat menimbulkan
perangsangan pada selaput otak.

3) Intravenus, terutama pada Infus intravena, dapat menimbulkan haemolisa.


c) Untuk mendapatkan isoioni
Yang dimaksud isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama
dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu : K + , Na+ , Mg++ , Ca++ , Cl-. Isoioni
diperlukan pada penyuntikan dalam jumlah besar, misalnya pada infus intravena.

d) Sebagai zat bakterisida / bakteriostatik


Zat bakterisida perlu ditambahkan jika :
1) Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2) Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui penyaring bakteri steril.
3) Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 98 0 1000 selama 30 menit.

4) Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.


Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika :
1) Sekali penyuntikan melebihi 15 ml.
2) Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes mata Atropin Sulfat
dalam pembawa asam borat, tak perlu ditambah bakterisida, karena asam borat dapat
berfungsi pula sebagai antiseptik ).

3) Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal, intraarterium dan intrakor.

e) Sebagai zat pemati rasa setempat / anestetika lokal


Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan , yang
disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam. Misalnya Procain dalam injeksi Penicillin
dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-compleks, Benzilalkohol dalam injeksi
Luminal-Na.

f) Sebagai Stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan. Stabilisator
digunakan untuk:

10
1) Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
i. Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya gas N 2 atau gas CO2.
ii. Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan terhadap O 2 dari udara.
Contohnya : penambahan Na-metabisulfit/Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi Vit.C,
Adrenalin dan Apomorfin.

2) Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas. Untuk ini dapat dengan
menambah chelating agent EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat ion logam
yang lepas dari gelas/wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.

3) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.


4) Menambah/menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam Sol.Petit,
penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.

4. Wadah dan tutup


Dibedakan : wadah untuk injeksi dari kaca atau plastik.
Dapat juga dibedakan lagi menjadi :
Wadah dosis tunggal ( single dose ), wadah untuk sekali pakai misalnya ampul.
Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga tertutup kedap tanpa penutup
karet.

Wadah dosis ganda ( multiple dose ), wadah untuk beberapa kali penyuntikan, umumnya
ditutup dengan karet dan alumunium, misalnya vial ( flakon ) , botol.

Wadah kaca
Syarat wadah kaca :
a) Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
b) Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
c) Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
d) Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
e) Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
f) Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "
Wadah plastik
Wadah dari plastik ( polietilen, polipropilen ) .
Keuntungan : netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah
diangkut, tidak diperlukan penutup karet.

11
Kerugian :
dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat ditembus gas
CO2.
Wadah plastik disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.

Tutup karet
Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas/kaca. Tutup karet dibuat
dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus dibuat dari
bahan yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.

Syarat tutup karet yang baik adalah bila direbus dalam otoklaf, maka :
a) Karet tidak lengket / lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak melepaskan
pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum suntik dicabut.

b) Setelah dingin tidak boleh keruh.


c) Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat ( Pb-asetat ).

Cara mencuci :
Mula-mula dicuci dengan detergen yang cocok, jangan memakai
sabun
Calsium/Magnesium karena ion-ion itu akan mengendap pada dinding kaca. Bilas dengan air
dan rebus beberapa kali pendidihan, tiap kali pendidihan, air diganti.

Cara sterilisasi :
Masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan dengan cara
sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida yang digunakan harus sama
dengan bakterisida yang digunakan dalam obat suntiknya dengan kadar 2 kalinya dengan
volume untuk tiap 1 gram karet dibutuhkan 2 ml.

Tutup karet yang mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam larutan
bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48 jam.

D. Cara Pembuatan Obat Suntik.


Persiapan pembuatan obat suntik :
1. Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan
sterilisasi akhir (nasteril).

12
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk kaca,
kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat
disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama 30
menit dalam air suling atau menurut FI.ed.III ).

Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan besar-
besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.

2. Perhitungan dan penimbangan


Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan penyaringan,
kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i yang sudah dijelaskan cara
pembuatannya, kemudian dicampurkan.

3. Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat.
Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali ,
lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.

4. Pengisian ke dalam wadah Cairan :


Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering:
Jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi melalui
corong.

Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup dengan
pemijaran harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik
tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .

Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :


a) memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b) menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa
berair.

Pembuatan larutan injeksi :


Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptic
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya :

13
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang
lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat
pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga
terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
Skema pembuatan secara :aseptik
Bahan obat Zat pembawa ( Zat pembantu (
steril) steril )
Alat untuk pembuatan
( gelas)

Dicuci disterilkan Dilarutkan
( ruang steril
)
wadah ampul,
( vial )

Dicuci disterilkan Diisi

Ditutup kedap

Dikarantina

Diberi etiket dan dikemas Diperiksa

2. Cara non-aseptik ( Nasteril )


Dilakukan sterilisasi akhir Caranya
:

bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi.
Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan.
Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah
dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.

Skema pembuatan secara


-aseptik
non:
Bahan obat Zat pembawa Zat pembantu

Alat untuk pembuatan


( gelas)

Dilarutkan
Dicuci ( ruang steril
)

wadah ( ampul, vial ) Disaring

Diisi 14
Dicuci

Ditutup kedap

Disterilkan

Dikarantina

Diberi etiket dan dikemas Diperiksa

E. Pemeriksaan
Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :

1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5. Pemeriksaan keseragaman bobot.
6. Pemeriksaan keseragaman volume.
Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi. a)
Pemeriksaan kebocoran

Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :


1) Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
i. Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah
bawah. Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai
sterilisasi . ii. Vial :

setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan


metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena
larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.

2) Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna

Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang


bocor, isinya akan terisap keluar.
b) Pemeriksaan sterilitas
Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup
dalam sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum
dilakukan uji sterilitas, untuk zat-zat :

1) Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.

15
2) Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym
Penicillinase.

Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :


1) Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
i. Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding digunakan Bacillus
subtilise atau Sarcina lutea.

ii. Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan memanaskan pada suhu
1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai pembanding digunakan
Bacteriodes vulgatus atau Clostridium sporogenus.

2) Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai perbenihan
asam amino, sebagai pembanding digunakan Candida albicans Penafsiran hasil : zat uji
dinyatakan pada suhu 300 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak terdapat pertumbuhan
jasad renik.

c) Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam/panas.
Pirogen adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme (bangkai
mikroorganisme) berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada
suatu radikal yang mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001
0,01 gram per kg berat badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat
menimbulkan demam jika disuntikkan. (reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam).
Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu
kali pakai, harus bebas pirogen.

Cara menghilangkan pirogen


1) Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik dll.) dipanaskan pada
suhu 2500 selama 30 menit

2) Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:


i. Dilakukan oksidasi :
Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam
1liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4 0,1 N dan 5 ml larutan 1 N,
disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.

ii. Dilakukan dengan cara absorpsi :


Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al 2O3
Panaskan dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu

16
600 selama 5 10 menit ( literatur lain 15 menit ) sambil sekali-sekali
diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter
asbes.

Cara mencegah terjadinya pirogen :


1) Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera
digunakan setelah disuling.

2) Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik


3) Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin Sumber pirogen :

1) Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
2) Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.
Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan
penyuntikan i.v sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12
( secara detailnya lihat FI.ed.II )

d) Pemeriksaan kejernihan dan warna


Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari
samping. Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak
berwarna akan kelihatan pada latar belakang hitam.

e) Pemeriksaan keseragaman bobot


Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada
suhu 1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci
wadah dengan air, kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 105 0 sampai
bobot tetap; Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu

Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu
wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.

Syarat keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.


Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan ( % )

Tidak lebih dari 120 mg 10,0


Antara 120 mg dan 300 mg 7,5
300 mg atau lebih 5,0

17
f) Pemeriksaan keseragaman volume
Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih
dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar
berikut ini.
Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
cairan encer cairan kental
0,5 ml 0,10 ml ( 20 % ) 0,12 ml ( 24 % )
1,0 ml 0,10 ml ( 10 % ) 0,15 ml ( 15 % )
2,1 ml 0,15 ml ( 7,5 % ) 0,25 ml ( 12,5 % )
5,0 ml 0,30 ml ( 6 % ) 0,50 ml ( 10 % )
10,0 ml 0,50 ml ( 5 % ) 0,70 ml ( 7 % )
20,0 ml 0,60 ml ( 3 % ) 0,90 ml ( 4,5 % )
30,0 ml 0,80 ml ( 2,6 % ) 1,20 ml ( 4 % )
50,0 ml atau lebih 2,00 ml ( 4 % ) 3,00 ml ( 6 % )

F. Syarat - Syarat Obat Suntik


Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair :
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut dan
bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi
manusia.

2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk
suspensi.

3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan
penyerapannya optimal.

4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan osmose
darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa.

Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.


5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik
dalam bentuk vegetatif maupun spora.

6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali
penyuntikan.

7. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.

18
G. Penandaan menurut FI.ed.IV
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan
dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.;

Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100
ml atau kurang.

Penandaan : Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase
atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, untuk sediaan kering tertera jumlah zat aktif,
cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa, nama pabrik pembuat dan
atau pengimpor serta nomor lot atau nomor bets yang menunjukkan identitasnya. Wadah
injeksi yang akan digunakan untuk dialisis, hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih
dari 1 liter, diberi penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus intravena., untuk
injeksi yang mengandung antibiotik : juga harus tertera kesetaraan bobot terhadap U.I dan
tanggal kadaluwarsanya. Injeksi untuk hewan ditandai untuk menyatakan khasiatnya.
Pengemasan; Sediaan untuk pemberian intraspinal, intrasisternal atau pemakaian peridural
dikemas hanya dalam wadah dosis tunggal.

H. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi


Keuntungan :

1. Bekerja cepat , misalnya pada injeksi Adrenalin pada schock anfilaksis.


2. Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan lambung, merangsang jika ke cairan
lambung, tidak diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
3. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
4. Dapat digunakan sebagai depo terapi

Kerugian :

1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.


2. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4. Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.

BAB III PEMBAHASAN

19
A. Formulasi
1. Diclofenac Sodium (75mg/2ml) sebagai zat berkhasiat
2. 2-Hydroxypropyl-Beat-cyclodextrin sebagai pelarut
3. Disodium EDTA sebagai stabilisator
4. NaOH untuk menaikan pH
5. WFI sebagai pelarut
6. N-acetyl-Lcysteine sebagai antioksidan

B. Evaluasi Terhadap Produk Jadi


1. Penampilan fisik

Untuk skala besar produksi, ukuran batch 10-liter dianggap atas dasar sementara untuk
studi lebih lanjut. Dibutuhkan hampir 4-5 jam untuk pengolahan batch. Oleh karena itu,
formulasi disiapkan secara visual diamati untuk penampilan fisik mereka di awalnya dan
setelah 4 minggu interval waktu.

2. Pengukuran pH

PH formulasi siap diukur dengan menggunakan Thermo Ilmiah pH meter pada 25 1C.

3. Partikulat

Partikel dapat ditentukan dengan inspeksi visual gsecara kasat mata di bawah sinar
langsung.

4. Assay konten untuk Diklofenak natrium

Dilakukan dengan metode untuk kromatografi cair (HPLC) dengan menggunakan solusi
berikut. Solusi (1) Ambil injeksi dan membuat dilusi injeksi yang mengandung 0,005% b / v
dari Diklofenak natrium dalam fase gerak. Solusi (2) mengandung 0,005% b / v Diklofenak
natrium RS dalam fase gerak. Ponsel fase: Campuran 60 volume metanol dan 40 volume 0,1
M natrium asetat solusi. Kolom: Kolom Stainless steel 12,5 cm X 4,6 cm dikemas dengan
octylsilica. Laju alir: 1 ml / menit Spectrophotometer ditetapkan pada 254 nm. Sebuah
injektor 10l lingkaran. Inject bergantian larutan uji dan solusi referensi dan mencatat
kromatogram untuk 2,5 kali waktu retensi puncak utama. Jika perlu menyesuaikan

20
konsentrasi metanol dalam fase gerak untuk mendapatkan resolusi puncak karena
Diklofenak natrium.

Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat bahwa baik dari pembuatan injeksi dari
Indonesia yang berpedoman pada farmakope dan pembuatan injeksi berdasarkan jurnal dari
luar pada pemeriksaan sediaan jadi sama-sama harus dilakukan uji organoleptis yang
meliputi bentuk bau dan warna. Uji organoleptis sangat berguna karena sediaan injeksi tidak
boleh berubah warna pada penyimpanan,tidak boleh menimbulkan bau diluar bau dari zat
aktif dan komponen yang terkandung didalamnya.

C. Komponen Terbaik
Dari berbagai antioksidan yang diteliti , ditemukan bahwa N - asetil - Lcysteine ( 0,1 % b / v )
dan Disodium EDTA ( 0,05 % b / v ) di kombinasi menyediakan antioksidan yang sangat baik
untuk persiapan bentuk sediaan intravena Diklofenak natrium .

BAB 1V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembuatan injeksi, sediaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
untuk sediaan parenteral, seperti syarat isohidris, steril, bebas pirogen, dan isotonis. Hal ini
dikarenakan, pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan melalui pembuluh darah.

Untuk pembuatan sediaan parenteral harus isotonis, isohidri, steril dan bebas pirogen.
Sebaiknya dilakukan uji kualitas dari masing-masing persyaratan agar didapatkan sediaan yang
memenuhi syarat dan juga untuk meningkatkan mutu dari sediaan yang dibuat.

Selain isotonis, sediaan juga harus bersifat isohidri, yaitu pH sediaan harus sama
atau paling tidak mendekati pH fisiologis tubuh, yaitu 6,8 7,4. Hal ini dimaksudkan agar
sediaan tidak menyebabkan phlebesetis (inflamasi pada pembuluh darah) dan throbosis
(timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah). Selain itu, tujuan dari
pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanan.

21
B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca memahami bagaimana


sebenarnya Sterilisasi, Sediaan Injeksi beserta cara pembuatan dan pemeriksaan. Dan
semoga makalah ini menjadi acuan pula dalam melakukan penelitian pengembangan.

Akan tetapi makalah kami masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran
dari pembaca sangat kami butuhkan guna pembuatan makalah kami berikutnya yang
lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1975.Farmakope Indonesia Edisi III.DEPKES:RI

Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.DEPKES:RI

22

Anda mungkin juga menyukai