Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM ISLAM
PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM

DISUSUN OLEH
Fakhri Mauludi ,NPM: 153112330050123
Damianus Jefry Sagala ,NPM: 153112330050009
Farhan Assegaf ,NPM: 153112330050083

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
2015/2016
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Perkawinan merupakan lembaga yang suci dapat dibuktikan dari


tata cara melangsungkanya, tata hubungan suami isteri, cara melakukan
dan menyelesaikan perceraian yang pokok-pokok pengaturanya yang
dilakukan oleh nabi muhammad. berbaktilah kamu kepada allah yang
atas dengan namanya kamu saling meminta untuk menjadi pasangan
hidup, demikian firman tuhan dalam al-quran surat 4 ayat 1. takutlah
kamu kepada allah mengenai urusan wanita, karena kamu telah
mengambil mereka dari orangtuanya dengan amanat allah, demikian
pesan nabi muhammad 82 hari sebelum beliau wafat.

Pokok-pokok pengaturan hidup dan kehidupan keluarga musling


dengan jelas tercantum dalam al-quran. Menurut perhitungan abdul
wahab khallaf, yang disebut oleh said ramadhan dalam bukunya islamic
lac, dari 228 ayat hukum yang mengatur soal kemasyarakatan ummat
islam, 70 diantarnya adalah ayat-ayat hukum yang berkenaan dengan
keluarga. Dengan demikian keluarga merupakan 30% dari seluruh ayat-
ayat hukum mengenai muamalah. Banyaknya ayat hukum yang mengatur
soal keluarga, termasuk perkawinan di dalamnya, mengandung makna
bahwa keluarga, khususnya perkawinan sangan penting menurut ajaran
islam.
BAB II

PEMBAHASAN

Perkawinan

Dalam hukum islam, kata perkawinan dikenal dengan istilah nikah.


Menurut ajaran islam melangsungkan eprnikahan berarti melaksanakan
ibadah. Melakukan perbuatan ibadah berarti juga melaksanakan ajaran
agama. Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah mempunyai
kesanggupan, kawin, hidup berumah tangga karena perkawinan akan
memelihara dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang allah.
Bahwa agama islam menganjurkan bahkan mewajibkan seseorang untuk
kawin dapat dibaca di dalam al-quran dan al-hadis. Tujuanya agar
manusia dapat melanjutkan keturunan, membina cinta dan kasih sayang
dalam kehidupan keluarga.

Hukum atau kaidah perkawinan

berdasarkan al-quran dan sunah rasulullah para ahli hukum islam


telah menyusun teori yang merupakan penilaian mengenai perbuatan
manusia. Jumlahnya lima disebut al-ahkam al-khamsah, artinya lima
kaidah, lima ukuran untuk menilai perbuatan manusia dan benda. Nikah
adalah perbuatan manusia maka dapat dinilai menurut ukuran tersebut.
Sebagai ajaran, lima kaidah itu meliputi segala aspek kehidupan.

Kalau perbuatan nikah ditautkan dengan kaidan atau hukum yang


lima itu, maka kaidah asalnya adalah jaiz atau mubah atau ibahah, di
indonesiakan menjadi kebolehan. Tetapi, karena motif asalanya mungkin
kebolehan perkawinan dapat berubah menjadi sunnah,wajib,makruh, atau
haram.contohnya:

A. Perbuatan nikan yang hukumnya mubah dapat berubah menjadi


sunnah, kalau seseorang yang pertumbuhan rohani dan jasmaninya
telah memenuhi untuk menikah, mampu membiayai dan mengurus
rumah tangga. Karena hukumnya sunnah maka ia mendapat pahala
bila menikah dan kalau ia belum mau berumah tangga ia tidak
berdosa.asal mampu menjaga dirinya dari perbuatan zinah.

B. Perbuatan nikan yang hukumnya mubah dapat berubah menjadi


wajib kalau seseorang pertumbuhan rohani dan jasmaninya telah
memenuhi untuk menikah, dipandang telah mampu benar
mendirikan rumah tangga, sanggup memenuhi kebutuhan dan
mengurus kehidupan keluarga. Dalam keadaan seperti ini ia wajib
menikah sebab kalau ia tidak menikah dan ia khawatir akan
terjerumus dalam perbuatan zinah.

C. Perbuatan nikan yang hukumnya mubah dapat berubah menjadi


makruh kalau dilakukan oleh seseorang yang relatif muda , belum
mampu menafkahi dan mengurus rumah tangga, di khawatirkan ia
akan membawa sengsara bagi hidup dan kehidupan keluarganya.
Dalam kedaan ini ia tidak berdosa kalau berumah tangga, tetapi
dapat dikelompokkan kedalam perbuatan tercela.
D. Perbuatan nikan yang hukumnya mubah dapat berubah menjadi
haram kalau seseorang laki-laki mengawini seorang wanita dengan
maksud menganiaya wanita itu. Dan perkawinan laki-laki dengan
wanita yang masih terikat perkawinan dengan orang lain.

Larangan-larangan perkawinan

Pada dasarnya setiap muslim dapat saja kawin atau nikah. Tetapi
tidak selalu berlaku mutlak, karena ada batas-batasnya.penggolongan
larangan-larangan itu adalah sebagai berikut.

A. Larangan perkawinan karena perbedaan agama, dicantumkan


dengan jelas dalam al-quran surat al-baqarah ayat 221.
Dihubungkan dengan surat al-maidah ayat 5 ada pengecualian
khusus bagi laki-laki muslim yang mengawini wanita ahlul kitab
(wanita beragama yahudi dan nasrani). Disana disebutkan bahwa
wanita ahlul kitab boleh di kawini oleh laki-laki muslim. Namun
bahwa dalam praktek, karena banyak mudharatnya, perkawinan ini
menjadi masalah.

B. Larangan perkawinan karena pertalian darah, dicantumkan dalam


al-quran surat an-nisa ayat 23. Berisi larangan mengawini ibu,
mengawini anak, mengawini saudara, mengawini saudara ayah/ibu,
dan mengawini keponakan.

C. Larangan perkawinan karena sepersusuan, dicantumkan dalam al-


quran surat an-nisa ayat 23. Berisi larangan mengawini ibu susumu,
mengawini saudara perempuan sepersusuan.

D. Larangan perkawinan karena hubungan perkawinan atau semenda


yakni hubungan kekeluargaan yang timbul karena perkawinan yang
telah terjadi lebih dahulu, dicantumkan dalam surat an-nisa ayat
23.berisi larangan mengawini ibu mertua, mengawini anak tiri yang
lahir dari istri yang telah kamu campuri, mengawini
menantu yang perempuan, mengawini dua wanita sekaligus, dan
mengawini ibu tiri.
E. Larangan kawin dengan perempuan yang bersuami, dicantumkan
dalam al-quran surat an-nisa ayat 24.berisi larangan bagi laki-laki
untuk mengawini perempuan yang terikat dalam ikatan nikah
dengan laki-laki lain.

Jika larangan-larangan perkawinan diatas dikelompokan dalam


penggolongan lain dan dikembangkan, maka larangan-larangan
perkawinan menurut hukum islam tersebut diatas pada garis besarnya
adalah sebagai berikut:

1. Larangan yang berlaku untuk selama-lamanya yaitu larangan kawin:


a. Karena keturunan
b. Karena perkawinan sebelumnya
c. Karena sepersusuan
2. Larangan perkawinan yang hanya berlaku dalam jangka waktu
tertentu saja karena sebab-sebab tertentu:
a. Mengawini mempermadu dua wanita bersaudara, baik saudara
kandung, atau sepersusuan.
b. Mengawini wanita yang masih terikat dalam hubungan
perkawinan dan wanita yang masih dalam masa idah.
c. Mengawini wanita musyrik hingga ia beriman.
d. Mengawini wanita yang telah ditalak tiga kali, kecuali jika bekas
isteri itu telah kawin lagi dengan laki-laki lain , kemudian bercerai
pula dan telah habis masa idahnya.
e. Mengawini lebih dari empat wanita dalam suatu masa waktu
yang sama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan

1. Persetujuan para pihak, menurut hukum islam perkawinan


adalah akad perjanjian yang didasarkan pada kesukarelaan kedua
belah pihak calon suami istri. Karena pihak wanita tidak langsung
melaksanakan ijab, disyaratkan izin atau persetujuanya sebelum
perkawinan dilangsungkan. Adanya syarat ini berarti bahwa tidak
boleh ada pihak ketiga yang melaksanakan ijab memaksakan
kemauanya tanpa persetujuan yang punya diri.

2. Akad nikah, akad nikah berasal dari kata-kata aqdu al nikah.


Akad artinya ikatan perjanjian yang kukuh kuat dan nikah artinya
perkawinan. Dengan demikian, akad nikah artinya perjanjian
mengikatkan diri dalam hubungan perkawinan anatara seorang
wanita dengan seorang pria. Menurut hukum islam sah tidaknya
suatu perkawinan tergantung pada dilaksanakan tidaknya rukun
nikah sebaik-baiknya. Yang termasuk kedalam rukun nikah itu
adalah:
a. Adanya calon pengantin laki-laki dan perempuan.
b. Ijab kabul, ijab artinya menawarkan kabul artinya menerima.
c. Wali pihak wanita
d. Saksi, akad nikah harus disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki,
beragama islam, dewasa dan adil yang dapat dilihat dari tingkah
lakunya sehari hari.

3. Selain dari rukun nikah ada hal-hal lain yang perlu


diperhatikan. Biasanya hal ini digolongkan ke dalam syarat nikah.
Yang dimaksud seperti telah disebut diatas adalah:
a. Persetujuan kedua belah pihak
b. Mahar, merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh seorang
pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan bersifat wajib
c. Pencatatan nikah, tata cara pencatatan nikah telah diatur dalam
peraturan menteri agama. Yang baru adalah peraturan menteri
agama nomor 3 tahun 1975 yang berlaku sejak tanggal 1 oktober
1975.
4. Hubungan suami istri dalam perkawinan menimbulkan hak
dan kewajiban. Hak dan kewajiban itu haruslah disandarkan pada:
A. Pergaulan yang baik.
a. Harus memelihara sakinah yakni ketentraman hidup dalam
rumah tangga
b. Saling merawat cinta terutama dimasa muda.
c. Saling berusaha membina kasih sayang.
B. Penegasan kedudukan, menurut hukum islam suami yang
menjadi kepala keluarga (menjadi penanggung jawab kehidupan
keluarga), istri menjadi kepala rumah tangga (mengatur
kehidupan dalam rumah tangga, mendidik anak-anaknya)
C. Kedua suami istri harus bertempat tinggal pada tempat yang
sama. Suami berkewajiban menyediakan tempat tinggal bagi
istrinya.
D. Tanggung jawab memberi nafkah. Pemberian nafkah menjadi
kewajiban suami, tetapi istri dapat membantu mencari rezeki
membiayai kehidupan keluarganya.
E. Tanggung jawab kerumah tanggaan. Istri mengurus rumah
tangga dan bertanggung jawab mengenai pengeluaran belanja.
Dan menjaga rumah tangganya serta memelihara rahasia suami
dan keluarganya.

Penutup

Demikianlah ulasan singkat tentang perkawinan dan hukum islam.


Mengenai pemutusan hubungan perkawinan dan cara-caranya tidak
demikian dibicarakan dalam ruang yang terbatas ini. Demikian juga
mengenai harta bersama suami istri, tidak dapat dibicarakan dalam
tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai