BAB 2
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
2.1. Sumber- Sumber dan Garis Hukum dalam Al Quran dan Hadits
Garis hukum adalah ketentuan yang jelas yang dirumuskan secara
tersendiri dan mempunyai hubungan dengan penggolongan dari al ahkam al
khamsah. Hubungan antara garis hukum dengan al ahkam al khamsah ada yang
langsung ada juga yang tidak langsung. Banyak di antara garis hukum belum pasti
dapat ditentukan hukumnya apakah wajib, haram, sunnah, makruh atau mubah
dengan melihat pada garis hukum itu saja. Ada pula sebagian garis hukum yang di
dalamnya sekaligus telah ada penegasan hukumnya sehingga hukumnya langsung
bertaut dan termuat dalam garis hukum yang bersangkutan. Untuk garis hukum
yang belum pasti hukumnya penerapan dan penyesuaian kepada hukum dibantu
dengan bahan-bahan dan keterangan-keterangan lainnya. Cara untuk membentuk
garis hukum adalah dengan mempergunakan ayat-ayat Al Quran , hadits Rasul
dan pendapat atau ijtihad ulil-amri, ijtihad yang sangat dikenal adalah atsar
sahabat Rasul begitu juga dengan ijtihad mujtahid-mujtahid Islam lainnya. Dapat
diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang berbeda tentang suatu
hal, lebih baik dikembalikan kepada Allah dan Rasul, tidak dikembalikan ke ulil
amri, seperti yang disebutkan dalam firman Allah Surah An-Nisa:59
Dasar pembentukan garis hukum itu berupa ayat Al Quran, hadits Rasul,
dan ijtihad ulil amri, yang mana merupakan sumber dari hukum Islam, dalil
29
Al Quran dan Terjemahan., Op. Cit., QS:IV:59.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
19
hukum Islam, atau pokok hukum Islam, atau dasar hukum Islam 30 .
Berdasarkan hadits Muaz bin Jabal, ketiga sumber hukum Islam tersebut
merupakan rangkaian kesatuan, dengan urutan keutamaan, tidak boleh dibalik.
Urutannya adalah Al Quran dan As Sunnah yang terdapat dalam kitab-kitab
Hadits yang biasa disebut Al Hadits merupakan sumber utama, sedangkan akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad menentukan norma
benar-salahnya suatu perbuatan merupakan sumber tambahan atau sumber
pengembangan. Dari hadits Muaz bin Jabal dapat dismpulkan hal lain di
antaranya:
Dasar dari pembentukan garis hukum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
berupa ayat Al Quran, Hadits Rasul, dan ijtihad ulil amri.
a. Al Quran
Al Quran adalah kalam (diktum) Allah SWT yang diturunkan olehNya
dengan perantaan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah. Juga sebagai
undang-undang yang dijadikan pedoman umat manusia dan sebagai amal
30
Ali, Op.Cit., hlm. 75-76.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
20
31
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul-Fiqh), (Jakarta:
Rajawali Pers, 1985), hlm. 22.
32
Ali, Op.Cit., hlm. 83-84
33
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh (Ushul al Fiqih), diterjemahkan oleh Saefullah
MA, et.Al., cet.5 (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1999), hlm. ix.
34
Khallaf, Op. Cit., hlm. 41-42.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
21
35
Khallaf, Ibid.
36
Ali, Opcit., hlm. 55-56.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
22
Al Quran yang terdiri dari 30 juz dan 114 surat dan 6666 ayat sebagian
surat, dan ayatnya turun di Mekkah, sebanyak 86 surat dan sebagian surat
dan ayat turun di Mekkah, sebagian surat dan ayat turun di Madinah
sebanyak 28 surat. 37 Dimulai dengan surah Al Fatihah dan ditutup dengan
surah An Nas. Ayat-ayat Al Quran yang turun di Madinah, surahnya
cenderung lebih panjang dibanding surah Makiyah karena lebih
mengandung muamalah. Ayat-ayat Al Quran yang turun di Madinah
mengandung hukum-hukum (syariat) antara lain hukum pemerintahan,
hukum hubungan antara orang-orang muslim dan non muslim mengenai
perjanjian dan perdamaian.
37
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hlm. 33
38
Khallaf, Op. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
23
Dalam perkatan sehari-hari, hadits dan Sunnah adalah sama, namun para
ahli ada yang membedakannya. Hadits artinya kabar, berita atau baru. Jika
dihubungkan dengan nabi artinya kabar, berita mengenai sesuatu dari nabi.
Sunnah, menurut beberapa ahli hukum Islam adalah kebiasaan yang
terdapat dalam masyarakat Arab, Sunnah dalam pengertian ini disebut
Sunatut taqrir, sunnah dalam bentuk pendiaman nabi tanda menyetujui
sesuatu perbuatan atau hal. Setelah Islam berkembang, kebiasaan orang
Arab ini ada pula yang diubah Nabi dan kemudian oleh para sahabatnya.
Hadits adalah keterangan resmi yang berasal dari Nabi yang disampaikan
secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sunnah Rasul ada yang berupa sunnah qauliyah (perkataan Rasul), sunnah
filiyah (perbuatan Rasul) dan Sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah
(sikap diam Rasulullah). Hadits-hadits terkumpul dalam kitab-kitab hadits,
yang terkemuka adalah al-kutub al sittah (kitab-kitab hadits yang disusun
oleh enam orang muhaddis) yaitu: Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tarmizi,
Ibnu Majah, Nasai. .Hadits atau Sunnah Rasul yang terdapat dalam kitab-
kitab hadits terdiri dari dua bagian, isnad dan matn. Isnad/sanad
merupakan sandaran dari suatu hadits yaitu orang-orang yang menjadi
mata rantai penghubung yang menyampaikan hadits itu sejak dari Rasul
sampai kepada ahli hadits yang membukukannya.
Bagian yang kedua adalah bagian matn yaitu materi atau isi hadits atau
sunnah. Dalam penilaian untuk penggunaan suatu hadits sebagai alasan
menetapkan hukum, umumnya oleh ahli Hukum Islam di masa yang lalu
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
24
39
Khallaf, Op. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
25
40
Ibid.
41
Ibid.
42
Zahra, Op. Cit.
43
Thalib, Op. Cit., hlm.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
26
44
Ali, Op. Cit., hlm. 118
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
27
45
Ibid., hlm.120-123.
46
Khallaf, Op. Cit., hlm. 64.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
28
47
Ibid, hlm. 127.
48
Ibid., hlm. 120.
49
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
29
50
Nazar Bakry, Op. Cit., hlm. 7.
51
Khallaf, Op. Cit., hlm. 1.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
30
Islam itu disusun secara sistematis dalam kitab-kitab fiqh dan disebut sebagai
hukum fiqh. 52
52
Ali, Op. Cit., hlm. 48-49.
53
Ibid., hlm. 49.
54
Ibid., hlm. 50-51.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
31
55
Bakry, Op. Cit., hlm. 23.
56
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Dep. Agama R.I., Pengantar Ilmu Fiqh,
(Jakarta, Departemen Agama, 1981), hlm. 19.
57
Loc. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
32
Ushul Fiqh, maka Fiqh tidak dapat diciptakan karena dasar Ushul Fiqh harus
dipahami lebih dahulu.
Al Quran, hadits Rasul dan ijtihad adalah bahan yang diselidiki oleh ilmu
ushul fiqh, hasil penyelidikannya berupa fiqh. Ilmu khusus untuk mengolah
sumber hukum dan mencabut serta melahirkan garis hukum daripadanya yang
disebut ilmu ushul fiqh. 58
58
Thalib, Op. Cit., hlm. 22.
59
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,
2004), hlm. 1-3.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
33
yang cukup kokoh untuk melaksanakan ketentuan Hukum Islam dalam Negara
Hukum yang berdasarkan Pancasila. Kemudian dalam Undang-Undang Dasar
1945 ditegaskan pula bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama
dan kepercayaannya. Landasan konsitusional itulah yang menjadi jaminan formal
dari setiap muslim dan umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan ketentuan
Hukum Islam dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat dan bangsa
Indonesia.
Bangsa Indonesia dan Negara Republik Indonesia dalam rangka kegiatan
pembangunannya telah menempatkan pembinaan Hukum Nasional sebagai salah
satu bidang garapannya. Selama beberapa abad Indonesia masih disibukkan
dengan berbagai kegiatan merancang apa dan bagaimana Hukum Nasional yang
dibentuk, di situlah peluang Hukum Islam untuk dapat menjadi salah satu bahan
Hukum Nasional. Selain dari Hukum Islam, bahan Hukum Nasional juga
mengadopsi Hukum Barat dan Hukum Adat. Jika Hukum Islam ingin
mendapatkan tempat yang lebih luas dalam kehidupan Hukum Nasional harus
dapat menunjukkan keunggulan komparatifnya dari berbagai Hukum yang
lainnya. 60
Selain itu, Hukum Islam selalu menampakkan dua wajah. Hukum Islam
yang bersifat universal dengan daya jangkau untuk semua tempat dan segala
zaman, namun di sisi lainnya Hukum Islam juga dituntut untuk menempatkan diri
dengan wajahnya yang khas. Hukum Islam Indonesia masa kini yang merupakan
sebuah label yang diberikan pada ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berlaku
di Indonesia dan sekaligus menampilkan corak khas ke-Indonesiaannya. Sistem
dan budaya Indonesia akan lebih terefleksi di dalamnya sehingga Hukum Islam
dimaksud untuk beberapa bagian tertentu seperti kaidah hukum maupun pola
pemikirannya tetap bersumberkan pada sumber yang sama yaitu Al Quran dan
Sunnah. 61 Hukum Islam pun terus berkembang dari sejak awal mulanya Islam
masuk ke Indonesia sampai masa kini, dan hal itu sudah barang tentu diwarnai
momentum-momentum yang terjadi dalam waktu yang dilaluinya.
60
Ibid.
61
Ibid., hlm. 4
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
34
Umat Islam pun membuat Kompilasi Hukum Islam dalam rangka memberi
arti yang positif bagi kehidupan beragama dalam rangka kebangkitan umat Islam
dan berperan penting dalam pembentukan Hukum Nasional. Kompilasi Hukum
Islam sebaiknya dilihat sebagai batu loncatan untuk meraih masa depan lebih baik
yang merupakan bentuk karya besar. Kompilasi Hukum Islam harus diterima
sebagai hasil yang optimal. Walaupun demikian, kompilasi Hukum Islam tidak
bersifat mutlak sebagaimana halnya wahyu Tuhan maka kita juga punya peluang
untuk memberikan beberapa pertimbangan yang masih diperlukan untuk
menyempurnakannya lebih baik, terbuka dalam menerima usaha-usaha
penyempurnaan.
62
Ibid., hlm. 16
63
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
35
64
Ibid., hlm. 17
65
Ibid., hlm. 59.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
36
Menurut K.H. Hasan Basry Ketua Umum MUI, sesorang yang punya andil
besar dalam pembentukan Kompilasi Hukum Islam, Umat Islam di
Indonesia memerlukan Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman fiqh
yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh
seluruh Bangsa Indonesia yang beragama Islam. Dengan ini diharapkan
tidak akan terjadi kesimpangsiuran keputusan dalam lembaga-lembaga
Peradilan Agama dan sebab-sebab khilaf yang disebabkan oleh masalah
fiqh akan diakhiri. 66 Sebelum adanya Kompilasi Hukum Islam, dalam
praktik ada keputusan Peradilan Agama yang saling berbeda dan
mengakibatkan Keputusan Peradilan Agama tidak seragam padahal
kasusnya sama. Bahkan Keputusan tersebut dapat dijadikan alat politik
untuk memukul orang lain yang dianggap sepaham.
66
Ibid., hlm. 20.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
37
Dasar Peradilan Agama adalah kitab-kitab fiqh. Hal ini membuka peluang
bagi terjadinya pembangkangan atau setidaknya keluhan, ketika pihak
yang kalah perkara mempertanyakan pemakaian kitab/pendapat yang
memang tidak menguntungkannya, seraya menunjuk kitab/pendapat yang
menawarkan penyelesaian yang berbeda. Antara para hakim pun sering
berselisih sesama mereka tentang pemilihan kitab rujukan.
Fiqh yang kita pakai sekarang jauh sebelum lahirnya paham Kebangsaan.
Ketika itu praktik ketatanegaraan Islam masih memakai konsep umat.
Berbeda dengan paham kebangsaan, konsep umat menyatukan berbagai
kelompok masyarakat dengan tali agama. Paham kebangsaan baru lahir
setelah Perang Dunia Pertama, kemudian Negara-negara Islam pun
menganutnya, termasuk negara-negara di Dunia Arab. Dengan demikian,
kita tak lagi bisa memakai sejumlah produk dan peristilahan yang
dihasilkan sebelum lahirnya paham kebangsaan itu. 68
68
Ibid., hlm. 23.
69
Ibid., hlm. 22.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
38
4. Kitab kuning yang merupakan ijtihad, berisi pendapat dan pasti berbeda
antara pendapat mujtahid yang satu dengan yang lainnya
Menurut tulisan Masrani Basran, Situasi Hukum Islam di negara Indonesia
tetap tinggal dalam kitab-kitab kuning, kitab-kitab yang merupakan
karangan dan bahasan Sarjana-sarjana Hukum Islam, sebagai karangan dan
hasil pemikiran (ijtihad seseorang), maka tiap-tiap kitab kuning itu
diwarnai dengan pendapat dan pendirian masing-masing pengarangnya.
Untuk dasar pemberian fatwa-fatwa tergantung pada kemauan dan
kehendak orang-orang yang meminta fatwa tersebut. 70
70
Ibid., hlm. 25.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
39
Selain itu, kitab kuning yang ada ditulis dalam bahasa Arab abad 8,9 dan
10 M sehingga yang bisa membacanya hanyalah orang-orang yang benar-
benar belajar khusus untuk itu, diperkirakan di Indonesia jarang yang
melakukannya dan makin hari semakin sedikit, apalagi untuk memahami
isi kitab kuning tersebut. Hal ini menyebabkan rakyat yang sebenarnya
amat berkepentingan untuk mengetahui hak dan kewajibannya hanya
mempercayakan pendapat dari ulama baik berupa nasihat maupun fatwa
ulama saja. Dengan demikian, hakim-hakim Pengadilan akan kehilangan
kewibawaannya dalam memberikan keputusan, walau benar sekali pun
tetap diragukan jika berbeda dengan pendapat fatwa. Hukum akan sulit
ditegakkan dan semakin sulit meningkatkan kesadaran hukum masyarakat
jika ada kekacaauan pengertian antara putusan Hakim (Qada) dan fatwa
(Ifta). Menurut Masrani Basran, untuk mengatasi kesulitan tersebut,
dilaksanakan proyek yurisprudensi Islam yang beruang lingkup
mengadakan Kompilasi Hukum Islam.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
40
71
Ibid., hlm. 27
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
41
ditetapkan dicari dari berbagai sumber dan pendapat yang dianggap dapat
dipertanggungjawabkan pandangan dan pemikirannya. Pandangan dan pemikiran
itu kemudian diuji pula kebenarannya dengan kenyataan sejarah serta
perkembangan hukum serta Yurisprudensi Hukum Islam dari massa ke massa. 72
Secara ringkas, metode perumusan Kompilasi Hukum Islam adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan pendekatan perumusan dengan berpijak kepada sumber utama
dari nash Al Quran dan Sunnah Nabi. Melalui pendekatan yang
memfokuskan kepada Nash Al Quran dan Sunnah. Sejak semula
penyusunan perumusan dapat melepaskan diri dari ikatan pendapat
berbagai mahzab yang tertulis dalam kitab-kitab fiqh. Akan tetapi
meskipun perumusannya mengacu pada sumber Nash, Al Quran dan
Sunnah, namun pelaksanaannya dilakukan dengan langkah-langkah yang
luwes yang mengacu kepada beberapa pemikiran dan pengkajian dengan
memperhatikan tujuan atau jiwa dan semangat Syara (Maqasid Al
Syariyah).
Kitab-kitab fiqh diteliti , khususnya pada bidang hukum keluarga
(perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah dan wakaf. Kemudian hasil
penelitiannya diolah lebih lanjut oleh tim proyek bagian pelaksana bidang
kitab dan yurisprudensi. Selain kitab-kitab fiqh, kitab-kitab kuning yang
dijadikan dasar untuk hakim dalam memutuskan sesuatu juga diteliti.
Kitab-kitab kuning yang langsung dikumpulkan dari imam-imam mazhab
dan syarah-syarahnya yang dianggap mempunyai otoritas. Hal yang dicari
adalah kaidah-kaidah hukum dari imam mahzab tersebut beserta dalil-
dalil/argumentasinya kemudian disesuaikan dengan klasifikasi bidang-
bidang hukum menurut ilmu hukum umum. 73
2. Melakukan pendekatan perumusan Kompilasi Hukum Islam dengan
mengutamakan pemecahan problema masa kini dengan mengejar
72
Daden Muslihat, Eksistensi Kompilasi Hukum Islam bagi Peradilan Agama di
Indonesia (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah, Jakarta, 1993), hlm. 39.
73
Atik Andrian, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Kajian Materi Kompilasi
Hukum Islam dalam Perspektif Fikih Konvensional dan Pembaharuan (Tesis Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana UI, 2004),
hlm. 53.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
42
74
Tahir Azhary, Kompilasi Hukum Islam Sebagai Alternatif: Suatu Analisis Sumber-
Sumber Hukum Islam. Mimbar Hukum (No. 4 Thn.II 1991) hlm. 15.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
43
75
Koesnoe, Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Varia Peradilan
No. 122 (November, 1995), hlm. 153.
76
Abdurrahman, Loc.Cit, hlm. 55.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
44
digunakan dalam Instruksi Presiden No.1 tahun 1991 harus diartikan bukan
dalam artian kompilasi hukum islam hanya dipakai kalau keadaan
memungkinkan, tapi sebagai suatu anjuran untuk lebih menggunakan Kompilasi
Hukum Islam dalam penyelesaian sengketa-sengketa perkawinan, kewarisan dan
perwakafan yang terjadi di kalangan umat Islam. 77
Dengan Instruksi Presiden dan Keputusan Menteri Agama, Kompilasi
Hukum Islam dalam hal penyebarannya didukung oleh kekuasaan resmi yaitu
Pemerintah. Penyebaran tersebut pertama-tama ditujukan kepada pemerintah
kemudian kepada masyarakat. 78
Kompilasi Hukum Islam adalah rumusan tertulis Hukum Islam yang hidup
seiring dengan kondisi hukum dan masyarakat Indonesia. Kompilasi Hukum
Islam hadir dalam hukum Indonesia melalui isnstrumen hukum Instruksi Presiden
yang diantisipasi dengan Keputusan Meneteri Agama ini menunjukkan fenomena
tata hukum yang dilematis. Pada satu segi pengalaman implementasi program
legislatif nasional memperlihatkan Inpres berkemampuan mandiri untuk berlaku
efektif di samping instrumen hukum lainnya dan karenanya memiliki daya atur
dalam hukum positif Nasional. Pada segi lainnya Inpres tidak terlihat sebagai
salah satu instrumen hukum lainnya dan karenanya memiliki daya atur dalam tata
urutan peraturan perundang-undangan. Sekalipun demikian Instruksi presiden-
Kompilasi Hukum Islam termasuk makna organik Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan
merambat pada konvensi produk tradisi konstitusional dalam rangkaian
penyelenggaraan negara. 79
Kompilasi Hukum Islam dalam Hukum Islam dapat dilihat dalam dua
kedudukan yaitu sebagai ijma dan sebagai peraturan perundang-undangan yang
80
ditetapkan oleh pemegang kekuasaan. Menurut Koesnoe, Kompilasi Hukum
Islam merupakan pendapat dari sekelompok ulama dan para pakar hukum Islam
77
Abdurrahman, Loc.Cit., hlm. 57.
78
Koesnoe, Loc. Cit, hlm.151.
79
Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, (Jakaarta: Gema Insani Pers, 1994), hlm.62.
80
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, cetakan kelima, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1989) hlm. 60.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
45
yang dapat dikatakan sebagai hasil ijma kalangan tersebut. 81 Koesnoe juga
menjelaskan bahwa Kompilasi Hukum Islam dilihat sebagai peraturan perundang-
undangan dalam tata hukum Indonesia dengan adanya Instruksi Presiden dan
Keputusan Menteri Agama, Kompilasi Hukum Islam dalam hal penyebarannya
didukung oleh kekuasaan resmi yaitu Pemerintah. 82 Suatu peraturan seperti
Kompilasi Hukum Islam bisa mempunyai kekuatan hukum dan mempunyai
tempat dalam sistem hukum nasional karena mengandung sistem formil dan
sistem materiil atau substansiil. Sistem formil mengukur sesuatu dari luarnya
apakah suatu aturan atau keputusan ada dasar formilnya dalam tatanan peraturan
hukum atau tidak. Sistem materiil atau substantiil menilai apakah suatu peraturan
sejiwa dan rechtside yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 atau tidak. 83
Menurut pendapat Kosesnoe, dari tinjauan yuridis formal, sekalipun ada
Instruksi Presiden kepada Menteri Agama yang memerintahkan
penyebarluasannya, kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam sistem hukum
Nasional tetap sebagai suatu karya dari perorangan (swasta) dan bukan merupakan
peraturan resmi yang keluar dari instansi Pemerintah, lebih-lebih bukan suatu
Undang-Undang dan tidak dapat disamakan dengan Undang-Undang. 84 Dengan
adanya Instruksi Presiden dan Keputusan Menteri Agama sebagai pengakuan dan
dukungannya terhdap Kompilasi Hukum Islam bukan berarti mengangkat
Kompilasi Hukum Islam sama dengan Undang-Undang atau hukum tidak tertulis.
Menurut Koesnoe, kedudukan Kompilasi Hukum Islam dapat dilihat sebagai
pandangan bersama para ahlinya (comunis opinio doctorum) sehingga dalam
lingkungan tata hukum belum dapat dikatakan sebagai hukum tidak tertulis. Untuk
dapat disebut sebagai hukum tidak tertulis pun masih ada dua tahap yang harus
dilalui oleh Kompilasi Hukum Islam, yaitu:
1. Pandangan bersama para ahlinya (Comunis opinio doctorum) perlu
ditingkatkan dann dikembangkan menjadi pandangan bersama masyarakat
81
Koesnoe, Op. Cit.,hlm.157.
82
Ibid., hlm. 151.
83
Ibid.
84
Koesnoe, Op.Cit., hlm. 154.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
46
85
Ibid.
86
Ibid., hlm. 156-158.
87
Ibid., hlm. 157.
88
Ibid., hlm. 157.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
47
89
Koesnoe, Op. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
48
90
Ismail Sunny, Kompilasi Hukum Islam ditinjau dari Sudut Pertumbuhan Teori Hukum
Islam di Indonesia, mimbar Hukum, No: 4 tahun II, 1991, hlm. 3.
91
Ibid.
92
Abdullah, Op. Cit., hlm. 62.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
49
93
Ibid.
94
Moh. Yasin, Status Harta Kekayaan dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (Suatu Perbandingan Hukum), (Depok,
Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2005), hlm. 49-50.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
50
95
Kompilasi Hukum Islam, Op. Cit., psl 229.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
51
BAB 3
KEDUDUKAN HARTA BERSAMA
DALAM HAL PERMOHONAN SITA MARITAL (MARITALE BESLAAG)
96
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press,
2006), hlm. 21.
97
Al Quran dan Terjemahan., Op. Cit., QS: 17:27.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
52
98
Thalib, Op.Cit., hlm.
99
Ibid.
100
Ahmad Suhaeni, Harta Gono-Fini Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam,
(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2006), hlm. 12.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
53
jelas harta yang dimasukkan oleh salah seorang anggota syirkah bagi
anggota yang lainnya. 101 Ulama Mahdzab lainnya pun sepakat
membolehkannya.
101
Ibid., hlm. 81.
102
Ibid
.
103
Suhaeni, Op. Cit., hlm. 13.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
54
104
Thalib, Loc. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
55
isteri). Menurut Pasal 35 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974, harta ini tetap
di bawah penguasaan masing-masing pihak. 105
105
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 28.
106
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
56
Dan Janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan
Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (karena) bagi
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan.
Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allah
Maha mengetahui segalanya. 108
107
Djubaedah, Op. Cit., hlm. 122.
108
Al Quran dan Terjemahannya, Op. Cit., QS. IV:32.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
57
Ayat ini dapat ditafsirkan bahwa tidak ada harta bersama antara suami dan
apa yang diterima isteri di luar pembiayaan rumah tangga, pendidikan anak serta
nafkah sewajarnya dari suami sesuai dengan kesanggupan suami seperti
kebutuhan makanan, pakaian, tempat kediaman yang menjadi hak isteri.
Pemberian di luar hak-hak yang seharusnya diterima isteri tersebut seperti
contohnya hadiah perhiasan berupa cincin, gelang dan sebagainya menjadi hak
isteri dan tidak boleh diganggu gugat lagi oleh suami. Begitu pula apa yang
diusahakan oleh suami keseluruhannya tetap menjadi hak milik suami, kecuali
dilakukan syirkah (perjanjian bahwa harta mereka bersatu).
Dengan kata lain ijtihad terhadap harta bersama harus dilakukan.
Berdasarkan uraian tersebut maka cukup jelaslah bahwa harta bersama memang
tidak diatur oleh Al Quran dan Sunnah.
Selain itu, ada alasan lain dalam Surat An Nisa:29 yang artinya:
109
Hazairin, Tinjauan Mengenai UU Perkawinan Nomor: 1-1974 (Jakarta: Tintamas
Indonesia, 1975) hlm. 30 dan mengacu pada Surah 42: 38.
110
Al Quran dan Terjemahannya, Op. Cit., QS. IV: 29.
111
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
58
3. Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak dan banyak pula orang
yang memerlukannya dari golongan orang yang berhak zakatnya, tetapi
orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin pemiliknya atau tanpa
menurut prosedur yang sah.
Harta suami isteri yang terpisah itu, memberikan hak yang sama bagi isteri
dan suami mengatur hartanya sesuai dengan kebijaksanaannya masing-masing.
Lain halnya wanita yang bersuami menurut aturan Pasal 119 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum
berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami-isteri, jika tidak diatur
dalam perjanjian kawin.. Dengan demikian, suami sendirilah yang harus
mengatur harta persatuan. Isteri tidak mempunyai kekuasaan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap harta persatuan dalam perkawinan walaupun harta
persatuan terdiri atas harta kekayaan isteri yang lebih banyak. 112 Sebagaimana
ditentukan dalam pasal 1330 KUH Perdata yang menyatakan perempuan tidak
cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Isteri tidak dapat bertindak sendiri
tanpa bantuan suami. Hal ini tentunya sangat tidak adil bagi kaum perempuan.
Berbeda halnya dengan pengaturan dalam Hukum Islam, baik suami
maupun isteri berhak dan berwenang atas harta kekuasaan masing-masing. Suami
tidak berhak atas harta isterinya karena kekuasaan isteri terhadap hartanya tetap
dan tidak berkurang disebabkan dengan adanya perkawinan. Hal ini menunjukkan
di bidang harta benda atau kekayaan baik suami maupun isteri mempunyai
113
kedudukan dan kewenangan yang sama. Kedua belah pihak cakap melakukan
perbuatan hukum khususnya terhadap harta kekayaan.
Pada Keputusan Landraad Van Justitie Jakarta tanggal 28 Desember 1928
menetapkan bahwa tidak ada milik bersama antara suami isteri meskipun barang
diperoleh karena pekerjaan dan kerajinan bersama kecuali jika hal itu dengan jelas
disetujui pada perkawinan dengan diadakannya syirkah (perjanjian bahwa harta
mereka bersatu). 114 Hal ini menegaskan menurut Hukum Islam antara suami isteri
tidak dikenal harta bersama kecuali para pihak setuju diadakannya syirkah.
112
Ramulyo, Op. Cit., hlm. 30.
113
Ibid., hlm. 30.
114
Ibid. hlm. 32.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
59
Menurut pendapat Mr. Haji Abdullah Siddik dalam bukunya Hukum Perkawinan
Islam, disebutkan bahwa menurut Hukum Perkawinan Islam status harta seorang
perempuan tidak berubah dengan sebab perkawinannya, tidak ada timbulnya
automatis kepunyaan bersama atas harta benda sang suami dan isteri. Menurut
115
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Semarang: Asy Syifa, 1990) hlm. 351-664. Selain
itu juga dapat dilihat pada T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), hlm. 232-300. Lihat juga Muhammad Jawad Mughiyah, Fiqh 5 Mahzab (Jakarta:
Lentera Basritama, 1996) hlm. 309-494.
116
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis
Yurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyah (Jakarta: Prenada Media, 2004) hlm. 59.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
60
ajaran agama Islam hubungan antara pria dan wanita didasarkan pada prinsip
perimbangan hak dan tanggung jawab yang timbal balik. Baik wanita maupun pria
adalah sama di mata Tuhan. Wanita dalam Islam benar-benar merdeka dalam
urusan hak miliknya boleh menjual, menggadaikan, menghibahkan hartanya
terlepas dari kekuasaan orang lain termasuk suaminya. Harta kepunyaan isteri
tetap menjadi miliknya pribadi baik yang dibawanya di waktu kawin maupun
yang didapatinya selama dalam perkawinan dari hasil usahanya sendiri dan
sebagainya. Beliau dengan tegas mengatakan bahwa Hukum Perkawinan Islam
tidak ada harta bersama, hanya Hukum adat di Indonesialah yang mengakui harta
bersama.
Salah satu rukun dalam melakukan perkawinan menurut Islam adalah
dengan akad nikah berupa ijab dan qabul, pada prinsipnya menurut hukum islam
akad nikah tidak mempunyai akibat hukum terhadap pemilikan harta masing-
masing. Suami masih terikat dengan hak dan kewajiban atas hartanya sendiri
sesudah akad sama seperti sebelum akad nikah diadakan.117
Dapat disimpulkan pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada
harta bersama ini, harta yang menjadi hak isteri tetap menjadi milik isteri dan
tidak dapat diganggu gugat termasuk oleh suami, begitu pula apa yang diusahakan
oleh suami keseluruhannya tetap menjadi hak milik suami kecuali bila ada
syirkah, perjanjian bahwa harta suami-isteri tersebut bersatu.
3.1.2.2. Pendapat yang mengatakan bahwa ada harta bersama antara suami
dan isteri menurut Hukum Islam
Walaupun harta suami isteri terpisah, dan diberikan hak yang sama bagi
isteri dan suami mengatur hartanya sesuai dengan kebijaksanaannya masing-
masing., menurut Sajuti Thalib, ada kemungkinan syirkah atas harta kekayaan
suami isteri secara resmi dan menurut cara-cara tertentu.
Harta bersama dimungkinkan dengan adanya syirkah, di mana kekayaan
baik dari pihak suami maupun isteri bersatu seakan-akan menrupakan harta
kekayaan tambahan. Dengan perkawinan isteri menjadi syarikatur rajuli filhayati,
yaitu kongsi sekutu seorang suami dalam melayari bahtera hidup. Antara suami-
117
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Raja Grafindo, Persada, 1995),
hlm. 111.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
61
118
Thalib, Op. Cit., hlm. 84-85.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
62
119
Thalib, Op. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
63
120
Al Quran dan Terjemahannya, Op.Cit.
121
Ramulyo, Op. Cit, hlm. 34.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
64
perjanjian suci bagi tiap-tiap orang Islam yang harus dilakukannya, merupakan
pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja
antara suami isteri dan turunan bahkan antara dua keluarga. 122 Nikah diawali
dengan ijab-qabul yang merupakan unsur dari perikatan (akad), Menurut
pandangan Hanafi, hanya karena tidak ada ijab saja atau hanya karena qabul saja
akad tidak akan pernah terwujud sama sekali. 123
Selain itu dalam kaidah ushl fiqh ada disebutkan bahwa Tidak ada
kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan. Hal tersebut mengisyaratkan
bahwa penyelesaian harta bersama harus dilakukan secara adil dalam pembagian
antara suami dan isteri, dalam praktik sehari-hari bila terjadi perceraian di antara
suami-isteri biasanya harta bersama dibagi dua dengan pembagian yang sama
rata. 124
Ketentuan mengenai harta bersama diatur dalam pasal 85 Kompilasi
Hukum Islam, yang menyatakan dikenalnya harta bersama suami isteri.
Adanya Harta Bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan
adanya harta milik masing-masing suami atau isteri.
Secara detail, Yahya Harahap memberikan gambaran sejauh mana ruang
lingkup harta dikatakan sebagai harta bersama dalam kehidupan perkawinan,
menurutnya ada lima katagori yaitu: 125
a. Harta yang dibeli selama perkawinan
Patokan pertama untuk menentukan apa suatu barang termasuk objek harta
bersama atau tidak, ditentukan pada saat pembelian. Setiap barang yang dibeli
selama perkawinan maka harta tersebut menjadi objek harta bersama suami
isteri, tanpa mempersoalkan:
1) Apakah isteri atau suami yang membeli
2) Apakah harta terdaftar atas nama isteri atau suami
122
Abdullah Siddik, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Tintamas, 1983), hlm. 28.
123
Kuzari, Op. Cit., hlm. 12.
124
Bahdar Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, Kompetensi
Peradilan Agama tentang Perkawinan, Waris, Hibah, Wakaf dan Shadaqah (Bandung: Mandar,
1993), hlm. 34.
125
M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, (Jakarta: Pustaka Karting, 1993) cet ke-3,
hlm. 302-306.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
65
3) Apakah harta itu terletak di mana hal ini telah menjadi sesuatu yang
permanen sebagaimana dikemukakan dalam putusan Mahkamah
Agung tanggal 5 Mei 1971 No. 803 K/Sip/1970.
b. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta
bersama
Patokan harta bersama berikutnya ditentukan oleh asal usul biaya
pembelian atau dibangun sesudah terjadi perceraian. Misalnya, suami isteri
selama perkawinan berlangsung mempunyai harta dan uang bersama.
Kemudian terjadi perceraian. Semua harta dan uang simpanan dikuasai oleh
suami dan belum dilakukan pembagian. Harta seperti ini dikatagorikan
sebagai harta bersama. Praktik ini sejalan dengan putusan Mahkamah Agung
Tanggal 5 Mei 1970 No. 803 K/Sip/1970.
c. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan
Pada umumnya, pada setiap harta bersama, pihak yang digugat selalu
akan memajukan bantahan bahwa harta yang digugat bukan harta bersama,
tetapi adalah milik tergugat. Hak pemilikan tergugat bisa diadili atas nama hak
pembelian, warisan, hibah dan lainnya. Namun apabila penggugat dapat
membuktikan harta-harta yang digugat benar-benar diperoleh selama
perkawinan berlangsung dan uang pembeliannya tidak berasal dari uang
pribadi, maka harta tersebut menjadi objek harta bersama.
d. Penghasilan Harta Bersama dan harta bawaan
Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama, sudah logis akan jatuh
menambah jumlah harta bersama.
e. Segala penghasilan suami-isteri
Menurut putusan Mahkamah Agung tanggal 1971 No. 454 K/ Sip/
1970, Segala penghasilan pribadi suami isteri baik dari keuntungan yang
diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil dari perolehan
masing-masing pribadi sebagai pegawai jatuh menjadi harta bersama suami-
isteri. Jadi sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami isteri, tidak terjadi
pemisahan. Justru dengan sendirinya terjadi penggabungan ke dalam harta
bersama. Penggabungan penghasilan pribadi dengan sendirinya terjadi
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
66
126
Kompilasi Hukum Islam, Op. Cit.,Psl. 85.
127
Ibid., Psl. 89.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
67
128
Al, Quran dan Terjemahannya, QS. 4: 34.
129
Zainuddin Ali, M.A. Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
hlm. 58.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
68
130
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000), cet. Ke-5, hlm. 248.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
69
salah satu pihak dari suami isteri atau setelah terjadinya kematian salah satu pihak
dari suami isteri atau kedua suami isteri. 131
131
Ibid.
132
Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia (Jakarta: Djambatan,
1999), hlm. 49.
133
Meriem Websters Dictionary of Law (Massachusets: Merriam Webster Springfield,
1996), hlm. 451.
134
M. Yahya Harahap 1, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm.283.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
70
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
71
barang tidak bergeraknya. Jika perjanjian antara tergugat dengan penggugat ada
agunan, maka barang yang dapat dikenakan sita jaminan adalah terbatas pada
barang yang dikenakan agunan tersebut tanpa mempersoalkan apakah nilainya
cukup memenuhi jumlah utang atau tidak.
Sita marital atau Maritale Beslaag merupakan salah satu bentuk dari sita
jaminan (conservatoire beslaag) yang bersifat khusus. Pada dasarnya, maritale
beslaag adalah sama dan serupa dengan sita jaminan (conservatoire beslaag), sita
marital merupakan perwujudan dari sita jaminan, oleh karena itu, segala ketentuan
yang berlaku pada sita jaminan berlaku sepenuhnya pada sita marital. Namun sita
marital hanya dapat diterapkan terhadap harta perkawinan, yakni harta bersama
bila di antara suami isteri terjadi perceraian.135 Sita atas harta perkawinan yang
disebut juga sita marital dapat timbul jika terjadi perkara perceraian. Dalam sistem
hukum Indonesia dapat juga disebut sebagai sita harta bersama atau sita harta
perkawinan, dapat juga disebut sita harta benda bersama suami-isteri. Agar lebih
praktis dalam pengistilahan tapi tetap efektif, lebih tepat digunakan istilah sita
harta bersama yang memperlihatkan kedudukan setara antara suami dan isteri.
Tujuannya untuk menjamin agar harta bersama mendapat putusan yang
berkekuatan hukum tetap, untuk menjamin keselamatan keutuhan harta
perkawinan (harta bersama) sampai putusan perkara perceraian berkekuatan
hukum tetap.
Apabila selama proses pemeriksaan perkara telah terjadi pemisahan tempat
tinggal antara suami isteri bersangkutan atas izin hakim, semakin besar
kemungkinan atas terancamnya keutuhan dan pemeliharaan harta perkawinan.
Misalnya atas persetujuan hakim, isteri sudah terpisah tempat tinggalnya selama
pemeriksaan perkara berlangsung dan harta perkawinan semuanya dikuasai suami,
hal ini seolah-olah memberi kesempatan kepada suami untuk menjual atau
menggelapkan sebagian dari harta perkawinan. Sebagai upaya untuk menjamin
keselamataan keutuhan harta perkawinan (harta bersama), undang-undang
memberi hak kepada isteri untuk mengajukan permohonan sita marital.136
135
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Permasalahan dan Penerapan
Conservatoir beslaag (sita jaminan), cet. Pertama, (Jakarta: Pustaka, 1987), hlm. 145.
136
M. Yahya Harahap (2), Ibid. hlm. 145
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
72
137
Ibid. hlm. 151.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
73
138
Indonesia, Peraturan Pemerintah, Nomor 9 tahun 1975 PP Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, Lembaran Negara Nomor 12, 1975, psl. 24..
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
74
Dalam pasal ini tidak dijelaskan secara tersurat kewenangan Pengadilan untuk
meletakkan sita terhadap harta bersama. Kalimat menentukan hal-hal yang perlu
untuk menjamin terpeliharanya barang-barang, pada hakekatnya sudah tersirat
makna tindakan atau upaya pensitaan terhadap harta perkawinan. Dan tindakan
yang dianggap dapat menjamin terpeliharanya harta perkawinan selama proses
perceraian berlangsung adalah sita jaminan yang disebut maritale beslaag agar
pemeliharaan dan keutuhan harta perkawinan dapat terjamin. 139 Pasal 136 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam menentukan hal yang sama diatur dalam pasal 24
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975.
Di antara ketiga pasal tersebut terlihat perbedaan. Dalam pasal 95
Kompilasi Hukum Islam, permohonan sita jaminan atas harta bersama hanya
bertujuan untuk melindungi harta bersama dari perbuatan yang dikhawatirkan
dapat merugikan bahkan membahayakan harta bersama, bukan bagian dari
permohonan gugatan cerai, karena sita yang diajukan dapat dimohonkan tanpa
adanya permohonan gugatan cerai. 140 Sedangkan dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi
Hukum Islam permohonan penjaminan terhadap harta bersama diajukan menjadi
satu bagian dalam proses gugatan perceraian. Pasal 24 ayat (2) terlalu sempit
dalam pengajuan sita marital, jika ada perceraian baru dapat diajukan sita marital,
seakan-akan tanpa adanya gugatan cerai tidak dapat diajukan sita marital, seakan
selama perkawinan masih berjalan tidak dimungkinkan mengajukan pemisahan
harta perkawinan. Kompilasi Hukum Islam lebih luas dalam mengaturnya, Pasal
95 Kompilasi Hukum Islam merupakan modifikasi dan sejiwa dengan Pasal 186
KUH Perdata, di luar gugatan perceraian isteri atau suami dapat mengajukan
pemisahan harta perkawinan yang masih utuh ke Pengadilan. Aturan ini
merupakan cara untuk melindungi keutuhan harta perkawinan dan juga
melindungi hak isteri terhadap harta bersama, tanpa harus memutuskan tali
perkawinan Pihak isteri atau suami misalnya sangat ingin mempertahankan
mahligai perkawinan, sementara suami atau isterinya melakukan tindakan-
tindakan yang dapat merugikan harta bersama yang merupakan sumber bagi
139
Harahap (2), Op. Cit.
140
Djubaedah, Op. Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
75
141
Harahap (1), Op. Cit., hlm. 377.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
76
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
77
menentukan mana yang merupakan harta bawaan, dan mana yang termasuk harta
bersama, mengingat ketentuan di Kompilasi Hukum Islam, mengatur bahwa harta
bersama tidak mempersoalkan terdaftar milik siapa. Kasus yang sering terjadi
dalam perkawinan, suatu barang didaftarkan atas nama suami atau isteri, padahal
barang yang terdaftar bukan merupakan harta bawaan masing-masing pihak
melainkan merupakan harta bersama para pihak.
Namun, jika harta bawaan/ harta pribadi ada di bawah kekuasaan tergugat,
sita marital juga harus diletakkan terhadap harta tersebut. Demikian halnya jika
harta bawaan/pribadi tergugat ada di bawah kekuasaan tergugat itu sendiri, tidak
bisa diletakkan sita marital, penggugat tidak dapat menuntut sita marital harta
bawaan/pribadi tergugat tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan sita
marital tidak meliputi harta bawaan/ harta pribadi tidak bersifat mutlak.
Kemutlakan sita marital (maritale beslaag) pada prinsipnya hanya meliputi harta
kekayaan bersama suami isteri. 142
142
Harahap (2), Op.Cit.
Universitas Indonesia
Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009