Anda di halaman 1dari 15

DEFINISI

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal dimana terjadi


reaksi inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal yang sifatnya akut maupun kronis.
Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan
pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut
dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat
timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik. 5

EPIDEMIOLOGI
Meskipun prevalensi ISK telah dipelajari di berbagai populasi pasien, lebih
sedikit data mengenai prevalensi pielonefritis yang sebenarnya karena terdapat kesulitan
dalam membedakannya dari ISK bagian atas atau bagian bawah. Prevalensi ISK
dipengaruhi oleh faktor seperti usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode
pengumpulan urin, pengujian metodologi, kriteria diagnostik, dan budaya. Usia dan jenis
kelamin merupakan faktor yang paling penting. Pada bayi baru lahir, prevalensi ISK pada
bayi preterm (2,9%) melebihi dari bayi aterm (0,7%). ISK lebih sering terjadi pada anak-
anak usia prasekolah (1% - 3%) daripada di usia anak sekolah (0,7% - 2,3%). Jenis
kelamin memiliki dampak yang besar terhadap prevalensi ISK. Dalam sebuah
retrospektif populasi berdasarkan studi, tingkat kejadian kumulatif selama 6 tahun
pertama kehidupan adalah 6,6% untuk anak perempuan dan 1,8% untuk anak laki-laki.
Pada 3 bulan pertama postnatal, ISK lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan 5-10 kali
lebih sering terjadi pada anak laki-laki yang tidak disunat daripada anak laki-laki disunat.
Setelah itu, perempuan jauh lebih mungkin untuk terjadi ISK simptomatik. Tingkat
prevalensi ISK adalah 1% - 3% pada anak perempuan 1 sampai 5 tahun dan 1% pada usia
anak-anak sekolah. Tingkat prevalensi di usia sekolah anak laki-laki adalah 0,03%. 4
Walaupun faktor risiko untuk terjadinya pielonefritis belum dapat dijelaskan
dengan baik, faktor risiko untuk terjadinya ISK termasuk riwayat ISK, saudara kandung
yang memiliki riwayat UTI, jenis kelamin perempuan (mungkin karena uretra perempuan
pendek), pemasangan urin kateter, preputium utuh pada anak laki-laki, dan kelainan
struktural ginjal dan saluran kemih bawah. Sampai dengan 50% bayi mungkin memiliki
dasar struktural atau kelainan fisiologis saluran kemih terdeteksi pada saat mereka ISK

1
pertama. Refluks vesicoureteral adalah faktor risiko yang paling umum dan penting untuk
terjadinya pielonefritis.4
Meskipun banyak Enterobacteriaceae dan organisme lainnya dapat menyebabkan
ISK pada anak-anak, Escherichia coli adalah patogen yang paling umum. E. coli dapat
diisolasi kira-kira 90% dari pasien pada saat awal mereka mengalami ISK dan lebih dari
dua pertiga dari pasien yang telah ISK berulang. Organisme lain yang biasa ditemukan
pada pasien komunita ISK yang didapat yaitu Enterobacter, Proteus, dan Klebsiella sp.
Streptococcus agalactiae dapat menyebabkan pielonefritis pada neonatus. Enterococcus
sp dapat menyebabkan ISK sampai 5% dan sering dikaitkan dengan kelainan saluran
genitourinaria yang lebih kompleks. Coagulase-negative staphylococcus dan
Lactobacillus sp penyebab langka cystitis atau pielonefritis. 4

ETIOLOGI
Penyebab terbanyak ISK, baik pada yang simtomatik maupun yang
asimtomatik,termasuk pada neonatus adalah Escherichia coli (70-80%). Penyebab yang
lainnya seperti: Klebsiella, Proteus, Staphylococcus saphrophyticus, coagulase-negative
staphylococcus, Pseudomonas aeroginosa, Streptococcus fecalis dan Streptococcus
agalactiiae, jarang ditemukan.2

Pada uropati obstruktif dan pada kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-
laki, sering ditemukan Proteus species. Pada perempuan remaja dan pada perempuan
seksual aktif, sering ditemukan Staphylococcus saprophyticus.2

FAKTOR PEJAMU
Pada beberapa anak, predisposisi terjadinya ISK adalah karena adanya kelainan
anatomi kongenital atau yang didapat, sedangkan pada anak yang lainnya kemungkinan
kelianan itu tidak ditemukan, walaupun sudah diteliti. Pada kelompok yang terakhir ini
diduga yang menjadi faktor predisposisi adalah virulensi bakteri atau karena kelainan
fungsional saluran kemih.
Tabel 1. Faktor pejamu dan predisposisi
Faktor anatomi:
Refluks vesiko ureter dan refluks intarenal

2
Obstruksi saluran kemih
Benda asing dalam saluran kemih (kateter urin)
Duplikasi collecting system
Ureterokel
Divertikulum kandung kemih
Meningkatnya perlekatan ke sel uroepitel
Nonsecretors with P blood group antigen
Nonsecretors with Lewis blood group phenotype
Pada anak yang normal, perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung
kemih dapat dicegah oleh adanya aliran urin yang deras dan adanya mekanisme
pertahanan lokal mukosa kandung kemih.
Tabel 2. Faktor pejamu yang berhubungan dengan pencegahan perlekatan bakteri ke
uroepitel.
Mekanisme pencucian karena aliran urin
Tamn-Horsfall protein
Interferensi bakteri oleh endogenous periurethal flora
Urinary oligosaccharides
Eksfoliasi spontan dari sel uroepitel
Urinary immunoglobulins
Mukopolosakarida yang melapisi dinding kandung kemih
Mekanisme pertahanan lokal ini dapat terganggu bila ada kelainan anatomi
kongenital atau yang didapat, dan dapat meninggikan risiko terjadinya ISK. Secara
keseluruhan kelainan radiologik yang dapat ditemukan pada ISK hanya berkisar 40-50%.
Refluks vesiko ureter merupakan kelainan saluran kemih yang paling sering ditemukan
pada ISK, itupun hanya bisa ditemukan sekitar 30%. Adanya refluks mengakibatkan anak
mudah mendapat ISK, dan dari urin yang terinfeksi tersebut, infeksi dapat naik ke
parenkim ginjal. Pada tempat refluks tersebut bakteri dapat bertahan lama, dan
merupakan sumber infeksi dalam saluran kemih.2
Statis urin karen adanya obstruksi saluran kemih, dan adanya residu urin,
merupakan faktor lainnya yang mempermudah bakteri tinggal lebih lama dan dapat
berproliferasi. Adanya divertikulum kandung kemih, ureterokel, lambatnya aliran urin
pada collecting system yang duplikasi, mengakibatkan timbulnya nidus sehingaa bakteri

3
dapat lebih lama tinggal berproliferasi dalam saluran kemih. Adanya benda asing dalam
saluran kemih seperti kateter juga memmudahkan terjadinya ISK. Lebih dari 90% ISK
nosokomial pada anak yang dirawat disebabkan pemasangan kateter urin.
Bila tidak ditemukan adanya defek anatomi saluran kemih, dianggap penyebab
resiko ISK adalah faktor pejamu. Melekatnya bakteri ke sel uroepitel,merupakan
prasyarat untuk timbulnya kolonisasi bakteri. Sel uroepitel pada anak sangat rentan
terhadap infeksi, karena memiliki kapasitas untuk mengikat bakteri, disebabkan oleh
adanya reseptor pada sel tersebut. Jadi pada anak yang mempunyai struktur anatomi
saluran kemih yang normal, timbulnya kerentanan terhadap infeksi karena sel
uroepitelnya mempunyai kapasitas pengikat bakteri yang masuk ke saluran kemih.
Mekanisme molekuler mengenai perlekatan bakteri ini ke sel uroepitel tersebut masih
belum diketahui dengan pasti.2

PATOGENESIS
Pada periode neonatus, bakteri mencapai saluran kemih melalui aliran darah atau
uretra, yang selanjutnya bakteri naik ke saluran kemih dari bawah. Perbedaan individu
dalam kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat diterangkan oleh adanya
faktor hospes seperti produksi antibodi uretra dan servikal (Ig A), dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus dan uretra. Beberapa di
antara faktor faktor ini, seperti fenotip golongan darah P, ditentukan secara genetik.
Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronik
adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bila organisme
dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya infeksi dapat menggambarkan virulensi
bakteri dan faktor anatomik seperti refluks vesikouretra, obstruksi, stasis urin, dan adanya
kalkuli. Dengan adanya stasis urin, kesempatan untuk berkembang biak bakteri
meningkat, karena urin merupakan medium biakan yang sangat baik. Lebih-lebih lagi,
pembesaran kandung kemih dan dapat menurunkan resistensi alami kandung kemih
terhadap infeksi.6 Infeksi akut atau infeksi kronik vesika urinaria akibat infeksi yang
berulang mengakibatkan perubahan pada dinding vesika dan dapat mengakibatkan
inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat naik kembali
ke ureter terutama pada waktu berkemih (waktu kontraksi kandung kemih). Akibat

4
refluks ini ureter dapat melebar atau urin sampai ke ginjal dan mengakibatkan kerusakan
pielum dan perenkim ginjal (pielonefritis). Infeksi parenkim ginjal dapat juga terjadi
secara hematogen atau limfogen.2
Flora usus

Munculnya tipe uropatogenik

Kolonisasi di perineal dan uretra anterior

Barier pertahanan mukosa normal

Sistitis

VIRULENSI BAKTERI Faktor pejamu (host)


1. Memperkuat perlekatan ke sel
uroepitel
2. Refluks vesiko ureter
3. Refluks intrarenal
4. Tersumbatnya saluran kemih
5. Benda asing (kateter urin)
Pielonefritis akut

Parut ginjal Urosepsis

Gambar. Patogenesis dari ISK asending 2

Pada bayi infeksi secara hematogen lebih sering terutama bila ada kelainan
struktur traktus urinarius. Bakteri patogen ataupun bakteri yang non-patogen di daerah
tubuh lainnya (kolon, mulut, kulit) bila berkembang biak di parenkim ginjal akan
menghasilkan amoniak yang dapat menghalangi pertahanan tubuh yang normal yaitu
dengan menghalangi sistem komplemen dan dapat menghalangi migrasi leukosit PMN
dan fagositosis, karena amoniak meninggikan hipertonisistas medula. Bila sudah terdapat
infeksi parenkim, fungsi ginjal dapat terganggu.2
Penderita dengan golongan darah P1 dapat menderita pielonefritis asendens
berulang tanpa adanya refluks vesikoureter, karena E.coli terikat spesifik dengan antigen
P1 pada sel epitel.7 Pielonefritis akut bisa ditemukan fokus infeksi dalam parenkim
ginjal, ginjal membengkak, edematous, dan banyak ditemukan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear dalam jaringan interstisial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.
Bila tidak diobati, perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan pembentukan

5
miroabses pada ginjal, yang dapat menyatu. Pielonefritis akut biasanya lebih hebat bila
terdapat obstruksi. Perubahan ini dapat mengakibatkan terbentuknya jaringan parut
ginjal, dengan penemuan histologis yang biasanya dikenal sebagai pielonefritis kronik;
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk dari bakteri, atau adanya zat
mediator toksik yang dihasilkan sel yang telah rusak, akan mengakibatkan parut ginjal
(renal scarring).2 namun demikian, pengobatan yang cepat dan tepat dapat menimbulkan
penyembuhan sempurna.
Secara histologis, pielonefritis kronik seringkali sulit dibedakan dari sebab-sebab
lain jaringan parut ginjal stadium akhir, seperti penyakit kistik medularis, iskemia,
iradiasi, penyalahgunaan analgesik, dan lain-lain. Jaringan parut ini dapat setempat atau
difus. Temuan khas pielonefritis kronik adalah jaringan parut korteks dengan deformitas
kaliks yang mendasarinya. Secara mikroskopik, lesi ini berupa bercak-bercak dengan
fibrosis glomeruler, radang kronis interstitial, dan fibrosis serta atrofi tubulus. Kondisi
lokal medula ginjal, seperti osmolalitas tinggi, yang mengganggu aktivitas fagosit
leukosit, menyebabkan daerah ginjal ini lebih rentan terhadap infeksi daripada
korteknya.7
Jaringan parut ginjal seperti itu juga ditemukan pada anak dengan refluks
vesikouretra yang tidak mempunyai riwayat infeksi saluran kemih; untuk alasan ini
beberapa ahli lebih memilih istilah refluks nefropati daripada pielonefritis kronik. Pada
setiap kasus, 90% anak dengan lesi pielonefritis kronik mengalami atau telah mengalami
refluks vesikoureter. Refluks nefropati atau pielonefritis kronik adalah penyebab utama
hipertensi arterial pada anak; beberapa perubahan vaskuler dan glomeruler mungkin lebih
sebagai akibat sekunder hipertensi daripada proses radang. Pada hewan percobaan,
refluks nefropati hanya terjadi didaerahdaerah ginjal yang papila ginjalnya
memungkinkan refluks urin dari kaliks ke tubulu skolektivus (refluks intrarenal), yang
dipermudah oleh adanya konfigurasi anatomis papila yang datar pada penggabungan
kaliks; papila kronis yang biasanya terdapat didalam kaliks sederhana membantu
mencegah terjadinya refluks intrarenal. Respon autoimun terhadap protein Tamm-
Horsfall mungkin juga memegang peranan dalam pembentukan dan pengembangan
jaringan parut pielonefritis.7

6
Sebagai tambahan dari perubahan peradangan yang telah disebutkan diatas,
infeksi oleh mikroorganisme pemecah urea seperti Proteus dapat mengakibatkan
pembentukan batu ginjal. Amonia yang berasal dadri urea menyebabkan urin sangat
alkalis dan mengakibatkan endapan kalsium fosfat dan tripel kalsium,magnesium, dan
amonium fosfat. Kalkuli bekerja sebagai benda asing dan mendukung mengabaikan
infeksi. Dengan adanya obstruksi ureter, infeksi ginjal dapat dengan cepat menyebabkan
septikemia, pionefrosis, dan pembentukan abses ginjal dan perirenal.7
Pielonefritis xanthogranulomatosa adalah jenis infeksi ginjal yang secara histolik
jelas ditandai dengan radang granulomatosa dengan sel-sel raksasa dan histiosit berbusa.
Secara klinis hal ini dapat terlihat sebagai suatu massa ginjal atau sebagai infeksi akuta
atau kronis. kalkuli ginjal, obstruksi, dan infeksi oleh Proteus dan E.coli mendukung
terbentuknya lesi yang jarang ini, yang biasanya memerlukan nefrotomi.7

MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila
buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi
saluran kemih bagian atas biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik, nyeri di daerah
pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih bagian
atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja.8
Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut :
0-1 Bulan : Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma,
panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).
1 bln-2th : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan,
anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air
kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri perut/pinggang.
2-6 thn : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing,
polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare,
muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia.
6-18 thn : Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat menahan
kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah
warna.8

7
Pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam yang timbul mendadak,
menggigil, malaise, muntah, sakit panggul atau perut, nyeri tekan di daerah
kostovertebral, leukositosis, piuria dan bakteriuria. Biasanya disertai dengan adanya
toksik sistemik. Ginjal dapat membesar.7 Demam dan iritabel adalah gejala paling umum
yang ditunjukkan pada bayi yang memiliki pielonefritis. Temuan lain termasuk nafsu
makan yang buruk, letargi dan nyeri perut. Pada biasanya, dugaan terjadi pielonefritis
pada bayi atau anak adalah yang mengalami demam, emesis, panggul sakit, atau nyeri
CVA pada pemeriksaan fisik dan kultur urin positif.4
Anak-anak dengan pielonefritis kronik seringkali tidak bergejala. Hipertensi
arterial biasanya berkaitan dengan jaringan parut ginjal.7

DIAGNOSIS
Biakan air kemih :
Dikatakan infeksi positif apabila :
- Air kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah kuman 10 5/ml,
2 kali berturut-turut.
- Air kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman patogen yang
tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi suprapubik digunakan sebagai
gold standar.
Dugaan infeksi :
- Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, silinder leukosit
- Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.
Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih :
- Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal dan
kandung kemih.
- Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks.
- Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang infeksi saluran
kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih.8
Diagnosis kerusakan ginjal dapat diketahui dengan pielogram intravena (PIV).
Dengan pemeriksaan PIV dapat diketahui besar ginjal, adanya parut ginjal (renal scar)
dan keadaan dari sistem pelviokalises (pyelocalyceal system). PIV dulu merupakan baku

8
emas (gold satandar) untuk mengevalusi penderita ISK. Sedangkan untuk menegakkan
diagnosis refluks, metode definitif adalah dengan miksio sisto uretrografi (MSU). Untuk
mengetahui lokalisasi infeksi pada ginjal dipakai radioisotop sintigrafi dengan
menggunakan DMSA (dimercaptosuccinic acid). Pemeriksaan DMSA saat ini lebih
banyak dipakai untuk diagnostik parut ginjal daripa PIV karena radiasinya lebih rendah.2
Penegakan diagnosis pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang biasanya
didahului oleh disuria, urgensi dan sering berkemih yang menunjukkan bahwa infeksi
dimulai pada bagian bawah traktus urinarius. Adanya silinder leukosit membuktikan
infeksi terjadi di dalam ginjal. Gambaran ginjal secara makroskopik dan mikroskopik
pada pielonefritis akut adalah Ginjal membengkak dan tampak adanya abses kecil dalam
jumlah banyak dipermukaan ginjal tersebut. Pada potongan melintang, abses tampak
sebagai goresan-goresan abu-abu kekuningan di bagian piramid dan korteks. Secara
mikroskopik tampak PMN dalam jumlah banyak di daerah tubulus dan dalam intertisium
disekitar tubulus. Segmen-segmen tubulus hancur dan leukosit dikeluarkan ke dalam
urine dalam bentuk silinder leukosit.9

Gambar. Makroskopik ginjal pada pielonefritis11


Berbeda dengan pielonefris akut, gambaran klinis pielonefritis kronik sangat tidak
jelas. Diagnosis biasanya ditegakkan apabila pasien memperlihatkan gejala insufisiensi
ginjal kronik atau hipertensi, atau temuan proteinuria saat pemeriksaan rutin. Anamnesis
yang teliti pada beberapa kasus lain, mungkin dapat, menemukan adanya riwayat disuria,
sering kencing atau kadang-kadang nyeri pada selangkangan yang tidak jelas.
Kebanyakan pasien tidak memiliki gejala sampai penyakit mencapai tahap lanjut.

9
Beberapa temuan khas pada pielonefritis kronik adalah baktetriuria intermiten dan
leukosit, atau adanya silinder leukosit dalam urin. Proteinuria biasanya minimal.
Pielonefritis kronik terutama merupakan penyakit interstisial medula sehingga
kemampuan ginjal untuk memekatkan urin sudah mengalami kemunduran pada awal
perjalanan penyakit sebelum terjadi kemunduran GFR yang bermakna. Akibatnya
poliuria, nokturia dan urin berberat jenis rendah merupakan gejala dini yang menonjol.9
Pemeriksaan PIV memperlihatkan pembengkakan tabuh (clubbing) pada kaliks,
korteks menipis dan ginjal kecil, bentuknya tidak teratur dan biasanya tidak simetris.
Pada pielonefritis kronik perubahan patologi yang terjadi adalah permukaan ginjal
tampak bergranul kasar dengan lekukan-lekukan berbentuk huruf U, jaringan parut
subkapsular, dan pelvis yang fibrosis dan berdilatasi serta kaliks terlihat pada penampang
melintang. Pemeriksaan mikroskopik potongan jaringan memperlihatkan perubahan-
perubahan parenkim yang khas; banyak sel radang kronik terdiri dari sel-sel plasma dan
limfosit (berupa titik-titik berwarna gelap), tersebar diseluruh interstisium. Glomerulus
tetap utuh dan dikelilingi oleh banyak tubulus kecil dan telah mengalami atrofi dan
dilatasi. Tampak pula fibrosis interstisial di dekat glomerulus. Tampak pula daerah-daerah
luas yang mengalami tiroidisasi (,tampak seperti jaringan kelenjar tiroid), terdiri dari
tubulus-tubulus yang mengalami dilatasi dibatasi oleh sel-sel epitel gepeng dan terisi
silinder seperti kaca.9

Gambar.Mikroskopik pada pielonefritis kronik12

10
PENATALAKSANAAN
Ada 3 prinsip penatalaksanaan:
- Memberantas infeksi
- Menghilangkan faktor predisposisi
- Memberantas penyulit
Pengobatan pielonefritis akut, untuk bayi dengan ISK dan untuk anak dengan ISK
disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel urin diambil untuk dibiakkan, diberi
antibiotik parenteral (tanpa menunggu hasil biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut
ginjal. Sebaiknya anak dirawat di rumah sakit terutama bula disertai tanda toksik.2
Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48 jam
penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama 10-14
hari,disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan urin ulang
dilakukan setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah
bakteriuria masih ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan MSU, dan bila
ditemukan refluks antibiotik profilaksis diteruskan.2
Tabel 3. Dosis antibiotika parenteral (A), oral (B), dan profilaksis (C)2

11
Obat Dosis mg/kgBB/hari Frekuensi/ (umur bayi)
(A) Parenteral
Ampisilin 100 tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)
tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu)
Sefotaksim 150 dibagi setiap 6 jam
Gentamisin 5 tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)
tiap 8 jam (bayi > 1 minggu)
Seftriakson 75 sekali sehari
Seftazidim 150 dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 dibagi setiap 8 jam
Tobramisin 5 dibagi setiap 8 jam
Ticarsilin 100 dibagi setiap 6 jam

(B) Oral
Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari q8h
Ampisilin 50-100 mg.kgBB/hari q6h
Augmentin 50 mg/kgBB/hari q8h
Sefaleksin 50 mg/kgBB/hari q6-8h (C) Terapi propilaksis
Sefiksim 4 mg/kg q12h 1x malam hari
Nitrofurantoin* 6-7 mg/kgBB/hari q6h 1-2 mg/kg
Sulfisoksazole* 120-150 mg q6-8h 50 mg/kg
Trimetoprim* 6-12 mg/kg q6h 2 mg/kg
Sulfametoksazole 30-60 mg/kg q6-8h 10 mg/kg

* Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal

Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk
menghilangkan faktor predisposisi..

12
Suportif
Selain pemberian antibiotik, penderita perlu mendapat asupan cairan cukup,
perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi.8

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)


Rujukan ke Bedah Urologi sesuai dengan kelainan yang ditemukan. Rujukan ke
Unit Rehabilitasi Medik untuk buli-buli neurogenik.8

PROGNOSIS
Pengobatan segera pielonefritis akut dapat mencegah timbulnya jaringan parut
ginjal. Anak-anak dengan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang kambuh seringkali
menimbulkan masalah yang sulit dan mengecewakan dalam pengobatan dan
profilaksisnya. Konsekuensi utama kerusakan ginjal kronis yang disebabkan oleh
pielonefritis adalah hipertensi arterial dan insufisiensi ginjal; bila hal ini terjadi maka
harus diobati dengan tepat.
Anak dengan abses ginjal atau perirenal atau dengan infeksi saluran kemih yang
tersumbah memerlukan tindakkan bedah atau drainase perkutan disamping pengobatan
dengan antibiotik dan tindakan pendukung lainnya.7

KOMPLIKASI
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, hidronefrosis
gagal ginjal kronik dan sepsis (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor
predisposisi).8

PENCEGAHAN PIELONEFRITIS
Seseorang yang sering mengalami infeksi ginjal atau penderita yang infeksinya
kambuh setelah pemakaian antibiotik dihentikan, dianjurkan untuk mengkonsumsi
antibiotik dosis rendah setiap hari sebagai tindakan pencegahan.

13
Lamanya pengobatan pencegahan yang ideal tidak diketahui, tetapi seringkali
dihentikan setelah 1 tahun. Jika infeksi kembali kambuh, maka pengobatan ini
dilanjutkan sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Parno. Mengenal Infeksi Ginjal. Juni 2010. Diunduh dari :


http://propolis.rumahkerja.info/ginjal.php. Tanggal 22 Januari 2011
2. Alantas, Husein. dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FK UI.
2002. Jakarta. Halaman 142-161.
3. Waspasai Gejala Pielonefritis. 2010. Diunduh dari:
http://www.spesialis.info/?waspasai-gejala-pielonefritis,637.Tanggal 25 Januari 2011
4. Raszka, William V.,Jr, Omar Khan. Pyelonephritis. Pediatrics in Review. Vol.26.
2005. .Halaman 364-359
5. Whalank. Pielonefritis. Ensiklopedia Penyakit. Agustus 2010. Diunduh dari:
http://ensiklopediapenyakit.blogspot.com/2010/08/pielonefritis.html.
Tanggal 22 Januari 2010
6. Anatomi dan Fisiologi Ginjal. Diunduh dari:
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/anatomi-dan-fisiologi-ginjal.html. Tanggal
22 Januari 2011
7. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Volume 3. Editor, Richard E. Behrman, Robert M.
Kliegman, Ann M. Arvin. Editor edisi bahasa Indonesia A, Samik Wahab. Edisi 15.
EGC, 2000. Jakarta. Halaman 1863-1868.
8. Noer , Muhammad Sjaifullah, Ninik Soemyarso. Infeksi Saluran Kemih. 2006.
Diunduh dari:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
fnzh263.htm. Tanggal 11 Januari 2011

14
9. Price, Slvia A. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. EGC. 2005. Jakarta. Halaman 921-924

Gambar:
10. http://saunginternet.blogspot.com/2009/08/struktur-anatomi-sistem-
perkemihan.html?zx=d29f76e2d52f33ee. Diunduh tanggal 31 Januari 20011
11. http://ishwaryatechnosolutions.com/UrinarySystem.aspx. Diunduh tanggal 31 Januari
2001
12. Mark W. Braun, M.D. 2001. General and Systemic Histopathology. Diunduh dari:
http://medsci.indiana.edu/c602web/602/c602web/renal/sl95_2.htm. Tanggal 31
Januari 2001

15

Anda mungkin juga menyukai